Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN TORCH
PEMERIKSAAN LABORATORIUM SISTEM REPRODUKSI

Di susun oleh:
Riski Harumi Asti
NIM : 1811304026
Kelompok A3

Instruktur:
Doni Wahyu Saputro, A.Md.Kes

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2020
A. Judul Praktikum
Pemeriksaan TORCH

B. Tujuan
Untuk mendeteksi adanya Toksoplasmiosis, Other Infection / Infeksi lain, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes Simplex Virus (HSV) (disingkat TORCH), pada ibu hamil
atau yang berencana hamil, untuk mencegah komplikasi pada janin.

C. Rangkuman
1. Toksoplasmosis
 Toksoplasmosis pada manusia disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii.
Parasit ini merupakan patogen penting selama masa hamil dan pada periode
perinatal.
 Toxoplasma gondii menginfeksi sebagian besar kucing domestik dan liar.
Kucing berperan sebagai host definitive.
 Tahap infeksi:
a. Tachyzoite
b. Bradyzoite
c. Sporozoite
 Presentasi klinis:
Pada Tachyzoite terjadi kerusakan jaringan dan sistem kekebalan tubuh
berperan penting dalam membatasi infeksi. Toksoplasmosis biasanya
merupakan penyakit subklinis.
 Patofisiologi:
Pada anak-anak sangat berbeda dimana penyumbatan yang terdistribusi secara
sistemik dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, otot rangka, hati, dan
kelenjar getah bening pada anak kucing dan anak babi yang terkait.
 Manifestasi klinis:
a. Umum berlangsung tanpa diketahui
b. Bila gejala ada ( 10-20 % ) biasanya tidak spesifik, ringan atau sedang
c. Lesu , cepat lelah, nyeri otot, sakit menelan, demam ringan (Flu Like
SyndromeI)
d. Pembesaran kelenjar dibelakang leher (monositosisi, seperti gejala
monnukleosis)
e. Gejala ini dapat berjalan beberapa minggu sampai beberapa bulan dan
sering diabaikan.
 Transmisi ke janin:
a. Infeksi 6-9 bulan sebelum hamil, imunitas sudah terbentuk, jarang sekali
janin terinfeksi
b. 2-3 bulan sebelum konsepsi ≤ 1% resiko tertular, angka keguguran tinggi
c. Trimester pertama10-15 % resiko tertular, penyakit berat, kecacatan tinggi
d. Trimester kedua , 25 % resiko tertular
e. Trimester ketiga, 60 % derajat penyakit pada janin ringan, sering tanpa
gejala
 Diagnosis:
a. Tidak dapat dilakukan DX dari gejala klinis
b. Pemeriksaan Laboratorium menjadi andalan
c. Diagnosis pasti dengan ditemukannya parasit
d. Spesimen : Cairan LCS, darah dan urine
e. Pemeriksaan lain : PCR khsuus cairan ambion
 Pemeriksaan Serologi
a. WHO : Sabin-Feldman dye test sebagai standard temas , (hanya sedikit
laboratorium yang menyediakan fasilitas)
b. Indirect Hemagglutination (IH)
c. Latex Agglutination
d. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
 Pemeriksaan Histologi:
- IFA (Indirect FlurescentAntibody Test)
 Toksoplasmosis dapat menyebabkan aborsi, dan lahir mati. Pada domba,
kamping, terkadang babi juga dapat menyebabkan adanya bercak warna pada
kulit, dapat menyebar ke janin, menyebabkan beberapa organ orang dewasa
mengalami imunodepresi
 Penularan dapat melalui gaya hidup misalnya mengkonsumsi makanan yang
tidak bersih atau terpapar kotoran kucing yang mengandung parasit
Toxoplasma gondii, melalui plasenta ibu hamil yang menyebarkan infeksi
pada janin, melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang
terinfeksi parasit.
 Infeksi aktif umumnya hanya satu kali
 Resiko terkena janin hanya bila infeksi pertama kali terjadi saat ibu hamil atau
2-3 bulan sebelum hamil
 Imunitas yang didapat umumnya seumur hidup
 Parasit tinggal dalam otot jantung, otak, sebagai infeksi laten umumnya tidak
aktif dan tidak berbahaya
 Reaktivitas hanya pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah
(Immunocompromised), kemoterapi, HIV/AIDS, dan transplantasi jaringan
 Prosedur Pemeriksaan
Aglutinasi latek menggunakan Pastorex Toxo Kit (Bio-Rad, France).
Cara kerja:
1. Prosedur pengujian dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan produsennya.
2. Secara umum, serum diteteskan pada permukaan kartu dan dicampur
dengan larutan dapar pengencer serta suspensi latek yang telah dilapisi
antigen T. gondii.
3. Volume serum, larutan dapar pengencer dan supensi latek berlapis
antigen adalah sebanding, yaitu masing-masing sekitar 20µL.
4. Selanjutnya serum dan suspensi latek dihomogenisasi menggunakan
stik plastik dan kemudian di goyang di atas rotator selama 7-10 menit.
5. Reaksi positif apabila terjadi aglutinasi latek seperti butiran pasir,
sehingga sampel dapat dinyatakan seropositif toksoplasmosis. Adapun
jika tidak terjadi aglutinasi maka sampel dinyatakan seronegatif
toksoplasmosis
 Pengobatan:
a. Umumnya tidak ada pengobatan.
b. Anjing dan kucing yang terkena diberi obat clindamycin 2-3 kali
seminggu.
c. Bagi yang terkena mengkonsumsi obat sulfadiazine atau pyrimethamine
dengan catatan hanya efektif selama fase replikasi tetapi tidak
menghilangkan infeksi.
d. Mengkonsumsi obat-obatan lainnya seperti azithromycin, clarithromycin,
dapsone, diaminodiphenysulfone, atovaquone, dan spiramycin.
 Pencegahan:
a. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang.
b. Cucilah tangan sebelum atau sesudah memegang makanan.
c. Bagi yang memelihara kucing, hendaknya tetap menjaga kesehatan
hewan, dan menggunakan sarung tangan saat membersihkan tempat
kotorannya.
d. Hindari minum susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk
olahan.

2. Rubella

Gambar Virus Rubella.


(Perbesaran 500 pixel, ukuran asli : 4000 x 5000 pixel)

 Rubella merupakan penyakit menular, yang disebabkan oleh virus Rubella.


 Rubella dalam istilah awam disebut Campak Jerman (German Measles). Dan
harus dibedakan dengan Rubeola (Measles, campak biasa).
 Virus rubella, anggota famili Togaviridae, adalah anggota satu- satunya genus
Rubivirus.
 Wanita hamil mudah terinfeksi dan umumnya akan menyebabkan abortus.
Virus sering menyerang mata, jantung, saraf pusat, dan saraf pendengaran.
 Jika infeksi virus Rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester
pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome CRS). CRS
mengakibatkan terjadinya abnormalitas multiple pada janin, abortus, bayi lahir
mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup.
 CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang
di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam
fetus.
 Di anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau
tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan
demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis
 Gejala Rubella:
a. Gejala didahului dengan demam ringan dan bercak kemerahan di kulit
yang kemudian akan menghilang sendiri.
b. Ruam dimulai pada wajah, meluas sampai ke badan dan jarang
berlangsung lebih dari 3 hari.

(Gambar ruam pada kulit)

 Penularan Virus Rubella


a. Virus rubella sangat mudah menular, risiko penularan terbesar mulai 5
hari sebelum, hingga 5 hari setelah muncul ruam.
b. Infeksi terjadi melalui inhalasi droplet dari saluran napas orang yang
terinfeksi.
c. Penyebaran dari seorang ke orang lain hampir tidak mungkin dicegah dan
infeksi transplasental pada wanita hamil , juga tidak dapat dihindarkan.
 Pemeriksaan Laboratorium Rubella:
 Metode : Enzym Link Fluoresent Assay (ELFA)
 Tujuan : Untuk menditeksi adanya antibodi IgG/IgM dari virus
rubella di dalam serum atau plasma manusia secara
kualitatif dan mendiagnosis adanya infeksi akut.
 Prinsip : Prinsip pemeriksaan ini kombinasi dari metode
imunoenzim dan imunocapture dengan hasil akhir
dibaca menggunakan fluoresen.
 Sampel : Serum atau plasma
 Volume : 100 uL
 Alat : Mini vidas dan clinipette 20-200 uL
 Bahan : Kit reagen Mini Vidas
 Cara kerja : Semua proses pemeriksaan dilakukan secara otomatis
didalam alat. Hasil dari pemeriksaan adalah nilai indeks yang didapat
secara otomatis dari kalkulasi alat terhadap standar yang sudah disimpan
dalam memori alat.
 Nilai Normal :
Rubella IgG : Negatif
Rubella IgM : Negatif
 Interpretasi Hasil
Interpretasi Rubella IgG (titer) Rubella IgM (indeks)
Negatif < 10 IU/mL < 0,80
Equivocal 10 ≤ titer < 15 IU/mL 0,80 ≤ indeks < 1,20
Positif ≥ 15 IU/mL ≥ 1,20
 Pencegahan Rubella
a. Karena tidak adanya pengobatan spesifik untuk infeksi Rubella, maka
strategi terbaik adalah dengan pencegahan .
b. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian Vaksin Rubella.
c. Antibodi pasca vaksinasi dapat bertahan sedikitnya 18 tahun.
3. Herpes Simplex Virus (HSV)
 Infeksi Herpes Simplex disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV).
 HSV ada dua tipe yaitu:
a. HSV-1 disebut herpes labialis
b. HSV-2 disebut herpes genitalis
 Infeksi HSV menjadi masalah karena:
1. Tranmisi virus dapat terjadi dari penderita yang asimtomatik.
2. Pengaruhnya terhadap kehamilan dan bayi / janin dalam kandungan.
3. Pengaruh pada penderita imunokompromais.
4. Dampak kejiwaaan.
5. Serta kemungkinan timbulnya resistensi virus.
 Herpes Simplex Virus (HSV)
 Merupakan virus DNA anggota dari family Herpesviridae
 Merupakan double stranded DNA enveloped viruses
 Virion terdiri dari empat struktur yaitu
a. Envelope
b. Tegument
c. Nucleocapsid
d. DNA yang berisi inti (core)
 Genom virus terbentuk dari protein ikosahedral.
 HSV-1 dan HSV-2 masing-masing memiliki region spesifik yang
digunakan untuk membedakan kedua tipe HSV. Perbedaannya terletak
pada komposisi molekuler genomnya dan terefleksi pada struktur
glikoprotein dari peptidanya.
 Patogenesis HSV
 Permukaan mukosa atau bagian kulit yang mengalami abrasi:
a. Tempat masuknya virus HSV
b. Tempat multiplikasi virus
 Infeksi primer adalah infeksi pada seseorang yang sebelumnya belum
pernah terinfeksi dengan HSV-1 atau HSV-2 (seronegatif).
 Respon humoral pada tahap awal meliputi IgM yang bersifat sementara
dan IgG yang bersifat menetap.
 Setelah virus masuk akan mengalami replikasi (sel epidermis dan dermis)
kemudian fusi, nucleocapsid akan masuk lalu virus dilepaskan dari virion
DNA virus yang tereplikasi tersebut, selanjutnya dipaket dalam capsid
yang diberi envelope pada membrane dalam dari inti sel inang lalu
ditransportasi melalui apparatus golgi ke bagian ektraselular
 Dari sel epitel HSV dapat menginfeksi syaraf sensoris atau otonomik
regional dan menyebar melalui axon syaraf menuju ke neuron.
 Keadaan laten: genom virus terpelihara dalam keadaan represi oleh sel
normal dan tidak meninbulkan efek pada neuron inang.
 Reaktivasi: virus yang keluar dari neuron ke sel epitel menyebabkan
replikasi virus dan penampakan kembali virus pada permukaan mukosa.
 Kedua mekanisme infeksi laten dan reaktivasi HSV belum diketahui
secara jelas.
 Beberapa pencetus yang memicu terjadinta reaktivasi:
a. Stress fisik atau stress psikis
b. Infeksi pneumokokus
c. Infeksi meningokokus
d. Panas
e. Irradiasi, termasuk sinar matahari
f. Mentruasi
 Infeksi HSV pada otak terutama melalui transmisi neuronal yang berasal
dari syaraf trigeminal atau olfaktorius.
 Daerah otak yang paling sering terinfeksi HSV adalah lobus temporalis
media dan lobus frontalis inferior.
 Kerusakan jaringan syaraf otak disebabkan destruksi langsung oleh virus
atau tidak langsung melalui mekanisme imunologis
 Manifestasi Klinis
 Ada tiga episode herpes:
1. Episode primer / infeksi primer
2. Infeksi reaktivasi
3. Episode pertama infeksi non primer
 Infeksi pada satu daerah tidak dapat mencegah daerah lain terhadap
infeksi berikutnya.
 Infeksi berulang biasanya berlokasi pada atau dekat infeksi primer.
 Keadaan klinis infeksi HSV-1 dan HSV-2
VIRUS CONDITION
HSV-1 Cold Sores / Oral Herpes
Neonatal HSV
Genital Herpes
Herpes Keratitis
Herpes Encefalitis
Herpes Dermatitis
Herpetic Whitlow
HSV-2 Neonatal HSV
Genital Herpes
Herpes Dermatitis
Herpes Whitlow
 HSV ensefalitis adanya gejala serebral umum dan fokal.
 HSV ora;-fasial ditandai dengan panas, malaise, myalgia, malas makan,
irritabilitas, dan adenopati servikal.
 HSV genital (lokal) ditandai dengan nyeri, itching, dysuria, urethral dan
vaginal discharge, limfadenopati inguinal.
 HSV neonatal
a. Infeksi lokal pada kulit, mata, dan mulut
b. Infeksi lokal SSP
c. Infeksi diseminata
Risiko terkena herpes neonatal pada:
a. Wanita HSV-1 seropositif (awal hamil) yaitu 1/3800
b. Wanita HSV-2 seropositif yaitu 1/4600 karena ibu HSV-2
seropositif mengimunisasi janinnya secara transplasenta dengan
IgG anti HSV-2 dan bayi dilahirkan secara operasi caesar maka
diperlukan pendekatan preventif dengan pemeriksaan serologi
selama kehamilan.
Populasi yang terinfeksi HSV adalah neonatus (bayi <6 bulan)
mempunyai frekuensi kejadian infeksi pada visceral dan / atau CNS
paling tinggi
Angka kematian herpes neonatal 65%, <10% neonatus dengan infeksi
CNS berkembang normal.
 Laboratotium:
a. Analisis CSS: pada minggu pertama dapat normal, pleositosis
mononuclear, peningkatan ringan protein, kadar glukosa normal/
menurun ringan, jumlah sel normal.
b. Kultur CSS dapat positif pada neonatus.
c. PCR: sensitive dan spesifik.
 Radiologi dengan MRI merupakan pilihan utama dengan lesi bermakna
pada lobus temporalis bagian medial dan bagian inferior lobus frontalius.
 EEG: cukup sensitive tapi tidak spesifik
 Biopsi otak: pemeriksaan definitive untuk menegakkan diagnosis.
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan adanya infeksi HSV ada dua jenis yaitu :
a. IgM anti HSV : Tes IgM menandakan bahwa sedang terjadi
infeksi ataupun infeksi yang baru saja berlangsung.
b. IgG anti HSV : Tes IgG menandakan bahwa infeksi telah terjadi
dalam kurun waktu beberapa lama (lebih dari 6 bulan) dan
penderita telah memiliki kekebalan tubuh.
Sampel yang dipakai bermacam jenisnya:
a. ELISA : Serum
b. PCR : swab lesi/ vesikel atau ulkus
c. Kultur : swab luka
 Pemeriksaan Metode TZANK TEST
Merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana yang
diwarnai dengan pengecatan gyemsa atau wright, akan terlihat sel
raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini
umumnya rendah. Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30
menit atau kurang.
Cara kerja:
1. Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada
dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek
2. Kemudian biarkan mengering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan.
3. Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, wright, giemsa)
selama beberapa detik, cuci dan keringkan,
4. Beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif
terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan
berukuran besar berwarna biru.

 Pemeriksaan Serologi HSV


Gold standar deteksi antibodi terhadap HSV yaitu Western Blit (WB).
Indikasi pemeriksaan immunoassay HSV:
1. Konfirmasi adanya infeksi primer
2. Kasus dicurigai ensefalitis karena HSV
3. Penderita immunosuppressed dan unknown febris lama dengan
penyebab belum diketahui.
4. Bayi dengan kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya.
5. Skrining kesehatan (penderita rutin seksual).
6. Ibu hamil atau suaminya dicurigai menderita HSV genital.
IgM spesifik HSV tidak membantu diagnosis infeksi primer karena
IgM HSV dapat ditemukan pada reaktivasi.
Pada infeksi virus, pemeriksaan IgG avidity spesifik dilakukan untuk
mengetahui infeksi primer atau infeksi lampau.
Hasil IgG avidity spesifik:
a. Rendah menunjukkan infeksi primer
b. Tinggi menunjukkan infeksi lampau atau rekuren.
Immunoassay Enzim (EIA)
o Prinsip dasar dari EIA: ELISA tidak langsung (indirect).
o Keuntungan: sensitive, praktis, dan cepat.
o Kerugian: dibutuhkan pengalaman yang cukup untuk
mengkonstruksi ELISA
o Uji ELISA tidak spesifik kecuali dipakai glikoprotein G1 (gG1)
dan gG2 sebagai antigen
Uji Hemaglutinasi Tak Langsung (IHA)
o Prinsip dasar: SDM domba yang disensitisasi antigen HSV bila
direaksikan dengan serum penderita (mengandung antibody
terhadap HSV) membentuk aglutinasi.
o Keunggulan:
a. Hasil diperoleh dalam satu hari.
b. Dapat melacak antibodi yang baru diproduksi pada infeksi
primer maupun antibodi stabil pada infeksi laten, dan
menahun.
Uji Hambatan Hemaglutinasi (IHA Inhibition)
o Prinsip dasar yaitu didasarkan kemampuan antigen homolog
menghambat antibodi secara lengkap dan antigen yang heterolog
hanya memberikan hambatan persial.
o Kelemahan: baik antigen IHA maupun SDM domba yang
disensitisasi harus diproduksi secara lokal.
 Interpretasi hasil:
Kasus dicurigasi infeksi primer konfirmasinya diperiksa interval 10
hari – 3 minggu.
Immunoassay antibodi HSV tidak banyak berguna pada infeksi
berulang.
Kasus dicurigasi ensefalitis HSV jika antibody dalam CSF 6%diatas
kadarnya dalam darah, berarti amat besar kemungkinan adanya
produksi lokal antibodi dan infeksi SSP yang baru terjadi.
Bayi dengan kelainan kongenital belum jelas penyebabnya dengan
penentuan IgM anti-HSV untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan
HSV, sebagai penyebabnya.
Risiko penularan pada bayi amat besar dari ibu hamil (sero-HSV yang
negatif) dengan kenaikan titer IgG 4 kalu dengan interval 10-21 hari,
perlu tindakan.
Hasil IgG dan IgM positif dengan avidity IgG yang rendah,
menunjukkan bahwa adanya infeksi terjadi kurang dari 4 bulan.
Hasil IgG dan IgM positif dengan avidity IgG tinggi menunjukkan
infeksi terjadi lebih dari 4 bulan.

Anda mungkin juga menyukai