0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan3 halaman
DIF merupakan metode diagnostik yang akurat untuk penyakit vesikobulosa yang disebabkan autoimun. Teknik ini mampu mendeteksi kompleks imun pada jaringan dan membedakan berbagai jenis penyakit bula melalui pemeriksaan fluorokrom. Meskipun masih terdapat kemungkinan hasil palsu, DIF dianggap sebagai standar emas diagnosis karena memberikan hasil yang konsisten.
DIF merupakan metode diagnostik yang akurat untuk penyakit vesikobulosa yang disebabkan autoimun. Teknik ini mampu mendeteksi kompleks imun pada jaringan dan membedakan berbagai jenis penyakit bula melalui pemeriksaan fluorokrom. Meskipun masih terdapat kemungkinan hasil palsu, DIF dianggap sebagai standar emas diagnosis karena memberikan hasil yang konsisten.
DIF merupakan metode diagnostik yang akurat untuk penyakit vesikobulosa yang disebabkan autoimun. Teknik ini mampu mendeteksi kompleks imun pada jaringan dan membedakan berbagai jenis penyakit bula melalui pemeriksaan fluorokrom. Meskipun masih terdapat kemungkinan hasil palsu, DIF dianggap sebagai standar emas diagnosis karena memberikan hasil yang konsisten.
Penyakit vesikobulosa yang disebabkan oleh autoimun merupakan penyakit yang
jarang ditemukan di masyarakat, yang penegakkan diagnosisnya masih sulit dilakukan. Saat ini, terus dilakukan pengembangan dalam metode diagnosis penyakit vesikobulosa, penegakkan diagnosis yang cepat dan akurat sangat diperlukan untuk menentukan tatalaksana dan prognosis pasien. Beberapa metode penegakkan diagnosis yang ada saat ini adalah berdasarkan klinis, histopatologi, atau menggunakan imunofluorosensi. Pemeriksaan imunofluorosensi dilakukan apabila terdapat keterlibatan sistem imun dalam mekanisme terjadinya penyakit vesikobulosa tersebut. Immunofluorosensi (IF) merupakan sebuah metode histokimia untuk mendeteksi antibodi yang menempel pada antigen di jaringan atau cairan tubuh. Antibodi akan diwarnai dengan fluorokrom, sehingga saat berikatan dengan antigen jaringan dan membentuk kompleks imun, antibodi tersebut akan berpendar dibawah mikroskop UV. Fluorescein isothiocyanate/ FITC (hijau apel) dan tetramethylrhodamine isothiocyanate/ TRITC (merah) merupakan contoh fluorokrom yang sering dipakai. Spesimen yang digunakan dalam pemeriksaan immunofluorescence berasal dari biopsi kulit (penyakit bulosa, LE, vaskulitis, serta liken planus) dan serum (SLE). Beberapa media transpor (selama perjalanan menuju laboratorium) untuk sampel yang dapat digunakan adalah phosphate-buffered saline (PBS), Michel’s medium (medium yang mengandung ammonium sulfat, N-ethylmaleimide, buffer potassium sitrat, magnesium sulfat, dan air destilasi), cairan garam fisiologis juga dapat digunakan untuk transpor yang kurang dari 24 jam. Terdapat dua tipe immunofluorescence, yaitu tipe langsung/ direct immunofluorescence dan tidak langsung/ indirect immunofluorescence. Direct immunofluorescence (DIF) test dapat membantu dalam penegakkan diagnosis penyakit bula yang disebabkan oleh autoimun. DIF test dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang tambahan untuk monitoring efek terapi, mengetahui lokasi kompleks imun pada biopsi kulit, serta membantu penegakkan diagnosis penyakit vesikobulosa yang disebabkan autoimun selain pemeriksaan histopatologi dan gambaran klinis pasien. DIF dilakukan dengan prosedur langkah tunggal, yaitu hanya dengan menggunakan satu antibodi yang diberi label/ fluorokrom dan dilihat reaksi kompleks imunnya terhadap antigen yang berada di jaringan. Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat perbedaan bermakna pada hasil diagnosis yang didapatkan dari ketiga metode diagnosis (klinis, histopatologi, DIF test). DIF ditetapkan sebagai gold standard karena memberikan hasil yang konsisten, dan tidak didapati hasil dengan positif palsu. Pemeriksaan histopatology tidak dapat berdiri sendiri untuk diagnosis pasti, diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti DIF test atau pemeriksaan klinis, hanya DIF test yang secara tunggal dapat memberikan diagnosis yang akurat. Bahan biopsi untuk pemeriksaan histopatologis diambil dari lesi kulit yang representatif, sedangkan untuk DIF test bahan biopsi diambil dari bagian lesi dan perilesi. Hasil DIF test dapat dilaporkan dengan mempertimbangkan kondisi, lokasi, dan pola deposit kompleks imun, perluasan, dan intensitas fluorosensi. Indirect immunofluorescence (IIF) test dilakukan dengan prosedur langkah ganda, yaitu pertama-tama antibodi primer tanpa fluorokrom akan berikatan dengan antigen jaringan sehingga terbentuk kompleks imun, selanjutnya ditambahkan antibodisekunder yang mengandung fluorokrom untuk berikatan dengan antibodi primer. IIF test bertujuan untuk mengetahui apakah sudah terbentuk autoantibodi yang tersirkulasi di serum pasien. Tingkat sensitivitas IIF pada umumnya lebih rendah dari DIF test. Selain DIF dan IIF, metode lainnya adalah Salt Split Skin Test, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan lokasi autoantibodi in vivo pada penyakit bulosa (di dasar, atap, atau pada kedua sisi dermoepidermal junction). Dua jenis Salt Split Skin Test, yaitu direct dan indirect salt split skin test. Direct SSST menggunakan spesimen biopsi kulit, sedangkan indirect SSST menggunakan substrat NHS (normal human skin) dan pada umumnya lebih unggul dibandingkan direct SSST. Meskipun sudah ditemukan metode diagnosis yang praktis seperti DIF, IIF, dan SSST, namun untuk penegakkan diagnosis Auto- immune Blistering Disease / AIBD memerlukan beberapa pemeriksaan lain, yaitu histopatologi, ELISA, serta immunoblotting. Pada grup penyakit pemfigus (pemfigus vulgaris/ PV, pemfigus foliaceus/ PF, drug- induced pemphigus/ DIP, paraneoplastic pemphigus/ PNP) terjadi mekanisme mediasi oleh IgG kepada protein kaderin desmosomal (desmoglein 3/ Dsg3 dan desmoglein 1/ Dsg1) dan diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan autoantibodi terhadap Dsg3. Pemeriksaan menggunakan ELISA sebaiknya dilakukan untuk mendiagnosis PV dan PF (sensitivitas 96% dan spesifisitas 99%). Pada pewarnaan imunokimia dapat terlihat deposit berbentuk seperti jala pada DIP dan granula kasar perisitoplasmik pada pemfigus idiopatik. Teknik immunoblotting digunakan untuk mendeteksi evoplakin dan periplakin pada PNP. DIF dapat digunakan untuk mendiagnosis pemfigus IgA, dapat terlihat deposit di bagian atas epidermis. Pada grup penyakit pemfigoid (bullous pemphigoid/ BP, mucous membrane pemphigoid/MMP, epidermolysis bullosa acquisita/ EBA, gestational pemphigoid/GP) dapat dibedakan dengan pemeriksaan ELISA. Pada BP dapat ditemukan autoantibodi yang menarget protein hemidesmosom pada antigen DEJ (BPAG1 & BPAG2). Meskipun DIF merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk BP, namun untuk membedakan BP dengan MMP, GP (ditemukan BP180(NC16a)), dan EBA, tetap memerlukan pemeriksaan ELISA. DIF dapat digunakan untuk mendiagnosis EBA dengan menarget antigen spesifik untuk EBA, yaitu COL7. IIF jarang digunakan karena tidak spesifik maupun sensitif untuk grup pemfigoid. Kekurangan dari teknik imunnofluoroscence adalah terkadang masih dapat terjadi hasil positif palsu dan negatif palsu. Hasil negatif palsu pada umumnya terjadi karena alasan teknis (kontaminasi formalin, medium transpor yang kurang tepat, waktu pengiriman sampel terlambat), dapat diatasi dengan pengulangan pengambilan sampel biopsi. Teknik immunofluorescence juga memerlukan fasilitas laboratorium yang sudah maju dan tenaga kerja terlatih. Kelebihan dari teknik immunofluorescence adalah dapat membantu penegakkan diagnosis, mengklasifikasikan berbagai macam penyakit bula autoimun, mengklarifikasi diagnosis, monitoring efek terapi dan prognosis.