Anda di halaman 1dari 4

IMMUNOFLUORESENSI

Oleh : Mentari Artanti Jelita (2016060257 / 12016001639)

Immunofluoresensi (IF) adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosis klinis maupun histopatologis yang dapat digunakan
untuk mendeteksi berbagai antibodi yang terikat pada antigen dalam jaringan tubuh.
Pemeriksaan ini dapat berguna terutama untuk mendiagnosis penyakit kulit yang dimediasi
oleh respon imun, dan mengklasifikasikan berbagai penyakit vesikobulosa yang terkait dengan
autoimun. Prinsip yang digunakan dalam pemeriksaan immunofluoresensi melibatkan interaksi
dari kompleks antigen-antibodi yang dapat diamati melalui penggunaan mikroskop ultraviolet.
Antibodi yang akan diamati adalah antibodi yang sudah ditandai dengan fluorokrom
(fluorescein isothiocyanate atau tetra methylrhodamine isothiocyanate), yaitu senyawa yang
bila diradiasi dengan cahaya dengan panjang gelombang tertentu dapat menjadi tidak stabil,
sehingga dapat memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Melalui
hal ini, kita dapat mengamati keberadaan antibodi tertentu dan letaknya di dalam jaringan.
Ada dua teknik pemeriksaan dengan immunofluoresensi. Yang pertama adalah teknik
direct atau dengan cara langsung (Direct Immuno Fluoresence), dan yang kedua adalah teknik
indirect atau tidak langsung (Indirect Immuno Fluoresence). Antibodi yang digunakan akan
menempel pada bagian yang ingin diamati, dan akan memancarkan cahaya yang dapat diamati
oleh manusia. Pada teknik pemeriksaan langsung, antibodi yang sudah dilabel akan langsung
menempel pada target antigen tertentu. Jadi pemeriksaan pada teknik langsung merupakan
prosedur satu langkah yang dapat menunjukan antibodi yang menempel pada mukosa atau
kulit, dan dapat menentukan deposisi dari imunoreaktan pada jaringan periksa. Bahan yang
paling banyak diambil adalah yang berasal dari biopsi kulit, jaringan limfoid, dan lain – lain.
Sedangkan pada pemeriksaan secara tidak langsung, akan dimasukkan 2 jenis antibody, yaitu
antibodi primer terlebih dahulu yang akan mengikat antigen, dan antibodi yang sudah dilabel
akan mengikat antibodi primer tersebut. Antibodi bodi primer yang digunakan tidak diberi
label, namun antibody sekunder yang nantinya akan diberi label. Immunofloresensi langsung
memiliki beberapa keuntungan dari segi waktu dan prosedur, yaitu waktu yang diperlukan lebih
pendek dan prosedur juga dinilai lebih sederhana dan mudah. Namun, biaya yang dibutuhkan
lebih mahal. Sedangkan untuk immunofloresens tidak langsung memakan waktu yang lebih
lama serta prosedur yang dibutuhkan lebih kompleks dan rumit. Namun, dengan menggunakan
teknik pemeriksaan immunofloresensi tidak langsung, mempunyai keuntungan dari segi biaya
dan fleksibilitas yang diberikan.
Spesimen atau Sampel jaringan biopsi yang akan digunakan dalam pemeriksaan
imunofluoresensi harus memenuhi beberapa standar khusus untuk dapat dilakukannya
pemeriksaan imunofloresensi yang adekuat. Beberapa jenis sampel yang dapat diperoleh
adalah antara lain specimen biopsi kulit, dan sampel serum pasien. Spesimen biopsi kulit
diperiksa untuk deposit dari protein serum secara in vivo. Sampel yang akan diamati pertama-
tama direndam pada medium yang mempunyai temperatur pemotongan yang optimal sehingga
dapat dipotong tipis sebesar 4 mikron pada alat bernama cryostat. Setelah itu jaringan akan
dipindahkan pada kaca preparat untuk selanjutnya diberi pewarnaan, sehingga kemudian dapat
diamati dibawah mikroskop. Sedangkan serum sampel yang digunakan, dapat diambil dari
darah pasien sebayang kurang lebih 3 ml tanpa digunakannya antikoagulan, dan serum harus
dipisahkan dari darah yang menggumpal. Sampel darah juga tidak boleh dibekukan karena hal
ini dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah yang nantinya dapat menggangu hasil
pemeriksaan immunofloresensi. Selain itu, specimen yang digunakan secara umum harus
dalam keadaan segar, dan tidak boleh terfiksasi, karena akan memberikan hasil yang negative
atau tidak memiliki kualitas yang baik dan nantinya akan berpengaruh terhadap hasil intepretasi
dan hasil diagnosis penyakit.
Indikasi yang dapat digunakan dalam dilakukannya pemeriksaan imunofloresensi
adalah jika didapatkan adanya penyakit bulosa (seperti pemphigus, pemfigoid, herpes
gestationis, dermatitis herpetiformis, dan lain – lain), dan penyakit jaringan ikat. Selain itu juga
dapat dilakukan pada penyakit vaskular seperti vasculitis alergi, cryoglobulinemia, dan
penyakit lain seperti lichen planus. Intepretasi dari hasil pengamatan pada immunofluoresensi
membutuhkan pemahaman dan pengertian yang jelas tentang seluruh pola reaksi yang terlibat
dalam penyakit yang dikaitkan dengan penyakit bulosa, penyakit jaringan ikat, penyakit
kompleks imun, vasculitis, dan berbagai reaksi yang terjadi di stratum korneum kulit. Pada
pelaporan hasil pengamatan, warna fluoresens yang digunakan haris dijelaskan seperti jenis
imunoreaktan yang dipakai, lokasi endapan komplek imun, luasnya pewarnaan, intensitas, dan
pola endapan kompleks imun. Hal ini menyebabkan tes immunofloresens ini hanya dapat
dilakukan oleh pekerja yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang baik dalam
melakukan pemeriksaan ini. Pengetahuan yang kurang, atau laboratorium maupun sampel yang
kurang terkualifikasi dapat membuat kesalahan baik dalam interpretasi hasil pemeriksaan
hingga hasil diagnosis dan manajemen penyakit tersebut.
Salah satu penyakit yang dapat diamati dan dibedakan melalui imunofluoresens yang
cukup banyak dilakukan adalah pemphigus vulgaris, yaitu salah satu penyakit autoimun yang
sering ditemui. Pada pemeriksaan imunofloresens terhadap penyakit ini dapat ditemukan
adanya deposisi atau penumpukkan immunoglobulin IgG dan C3 secara linear atau granuler
pada intraepidermis. Pola yang terbentuk ini khas dan sering disebut dengan chicken wire
pattern atau pola kawat pada kandang ayam. Selain pemphigus vulgaris ada penyakit
pemphigoid bulosa yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding. Pada pemeriksaan
imunofloresensi terhadap penyakit pemphigoid bulosa, akan didapati gambaran deposit IgG
dan C3 pada membrana basalis yang membentuk pola linier. Lain halnya dengan dermatitis
herpetiformis yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding lain dari kedua penyakit
ini. Pada pemeriksaan imunofloresens akan didapatkan gambaran deposit IgA pada lesi
mikroabses. Pada pemeriksaan lupus eritomatosa, akan tampak gambaran deposit IgG dan
komplemen di perbatasan zona dermoepidermal / dermoepidermal junction yang memiliki pola
seperti pita yang biasa sering disebut dengan Lupus “band test”.
Ada beberapa keuntungan yang didapatkan untuk mendiagnosis penyakit bulosa yang
dikaitkan dengan penyakit autoimun. Beberapa diantaranya adalah :
- Untuk membantu mendiagnosis gangguan dermatologis dari yang ringan sampai
yang lebih berat
- Untuk mengklasifikasikan berbagai macam penyakitbulosa yang memiliki
manifestasi maupun gambaran klinis yang sulit dibedakan atau mirip.
- Pemanfaatan pemetaan antigen dapat membantu menandai pada ada tidaknya
keberadaan dari jenis protein tertentu yang dapat berperan penting dalam
menentukan diagnosis kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mysorekar VV, sumathy TK, Prasad LS. Role of direct


immunoflouresence in dermatological disorders. Indian
Dermatology online Journal.2015
2. Chhabra S, Minz RW, Saiki B. Immunofluorescence in
dermatology. (review article). IJDVL2012
3. Shetty VM, Subramaniam K, Rao R. Utility of immunofluoresence
in dermatology. Review article.2017
4. Seline Ali E, Seline Lauren N, Sokumbi Olayemi, Motaparthi
Kiran.Comparison histopathology, immunofluoresence, and
serology for diagnosis of autoimmune bullous disorders: an
update.2016

Anda mungkin juga menyukai