Anda di halaman 1dari 11

KONDILOMA AKUMINATA

a. Definisi

Kondiloma Akuminata (KA) merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual

(IMS) yang sering terjadi di seluruh dunia. KA disebabkan oleh infeksi

Human Papilloma Virus (HPV) dengan gejala berupa lesi tunggal atau

multipel pada daerah anogenital yang disertai dengan gejala gatal, discharge

vagina, dan perdarahan (Barakbah, 2018).

b. Epidemiologi

Penelitian retrospektif yang dilakukan di Kanada pada tahun 2007

menunjukkan bahwa insidensi KA sebesar 201 pasien per 100.000 penduduk,

sedangkan prevalensi KA di Kanada sebesar 0,15 %. Jumlah pasien KA yang

datang ke Divisi IMS Unit Rawat Jalan (URJ) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

selama 3 tahun (Januari 2009 sampai Desember 2011) tercatat sebanyak 259

pasien yang merupakan 8,7% dari 2960 pasien Divisi IMS dan 1,2% dari

21.405 pasien yang berobat di URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr

Soetomo Surabaya (Israita, 2011)

c. Etiologi

Kondiloma Akuminata disebabkan oleh Humanpapilloma Virus (HPV) tipe

tertentu. HPV termasuk dalam famili Papovaviridae, genus polyomavirus

3,49. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, namun hanya 30 tipe yang bisa

menyebabkan KA, diantaranya yaitu HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44 dan 54. HPV

tipe 6 dan 11 termasuk HPV yang menimbulkan KA eksofilik dan displasia

derajat rendah. Sedangkan sebanyak 15 tipe HPV telah dapat diidentifikasi

berisiko tinggi menimbulkan displasia derajat tinggi dan kanker, yaitu HPV
tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82 (Koutsky,

2002)

Beberapa faktor-faktor resiko yang mempengaruhi :

1. Aktivitas Seksual

Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang

mempunyai aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual

lebih dari 1 orang (multiple). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-ganti pasangan seksual dapat

terinfeksi HPV melalui pemeriksaan DNA. Wanita dengan lima atau lebih

pasangan seksual dalam lima tahun memiliki resiko 7,1% mengalami

infeksi HPV (anogenital warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam

rentang waktu tersebut. Pada penelitian yang lebih luas, yang melibatkan

wanita berusia 18-25 tahun yang memiliki tiga kehidupan seksual dengan

pasangan yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi HPV.

2. Penggunaan Kontrasepsi

Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat kontrasepsi oral

ternyata menunjukkan adanya hubungan terjadinya infeksi HPV pada

servik. Namun hubungan pasti antara alat kontrasepsi oral dengan angka

kejadian terjadinya kondiloma akuminata masih menjadi perdebatan di

dunia.

3. Merokok

Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma akuminata masih

belum jelas. Namun pada penelitian ditemukan adanya korelasi antara


terjadinya infeksi HPV pada seviks dengan penggunaan rokok tanpa filter

(cigarette) dengan cara pengukuran HPV DNA.

4. Kehamilan

Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa kehamilan

pertumbuhannya makin cepat, dan jika pertumbuhannya terlalu besar dapat

menghalangi lahirnya bayi dan dapat timbul perdarahan pasca persalinan.

Selain itu dapat juga menimbulkan kondiloma akuminata atau

papilomatosis laring (kutil pada saluran nafas) pada bayi baru lahir.

Keluhan keputihan yang di alami dapat terjadi akibat adanya kondiloma di

vagina dan serviks, atau mungkin juga keputihan oleh sebab lain seperti

jamur misalnya.

5. Imunitas

Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang immunocompromised

(misal HIV)

d. Patofisiologi

HPV bersifat epiteliotropik dan replikasi yang menghasilkan progeni

penginfeksi terjadi dalam epitel skuamosa yang sedang berdiferensiasi. HPV

menginfeksi keratinosit basal melalui mikroabrasi pada kulit atau mukosa

dengan replikasi DNA virus, jumlah salinan virus diamplifikasikan sebanyak

50-100 kopi sel tiap sel. Keratinosit merupakan target sel pada infeksi HPV

dan ekspresi gen HPV ini tergantung pada program diferensiasi keratinosit.

Saat ini masih kontroversi bagaimana mekanisme HPV masuk kedalam sel,

sebagian bukti menunjukkan bahwa virus masuk kedalam sel melalui reseptor

α6-integrin dan heparin sulfat serta laminin dan kemudian terjadi internalisasi
virion ke dalam sel. Amplifikasi genom awal diikuti oleh fase pemeliharaan

episomal. Sel basal yang terinfeksi kemudian memasuki bagian suprabasal,

dimana gen late (L) dan early (E) diekspresikan melimpah dan terjadi

produksi genom dalam jumlah salinan yang tinggi pada bagian diferensiasi

terminal. Perakitan virus terjadi pada lapisan atas epitel skuamosa dan virion

kemudian dilepaskan dan menginfeksi jaringan yang berdekatan. Sel-sel basal

yang terinfeksi bergerak ke arah lapisan permukaan yang akhirnya

menimbulkan kutil genital. Sebagian besar infeksi HPV sifatnya

asimptomatik atau subklinik dan clearance virus selanjutnya dilakukan oleh

sistem imun. Secara klinis biasanya lesi terjadi antara 3 minggu sampai

dengan 8 bulan setelah infeksi awal. Genom HPV terdiri dari delapan open

reading frame (ORFs) dan terdapat dua tipe gen yang diekspresikan yaitu gen

E dan L. Gen E mensintesis 6 protein yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang

banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen. Sedangkan gen L

mensintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan

kapsid.7,8,22,24,25 HPV E1 ORF mengkodekan protein yang diperlukan

untuk mempertahankan genom virus dan replikasinya. HPV E2 ORF

mengkodekan protein yang meregulasi transkripsi yang berinteraksi dengan

tempat ikatan spesifik. E4 ORF mengkodekan protein yang belum

sepenuhnya dimengerti tetapi terlibat dalam gangguan dari jaringan

sitokeratin, menyebabkan terjadinya koilositik yang khas pada sel yang

terinfeksi HPV dan mungkin meregulasi kestabilan mRNA. Protein E5 akan

menyebabkan stimulasi pertumbuhan sel. Protein E6 dan E7 ORF adalah

onkoprotein utama dari HPV dan penting dalam mempertahankan episom


virus selama infeksi yang produktif. Terganggunya kontrol ekspresi E6 dan

E7 pada sel basal akan memberikan kontribusi terhadap progresifitas

malignansi. Gen L1 mengkodekan protein kapsid mayor dan gen L2

mengkodekan protein kapsid minor yang merupakan struktur protein virion.

Kedua protein ini diekspresikan saat akhir siklus hidup pada sel suprabasal

akhir diferensiasi. Pada infeksi HPV terkait lesi jinak, genom virus

bereplikasi sebagai episom ekstrakromosom yang terpisah dari sel DNA host.

Hal ini berbeda pada kebanyakan lesi malignansi dimana DNA virus

berintegrasi pada kromosom sel host (Djuanda, 2010; Fitzpatrick, 2009).

e. Diagnosis

Hampir semua kondiloma dapat didiagnosis dengan inspeksi.

Pencahayaan terang dan pembesaran harus digunakan ketika memeriksa

untuk infeksi HPV genital.

1. Pemeriksaan Acetowhite

Tes ini menggunakan larutan asam asetat 3-5%, yang dapat digunakan

untuk mendeteksi infeksi HPV subklinis. Dalam waktu 1-5 menit lesi

akan berubah warna menjadi putih. Derajat perbedaan pemeriksaan

acetowhite terhadap berbagai tipe kondiloma beervariasi oleh karena

hidrasi dari epidermis. Pada lesi kondiloma yang lembab, dapat

memudahkan penetrasi asam asetat dan kemudian terjadi koagulasi

protein (sitokeratin) dan kemudian lesi menjadi berwarna putih. Namun

penetrasi pada lesi yang lebih kering akan menurun. Sensitivitas dan

spesifitas pemeriksaan acetowhite rendah dalam mendeteksi infeksi

subklinis (Zubier, 2005).


2. Histopatologi

Pada epitel yang terinfeksi HPV pada pemeriksaan histopatologi akan

tampak adanya akantosis, papilomatosis, hiperkeratosis, parakeratosis dan

koilositosit. Koilosit yang merupakan sel skuamosa matur dengan daerah

perinukleus besar dan bening, mungkin tersebar diseluruh lapisan sel.

Nukleus koilosit mungkin membesar dan hiperkromatik (Zubier, 2005).

3. Deteksi DNA HPV

Beberapa uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi DNA HPV seperti

southern blot, dot blot, hibridisasi insitu, polymerase chain reaction (PCR)

dan hybrid capture assay. Dari semuanya, PCR merupakan teknik yang

paling sensitif untuk mendeteksi DNA HPV (Murtiastutik, 2008).

f. Terapi

Farmakologis

a. Podophylin

Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan

dengan kandungan beberapa senyawa sitotoksik yang

rasionya tidak dapat dirubah. Podophylino yang paling aktif

adalah podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas

berbagai konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin

tinoture, spirit dan parafin cair.yang digunakan adalah

tingtur podofilin 25 %, kulit di sekitarnya dilindungi

dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi setelah 4

– 6 jam dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi

setelah 3 hari, setiap kali pemberian tidak boleh lebih dari


0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik. Gejala toksik

ialah mual, muntah, nyeri abdomen gangguan alat napas

dan keringat kulit dingin. Pada wanita hamil sebaiknya

jangan diberikan karena dapat terjadi kematian fetus.

Respon pada jenis perawatan ini bervariasi, beberapa pasien

membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk mencapai

kesembuhan klinis, sementara pasien – pasien yang lain

menunjukkan respon yang kecil dan jenis perawatan lain

harus dipertimbangkan.

b. Podofilytocin

Ini merupakan satu bahan aktif resin podophylin dan

tersedia sebanyak 0,5 % dalam larutan etanol. Ini

merupakan agen anti mitotis dan tidak disarankan untuk

penggunaan pada masa kehamilan atau menyusui, jenis ini

lebih aman dibandingkan podophylin. Apilkasi mandiri

dapat diperbolehkan pada kasus – kasus keluhan yang

sesuai.

c. Asam Triklorasetik ( TCA )

Ini agent topikal alternatif dan seringkali digunakan pada

kutil dengan konsentrasi 30 – 50 % dioleskan setiap

minggu dan pemberian harus sangat hati – hati karena dapat

menimbulkan ulkus yang dalam. Bahan ini dapat digunakan

pada masa kehamilan.

d. Topikal 5-Fluorourasil (5 FU )
Krim 5 FU dapat digunakan khususnya untuk perawatan

kutil uretra dan vulva vagina, konsentrasinya 1 – 5 %

pemberian dilakukan setiap hari sampai lesi hilang dan

tidak miksi selama pemberian. Iritasi lokal bukan hal yang

tidak biasa.

e. Interferon

Meskipun interferon telah menunjukkan hasil yang

menjanjinkan bagi verucciformis dan infeksi HPV

anogenital, keefektifan bahan ini dalam perawatan terhadap

kutil kelamin masih dipertanyakan. Terapi parentral dan

intra lesional terhadapa kutil kelamin dengan persiapan

interferon alami dan rekombinasi telah menghasilkan

tingkat respon yang berkisar antara 70 – 80 % pada laporan

– laporan awal. Telah ditunjukkan pula bahwa kombinasi

IFN dengan prosedur pembedahan ablatif lainnya

menghasilkan tingkat kekambuhan ( relapse rate ) lebih

rendah. Efek samping dari perlakuan inerferon sistemik

meliputi panyakit seperti flu dan neutropenia transien

2.7.1.2 Non Farmakologis

Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil

Jengger Ayam pada wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS

POWDER dicampur dengan air hangat dan dioleskan pada

bagian yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih, ampuh

dan aman karena terbuat dari bahan-bahan alami (Boris, 2014).


2.7.2 Terapi pembedahan

1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )

Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi

lokal dapat digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten

terhadap pengobatan topikal munculnya bekas luka parut adalah

salah satu kekurangan metode ini.

2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )

Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma

akuminata pada wanita hamil dengan lesi yang banyak dan basah.

3. Laser

Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan

beberapa kutil – kutil yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran

mengenai ketidakefektifan karbondioksida yang dibangkitkan

selama prosedur selesai, sedikit meninggalkan jaringan parut

(Bakardzhiev, 2012).

4. Terapi Kombinasi

Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan

terhadap kutil kelamin yang membandel, contohnya kombinasi

interferon dengan prosedur pembedahan, kombinasi TCAA dengan

podophylin, pembedahan dengan podophylin. Seseorang harus

sangat berhati – hati ketika menggunakan terapi kombinasi tersebut

dikarenakan beberapa dari perlakuan tersebut dapat mengakibatkan

reaksi yang sangat serius

g. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penyakit kondiloma akuminata yaitu (Djuanda,

2010):

 Pada wanita dapat terjadi kanker serviks.

 Walaupun jarang,pada bayi baru lahir yang terpajan kutil genitalia selama

proses kelahirannya dapat mengidap kutil esofagus.

 Obstruksi uretra pada laki-laki.

 Abortus spontan pada kehamilan.

 Penularan ke pasangan seksual lain.

Daftar Pustaka

Bakardzhiev I, Pehlivanov G, 2012, Treatment of Condyloma Acuminata and

Bowenoid Papulosis With CO2 Laser and Imiquimod. J of IMAB-

Annual Proceding (Scientific Paper), 18:246-9

Boris Leonard, 2014, A Clinical and Pathologhical Overview of Vulvar

Condyloma Acuminatum Intraephitelial Neoplasia , Squamous Cell of

Carcinoma, Biomed Research International

Djuanda, 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 6th Ed, Jakarta: Fakultas

Kedokteran Indonesia

Fitzpatrick, 2009, Color Atlas and Sypnosis Clinical Dermatology 6th Ed, New

York: Mc Graw Hill Inc

Israita Pocut, 2011, Penelitian Retrospektif: pasien Baru Kondiloma Akuminata di

Divisi IMS URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya

periode 2009-2011. 23;3:216-221


Koutsky LA, Kiviat NB.2002, Genital Human Papillomavirus. In Holmes :

Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill; 3rd ed;

chapter 25; p 347 – 356.

Murtiastutik D. Kondiloma akuminata. In: Barakbah J, Lumintang H,

Martodihardjo S, editors. Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya:

Airlangga University Press; 2008.p.165-9

Zubier F, 2005, Kondiloma akuminata. In: Daili FS, Makes BIN, Zubier F,

Judanarso J, editors. Infeksi menular seksual. 3rd ed. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;.p.126-31.

Anda mungkin juga menyukai