Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan yang menduduki
urutan teratas di Indonesia, sedangkan di Negara maju kejadian kanker serviks
mengalami penurunan 1. Data dari 13 pusat patologi di Indonesia menyatakan bahwa
kanker cerviks menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit kanker tersering pada
wanita (31.0%). Data dari berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia juga
menyatakan bahwa kanker serviks adalah permasalahan ginekologik paling sering dan
diikuti oleh kasus kanker ovarium, uterus, vulva, dan vagina. 2,3
Pemberian vaksin HPV memiliki kemampuan untuk mengurangi infeksi HPV
dengan kemampuan proteksi > 90% 4. Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (Virus Like Protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (Virus capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat 5. Vaksin ini tidak memiliki efek terapetik terhadap infeksi HPV
sehingga tidak akan mengobati atau menyebabkan gejala yang ditimbulkan akibat
infeksi HPV 6.
Vaksinasi HPV 16 - `8 bertujuan mencegah infeksi HPV 16 18. Wright dkk
melakukan penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase 3/FUTURE 1) yang
dilakukan kepada 2261 sampel yang diberi vaksin HPV dan sejumlah 2279 diberi
placebo. Pada kelompok yang diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita
infeksi HPV ataupun NIS, sedangkan pada kelompok yang diberikan placebo
ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian 1.

BAB II
PEMBAHASAN
Kanker Serviks
Kanker serviks merupakan pembunuh no.2 pada wanita di seluruh dunia yang
disebabkan oleh penyebaran luas dari human papilloma virus (HPV). Setiap tahunnya
500.00 kasus di dunia muncul dan kematian mendekati 240.000 dari kasus tersebut 7.
Pada kanker serviks, 75% - 90% adalah karsinoma sel gepeng, yang umumnya
berkembang dari prekursor CIN (Cervix Intraepithelial Neoplasia). Sisanya adalah
adenokarsinoma atau variannya. Jenis karsinoma serviks adalah karsinoma sel gepeng
(75%), adenokarsinoma dan adenoskuamosa (20%), dan karsinoma neuroendokrin sel
kecil ( <5%). Lesi sel gepeng ini timbul pada perempuan yang semakin muda, kini
dengan insidensi puncak pada usia sekitar 45 tahun, sekitar 10 15 tahun setelah
deteksi prekursornya8.
Faktor Risiko
1. Hubungan Seksual
Wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang
mengalami hubungan seksual pada usia muda (sebelum 18 tahun) akan
meningkatkan risiko mengalami kanker serviks lima kali lipat dikarenakan sel
kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa 4.
2. Partner seks
Partner seks pria dengan kanker penis atau yang istrinya meninggal akibat
kanker serviks akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Pada pria
dianjurkan melakukan sirkumsisi karena dapat menurunkan faktor terjadinya
kanker serviks 4.
3. Riwayat Ginekologis
Hamil pada usia muda dan manajemen persalinan yang tidak tepat dapat
meningkatkan risiko infeksi HPV 4.
4. Virus Herpes Simpleks
Teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNS
spesifik pada sampel jaringan wanita dengan dysplasia serviks. DNA sekuens
juga telah diidentifikasi

pada sel tumor dengan menggunakan DNA

rekombinan. Diperkirakan 90 % pasien dengan kanker serviks invasive dan

lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepithelial serviks (CIN)


mempunyai antibody terhadap virus 4.
5. Merokok
Rokok dapat menyebabkan efek langsung pada serviks (aktivitas
mutasi mukus serviks) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan
karsinogenik yang ditemukan pada lendir dari mulut rahim pada wanita
perokok dapat merusak DNA sel epitel sukamosa dan bersama infeksi HPV
dapat mencetuskan tranformasi keganasan4.
Stadium Kanker Serviks
Stadium kanker serviks 7

Gejala Klinis
Gejala klinis umumnya tidak tampak. Gejala yang dapat
muncul adalah post coital spotting, intermenstrual cycle bleeding,
menometrorrhagia, aroma buruk yang menetap dari discharge yang
berwarna kuning. Nyeri pada sakrum atau pelvis dapat memberikan

info bahwa terjadi invasive ke bagian lateral. Hal yang paling umum ditemukan
adalah terlihatnya tumor pada cerviks8.
Patogenesis
HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan
terjadinya gangguan sel serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV
merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA virus dengan
genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah transformasi. Integrasi
DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi,
Tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan
menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak
terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. E6 akan mengikat
p53 sehingga Tumor suppressor gene (TSG ) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu
untuk menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkoprotein E7 akan
mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, yang merupakan faktor
transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.
Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan memberi kesempatan
kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka
sel akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan cara menghambat
kompleks cdk-cyclin yang berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase
selanjutnya. Jika penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan tidak
terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan. Sel yang abnormal
ini akan terus membelah dan berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi
sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel yang dimulai dari kehancuran
gen intrasel. Apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang
tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak
berjalan.
Saegusa et al yang meneliti peranan Bcl-2 mendapatkan peningkatan aktivitas
imunologi Bcl-2 pada NIS III dibandingkan dengan NIS I-II dan karsinoma invasif.
Penelitian lain tentang Bcl-2 juga mendapatkan penurunan aktivitas Bcl-2 pada
karsinoma serviks. Keadaan ini menunjukan bahwa penurunan aktivitas apoptosis
pada karsinoma serviks disebabkan peningkatan aktivitas dari antiapoptosis.
Peningkatan Bcl-2 bukan berarti terjadi penurunan aktivitas apoptosis, karena
mekanisme apoptosis dikontrol oleh banyak gen. Tetapi indeks apoptosis pada
4

karsinoma sel skuamosa, pada penelitian nampaknya justru menurun, dan ini
dibuktikan oleh beberapa penelitian. Pada penelitian juga dijumpai adanya penurunan
beberapa keluarga Bcl-2, antara lain Bak, caspase 3 dan caspase 6.
Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang
berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di fase Go dan G1 tumor suppressor gene
pRb berikatan dengan E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F
merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-onkogen cmyc, dan N-myc. Protein E7 masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang
menyebabkan E2F bebas terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc
sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus sel.

Kekuatan

ikatan

protein E7 dengan pRb berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV, misalnya: ikatan
E7 HPV 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18. Penelitian
yang dilakukan pada pasien dengan karsinoma serviks di beberapa rumah sakit di
Indonesia menemukan bahwa kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18
sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%. Sisanya sebesar 14% terdeteksi infeksi HPV
multipel. Pada penelitian identifikasi tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan
bahwa prevalensi HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal,
endometrioid adalah 91% dan jenis adenoskuamosa 100%. Sedangkan pada subtipe
nonmusinous , clear cell, serous dan mesonefrik tidak dijumpai infeksi HPV. Kejadian
HPV tipe 16, 18, 45, 52, dan 35 adalah berturut-turut 50%, 40%, 10%, 2% dan 1%.9
HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sejumlah 70% kanker serviks, sedangkan
tipe 16, 18, 33, 45, 31, 58, 52, dan 35 ditemukan pada sejumlah 90% kanker serviks.
Tiga belas tipe HPV (16, 18, 31, 58, 33, 52, 35, 51, 56, 45, 39, 66, 6), pada
metaanalisis, dijumpai pada HSIL. Pada LSIL ditemukan HPV tipe 16 (26%), 31
(12%), 51 (11%), 53 (10%). 56 (10%), 52 (9%), 18 (9%), 66 (9%), 58 (8%), dan tipe
lainnya 5% 1.

Pencegahan
1. Primer
Menunda onset aktivitas seks hingga usia 20 tahun, penggunaan
kontrasepsi barrier (kondom, diafragma, dan spermisida), penggunaan vaksin
HPV dapat menurunkan faktor risiko terhadap kejadian kanker serviks
2. Sekunder
Tes pap smear dilakukan unduk mendeteksi dini dari keadaan ini pada
wanita risiko sedang dan tinggi.
Vaksin HPV
Vaksin HPV terbuat dari cangkang protein kosong yang disebut VPL (viruslike particles), diciptakan dengan teknologi rekombinan. Vaksin tidak mengandung
material biologis hidup apapun atau DNA, sehingga tidak bersifat infeksius. Terdapat
dua jenis vaksin HPV saat ini yaitu Quadrivalent vaccine (Gardasil) yang berisikan
genotype 6, 11, 16, 18 dan Bivalent vaccine (Cervarix) yang berisikan genotype 16
dan 18 9.

1. Komposisi dan Jadwal pemberian


Quadrivalent vaccine (Gardasil) berisikan VLP dari genotip HPV 6,
11, 16, dan 18. Substrat dari vaksin ini adalah ragi (S. cerevisiae) dengan
adjuvant aluminium hidroksifosfat sulfat (225ug). Diberikan 3 x dengan dosis
0.5 ml secara intramuscular dengan jarak 2 bulan antara dosis ke-1 dan ke-2
serta jarak 6 bulan antara dosis dosis ke-1 dan ke-3. Bivalent vaccine
(Cervarix) berisikan VLP dari genotip HPV 16 dan 18. Substrat dari vaksin ini
adalah Baculovirus expression system dengan adjuvant aluminium hidroxida
(500ug) dan 50 ug 3-deacylated monophosphoryl lipid A. Diberikan 3 x
dengan dosis 0.5 ml secara intramuskular dengan jarak 2 bulan antara dosis
ke-1 dan ke-2 serta 6 bulan antara dosis ke-1 dan ke-3 9. Berdasarkan IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia), vaksin HPV dapat diberikan saat anak
menginjak usia 10 tahun. Jadwal pemberian untuk vaksin bivalent adalah pada
saat 0, 1, 6 bulan dan untuk vaksin tetravalent adalah 0, 2, 6 bulan 10. Satu
bulan setelah pemberian dosis ke-3 vaksin HPV, hamper 100% wanita berusia
15 26 tahun yang mendapatkan vaksin tersebut memiliki antibody yang lebih
tinggi 10 104 kali dibanding dengan yang mendapatkan infeksi virus HPV
secara alami. Perlindungan dapat terjadi hingga 5 tahun lepas vaksinasi 9.
Vaksin harus disimpan dalam suhu 35oF 46oF dan vaksin tidak boleh terkena
cahaya matahari.
2. Proteksi Silang terhadap genotype lain
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin quadrivalent dan bivalent
dapat memberikan proteksi terhadap genotip HPV 31 dan 45. Follow up pada
penelitian fase II vaksin bivalent, ditemukan kasus infeksi akibat HPV 45 (1
kasus dari 528 subjek yang telah mendapatkan vaksin dan 17 subjek yang
mendapatkan placebo). Vaccine efficiency (VE) = 94.2% [63.3 , 99.9] dan tipe
31 (14 vs 30 kasus; VE = 54.5%[11.5, 77.7]) 9.
3. Kontraindikasi dan Efek samping
Vaksin tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki reaksi
hipersensitif (e.g syok anafilaksis) dan ibu hamil. Apabila pasien hamil setelah
pemberian vaksin, maka dosis lanjutan harus ditunda hingga pasien telah
melahirkan. Efek samping yang umum ditemukan pada pasien adalah pada
7

daerah suntikan biasanya kemerahan dan bengkak. Efek samping yang


umumnya dirasakan secara sistemik adalah fatigue, sakit kepala, myalgia,
gejala saluran pencernaan, atralgia, sinkop, dan nyeri perut.
4. Hasil Penelitian Terkait
Vaksinasi HPV 16 - `8 bertujuan mencegah infeksi HPV 16 18.
Wright dkk melakukan penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase
3/FUTURE 1) yang dilakukan kepada 2261 sampel yang diberi vaksin HPV
dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang diberikan vaksin tidak
dijumpai sampel yang menderita infeksi HPV ataupun NIS, sedangkan pada
kelompok yang diberikan placebo ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV
sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian 1.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kanker cervix merupakan pembunuh no.1 akibat kanker bagi wanita di
Indonesia yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus. Pemberian vaksin
HPV pada wanita dapat memberikan proteksi hinga >90% terhadap kejadian
kanker serviks.

DAFTAR PUSTAKA
1. Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks.
Majalah Kedokteran Indonesia 2007; 57: 153 158
2. Laila Nuranna, Mohamad Farid Aziz, Santoso Cornain, Gatot Purwoto, Sigit
Purbadi, Setyawati Budiningsih, et al. Cervical cancer prevention program in
Jakarta, Indonesia: See and Treat model in developing country. Journal of
Gynecologic Oncology 2012; 23: 147 152
3. Bambang Dwipoyono. Kanker Serviks dan Vaksin HPV. Indonesian Journal
of Cancer 2007; 3: 87 91
4. Imam Rasjidi. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer
2009 ; 3 : 103 108
5. Harry Kurniawan G. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV) Untuk
Pencegahan Kanker Serviks Uteri. elib.fk.uwks.ac.id
6. Center for Disease Control and Prevention. HPV vaccine information for
clinician. 2012
7. Longo, et al. 2011. Principles of Internal Medicine. 18th ed.
USA : The McGraw Hill. 2011
8. Kumar V, Cotran RS, dan Robbins SL. 2007. Buku Ajar
Patologi. ed.7. Vol.2. Jakarta: EGC
9. FT Cutts, S Franceschi, S Goldie, X Castellsague, S de Sanjose, G Garnett, et
al. Human Papillomavirus and HPV Vaccine: a review. Bulletin of the World
Health Organization 2007; 85: 719 726.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi anak IDAI 2011.

10

Anda mungkin juga menyukai