Anda di halaman 1dari 17

A.

Fluoresensi

FIA

FIA menggunakan fluoresens sebagai pendeteksi. Metode ini dapat digunakan baik dalam
pemeriksaan homogen maupun heterogen. Fluoresens sendiri merupakan pancaran foton cahaya
yang berwujud electron yang bergerak dari daerah pemicu loncatan electron ke daerah netral.
Sistem ini membutuhkan sumber cahaya pemicu loncatan electron, penyaring pancaran cahaya,
dan sistem deteksi menggunakan tabung cahaya yang memiliki pengait. Lampu merkuri lebih
sering dipergunakan sebagai sumber cahaya, meskipun xenon, halogen, dan laser dapat
dipergunakan.

Fluoresens isothiosianat dan rhodamin merupakan fluoresens yang popular. FIA memiliki
banyak unsur penyusun yang memiliki fungsi khusus sehingga FIA menjadi pemeriksaan khusus.

Ada sejumlah pemeriksaan homogen yang dilakukan dalam fase cair dan tidak
membutuhkan pemisahan pengikat dengan komponen bebas. Salah satu teknik homogeny yang
popular adalah Fluoresence Polarization Immunoassay. Teknik ini memberikan angka
perbandingan antara pengikat dengan komponen bebas yang terlibat dalam reaksi tanpa
membutuhkan tahapan pemisahan antara pengikat dan komponen bebas.

Polarisasi cahaya diukur dengan cara menyinari sampel menggunakan dua polarizer pada
bidang yang sama dengan bidang cahaya masuk dan kemudian pada bidang yang telah diatur
dalam posisi 90° antar bidang dengan sampel. Pengujian ini didasarkan pada peningkatan
polarisasi cahaya yang terjadi ketika antigen fluoresen tag mengikat antibodi dan membentuk
komplek imun. Antigen yang diberi label berukuran kecil sehingga dapat berputar cepat. Putaran
cepat inilah yang menyebabkan depolarisasi cahaya. Ketika komplek antibodi antigen terbentuk,
kenaikan berat molekul menyebabkan rotasi lebih lambat dan peningkatan emisi cahaya yang
terpolarisasi. Teknik ini terutama biasanya digunakan untuk pengukuran obat dan beberapa
hormon, bagaimanapun, ia memiliki utilitas untuk mendeteksi penyakit menular. Penggunaannya
telah dijelaskan untuk mendeteksi antibodi berbagai organisme seperti bakteri gram negative
(Brucella sp dan Salmonella sp) dan virus yang menyebabkan anemia pada kuda. Ada beberapa
varian tes homogen dan heterogen. FIA memiliki sejumlah keunggulan termasuk kepekaan dan
kecepatan tinggi dan sensitif seperti RIA. Selain itu, reagen stabil dan penggunaanya mudah
dilakukan.

Fluorecens polarization immunoassay memiliki keterbatasan berupa antigen yang harus


kecil (tidak lebih dari 2000 MW) untuk memungkinkan perbedaan yang signifikan dalam
polarisasi ketika membentuk komplek imun. Kekurangan lain yang juga penting digarisbawahi
dalam penggunaan assay fluoresensi adalah masalah senyawa autofluorescent yang digunakan
baik dalam sampel pasien maupun dalam campuran reaksi. Ini bisa menjadi masalah yang
bermakna dalam uji homogen di mana tidak ada tahapan pencucian dan komponen sampel yang
ada dalam tes. Untuk menghindari masalah ini, sampel dapat ditambah dengan enzim proteolitik,
agen oxida, atau reagen denaturasi yang akan membatasi jumlah autofluorescence. Dalam uji
fase padat, sebagian besar zat yang terlibat akan terhapus dari reaksi.
Antibodi Fluorescent Teknik adalah alat diagnostik di mana pewarna fluorescent
ditambahkan ke jaringan yang mengandung anti gen. Hasilnya menyebabkan wilayah yang
ditargetkan bersinar dengan sinar ultraviolet bila dilihat dengan mikroskop fluorescent.
Imunofluoresen adalah metode imunologi untuk mendeteksi antibody dari berbagai kelas
immunoglobulin dalam serum, cairan ludah, cairan otak dengan cara mereaksikan antibody dan
antigen spesifik dan anti-antibodi yang dilabel denagan Fluoresence Isothiocyanat (FITC),
sehingga terpancar sinar warna hijau atau merah jika di label dengan Rodhamin. Tetapi dalam
perkembangan sekarang imunofluoresen banyak digunakan dalam penelitian untuk mendeteksi
antigen antigen atau antibody dalam mukosa usus, mukosa mulut, dan dalam jaringan, urine,
cairan mata.
Macam-macam Pemeriksaan Pemeriksaan FAT (IFA)
Metode FAT (IFA) dikenal ada 2 macam pemeriksaan yaitu
1. Antibodi Fluorescent Teknik, Langsung
Suatu bentuk teknik antibodi fluorescent memanfaatkan terkonjugasi fluorochrome ke
antibodi, yang ditambahkan secara langsung ke jaringan atau suspensi sel untuk
mendeteksi antigen tertentu. Atau dengan cara melabel langsung antibodinya.
2. Antibodi Fluorescent Teknik, Langsung
Suatu bentuk teknik antibodi fluorescent yang biasa digunakan untuk mendeteksi antibodi
serum dan kompleks imun pada jaringan dan mikroorganisme dalam spesimen dari
pasien dengan penyakit menular. Teknik ini melibatkan pembentukan sebuah kompleks
antigen-antibodi yang diberi label dengan fluorescein-conjugated anti-antibodi
immunoglobulin. Atau melalui perantara antibody yang kedua dalam produk pasar
dikenal dengan Konjugat Imunoglobulin Fragment.

Cara Pemeriksaan.
A. Direct Imunofluoresen (Deteksi Antigen)
1. Sel pada deck cover glass yang diinfeksi dengan virus difiksasi dengan aceton-20oC
selama 15 menit.
2. Cuci dengan PBS dan keringkan pada temperature ruangan sampai kering.
3. Masukan deck cover glass pada PBS yang mengandung 1%FCS dan biarkan 15 menit.
4. Siapkan serum sampel dan encerkan dengan PBS sesuai keperluan.
5. Teteskan 20µl serum sampel di atas glass obyek.
6. Taruh deck cover glass di atas sampel dengan bagian sel di bawah dan letakkan dalam
kotak dan kertas yang telah dibasahi dengan air.
7. Inkubasi pada incubator denagan temperatur 37oC selama 45 menit.
8. Cuci dengan PBS 1%FCS selama 15 Menit.
9. Siapkan Konjugat fragmen Imunoglobulin dengan pengenceran 1:100µl.
10. Teteskan Konjugat 20µl di atas glas obyek dan letakkan deck cover glass di atasnya.
11. Inkubasi pada incubator dengan temperatur 37oC selama 15 menit
12. Cuci dengan PBS 1%FCS selama 15 menit dan selanjutnya angkat deck cover glass dan
sentuhkan deck cpver glass pada kertas tissue agar airnya berkurang, sehingga kering tapi
basa.
13. Teteskan Glycerin 50% 20µl di atas glass obyek dan selanjutnya deck cover glass di
taruh diatasnya dan langsung dilihat hasilnya dengan mikroskop fluorescent pada
pembesaran 40x. catatan preparat ini dapat disimpan pada 4oC sampai 2-3 minggu.

Immunofluorescence (IFA)
Indirect Immunofluorescence: An Easy and Modern Method
Principle of the Test

 For the determination of autoantibodies or antibodies against infectious agents, cough


cells, remedy tissue sections, or purified, biochemically characterized substances are used
as antigen substrates.
 If the sample is positive, specific antibodies in the diluted serum sample attach to the
antigens coupled to a solid phase.
 In a second step, the attached antibodies are stained with fluorescein-labeled anti-human
antibodies and visualized with the fluorescence microscope.
 Positive samples can be titrated in steps. The most suitable titration interval is provided
by the dilution factor 3.162 (square root of 10). In this way, every second step represents
in its denominator an integral power of 10 (1:10, 1:32, 1:100, 1 : 320, 1 : 1000, 1 : 3200,
1 : 10000 etc.).

Indirect Immunofluorescence: A Standardized Technique for the Determination of


Autoantibodies and Antibodies against Infectious Agents
 High specificity: positive and negative samples produce a large difference in signal
strength. Each bound antibody shows a typical fluorescence pattern depending on the
location of the individual antigens.
 The entire antigen spectrum of the original substrate is available, thus allowing the
detection of a large number of antibodies and achieving a higher detection rate.
 Immunofluorescence enables simultaneous detection of antibodies against several
biochemically different antigens on one single biological substrate.
 The indirect immunofluorescence test is the analytical method of choice when it would
be too difficult or too complicated to prepare the test antigens individually for enzyme
immunoassays.

B. Flowcytometry

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengan alisis jenis-jenis sel yang terdapat pada
suatu populasi sel. Sel dilabel fluoresen, dilewatkan celah sempit, dan ditembak sinar. Pada
suatu populasi sel yang sejenis, misal pada sel kanker yang diberi perlakuan suatu senyawa
sitotoksik, dapat dilakukan analisis terhadap fase-fase daur sel, sel apoptosis, serta sel yang
mengalami poliploidi. Masing-masing jenis sel tersebut memiliki perbedaan pada jumlah set
kromosom di mana pada fase G0/G1, fase S, fase G2/M berturut-turut memiliki 2, 3, dan 4 set
kromosom. Semakin banyak jumlah set kromosom, maka intensitas sinyal optik yang diberikan
semakin kuat karena kemampuan fluoresen untuk berinterkalasi pada DNA semakin besar.
Pada sel yang mengalami apoptosis (sub G0), intensitas fluoresen sangat lemah karena
kromosom telah mengalami fragmentasi. Sedangkan pada sel poliploidi, intensitas yang
diberikan sangat kuat karena jumlah set kromosom yang lebih dari 4 set. Data Flowcytometry
dianalisis dengan program cell quest untuk melihat distribusi sel pada fase-fase daur sel sub
G1 (apoptosis), S, G2/M, dan sel yang mengalami poliploidi. Penghambatan daur sel yang
terjadi dapat diketahui dengan membandingkan antara efek perlakuan larutan uji dengan
kontrol.

C. ELISA
ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-
enzim’ merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai laboratorium
imunologi. (ji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif
sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. Dalam pengertian
sederhana, sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan,
kemudian antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan
berikatan dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap
terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang
dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang gelombang
tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks antigen/antibodi akan berfluoresensi
sehingga jumlah antigen pada sampel dapat disimpulkan berdasarkan besarnya
fluoresensi.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen
tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi pada suatu
permukaan solid (biasanya berupa lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-spesifik
(melalui penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui penangkapan oleh antibodi
lain yang spesifik untuk antigen yang sama, disebut ‘sandwich’ ELISA). Setelah antigen
diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk kompleks dengan antigen.
Antibodi pendeteksi dapat berikatan juga dengan enzim, atau dapat dideteksi secara
langsung oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui biokonjugasi. Di
antara tiap tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk membuang
kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir,
dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk memproduksi sinyal yang visibel, yang
menunjukkan kuantitas antigen dalam sampel. Teknik ELISA yang lama menggunakan
substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru mengembangkan substrat
fluorogenik yang jauh lebih sensitif .
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA
kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim, dan
teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada
teknik ELISA nonkompetitif, antibody kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan
enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini seringkali disebut
sebagai teknik ELISA sandwich.

Beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain : ELISA
Direct, ELISA Indirect, ELISA Sandwich,dll.
1. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT

Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini seringkali
digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada sampel ELISA direct
menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal) untuk mendetaksi keberadaan antigen yang
diinginkan pada sampel yang diuji. Pada ELISA direct, pertama microtiter diisi dengan sampel
yang mengandung antigen yang diinginkan, sehingga antigen tersebut dapat menempel pada
bagian dinding-dinding lubang microtiter, kemudian microtiter dibilas untuk membuang antigen
yang tidak menempel pda dinding lubang microtiter. Lalu antibodi yang telah ditautkan dengan
enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga dapat berinteraksi dengan
antigen yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang
antibody tertaut enzim signl yang tidak berinteraksi dengan antigen. Lalu, ke dalam lubang-
lubang microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal,
sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang
diinginkan akan berinteraksi dengan substrat dan menimbulkan signal dapat dideteksi.
Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan
menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent end-point.

ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

a. Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan enzim.


b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi pada percobaan
yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum digunakan untuk
uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :

a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibody.


b. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan antibody lain
(antibody sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT

ELISA Indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik ELISA yang paling sederhana,
hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan
antibody. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibody
sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan
pada sampel yang diuji.

Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi
antibodi dalam serum adalah:

1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan
lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara
adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar
yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein,
ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena
protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen
yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen
standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka
konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam
lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan
pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam
lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap
ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/
fluorogenik/ elektrokimia.
8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia
lainnya.
(Gambar Mekanisme Indirect ELISA)

Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang
tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari
metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein
pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil
dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan
lubang.

ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

a. Membutuhkan waktu pengujian yang relative lebih lama daripada ELISA direct karena ELISA
indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen
spesifik dengan antibody yang dinginkan dan antara antibody yang diinginkan dengan antibody
sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu
inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody spesifik
tertaut enzim signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :
a. Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang terjual secar komersial di pasar.
b. Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan enzim
signal ke antibody sekunder karena penautan dilakuka pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag diinginkan memiliki beberapa epitop
yang bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.
3. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH

Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk menangkap antigen
yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan
antigen yang diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA
direct, hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi.
Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibody
primer spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich
ini cenderung dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan
antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada ELISA
sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedangkan antibody
sekunder seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedagkan antibody sekunder seringkali
disebut sebagai antibody deteksi.

Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi


keberadaan antigen multivalent yang kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat
kontaminasi tinggi. Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap
antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen tersebut untuk berinteraksi dengan kedua
antibody.

Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’


2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen
6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan
antibodi primer
7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang.
8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/
elektrokimia
9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yng mempengaruhi tingkat sensitivitas
dari hasil pengujian, antara lain :

 Banyak molekul antibody penangkap yang berhasil menempel pada dinding-dinding microtiter.
 Avinitas dari antibody penangkap dan antibody detector terhadap antigen sebenarnya, teknik
ELISA sandwich ini merupakan pengembangan dari teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct.
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat sensitivitasnya yang
relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan dua jenis
antibody, yaitu antibody penangkap dan antibody detector, kemampuannya menguji sampel
yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan
pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat
diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang
terimobilisasi.

Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik ini
hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya
mencari dua jenis antibody yang dapat berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang
berbeda (epitopnya harus berbeda).

Prinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut ini:
4. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Biotin Sterptavidin (Jenis ELISA Modern)

Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga dikembangkan untuk
mendeteksi antibody dengan tingkat sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai
teknik ELISA penangkap antibody, dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya
saja yang digunakan dalam teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detector (antigen
bertaut enzim signal, bersifat opsional apabila antibody yang diinginkan tidak bertaut dengan
enzim signal).

Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk mendeteksi vitamin biotin yang
bertaut dengan suatu antibody avidin dengan mengubah antibody avidin menjadi antibody
streptavidin, dimana satu molekul streptavidin dapat mengikat empat molekul biotin
(pengembangan dari ELISA indirect), sehingga signal yang teramplifikasi menjadi semakin kuat
akibat interaksi antara biotin dengan enzim yang menjadi semakin banyak.

5. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) Multiplex

Teknik ELISA merupakan pengembangan teknik ELISA yang ditujukan untuk pengujian
secara simultan,sedangkan prinsip dasarnya mirip dengan teknik ELISA terdahulu.

6. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) COMPETITIVE

Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan teknik ELISA terdahulu.Prinsip dasar
dari teknik ini adalah dengan menambahkan suatu competitor ke dalam lubang mikrotiter.Teknik
ELISA kompetitif ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen atau antibody.

Pada pendeteksian antigen, pertama mikrotiter diisi antibody spesifik yang dapat
berinteraksi dengan antigen yang diinginkan maupun antigen spesifik bertaut enzim signal,
sehingga antibody spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding
lubangmikrotiter. Lalu larutan yang mengandung antigen spesifik yang telah ditautkan dengan
enzim signal dan larutan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan dimasukkan ke
dalam lubang-lubang mikrotiter sehingga terjadi kompetisi antara antigen spesifik bertaut enzim
signal dengan antigen yang diinginkan untuk dapat berinteraksi dengan antibody spesifik yang
dilanjutkan dengan membilas mikrotiter untuk membuang antigen spesifik tertaut enzim signal
atau antigen yang tidak berinteraksi dengan antibody spesifik.

Lalu kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi
dengan enzim signal yang tertaut pada antigen spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan
antigen yang telah berinteraksi dengan antibody spesifik akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif
ditandai oleh tidak adanya signak yang ditimbulkan, yang berarti bahwa antigen yang diinginkan
telah menang berkompetisi dengan antigen spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan
antibody spesifik.

Sedangkan pada pendeteksian antibody, pertama mikrotiter diisi antigen spesifik yang
dapat berinteraksi dengan anti bodi yang diinginkan maupun antibody spesifik tertaut enzim
signal, sehingga antigen spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding
mikrotiter, kemudian mikrotiter dibilas untuk membuang antigen spesifik yang tidak menempel
pada dinding-dinding mikrotiter.

Lalu larutan yang mengandung antibody spesifik yang telah ditautkan dengan enzim signal
dan larutan sampel yang mengandung antibody yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-
lubang mikrotiter, sehingga terjadi kompetisi antara antibody spesifik tertaut enzim signal dengan
antibody yang diinginkan untuk dapatberinteraksi dengan antigen spesifik, yang dilanjutkan
dengan membilas mikrotiter untuk membuang antibody spesifik tertaut enzim signal atau
antibody yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik.

Lalu, kedalam lubang-lubang mikrotiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi
dengan enzim signal yang tertaut pada antibody spesifik, sehingga enzim yang tertaut dengan
antibody yang telah berinteraksi dengan antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan signal yang dapat dideteksi. Pada proses pendeteksian ini, pendeteksian positif juga
ditandai oleh tidak adanya signal yang ditimbulkan, yang berarti antibody yang diinginkan telah
menang berkompetisi dengan antibody spesifik tertaut enzim signal dan berinteraksi dengan
antigen spesifik.

Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal
yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap
larutan sampel yang mengandung antibody atau antigen yang diinginkan, tapi hasil yang
diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat spesitifitas dari antibody dan
antigen.

Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat digambarkan sebagai berikut:
2.3 Prinsip Kerja ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan sebagai berikut :

Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang
berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan
secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara spesifik
dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau
antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau
antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan dengan sampel =>
bila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa
antibodi, maka digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga
dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas
permukaan tersebut dicampurkan suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada
saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau
antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan
substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Pada ELISA flourescense misalnya,
enzim yang tertaut dengan antibodi atau antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan signal yang berupa pendaran flourescense.

Anda mungkin juga menyukai