Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

Kanker Serviks

Oleh:
dr. Handi Virawan

Preseptor :

dr. Imawarni

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
NATUNA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks merupakan jenis tumor maligna yang terjadi pada leher rahim.
Kelainan ini merupakan jenis keganasan nomor dua terbanyak yang dijumpai pada
wanita di dunia.1,2 Sebanyak 85% kematian akibat kanker serviks terjadi di negara
berkembang, dimana angka kematian dijumpai 18 kali lipat lebih tinggi pada negara-
negara dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah.2 Angka kejadian kanker
serviks di Indonesia diperkirakan sebanyak 36.633 kasus baru pada tahun 2020,
dimana menempati urutan nomor 2 keganasan terbanyak pada wanita usia 15-44
tahun di Indonesia. Adapun angka kematian akibat kanker serviks di Indonesia juga
menempati urutan nomor 2 kematian akibat keganasan terbanyak pada wanita usia
15-44 tahun, dengan jumlah estimasi pada tahun 2020 diperkirakan sebanyak 21.003
kasus.4
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi persisten Human Papilloma Virus
(HPV) tipe 16 dan 18 yang merupakan tipe risiko tinggi. 2 Merokok juga dilaporkan
berperan di dalam patogenesis kanker serviks.1 Hubungan seksual pada usia muda
serta jumlah pasangan seksual yang multipel dilaporkan sebagai faktor resiko kuat
terhadap kejadian kanker serviks.1 Terdapat dua klasifikasi histologi dari kanker
serviks, yaitu adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa (KSS), dimana tipe yang
paling banyak ditemukan adalah KSS yaitu sebanyak 70%.2
Tingginya kasus kanker serviks pada negara-negara di Asia Tenggara
dikarenakan prevalensi HPV yang tinggi dan rendahnya program skrining yang
dilakukan.3 Meskipun angka kejadian dan mortalitas yang tinggi, kanker serviks
merupakan jenis keganasan yang dapat dicegah. Diperlukan adanya upaya
pencegahan dengan pendekatan berbasis komunitas. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan berupa prosedur skrining kanker serviks serta vaksinasi HPV.1 Pada
laporan kasus ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai kanker serviks secara
lebih mendalam, meliputi perjalanan penyakit, manifestasi klinis, diagnosis, serta
upaya prevensi.
1.2 Batasan Penulisan
Penulisan case report ini dibatasi mengenai kanker serviks yang mencakup
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, faktor resiko, manifestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta upaya preventif.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini adalah membahas mengenai kanker serviks,
mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, faktor resiko, manifestasi
klinis, diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta upaya preventif.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan case report ini adalah berdasarkan tinjauan kepustakaan
dari berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kanker serviks merupakan suatu bentuk tumor ganas pada leher rahim (serviks)
yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) subtipe high-risk.
Adanya infeksi HPV ini akan menyebabkan pertumbuhan abnormal dari jaringan leher
rahim.5

2.2 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat keganasan pada
wanita. Sebanyak 10-40% wanita usia muda terdiagnosis dengan kanker serviks
dalam 30 tahun terakhir di dunia. Angka kejadian kanker serviks ditemukan lebih
tinggi pada negara berkembang dan merupakan jenis keganasan nomor 2 terbanyak
pada wanita setelah kanker payudara. Adapun pada negara maju kanker serviks
berada pada peringkat 10 terbanyak keganasan pada wanita. Pada tahun 2008,
kejadian kanker serviks di dunia sebanyak 570.000 kasus dengan angka kematian
sebanyak 311.000, dimana merupakan peringkat 4 terbanyak penyebab kematian
akibat kanker pada wanita. Sebanyak 85% dari angka kematian ini terjadi pada negara
berkembang.1
Wanita yang tinggal di negara berkembang dan berusia di bawah 25 tahun
memiliki prevalensi kanker serviks yang lebih tinggi (15-45%).8 Kanker serviks
merupakan penyebab keganasan utama pada wanita di daerah Afrika Sub-Sahara dan
Asia Tenggara.2 Pada sebuah studi meta-analisis dilaporkan sebanyak 12% wanita
dengan HPV DNA positif tidak didapatkan lesi pada serviks. 8 Pada studi lainnya
dilaporkan sebanyak 10,4% pasien dengan temuan histopatologi normal didapatkan
subtipe HPV baik high-risk maupun low-risk.8
Kejadian kanker serviks di Indonesia diperkirakan sebanyak 40 ribu kasus
baru setiap tahunnya. Berdasarkan data kanker berbasis 13 pusat laboratorium
patologi di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak di Indonesia
dengan jumlah kasus 36%. Angka kejadian kanker serviks di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo yaitu sebanyak 76,2% dari keseluruhan kanker ginekologi. Di antara
pasien ini didapatkan stadium IIB-IVB sebagai kelompok terbanyak, yaitu sebanyak
66,4%. Adapun kasus stadium IIIB didapatkan sebanyak 37,3% kasus.6

The high burden of cervical


cancer in south
and south east Asian countries
is due to a
high prevalence of HPV (More
than 10% in
women aged more than 30
years ) and due
to lack of screening
2.3 Etiologi
Sebanyak 99,7% kasus kanker serviks dijumpai adanya infeksi menular
seksual oleh HPV.7 Human Papilloma Virus merupakan infeksi virus pada sistem
reproduksi yang paling sering dijumpai pada individu yang sudah aktif secara
seksual.3 Walaupun HPV merupakan suatu infeksi menular seksual, penetrasi seksual
tidak menjadi satu-satunya metode penularan virus. Kontak kulit ataupun alat kelamin
merupakan metode transmisi yang paling sering dijumpai.3 Human Papilloma Virus
merupakan virus DNA dari famili Papovaviridae. Partikel virus terdiri atas early
proteins (3 protein regulator – E1, E2, dan E4; 3 oncoprotein E5, E6, dan E7) yang
berperan di dalam replikasi virus dan transformasi sel. Terdapat pula 2 protein
struktural (L1 dan L2) yang berperan dalam menyusun kapsid virus.8
Terdapat hampir 200 subtipe HPV yang telah teridentifikasi, dimana 40
diantaranya mengkolonisasi traktus genitalia. Infeksi HPV secara umum dibagi
menjadi 2 berdasarkan sifat karsinogeniknya, yaitu high risk dan low risk.8 Kejadian
kanker serviks berkaitan dengan infeksi HPV tipe high-risk.3 Terdapat 14 tipe HPV
high-risk, yaitu HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68 serta 73.1
Human Papilloma Virus subtipe 16 dan 18 merupakan genotip high-risk yang paling
virulen yang mana dijumpai pada 70% kasus kanker serviks invasif di dunia. 8 Human
Papilloma Virus tipe 6 dan 11 berkaitan dengan proses displasia ringan yang sering
regresi. Adapun pada infeksi HPV tipe 16 dan 18 terjadi proses diplasia berat yang
seringkali bersifat progresif menjadi suatu karsinoma insitu.6

2.4 Patogenesis
Serviks merupakan bagian terbawah dari rahim yang memiliki bentuk silinder.
Bagian ini berhubungan dengan vagina melalui kanalis endoservikal. Adapun kanalis
endoservikal terdiri dari ektoserviks dan endoserviks yang tersusun atas epitelium
stratifikatum skuamosum dan epitelium kolumnar. Zona transisi diantara kedua lapisan
ini disebut dengan squamocolumnar junction. Proses transformasi sel-sel premaligna
terjadi pada zona ini. Perubahan premaligna berupa displasia sel epitel skuamosum
disebut sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN). Cervical Intraepithelial
Neoplasia yang tidak ditangani pada stadium awal akan berkembang menjadi
karsinoma in situ hingga karsinoma invasif.9
Adapun CIN dibagi berdasarkan derajat keparahan gambaran histopatologis.
Infeksi serviks oleh HPV akan menyebabkan displasia pada sel epitel serviks. Pada
CIN 1 (low-grade CIN) terjadi displasia ringan pada 1/3 bawah lapisan epitelium. Pada
CIN 2 (moderate dysplasia CIN) displasia terjadi pada 2/3 lapisan epitelium.
Sedangkan pada CIN 3 (severe dysplasia) proses displasia melibatkan >2/3 lapisan
epitelium. Cervical Intraepithelial Neoplasia 2 dan 3 secara bersamaan disebut sebagai
high-grade CIN.9

Kanker serviks terjadi ketika proses displasia derajat tinggi melewati lapisan
membrana basalis dari epitelium serviks.9 Faktor yang menyebabkan keganasan dari
HPV adalah adanya onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan mengikat p53
sehingga kemampuan sel untuk repair DNA, apoptosis, angiogenesis, serta
penghentian pembelahan sel akan terhambat. 6,9 Selain itu, degradasi p53 oleh
onkoprotein E6 akan menyebabkan pembelahan sel tidak melewati fase G1 arrest
sehingga langsung memasuki fase S.9 Sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan
dengan protein Retinoblastoma (Rb)
Gambar 1. Proses karsinogenesis kanker serviks
yang menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi. Adanya E2F akan mengaktifkan Cyclin Dependent
Kinase (CDK) yang mana akan menyebabkan pembelahan sel dapat kembali masuk ke
dalam fase S sehingga siklus sel akan berjalan tanpa kontrol.6,9

Gambar 2. Peran onkoprotein E6 dan E7 dalam karsinogenesis serviks


Wanita dengan perilaku seksual aktif memiliki resiko terinfeksi oleh HPV
subtipe high-risk, dimana 80% diantaranya tidak akan berkembang menjadi CIN.
Human Papilloma Virus akan menghilang dalam waktu 6-8 bulan. Adapun 20%
sisanya berkembang menjadi CIN 1 hingga CIN 3 bahkan menjadi kanker invasif. 6
Sebanyak 20% wanita dengan displasia derajat tinggi akan berkembang menjadi
kanker serviks invasif dalam kurun waktu 5 tahun apabila tidak diterapi. 9 Sedangkan
pada infeksi HPV low-risk tidak akan berkembang menjadi CIN 3 ataupun karsinoma
invasif.6 Berdasarkan studi di Belanda, jarak waktu antara CIN 1 dan kanker invasif
diperkirakan 12,7 tahun. Sedangkan apabila dihitung dari infeksi HPV tipe high-risk
hingga terjadinya kanker adalah 15 tahun.6

2.5 Klasifikasi Histopatologis


Klasifikasi kanker serviks berdasarkan pemeriksaan histopatologis dibagi
menjadi tipe karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Sebanyak 85% kanker
serviks merupakan jenis karsinoma sel skuamosa, 10% merupakan jenis
adenokarsinoma, sedangkan sisanya merupakan jenis adenoskuamosa, clear cell,
ataupun small cell.6
2.6 Faktor Resiko
Faktor resiko kanker serviks secara umum dibagi menjadi faktor resiko terkait
HPV dan faktor resiko tidak terkait HPV.10 Faktor resiko terkait HPV meliputi
hubungan seksual, pasangan seksual, riwayat infeksi menular seksual, usia dan jumlah
paritas, riwayat keganasan sebelumnya, serta kondisi imunosupresi. Adapun faktor
resiko yang tidak terkait HPV meliputi status sosial-ekonomi, penggunaan kontrasepsi
oral, merokok, serta genetik.
a. Hubungan seksual
Pada wanita dengan partner seksual yang banyak ataupun wanita dengan
riwayat hubungan seksual pada usia muda merupakan faktor resiko kuat terjadinya
kanker serviks. Wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
meningkatkan resiko kanker serviks sebanyak 5 kali lipat.6
b. Karakteristik pasangan seksual
Sebuah penelitian melaporkan bahwa resiko kejadian kanker serviks pada
individu dengan 2 pasangan seksual adalah 2 kali lipat dibandingkan individu dengan
satu pasangan seksual. Adapun pada individu dengan 6 atau lebih pasangan seksual
resikonya meningkat 3 kali lipat.10 Pasangan pria dengan kanker penis ataupun
pasangan pria dari istri yang meninggal dengan kanker serviks juga meningkatkan
resiko kejadian kanker serviks.6
c. Riwayat ginekologis
Studi menunjukkan kehamilan muda (< usia 20 tahun) serta jumlah paritas
yang meningkat (3 atau lebih) dapat meningkatkan resiko kejadian kanker serviks.6, 10
d. Agen infeksius
Mutasi gen pada agen infeksius yang ditularkan melalui hubungan seksual
seperti HPV dan Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV 2) dilaporkan dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks.6 Proses karsinogenesis serviks akibat
HPV terutama subtipe 16 dan 18 disebabkan oleh onkoprotein E6 dan E7. Penelitian
juga menunjukkan adanya HSV RNA spesifik pada sampel jaringan serviks dengan
displasia. Sebanyak 90% wanita dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60%
dengan CIN diperkirakan memiliki antibodi terhadap virus.6

e. Kondisi sosio-ekonomi
Insidensi kanker serviks didapatkan lebih tinggi pada masyarakat dengan status
sosio-ekonomi yang rendah. Hal ini kemungkinan karena terbatasnya akses menuju
fasilitas kesehatan serta program skrining.10
f. Merokok
Merokok berkaitan dengan kejadian kanker serviks tipe karsinoma sel
skuamosum. Aktivitas mutasi mukus serviks serta efek imunosupresif rokok diyakini
sebagai mekanisme karsinogenesis serviks. Bahan karsinogenik dari tembakau
dilaporkan dapat merusak DNA sel epitel skuamosum serviks. Bersamaan dengan
infeksi HPV hal ini akan memicu terjadinya proses karsinogenesis serviks.6
g. Kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih dilaporkan
meningkatkan resiko kanker 2 kali lipat. Pada studi lainnya dilaporkan pada wanita
dengan HPV DNA positif, resiko kanker serviks akan meningkat 3 kali lipat apabila
mereka menggunakan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih.1 Sedangkan pada
studi review sistematik dan meta analisis didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi
oral merupakan resiko definitif terhadap karsinogenesis kanker serviks tipe
adenokarsinoma.1
h. Genetik
Studi populasi menunjukkan adanya peningkatan insidensi kanker serviks di
dalam keluarga. Hal ini dikaitkan dengan adanya variasi polimorfisme berbagai jenis
gen, meliputi gen yang mengatur produksi sitokin, angiogenesis, jalur tumor
suppressor, transduksi sinyal, serta aktivasi jalur transkripsi.10

2.7 Manifestasi Klinis


Pada stadium awal, kanker serviks jarang memunculkan gejala. Temuan kanker
serviks pada pasien asimptomatik biasanya didapatkan melalui program skrining
ataupun temuan secara tidak sengaja melalui pemeriksaan pelvis. Adapun pada
individu bergejala didapatkan gejala paling sering adalah perdarahan vagina ireguler
atau banyak serta perdarahan pasca-koitus. Manifestasi non-spesifik lain yang
mungkin ditemukan berupa discharge vagina berair, mukoid, ataupun purulen dengan
bau tidak sedap. Hal ini seringkali dianggap sebagai vaginitis ataupun servisitis.10
Sebanyak 44% pasien kanker serviks memiliki sebaran penyakit lokal pada saat
diagnosis, 36% dengan sebaran regional, serta 16% dengan metastasis jauh. Pada
kanker serviks stadium lanjut dapat dijumpai keluhan nyeri punggung bawah dan
pelvis yang menjalar ke bagian posterior dari ekstremitas bawah. Dapat pula dijumpai
gejala gastrointestinal ataupun saluran kemih seperti hematuria, hematoskezia, ataupun
keluarnya urin serta feses melalui vagina.10

2.8 Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pelvis berupa pemeriksaan inspekulo harus dilakukan pada pasien
dengan gejala yang mengarah ke kanker serviks. Pada pemeriksaan inspekulo dapat
ditemukan adanya lesi pada serviks. Semua jenis lesi yang diamati pada pemeriksaan
inspekulo harus dilakukan pemeriksaan biopsi, terkecuali pada lesi kista nabotian.
Temuan lainnya yang perlu dicurigai sebagai suatu proses keganasan serviks adalah
terabanya nodus limfatikus inguinal ataupun supraklavikular pada pemeriksaan
palpasi.10
Karsinogenesis serviks biasanya bermula pada zona tranformasi (zona antara
epitelium skuamosum ektoserviks dan epitelium kolumnar kanalis endoserviks). Lesi
yang mungkin tampak pada pemeriksaan inspekulo dapat berupa lesi ulseratif
superfisial, lesi eksofitik, ataupun lesi endofitik ke dalam kanalis endoserviks. Pada
jenis tumor yang infiltrasi ke dalam endoserviks, serviks akan tampak membesar,
halus, dan menonjol. Tampakan serviks seperti ini disebut sebagai “barrel-shaped
cervix”. Pada kanker serviks tipe adenokarsinoma, 50% tampak sebagai lesi eksofitik.
Adapun sebanyak 15% tidak terdapat lesi yang terlihat dikarenakan massa tumor
tumbuh ke dalam kanalis endoserviks.10

b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi serviks (pap smear) merupakan pemeriksaan untuk
skrining dan bukan pemeriksaan diagnostik. Temuan abnormal dari pap smear harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan seperti biopsi untuk mengkonfirmasi diagnosis. 10

Pada pasien dengan lesi serviks makroskopik, diagnosis harus dikonfirmasi


melalui prosedur biopsi lesi terlepas dari hasil sitologi serviks. Adapun pada pasien
simptomatik tanpa adanya tampakan lesi serviks (pemeriksaan pap smear abnormal)
perlu dilakukan kolposkopi dan biopsi. Pada daerah yang tidak tersedia kolposkopi
dapat dilakukan biopsi dengan metode inspeksi visual. Adapun prosedur konisasi
serviks atau eksisi loop electrosurgical wajib dilakukan apabila keganasan dicurigai
secara klinis ataupun hasil sitologi serviks namun tidak ditemukan kelainan pada hasil
biopsi.10

2.9 Stadium

Setelah penegakan diagnosis kanker serviks invasif, diperlukan adanya


penentuan stadium klinis. Adapun tujuan penentuan stadium klinis adalah untuk
memilih jenis pengobatan serta menentukan prognosis. Penentuan stadium kanker
serviks dilakukan melalui prosedur pemeriksaan fisik, biopsi serviks, endoskopi,
serta pencitraan.

Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan pelvis (inspekulo, bimanual,


pemeriksaan rektovaginal) dan pemeriksaan metastasis jauh (palpasi limfonodi
inguinal dan supraklavikular, pemeriksaan abdomen kuadran kanan atas).
Pemeriksaan biopsi meliputi kolposkopi dengan biopsi serviks atau biopsi serviks
tanpa kolposkopi, kuretasi endoserviks, dan konisasi serviks. Pada pemeriksaan
endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan histerokopi, sistoskopi, atau proktoskopi.
Adapun pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan yaitu Intravenous
Pyelogram (IVP) untuk mengevaluasi obstruksi saluran kemih, foto polos thoraks
dan skeletal untuk evaluasi metastasis. Pada fasilitas kesehatan dengan fasilitas
memadai dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan/PET CT untuk evaluasi
keterlibatan pelvis dan limfonodi paraaorta, MRI dan USG untuk evaluasi ukuran
dan ekstensi lokal dari tumor.11

Stage Deskripsi
I Karsinoma terbatas pada serviks
IA Diagnosis hanya dengan mikroskop, invasi terdalam <5 mm
IA1 Kedalaman ≤3 mm
IA2 Kedalaman >3 mm dan ≤5 mm
IB Invasi terdalam >5 mm, terbatas pada serviks
IB1 Invasi >5 mm dan ≤2 cm dalam dimensi terbesar
IB2 Invasi >2 cm dan ≤4 cm dalam dimensi terbesar
IB3 Invasi >4 cm dalam dimensi terbesar.
II Invasi melebihi uterus, tetapi belum meluas ke sepertiga bagian
bawah vagina atau ke dinding panggul.
IIA Terbatas pada 2/3 atas vagina tanpa invasi parametrial.
IIA1 Karsinoma invasif ≤4 cm dalam dimensi terbesar
IIA2 Karsinoma invasif >4 cm dalam dimensi terbesar
IIB Keterlibatan parametrial tetapi tidak melewati dinding pelvis
III Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah vagina dan/atau
meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan hidronefrosis
atau ginjal tidak berfungsi dan/atau melibatkan kelenjar getah
bening panggul dan/atau paraaorta.
IIIA Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah vagina, tanpa ekstensi
ke dinding panggul
IIIB Perluasan ke dinding panggul dan / atau hidronefrosis atau ginjal tidak
berfungsi (kecuali diketahui karena penyebab lain)
IIIC Keterlibatan kelenjar getah bening panggul dan / atau paraaorta,
terlepas dari ukuran dan luas tumor
IIIC1 Hanya metastasis ke kelenjar getah bening panggul
IIIC2 Metastasis ke kelenjar getah bening paraaorta
IV Karsinoma telah melampaui pelvis minor atau telah melibatkan
mukosa kandung kemih atau rektum
IVA Penyebaran pertumbuhan ke organ pelvis yang berdekatan.
IVB Menyebar ke organ yang jauh

2.10 Tatalaksana
Tatalaksana kanker serviks tergantung dari stadium penyakit, keterlibatan
limfonodi, komorbiditas pasien, serta faktor resiko rekurensi. Terapi dapat berupa
reseksi, radiasi, kemoterapi, ataupun kombinasi. Pada penyakit mikroinvasif (stadium
IA1) tanpa keterlibatan limfovaskular dapat diterapi dengan histerektomi sederhana.
Pada penyakit awal (stadium IA-IB1) dapat diterapi dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis. Sebuah studi Cochrane pada 401 wanita penyakit awal
(stadium IA2-IIA) dengan faktor resiko rekurensi dilaporkan terapi adjuvan
kemoradiasi berbasis platinum setelah prosedur operasi menurunkan mortalitas secara
signifikan dibandingkan dengan terapi radiasi saja.7
Pada kanker serviks lokal lanjut diterapi dengan kemoradiasi primer. Prosedur
histerektomi setelah terapi tidak berkaitan dengan peningkatan kesintasan sehingga
tidak direkomendasikan. Namun, prosedur histerektomi direkomendasikan pada pasien
dengan ukuran tumor yang besar ataupun volume tumor yang tinggi setelah terapi.7
Tatalaksana rekurensi pada kanker serviks lokal adalah prosedur reseksi disertai
histerektomi ataupun eksenterasi pelvis. Prosedur eksenterasi pelvis biasanya
diindikasikan pada wanita dengan kegagalan terapi radiasi sebelumnya dengan ataupun
tanpa histerektomi. Prosedur ini memiliki tingkat kesembuhan 50%, dengan tingkat
mortalitas 3-5%.7
Adapun pada wanita dengan penyakit metastasis lanjut dilakukan kemoterapi
(disertai dengan radiasi apabila belum dilakukan sebelumnya). Bevacizumab (Avastin)
merupakan antivascular endothelial growth factor (anti-VEGF) antibodi monoklonal
yang menghambat angiogenesis tumor. Studi RCT pada 452 pasien dengan kanker
serviks metastasis persisten dengan rekurensi dilaporkan pemberian tambahan terapi
bevacizumab pada kemoterapi berkaitan dengan peningkatan kesintasan 23% dan
memperpanjang rerata kesintasan dari 13.3 bulan menjadi 16.8 bulan apabila
dibandingkan dengan kemoterapi saja.7

2.11 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari kanker serviks meliputi kelainan lain dengan
manifestasi perdarahan uterus abnormal, discharge vagina, ataupun lesi serviks.
Manifestasi perdarahan pasca-koitus dapat ditemukan pada kasus servisitis. Adapun
lesi serviks jinak yang menyerupai kanker serviks yaitu berupa kista nabothian, kista
mesonefrik, ektropion serviks, ulkus terkait infeksi menular seksual, dan
endometriosis.10

2.12 Prognosis
Beberapa faktor prognostik kanker serviks meliputi :
a. Status Kelenjar Getah Bening (KGB)
Wanita tanpa metastasis ke KGB memiliki tingkat kesintasan 5 tahun antara 85
– 90%. Adapun wanita dengan metastasis ke KGB didapatkan tingkat kesintasan 5
tahun antara 20 – 74%, yang mana bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran
metastasis.6
b. Ukuran tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm memiliki tingkat kesintasan 90%.
Sedangkan penderita dengan ukuran tumor > 2 cm tingkat kesintasan turun menjadi
60%. Pada ukura tumor primer > 4 cm tingkat kesintasan turun menjadi 40%. Sebuah
studi menunjukkan tingkat tiga tahun bebas kanker pada penderita dengan ukuran
tumor < 3 cm adalah 85.5%, sedangkan untuk ukuran tumor >3 cm adalah 68,4%.6
c. Invasi jaringan parametrium
Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki tingkat kesintasan 5
tahun 69% dibandingkan dengan 95% pada penderita tanpa invasi. Apabila invasi
disertai KGB yang positif, tingkat kesintasan 5 tahun menjadi 39-42%.6
d. Kedalaman invasi
Invasi < 1 cm memilki tingkat kesintasan 5 tahun sekitar 90%, sedangkan pada
invasi > 1 cm tingkat kesintasan 5 tahun turun menjadi 63 – 78%.6

2.13 Prevensi
Pencegahan kanker serviks secara umum dibagi menjadi pencegahan primer
dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer meliputi menunda onset aktivitas
seksual hingga usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami, penggunaan
kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) sebagai proteksi
terhadap agen virus, serta vaksinasi HPV.6 Vaksinasi HPV memiliki tingkat proteksi
>90%.6 Terdapat 2 jenis vaksin HPV, yaitu vaksin bivalent dan tetravalent. Pada
wanita usia 9-14 tahun, vaksin diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6 bulan.
Adapun pada wanita usia di atas 15 tahun dilakukan pemberian vaksin sebanyak 3
dosis dengan interval vaksin bivalent 0 bulan, 1 bulan, dan 6 bulan. Sedangkan
interval vaksin tetravalent adalah 0 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan.8
Pencegahan sekunder berupa program skrining yang meliputi pemeriksaan
sitologi serviks (pap smear, liquid-based cytology/LBC), inspeksi visual asam asetat
(VIA) dan inspeksi visual Lugol’s yodium (VILI), serta pemeriksaan HPV. 8
Kelompok yang menjadi sasaran skrining kanker serviks adalah wanita usia 30
hingga 50 tahun. Pemeriksaan VIA atau sitologi dilakukan dengan interval tiap 3 – 5
tahun. Pemeriksaan HPV dilakukan dengan interval minimal tiap 5 tahun.8
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. H.
No.MR : 07.xx.xx
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ranai

Anamnesis
Seorang pasien perempuan usia 44 tahun datang ke IGD RSUD Natuna pada tanggal 4
Oktober 2021
Keluhan utama : Perdarahan per vagina rujukan dari PKM Tanjung dengan mioma
uteri

Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien mengeluh perdarahan per vagina sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
 Pasien mengaku mengganti kain sebanyak 4-5 helai per hari.
 Pasien juga mengeluhkan riwayat merembes air dari kemaluan terus-menerus
sejak 9 bulan sebelum masuk rumah sakit. Cairan berbau busuk seperti nanah.
 Dalam 9 bulan ini pasien mengaku tidak melakukan hubungan seksual lagi
karena nyeri. Riwayat perdarahan saat berhubungan seksual disangkal.
 Keluhan nyeri punggung bawah ataupun panggul disangkal.
 Keluhan nyeri pada tulang disangkal.
 Pasien mengaku nafsu makan menurun dengan adanya penurunan berat badan
drastis dimana semua pakaian pasien terasa longgar.
 BAB dan BAK dalam batas normal.
 Pasien mengaku tidak memiliki kebiasaan merokok.
 Pasien belum pernah berobat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat keganasan sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma daerah panggul disangkal.
 Riwayat teraba benjolan di area perut disangkal.
 Riwayat perdarahan sulit berhenti disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat keluhan serupa.
 Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat keganasan.

Riwayat Menstruasi :
Riwayat menarche usia 13 tahun. Siklus menstruasi mulai tidak teratur dalam 1 tahun
ini. Kadang pada awal bulan, kadang pada pertengahan bulan. Durasi menstruasi 3-4
hari. Pasien mengaku biasanya mengganti kain sebanyak 2 helai pada saat menstruasi.

Riwayat Perkawinan :
Pasien menikah satu kali pada usia 13 tahun. Berhubungan seksual pertama kali pada
usia 13 tahun.

Riwayat Obstetri :
P8A1. Riwayat abortus pada gravid ke-4.

Riwayat penggunaan KB :
Pasien riwayat menggunakan KB suntik selama 5 tahun, sudah berhenti selama 10
tahun yang lalu.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami pasien bekerja sebagai nelayan.
Pendidikan terakhir pasien dan suami pasien adalah SD. Suami pasien memiliki
kebiasaan merokok di dalam rumah. Riwayat keganasan pada suami disangkal.
Pemeriksaan fisik (Hari ke-1 di IGD tanggal 4 Oktober 2021)
Keadaan umum : lemah, compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 127/78 mmHg
Laju nadi : 138 x/ menit, reguler, kuat
Laju nafas : 20 x/ menit, reguler
Suhu : 38.5 0C
SpO2 : 100% (tanpa oksigen)
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 46 kg

Pemeriksaan fisik
Sistem Deskripsi
Kepala Tidak ada deformitas
Rambut Warna hitam, tidak alopecia
Mata Konjungtiva pucat, sklera putih, refleks cahaya dbn
Mulut oral hygiene baik, mukosa mulut normal, uvula di tengah, lidah
merah berpapil di tengah
Leher Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat
pembesaran tiroid
Dada Gerakan dinding dada simetris, tidak tampak retraksi
Jantung Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat murmur atau gallop
Paru Vesikular di kedua lapang paru, tidak ada ronki ataupun
wheezing
Abdomen Datar. Supel. Hepar dan lien tidak teraba. Bising usus normal.
Tidak terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas Akral hangat, nadi teraba kuat, waktu pengisian kapiler <2 detik.
Tidak terdapat edema pitting. Tidak terdapat jari tabuh.
Integumen Tidak terdapat sianosis. Palmar dan plantar tampak pucat.
Status Ginekologis
Pemeriksaan luar : tidak terdapat eritema atau luka pada vulva, massa tidak
teraba, tidak terdapat nyeri tekan vulva, tidak teraba
pembesaran limfonodi inguinal.
Inspekulo : vulvo-vaginal dalam batas normal, portio sulit dinilai, tampak
massa keputihan berdungkul-dungkul pada portio arah jam 1,
terdapat perdarahan aktif.
Pemeriksaan dalam : teraba massa berdungkul pada portio arah jam 1, eksofitik,
rapuh, mudah berdarah, adnexa parametrium kanan-kiri tegang.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pemeriksaan 4-10-2021 Satuan Rujukan
Hemoglobin 5.5 g/dL 13 - 17
Hematokrit 18.3 % 40 - 50
Eritrosit 2.29 106/uL 4.5 - 5.5
MCV/VER 80.0 fL 83 - 101
MCH/HER 24.1 Pg 27 - 32
MCHC/KHER 30.1 g/dL 31.5 - 34.5
Trombosit 488 103/μL 150 - 410
Leukosit 7.82 103/μL 4.00 - 10.00
Basofil 0.2 % 0.0 – 1.5
Eosinofil 0.6 % 0.0 – 0.5
Monosit 7.9 % 3.0 – 7.0
Limfosit 18.7 % 21 – 40
Neutrofil 72.6 % 40 – 75

Diagnosis Kerja
- Anemia gravis ec suspek CA serviks pada ibu P8A1
Tatalaksana :
-
IVFD RL 20 tpm

Konsul dr. Hermanto, Sp.OG. Advis:


-
IVFD NaCl 0.9% per 8 jam dengan abocath 18G dan tranfusion set
-
Transfusi PRC 3 kolf (1 kolf/4 jam), jarak 6 jam
-
Premedikasi injeksi Difenhidramin 10 mg (15 menit sebelum transfusi)
-
Injeksi furosemid 20 mg setelah transfusi 1 kolf
-
Parasetamol 500 mg/6 jam PO
-
Injeksi asam traneksamat 1 gram / 8 jam
-
Pasang folley catheter dan urine bag
-
Awasi tanda-tanda syok hipovolemik, reaksi hipersensitivitas transfusi darah
dan sepsis.
-
Rencana biopsi massa serviks apabila KU membaik
-
Diet TKTP
-
Monitor TTV per jam selama transfusi, bila KU membaik dilanjutkan per 4 jam
-
Monitor urine output per 6 jam.

Edukasi
 Menjelaskan mengenai tanda dan gejala kanker serviks
 Menjelaskan mengenai faktor resiko kanker serviks
 Menjelaskan mengenai proses perjalanan penyakit pada kanker serviks
 Menjelaskan mengenai terapi yang diberikan serta tujuannya.
 Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin timbul
 Menjelaskan mengenai prognosis kanker serviks
BAB 4

DISKUSI

Nyonya H, 44 tahun, datang dengan keluhan perdarahan per vaginam.


Pertimbangan klinis mengenai keluhan perdarahan dari kemaluan yang abnormal dapat
disebabkan oleh keganasan, gangguan endokrinologi atau fertilitas, infeksi genital,
gangguan medis lain, atau trauma pada daerah kemaluan. Pada kasus ini perlu
dicurigai adanya suatu proses keganasan pada serviks. Pasien juga memiliki beberapa
faktor resiko kanker serviks. Usia pasien saat pertama kali melakukan hubungan
seksual menjadi faktor predisposisi dari kanker serviks, yaitu pasien mulai
berhubungan seksual sejak usia 13 tahun. Aktivitas seksual dini merupakan salah satu
faktor risiko dari kejadian kanker serviks. Hal ini dikarenakan kanker serviks muncul
di squamocolumnar junction antara epitel kolumnar endoserviks dan epitel skuamosa
dari ektoserviks yang menyebabkan adanya perubahan metaplastik terus menerus.
Jumlah paritas yang meningkat (3 atau lebih) juga meningkatkan resiko kejadian
kanker serviks, dimana pasien di kasus memiliki paritas berjumlah 8. Faktor
predisposisi lainnya adalah status sosial ekonomi yang rendah sehingga akses menuju
pelayanan kesehatan juga terbatas. Rendahnya tingkat kesadaran untuk melakukukan
skrining kanker serviks juga menjadi faktor predisposisi. Selain itu, pasien mengaku
bahwa suami memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah, yang mana merokok juga
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Berdasarkan anamnesis lebih lanjut
didapatkan riwayat keluhan berupa keluar keputihan yang berbau seperti nanah dari
vagina sejak 9 bulan sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan penelusuran literatur,
manifestasi ini merupakan manifestasi non-spesifik dari kanker serviks dan seringkali
didiagnosis sebagai servisitis ataupun vaginitis.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum didapatkan pasien tampak lemah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan pucat pada palmar dan plantar
yang menandakan keadaan anemia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dua hal: 1)
perdarahan akut yang dialami pasien, dan 2) penyakit kronik, yang dalam hal ini
kecurigaan keganasan, yang diderita pasien. Adapun dari pemeriksaan status
ginekologi didapatkan pada pemeriksaan luar tidak terlihat adanya eritema ataupun
massa pada vulva, tidak terdapat nyeri tekan, serta pada perabaan limfonodi inguinal
tidak teraba membesar. Pemeriksaan inspekulo didapatkan vulva vagina dalam batas
normal, portio sulit dinilai, tampak massa keputihan berdungku-dungkul pada portio
arah jam 1, terdapat perdarahan aktif. Adapun hasil pemeriksaan dalam teraba massa
berdungkul pada portio arah jam 1, eksofitik, rapuh, mudah berdarah, adnexa
parametrium kanan-kiri tegang. Temuan dari pemeriksaan ini menunjukkan adanya
tanda-tanda keganasan pada serviks.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb 5.5 g/dL, eritrosit
2.290.000/mm3, leukosit 7.820/mm3, dan hematokrit 18.3%. Kadar Hb, eritrosit dan
hematokrit yang rendah dapat dikarenakan perdarahan yang dialami pasien, didukung
juga dengan pemeriksaan fisik yaitu konjungtiva anemis serta kepucatan pada palmar
dan plantar. Penyebab kondisi anemia pada penderita kanker adalah multifaktorial
seperti akibat kondisi defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12,
gangguan ginjal, keterlibatan sumsum tulang, perdarahan, efek terapi kanker baik
kemoterapi maupun radioterapi, kondisi inflamasi atau aktivasi dari sistem imun dan
akibat terjadinya hemolisis. Pada kasus ini, didapatkan nilai MCV, MCH, dan MCHC
menurun, sehingga jenis anemia yang didapat adalah anemia mikrositik hipokromik.
Anemia yang terjadi pada kasus keganasan saat ini sering disebut sebagai cancer-
related anemia. Hematoktrit pada pasien didapati menurun. Hematokrit merupakan
bagian viskositas darah. Kadar Hb dan hemotokrit terkadang digunakan bergantian
untuk menentukan adanya anemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Zhang, S., Xu, H., Zhang, L., & Qiao, Y. (2020). Cervical cancer: Epidemiology,
risk factors and screening. Chinese journal of cancer research = Chung-kuo yen
cheng yen chiu, 32(6), 720–728. https://doi.org/10.21147/j.issn.1000-
9604.2020.06.05
2. Hull, R., Mbele, M., Makhafola, T., Hicks, C., Wang, S., Reis, R.M. ... Dlamini,
Z. (2020). Cervical cancer in low and middle-income countries (Review).
Oncology Letters, 20, 2058-2074. https://doi.org/10.3892/ol.2020.11754
3. Kunkule, Rakhi & Pakale, Ruchita & Jadhav, Swati & Nerkar, Amit. (2020).
Review on Cervical Cancer. 02.
4. Bruni L, Albero G, Serrano B, Mena M, Collado JJ, Gómez D, Muñoz J, Bosch FX, de
Sanjosé S. ICO/IARC Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information
Centre). Human Papillomavirus and Related Diseases in Indonesia. Summary Report 22
October 2021. [Date Accessed]
5. Ibeanu, O. A. (2011). Molecular pathogenesis of cervical cancer. Cancer Biology
& Therapy, 11(3), 295–306. doi:10.4161/cbt.11.3.14686
6. Rasjidi, I. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer,
III(3), 103-108.
7. Wipperman J, Neil T, Williams T. Cervical Cancer: Evaluation and Management.
Am Fam Physician. 2018 Apr 1;97(7):449-454. PMID: 29671552.
8. Chee Kai Chan, Gulzhanat Aimagambetova, Talshyn Ukybassova, Kuralay
Kongrtay, Azliyati Azizan, "Human Papillomavirus Infection and Cervical
Cancer: Epidemiology, Screening, and Vaccination—Review of Current
Perspectives", Journal of Oncology, vol. 2019, Article ID 3257939, 11 pages,
2019. https://doi.org/10.1155/2019/3257939
9. Balasubramaniam, S. D., Balakrishnan, V., Oon, C. E., & Kaur, G. (2019). Key
Molecular Events in Cervical Cancer Development. Medicina (Kaunas,
Lithuania), 55(7), 384. https://doi.org/10.3390/medicina55070384
10. Frumovitz, M. (2021). Invasive cervical cancer: Epidemiology, risk factors,
clinical manifestations, and diagnosis. Diakses dari :
https://www.uptodate.com/contents/invasive-cervical-cancer-epidemiology-risk-
factors-clinical-manifestations-and-diagnosis#H1088023. 11 November 2021.
11. Frumovitz, M. (2021). Invasive cervical cancer: Staging and evaluation of lymph
nodes. Diakses dari : https://www.uptodate.com/contents/invasive-cervical-
cancer-staging-and-evaluation-of-lymph-nodes?sectionName=STAGING
%20PROCEDURE&topicRef=3179&anchor=H5&source=see_link#H5. 11
November 2021.

Anda mungkin juga menyukai