Anda di halaman 1dari 3

Stephany Liong Jonathan

12016001613/2016-060-225

Imunofluoresens

Penyakit vesikobulosa yang disebabkan oleh autoimun merupakan penyakit yang


jarang ditemukan di masyarakat, yang penegakkan diagnosisnya masih sulit dilakukan. Saat
ini, terus dilakukan pengembangan dalam metode diagnosis penyakit vesikobulosa,
penegakkan diagnosis yang cepat dan akurat sangat diperlukan untuk menentukan
tatalaksana dan prognosis pasien. Beberapa metode penegakkan diagnosis yang ada saat ini
adalah berdasarkan klinis, histopatologi, atau menggunakan imunofluorosensi. Pemeriksaan
imunofluorosensi dilakukan apabila terdapat keterlibatan sistem imun dalam mekanisme
terjadinya penyakit vesikobulosa tersebut.
Immunofluorosensi (IF) merupakan sebuah metode histokimia untuk mendeteksi
antibodi yang menempel pada antigen di jaringan atau cairan tubuh. Antibodi akan diwarnai
dengan fluorokrom, sehingga saat berikatan dengan antigen jaringan dan membentuk
kompleks imun, antibodi tersebut akan berpendar dibawah mikroskop UV. Fluorescein
isothiocyanate/ FITC (hijau apel) dan tetramethylrhodamine isothiocyanate/ TRITC (merah)
merupakan contoh fluorokrom yang sering dipakai. Spesimen yang digunakan dalam
pemeriksaan immunofluorescence berasal dari biopsi kulit (penyakit bulosa, LE, vaskulitis,
serta liken planus) dan serum (SLE). Beberapa media transpor (selama perjalanan menuju
laboratorium) untuk sampel yang dapat digunakan adalah phosphate-buffered saline (PBS),
Michel’s medium (medium yang mengandung ammonium sulfat, N-ethylmaleimide, buffer
potassium sitrat, magnesium sulfat, dan air destilasi), cairan garam fisiologis juga dapat
digunakan untuk transpor yang kurang dari 24 jam. Terdapat dua tipe immunofluorescence,
yaitu tipe langsung/ direct immunofluorescence dan tidak langsung/ indirect
immunofluorescence.
Direct immunofluorescence (DIF) test dapat membantu dalam penegakkan diagnosis
penyakit bula yang disebabkan oleh autoimun. DIF test dilakukan sebagai pemeriksaan
penunjang tambahan untuk monitoring efek terapi, mengetahui lokasi kompleks imun pada
biopsi kulit, serta membantu penegakkan diagnosis penyakit vesikobulosa yang disebabkan
autoimun selain pemeriksaan histopatologi dan gambaran klinis pasien. DIF dilakukan
dengan prosedur langkah tunggal, yaitu hanya dengan menggunakan satu antibodi yang diberi
label/ fluorokrom dan dilihat reaksi kompleks imunnya terhadap antigen yang berada di
jaringan.
Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat perbedaan bermakna pada hasil diagnosis
yang didapatkan dari ketiga metode diagnosis (klinis, histopatologi, DIF test). DIF ditetapkan
sebagai gold standard karena memberikan hasil yang konsisten, dan tidak didapati hasil
dengan positif palsu. Pemeriksaan histopatology tidak dapat berdiri sendiri untuk diagnosis
pasti, diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti DIF test atau pemeriksaan klinis, hanya
DIF test yang secara tunggal dapat memberikan diagnosis yang akurat.
Bahan biopsi untuk pemeriksaan histopatologis diambil dari lesi kulit yang
representatif, sedangkan untuk DIF test bahan biopsi diambil dari bagian lesi dan perilesi.
Hasil DIF test dapat dilaporkan dengan mempertimbangkan kondisi, lokasi, dan pola deposit
kompleks imun, perluasan, dan intensitas fluorosensi.
Indirect immunofluorescence (IIF) test dilakukan dengan prosedur langkah ganda,
yaitu pertama-tama antibodi primer tanpa fluorokrom akan berikatan dengan antigen jaringan
sehingga terbentuk kompleks imun, selanjutnya ditambahkan antibodisekunder yang
mengandung fluorokrom untuk berikatan dengan antibodi primer. IIF test bertujuan untuk
mengetahui apakah sudah terbentuk autoantibodi yang tersirkulasi di serum pasien. Tingkat
sensitivitas IIF pada umumnya lebih rendah dari DIF test.
Selain DIF dan IIF, metode lainnya adalah Salt Split Skin Test, yaitu pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan lokasi autoantibodi in vivo pada penyakit bulosa
(di dasar, atap, atau pada kedua sisi dermoepidermal junction). Dua jenis Salt Split Skin Test,
yaitu direct dan indirect salt split skin test. Direct SSST menggunakan spesimen biopsi kulit,
sedangkan indirect SSST menggunakan substrat NHS (normal human skin) dan pada
umumnya lebih unggul dibandingkan direct SSST. Meskipun sudah ditemukan metode
diagnosis yang praktis seperti DIF, IIF, dan SSST, namun untuk penegakkan diagnosis Auto-
immune Blistering Disease / AIBD memerlukan beberapa pemeriksaan lain, yaitu
histopatologi, ELISA, serta immunoblotting.
Pada grup penyakit pemfigus (pemfigus vulgaris/ PV, pemfigus foliaceus/ PF, drug-
induced pemphigus/ DIP, paraneoplastic pemphigus/ PNP) terjadi mekanisme mediasi oleh
IgG kepada protein kaderin desmosomal (desmoglein 3/ Dsg3 dan desmoglein 1/ Dsg1) dan
diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan autoantibodi terhadap Dsg3. Pemeriksaan
menggunakan ELISA sebaiknya dilakukan untuk mendiagnosis PV dan PF (sensitivitas 96%
dan spesifisitas 99%). Pada pewarnaan imunokimia dapat terlihat deposit berbentuk seperti
jala pada DIP dan granula kasar perisitoplasmik pada pemfigus idiopatik. Teknik
immunoblotting digunakan untuk mendeteksi evoplakin dan periplakin pada PNP. DIF dapat
digunakan untuk mendiagnosis pemfigus IgA, dapat terlihat deposit di bagian atas epidermis.
Pada grup penyakit pemfigoid (bullous pemphigoid/ BP, mucous membrane
pemphigoid/MMP, epidermolysis bullosa acquisita/ EBA, gestational pemphigoid/GP) dapat
dibedakan dengan pemeriksaan ELISA. Pada BP dapat ditemukan autoantibodi yang
menarget protein hemidesmosom pada antigen DEJ (BPAG1 & BPAG2). Meskipun DIF
merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk BP, namun untuk membedakan BP
dengan MMP, GP (ditemukan BP180(NC16a)), dan EBA, tetap memerlukan pemeriksaan
ELISA. DIF dapat digunakan untuk mendiagnosis EBA dengan menarget antigen spesifik
untuk EBA, yaitu COL7. IIF jarang digunakan karena tidak spesifik maupun sensitif untuk
grup pemfigoid.
Kekurangan dari teknik imunnofluoroscence adalah terkadang masih dapat terjadi
hasil positif palsu dan negatif palsu. Hasil negatif palsu pada umumnya terjadi karena alasan
teknis (kontaminasi formalin, medium transpor yang kurang tepat, waktu pengiriman sampel
terlambat), dapat diatasi dengan pengulangan pengambilan sampel biopsi. Teknik
immunofluorescence juga memerlukan fasilitas laboratorium yang sudah maju dan tenaga
kerja terlatih.
Kelebihan dari teknik immunofluorescence adalah dapat membantu penegakkan
diagnosis, mengklasifikasikan berbagai macam penyakit bula autoimun, mengklarifikasi
diagnosis, monitoring efek terapi dan prognosis.

Anda mungkin juga menyukai