Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA KLINIK

“MANAJEMEN DAN METODE PEMERIKSAAN LABORATORIUM


DIABETES MELITUS”

OLEH :
 ANNISA FADHILAH ALHABSYARI
 BERNADETE DAE

KELAS : FARMASI C
SEMESTER : VI (ENAM)
KELOMPOK : I (SATU)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI

KUPANG

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan penyertaan-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kimia Klinik dengan baik dan tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar pada
pembuatan makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam
memperluas wawasan dan pemahaman mengenai farmakognosi.

Kupang, 16 Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 2

1.3 Tujuan........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3

2.1 Pengertian Diabetes Melitus.......................................................................... 3

2.2 Patifisologi Diabete Melitus........................................................................ 4

2.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus....................................................................5

2.4 Manajemen Pemeriksaan Laboratorium Diabetes Melitus...........................7

2.5 Metode Pemeriksaan Laboratorium Diabetes Melitus.................................13

BAB III PENUTUP................................................................................................15

3.1 Kesimpulan................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit
diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang
lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi
salah satu ancaman kesehatan global. Pada buku pedoman ini, hiperglikemia yang dibahas
adalah yang terkait dengan DM tipe-2. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-
3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada
tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun
sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20
tahun.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen
Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas
15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan
terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi
sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10.2%.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari DM?
2. Bagaimana patofisologiDM ?
3. Apa faktor resiko DM ?
4. Bagaimana manajemen pemeriksaan laboratorium DM ?
5. Apa saja metode pemeriksaan labortorium DM?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari DM
2. Untuk mengetahui patofisologidari DM
3. Untuk memgetahui faktor resiko DM
4. Untuk memahami manajemen pemeriksaan laboratorium DM
5. Untuk mengetahui metode pemeriksaan labortorium DM
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI DIABETES MELITUS (DM)


DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan kronik metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin yang diproduksi oleh hormon pankreas
atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal. Gambaran
yang paling nyata dari seorang Diabetes mellitus adalah bahwa orang tersebut mengelarkan
sejumlah besar urine yang mengandung kadar gula yang melebihi nilai normal (Inzhici S,
2003). Diabetes mellitus adalah penyakit yang memperlihatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, sehingga didapat hiperglikmia dan glokosuria.

Menurut penyebabnya Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yakni diabetes tipe
I dan diabetes tipe II:
1. Diabetes mellitus tipe 1
Kriteria untuk Diabetes mellituss tipe 1 diakibatkan karena adanya kerusakan
autoimun dari sel beta pankreas yang mengalami kebocoran sehingga mengurangi volume
dari sel beta sendiri, sebagai hormon dalam pankreas insulin akan melakukan reaksi kimia
dalam jaringan, didalam otot insulin akan mengubah glukosa menjadi glikogenesis, dalam
jaringan adipose insulin merangsang penyerapan dalam sel dan membentuk glikogenesis,
di dalam hati insulin memberikan efek yang kurang baik karena menghambat
glukoneogenesis dan glikogenolisis. Sehingga pada diabetes tipe 1 terjadi autoantibody
kelainan genetik dimana penderita penyakit Diabetes mellitus ini tergantung pada
pemberian insulin.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Penyakit Diabetes mellitus tipe 2 ini di sebabkan karena adanya
peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kombinasi antara
ketidak kemampuan pankreas memproduksi hormon insulin dan resistensi insulin. Diabetes
mellitus tipe 2 ini sering terjadi pada individu yang mengalami obesitas, darah tinggi dan
dyslipidemia.

Gejalah khas diabetes melitus dikenal dengan istilah 3 P yaitu poliuria (banyak
kencing), polidipsi (banyak minum), dan polifagia (banyak makan) yang merupakan
petunjuk penting dalam mendiagnosa DM.

2.2 PATOFISOLOGI DIABETES MELITUS


Diabetes melitus dapat menyebabkan hiperglikemia, yaitu suatu keadaan dimana
kadar glukosa darah tinggi yang merupakan gambaran biokimiawi sentral penyakit diabetes
melitus. Hiperglikemia terjadi akibat gangguan pengangkutan glukosa kedalam sel dan
akibat pengangkuatan glukosa oleh hepar kedalam sirkulasi darah. Bila kadar glukosa
diatas 180 mg/dl, tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali glukosa yang difiltrasi
oleh glomerulus. Ambang ginjal terlewatkan dan timbul glukosuria.

Patofisologi diabetes mellitus tipe I:


DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila
kerusakan sel beta telah mencapai 80–90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel
beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa.2,3 Sebagian besar penderita
DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian
kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic.
Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk
kriteria untuk klasifikasi.
Patofisologi diabetes mellitus tipe II:
DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin
dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan
insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya,
pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.2,3 Gejala
minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi
pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita
tidak tergantung pada pemberian insulin.

2.3 FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS


Faktor resiko dan cepat lambatnya seseorang terkena penyakit diabetes melitus
dipengaruhi oleh beberapa teori dibawah ini:
a. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor resiko utama seseorang akan mengalami
diabetes melitus, secara genetik pasien diabetes melitus akan mempengaruhi
keturunannya. Hal ini dikarenakan seseorang dengan riwayat keluarga diabetes
memiliki kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak menghasilkan insulin
dengan baik.
b. Umur
Pada orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun hal ini
diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi
berkurang dan sensifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak menerima insulin.
Sedangkan pada usia mudah yang secara genetik sudah mempunyai diabetes melitus
juga beresiko mengalami diabetes melitus berkelanjutan jika tidak dapat mengatur
pola hidup sehatnya.
c. Obesitas (kegemukan)
Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang
menyebabkan timbulnya resiko terhadap kesehatan. Obesitas merupakan faktor
resiko penyebab terjadinya penyakit degenerative seperti diabetes melitus,penyakit
jantung koroner, dan hipertensi. Pada gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot
menurun sehingga dapat memicu munculnya diabetes melitus. Kelainan metabolik
tersebut umumnya berupa resistensi terhadap insulin yang muncul pada jaringan
lemak yang luas, obesitas berhubungan pula dengan adanya kekurangan reseptor
insulin pada otot, hati, monosit dan permukaan sel lemak.
d. Kurang olahraga
Olahraga adalah jenis latihan fisik (jasmani) melalui gerakan-grakan anggota tubuh
atau gerakan tubuh secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan atau
mempertaanka kebugaran jasmani. Olahraga berperan utama dalam pengaturan
kadar glukosa darah. Olahraga juga dapat secara efektif mengontrol diabetes
melitus, antara lain dengan melakukan senam khusus diabetes melitus, berjalan
kaki, bersepeda dan berenang. Diet yang dipadu dengan olahraga merupakan cara
efektif untuk mengurangi berat badan dan menurunkan kadar glukosa darah dan
mengurangi steres.
e. Merokok
Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Dari
responden yang terpaar asap rokok sebagian besar adalah perokok pasif. Perokok
pasif memungkinkan menghisap racun sama seperti perokok aktif. Perokok aktif
memiliki resiko 76% terkena diabetes melitus dibandingkan dengan yang tidak
terpajan.
f. Hipertensi
Pada orang yang diabetes melitus hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin
dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensi dan konsekuensi metabolik yang
meningkatkan morbidias. Abnormalitas metabolik berhubunga dengan peningkatan
diabetes melitus pada kelainan fungsi tubuh/disfungsi endotelial. Sel endotelial
mensintesis beberapa substansi biaktif kuat yang mengatur struktur fungsi
pembuluh darah.
2.4 MANAJEMEN PEMERIKSAAN LABORATORIUM DIABETES MELITUS
 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Atau Plasma (Puasa Atau Setelah Makan)

Kadar gula (glukosa) darah adalah kadar gula yang terdapat dalam darah yang
terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot
rangka. Kadar gula darah tersebut merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot
dan jaringan. Tanda seseorang mengalami DM apabila kadar gula darah sewaktu sama atau
lebih dari 200 mg/dl dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl.
Pemeriksaan gula darah adalah suatu pengukuran langsung terhadap keadaan
pengendalian kadar gula darah pasien pada waktu tertentu saat dilakukan pengujian.
Bila normal (euglikemia), bila tinggi (hiperglikemia) dan rendah (hipoglikemia).
Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum
pemeriksaan ( GDP/ gula darah puasa/nuchter) dan 2 jam setelah makan (post prandial).
Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa kadar
glukosa darah, di antaranya:
1. Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak
mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari
sebelum sarapan.
Pemeriksaan kadar gula darah puasa adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah
pasien berpuasa selama 8-10 jam. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
diabetes atau reaksi hipoglikemik.Standarnya pemeriksaan ini dilakukan minimal 3 bulan
sekali. Kadar gula darah normal pada saat puasa adalah 70-100 mg/dl. Menurut IDF, ADA,
dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) telah sepakat bahwa apabila kadar
gula darah pada saat puasa di atas 7,0 mmol/dl (126 mg/dl) dan 2 jam sesudah makan di
atas 11,1 mmol/dl (200 mg/dl) maka seseorang diagnosis mengalami DM.
Tabel. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa
Hasil Kadar Glukosa Darah Puasa

Normal Kurang dari 100 mg/dL

Prediabetes 100 – 125 mg/dL

Diabetes Sama atau lebih dari 126 mg/dL

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normalatau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yangmeliputi: toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasaterganggu (GDPT). Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT):
 Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosaplasma 2 -jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosaplasma puasa <100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasilpemeriksaan HbA1c
yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

2). Tes Glukosa Darah Sewaktu


Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau kasual.
Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa darah sewaktu
dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah pemeriksaan gula darah yang
dilakukan setiap waktu, tanpa ada syarat puasa dan makan. Pemeriksaan ini dilakukan
sebanyak 4 kali sehari pada saat sebelum makan dan sebelum tidur sehingga dapat
dilakukan secara mandiri.Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu tidak menggambarkan
pengendalian DM jangka panjang (pengendalian gula darah selama kurang lebih 3 bulan).
Normalnya hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu berkisar antara 80-144 mg/dl.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat
perubahan kadar gula secara mendadak.

3). Kadar gula darah 2 jam setelah makan (Postprandial)


Pemeriksaan kadar postprandial adalah pemeriksaan kadar gula darah yang
dilakukan saat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
diabetes atau reaksi hipoglikemik. Standarnya pemeriksaan ini dilakukan minimal 3 bulan
sekali. Kadar gula di dalam darah akan mencapai kadar yang paling tinggi pada saat dua
jam setelah makan. Normalnya, kadar gula dalam darah tidak akan melebihi 180 mg per
100 cc darah. Kadar gula darah 190 mg/dl disebut sebagai nilai ambang ginjal. Jika kadar
gula melebihi nilai ambang ginjal maka kelebihan gula akan keluar bersama urin.

4). Uji Toleransi Glukosa Oral


Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah sebelum
dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300
mL air.
Oral glucose tolerance test (OGTT) atau tes toleransi glukosa oral adalah tes yang
berfungsi untuk mengukur kemampuan zat gula (glukosa) yang berfungsi sebagai sumber
energi utama bagi tubuh. Tes toleransi glukosa oral juga berfungsi untuk mendiagnosis
prediabetes dan diabetes, terutama diabetes pada masa kehamilan (gestational diabetes).
Tes toleransi glukosa merupakan pemeriksaan yang dinilai lebih teliti daripada
lainnya. Pada pemeriksaan ini, setelah pasien melakukan 10 jam puasa, pagi harinya pasien
dianjurkan datang ke laboratorium untuk memeriksakan gula darah. Kemudian dorong
pasien meminum glukosa 75 gram dan 2 jam kemudian diperiksakan lagi gula darahnya.
Namun apabila pasien terdapat curiga mempunyai penyakit DM, maka perlu dipikirkan lagi
dalam melakukan tes toleransi glukosa ini.
Tabel . Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral

Hasil Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral

Normal Kurang dari 140 mg/dL

Prediabetes 140 – 199 mg/dL

Diabetes Sama atau lebih dari 200 mg/dL

Hasil pemeriksaan berulang di atas nilai normal kemungkinan menderita Diabetes


Melitus . Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksaan kadar gula dalam darah
puasa ( sebelum diberi glukosa 75 gram oral) , 1 jam setelah diberi glukosa dan 2 jam
setelah diberi glukosa . Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama
insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu.

5). Uji HbA1c

Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan terakhir. Uji
ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes.
HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dan hemoglobin
(bagian dari sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh).
Makin tinggi kadar gula darah, maka semakin banyak molekul hemoglobin yang berkaitan
dengan gula. Apabila pasien sudah pasti terkena DM, maka pemeriksaan ini penting
dilakukan pasien setiap 3 bulan sekali.
Tabel . Klasifikasi Kadar HBA1C
Hasil Kadar HbA1c
Normal Kurang dari 5,7%

Prediabetes 5,7 – 6,4 %

Diabetes Sama atau lebih dari 6,5%

Nilai HbA1c bisa normal atau tinggi. Pemeriksaan dengan menggunakan bahan
darah , untuk memperoleh informasi kadar gula darah yang sesungguhnya, karena pasien
tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun waktu 2-3 bulan. Tes ini berguna untuk
mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A(A1C) sepanjang umur sel darah merah
(120 hari).
Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial beresiko terkena
komplikasi. Pada penderita DM tipe II akan menunjukkan resiko komplikasi apabila A1C
dapat dipertahankan di bawah 8% (hasil studi United Kingdomprospektif diabetes). Setiap
penurunan 1% saja akan menurunkan resiko gangguan pembuluh darah (mikrovaskuler)
sebanyak 35%, kompikasi DM lain 21% dan menurunnya resiko kematian 21%.
Kenormalan A1C dapat diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal
sepanjang waktu, tidak hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah
dipersiapkan sebelumnya ( kadar gula rekayasa penderita ). Olahraga teratur, diet, dan taat
obat adalah kuncinya.
Jumlah HbA1c yang terbentuk, bergantung pada kadar glukosa dalam darah
sehingga hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar gula pasien DM
dalam waktu 3 bulan. Selain itu, pemeriksaan HbA1c juga dapat dipakai untuk menilai
kualitas pengendalian DM karena hasil pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan
makanan, obat, maupun olahraga sehingga dapat dilakukan kapan saja tanpa ada persiapan
khusus. Pasien didiagnosa menderita penyakit DM apabila kadar HbA1c lebih dari 6%.
Apabila kadar HbA1c pasien DM di bawah 6,5 % dapat dikatakan bahwa pasien memiliki
kadar gula darah yang baik dan disebut buruk apabila kadar HbA1c lebih dari 8%.
Hemoglobin glikosilat atau HbA1c dapat diukur dengan beberapa metode seperti
kromatografi afinitas, elektroforesis, immunoassay, atau metode afinitas boronat.
Spesimen yang digunakan untuk mengukur HbA1c adalah: darah kapiler atau vena dengan
antikoagulan (EDTA,sitrat, atau heparin).

6). Tes glukosa urin


Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui
ada/tidaknya glukosa dalam urine. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan penyaring dalam
urinalisis.Glukosa yang menimbun dalam darah akan keluar melalui urin sehingga dapat
terdeteksi pada tes urin. Adanya glukosa urin adalah indikasi bahwa seseorang terkena
penyakit DM. Namun ini tidak dapat dipakai untuk memastikan diagnosa DM. Sebab,
kadar kadar glukosa dalam urin tergantung pada jumlah urin, pengaruh obat-obatan, serta
fungsi ginjal.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6–12 jam sebelum diambil darahnya.
Setelahdiambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia
makan/minumglukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu
15–20 menit. Dua jamkemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar
glukosanya. Bilapemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari
penderita bisaditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk
menghindariterjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk
diketahui karenakesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah
tidak sesuai dengansebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan
penderita DM
.
2.5 METODE PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi dan enzimatik. Yang
palingsering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD)
dan metodeheksokinase.
a. Metode Folin
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat darah bebas proteindipanaskan dengan
larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang dibentukglukosa akan larut dengan penambahan
larutan fosfat molibdat.Larutan ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan
standartglukosa. ( Pusdiknakes, 1985 )
b. Metode Samogyi-Nelson
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat mereduksi Cu dalamlarutan alkali panas
dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdatmembentuk warna ungu kompleks. (
Pusdiknakes, 1985 )
c. Ortho – tholuidin
Prinsipnya adalah dimana glukosa akan bereaaksi dengan ortho –tholuidin dalam
asam acetat panas membentuk senyawa berwarnahijau. Warna yang terbentuk diukur
serapannya pada panjanggelombang 625 nm. (Pusdiknakes, 1985 )
d. Glukosa oksidase/peroksidase
Glukosa oksidase adalah suatu enzim bakteri yang merangsangoksidasi dengan
menghasilkan H2O2. Dengan adanya enzimperoksidase oksigen dari peroksid ini dialihkan
ke acceptor tertentumenghasilkan suatu ikatan berwarna.
Metode-metode pemeriksaanglukosa oksidase/peroksidae :
1. Gluc – DH
Prinsip : Glukosa dehydrogenase mengkatalisasi oksidasedari glukosa sesuai
persamaan sebagai berikut :
Beta–D–Glukosa+NAD (Gluc DH)→Gluconolactone+NADH+ H+
Jumlah NADH yang terbentuk sebanding dengankonsentrasi glukosa. Apabila glukosa
di dalam urin atau liquoryang harus diukur, maka dianjurkan menggunakan metode
ini,karena lebih spesifik.
2. GOD – PAP
GOD- PAP merupakan reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah
cahaya yang terlihat oleh mata.
Prinsip : Glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi oksidasi dari glukosa menurut persamaan
berikut :

Glukosa + O2 + H2O (GOD – PAP ) →Gluconic acid + H2O


Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena
enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak
spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam
askorbat.
Hidrogen peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4 –
aminoantipyrin ( 4 – Hydroxybenzoic acid ). Dengan adanya peroksidase (POD) dan
membentuk N- ( 4- antipyryl ) – P- benzoquinone imine. Jumlah zat warna yang terbentuk
sebanding dengan konsentrasi glukosa.
3. Gluco quant ( Heksokinase/ G6 – DH )
Prinsip : Glukosa + O2 + H2O (GOD) →Glukonat + H2O2

H2O2 + ABTS (POD0 →Coloured complex + H2O

Presipitasi ringan yang terlihat pada larutan deproteinisasi tidak akan


mempengaruhi hasil pemeriksaan. (Pusdiknakes, 1985)

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan
presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan
spesifik untuk glukosa.
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan kerja insulin.Menurut
penyebabnya Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe yakni diabetes tipe I dan diabetes
tipe II.
Manajemen pemeriksaan laboratorium diabetes melitus terdiri dari Pemeriksaan
Kadar Glukosa Darah Atau Plasma (Puasa Atau Setelah Makan) yang dilakukan dengan
cara antara lain:Tes Glukosa Darah Puasa, Tes Glukosa Darah Sewaktu, Kadar gula darah 2
jam setelah makan (Postprandial), ). Uji Toleransi Glukosa Oral, Uji HbA1c, Tes glukosa
urin.
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi dan enzimatik. Yang
palingsering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD)
dan metodeheksokinase.
DAFTAR PUSTAKA
Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert
Committee.Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes, Prediabetes and
MetabolicSyndrome. Can J Diabetes 2013; 37:S8-S11.
American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus.Diabetes care 2012; 35, Supplement1:S64-S71.1
Consensus Committee. Consensus statement on the worldwide standardization of
thehemoglobin A1C measurement: the American Diabetes Association,
EuropeanAssociation for the Study of Diabetes, International Federation of Clinical
Chemistry andLaboratory Medicine, and the International Diabetes Federation. Diabetes
Care 2007;30: 2399-400.
International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF). 2013.
Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2013, Diabetes Care.
2013, 36 Suppl 1, S4-10.
https://www.scribd.com/document/324882429/Pemeriksaan-Laboratorium-Untuk-
Diabetes-Mellitus
http://studylibid.com/doc/1187192/pengambilan-darah-kapiler-dan-darah-vena
Http://Download.Portalgaruda.Org/Article.Php?Article=457829&Val=970&Title=G
ambaran%20hasil%20pemeriksa

Anda mungkin juga menyukai