Kanker Serviks
Oleh:
dr. Handi Virawan
Preseptor :
dr. Imawarni
Kanker serviks merupakan jenis tumor maligna yang terjadi pada leher rahim.
Kelainan ini merupakan jenis keganasan nomor dua terbanyak yang dijumpai pada
wanita di dunia.1,2 Sebanyak 85% kematian akibat kanker serviks terjadi di negara
berkembang, dimana angka kematian dijumpai 18 kali lipat lebih tinggi pada negara-
negara dengan pendapatan rendah dan menengah ke bawah.2 Angka kejadian kanker
serviks di Indonesia diperkirakan sebanyak 36.633 kasus baru pada tahun 2020,
dimana menempati urutan nomor 2 keganasan terbanyak pada wanita usia 15-44
tahun di Indonesia. Adapun angka kematian akibat kanker serviks di Indonesia juga
menempati urutan nomor 2 kematian akibat keganasan terbanyak pada wanita usia
15-44 tahun, dengan jumlah estimasi pada tahun 2020 diperkirakan sebanyak 21.003
kasus.4
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi persisten Human Papilloma Virus
(HPV) tipe 16 dan 18 yang merupakan tipe risiko tinggi. 2 Merokok juga dilaporkan
berperan di dalam patogenesis kanker serviks.1 Hubungan seksual pada usia muda
serta jumlah pasangan seksual yang multipel dilaporkan sebagai faktor resiko kuat
terhadap kejadian kanker serviks.1 Terdapat dua klasifikasi histologi dari kanker
serviks, yaitu adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa (KSS), dimana tipe yang
paling banyak ditemukan adalah KSS yaitu sebanyak 70%.2
Tingginya kasus kanker serviks pada negara-negara di Asia Tenggara
dikarenakan prevalensi HPV yang tinggi dan rendahnya program skrining yang
dilakukan.3 Meskipun angka kejadian dan mortalitas yang tinggi, kanker serviks
merupakan jenis keganasan yang dapat dicegah. Diperlukan adanya upaya
pencegahan dengan pendekatan berbasis komunitas. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan berupa prosedur skrining kanker serviks serta vaksinasi HPV.1 Pada
laporan kasus ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai kanker serviks secara
lebih mendalam, meliputi perjalanan penyakit, manifestasi klinis, diagnosis, serta
upaya prevensi.
1.2 Batasan Penulisan
Penulisan case report ini dibatasi mengenai kanker serviks yang mencakup
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, faktor resiko, manifestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta upaya preventif.
2.1 Definisi
Kanker serviks merupakan suatu bentuk tumor ganas pada leher rahim (serviks)
yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) subtipe high-risk.
Adanya infeksi HPV ini akan menyebabkan pertumbuhan abnormal dari jaringan leher
rahim.5
2.2 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat keganasan pada
wanita. Sebanyak 10-40% wanita usia muda terdiagnosis dengan kanker serviks
dalam 30 tahun terakhir di dunia. Angka kejadian kanker serviks ditemukan lebih
tinggi pada negara berkembang dan merupakan jenis keganasan nomor 2 terbanyak
pada wanita setelah kanker payudara. Adapun pada negara maju kanker serviks
berada pada peringkat 10 terbanyak keganasan pada wanita. Pada tahun 2008,
kejadian kanker serviks di dunia sebanyak 570.000 kasus dengan angka kematian
sebanyak 311.000, dimana merupakan peringkat 4 terbanyak penyebab kematian
akibat kanker pada wanita. Sebanyak 85% dari angka kematian ini terjadi pada negara
berkembang.1
Wanita yang tinggal di negara berkembang dan berusia di bawah 25 tahun
memiliki prevalensi kanker serviks yang lebih tinggi (15-45%).8 Kanker serviks
merupakan penyebab keganasan utama pada wanita di daerah Afrika Sub-Sahara dan
Asia Tenggara.2 Pada sebuah studi meta-analisis dilaporkan sebanyak 12% wanita
dengan HPV DNA positif tidak didapatkan lesi pada serviks. 8 Pada studi lainnya
dilaporkan sebanyak 10,4% pasien dengan temuan histopatologi normal didapatkan
subtipe HPV baik high-risk maupun low-risk.8
Kejadian kanker serviks di Indonesia diperkirakan sebanyak 40 ribu kasus
baru setiap tahunnya. Berdasarkan data kanker berbasis 13 pusat laboratorium
patologi di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak di Indonesia
dengan jumlah kasus 36%. Angka kejadian kanker serviks di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo yaitu sebanyak 76,2% dari keseluruhan kanker ginekologi. Di antara
pasien ini didapatkan stadium IIB-IVB sebagai kelompok terbanyak, yaitu sebanyak
66,4%. Adapun kasus stadium IIIB didapatkan sebanyak 37,3% kasus.6
2.4 Patogenesis
Serviks merupakan bagian terbawah dari rahim yang memiliki bentuk silinder.
Bagian ini berhubungan dengan vagina melalui kanalis endoservikal. Adapun kanalis
endoservikal terdiri dari ektoserviks dan endoserviks yang tersusun atas epitelium
stratifikatum skuamosum dan epitelium kolumnar. Zona transisi diantara kedua lapisan
ini disebut dengan squamocolumnar junction. Proses transformasi sel-sel premaligna
terjadi pada zona ini. Perubahan premaligna berupa displasia sel epitel skuamosum
disebut sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN). Cervical Intraepithelial
Neoplasia yang tidak ditangani pada stadium awal akan berkembang menjadi
karsinoma in situ hingga karsinoma invasif.9
Adapun CIN dibagi berdasarkan derajat keparahan gambaran histopatologis.
Infeksi serviks oleh HPV akan menyebabkan displasia pada sel epitel serviks. Pada
CIN 1 (low-grade CIN) terjadi displasia ringan pada 1/3 bawah lapisan epitelium. Pada
CIN 2 (moderate dysplasia CIN) displasia terjadi pada 2/3 lapisan epitelium.
Sedangkan pada CIN 3 (severe dysplasia) proses displasia melibatkan >2/3 lapisan
epitelium. Cervical Intraepithelial Neoplasia 2 dan 3 secara bersamaan disebut sebagai
high-grade CIN.9
Kanker serviks terjadi ketika proses displasia derajat tinggi melewati lapisan
membrana basalis dari epitelium serviks.9 Faktor yang menyebabkan keganasan dari
HPV adalah adanya onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan mengikat p53
sehingga kemampuan sel untuk repair DNA, apoptosis, angiogenesis, serta
penghentian pembelahan sel akan terhambat. 6,9 Selain itu, degradasi p53 oleh
onkoprotein E6 akan menyebabkan pembelahan sel tidak melewati fase G1 arrest
sehingga langsung memasuki fase S.9 Sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan
dengan protein Retinoblastoma (Rb)
Gambar 1. Proses karsinogenesis kanker serviks
yang menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi. Adanya E2F akan mengaktifkan Cyclin Dependent
Kinase (CDK) yang mana akan menyebabkan pembelahan sel dapat kembali masuk ke
dalam fase S sehingga siklus sel akan berjalan tanpa kontrol.6,9
e. Kondisi sosio-ekonomi
Insidensi kanker serviks didapatkan lebih tinggi pada masyarakat dengan status
sosio-ekonomi yang rendah. Hal ini kemungkinan karena terbatasnya akses menuju
fasilitas kesehatan serta program skrining.10
f. Merokok
Merokok berkaitan dengan kejadian kanker serviks tipe karsinoma sel
skuamosum. Aktivitas mutasi mukus serviks serta efek imunosupresif rokok diyakini
sebagai mekanisme karsinogenesis serviks. Bahan karsinogenik dari tembakau
dilaporkan dapat merusak DNA sel epitel skuamosum serviks. Bersamaan dengan
infeksi HPV hal ini akan memicu terjadinya proses karsinogenesis serviks.6
g. Kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih dilaporkan
meningkatkan resiko kanker 2 kali lipat. Pada studi lainnya dilaporkan pada wanita
dengan HPV DNA positif, resiko kanker serviks akan meningkat 3 kali lipat apabila
mereka menggunakan kontrasepsi oral selama 5 tahun atau lebih.1 Sedangkan pada
studi review sistematik dan meta analisis didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi
oral merupakan resiko definitif terhadap karsinogenesis kanker serviks tipe
adenokarsinoma.1
h. Genetik
Studi populasi menunjukkan adanya peningkatan insidensi kanker serviks di
dalam keluarga. Hal ini dikaitkan dengan adanya variasi polimorfisme berbagai jenis
gen, meliputi gen yang mengatur produksi sitokin, angiogenesis, jalur tumor
suppressor, transduksi sinyal, serta aktivasi jalur transkripsi.10
2.8 Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pelvis berupa pemeriksaan inspekulo harus dilakukan pada pasien
dengan gejala yang mengarah ke kanker serviks. Pada pemeriksaan inspekulo dapat
ditemukan adanya lesi pada serviks. Semua jenis lesi yang diamati pada pemeriksaan
inspekulo harus dilakukan pemeriksaan biopsi, terkecuali pada lesi kista nabotian.
Temuan lainnya yang perlu dicurigai sebagai suatu proses keganasan serviks adalah
terabanya nodus limfatikus inguinal ataupun supraklavikular pada pemeriksaan
palpasi.10
Karsinogenesis serviks biasanya bermula pada zona tranformasi (zona antara
epitelium skuamosum ektoserviks dan epitelium kolumnar kanalis endoserviks). Lesi
yang mungkin tampak pada pemeriksaan inspekulo dapat berupa lesi ulseratif
superfisial, lesi eksofitik, ataupun lesi endofitik ke dalam kanalis endoserviks. Pada
jenis tumor yang infiltrasi ke dalam endoserviks, serviks akan tampak membesar,
halus, dan menonjol. Tampakan serviks seperti ini disebut sebagai “barrel-shaped
cervix”. Pada kanker serviks tipe adenokarsinoma, 50% tampak sebagai lesi eksofitik.
Adapun sebanyak 15% tidak terdapat lesi yang terlihat dikarenakan massa tumor
tumbuh ke dalam kanalis endoserviks.10
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sitologi serviks (pap smear) merupakan pemeriksaan untuk
skrining dan bukan pemeriksaan diagnostik. Temuan abnormal dari pap smear harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan seperti biopsi untuk mengkonfirmasi diagnosis. 10
2.9 Stadium
Stage Deskripsi
I Karsinoma terbatas pada serviks
IA Diagnosis hanya dengan mikroskop, invasi terdalam <5 mm
IA1 Kedalaman ≤3 mm
IA2 Kedalaman >3 mm dan ≤5 mm
IB Invasi terdalam >5 mm, terbatas pada serviks
IB1 Invasi >5 mm dan ≤2 cm dalam dimensi terbesar
IB2 Invasi >2 cm dan ≤4 cm dalam dimensi terbesar
IB3 Invasi >4 cm dalam dimensi terbesar.
II Invasi melebihi uterus, tetapi belum meluas ke sepertiga bagian
bawah vagina atau ke dinding panggul.
IIA Terbatas pada 2/3 atas vagina tanpa invasi parametrial.
IIA1 Karsinoma invasif ≤4 cm dalam dimensi terbesar
IIA2 Karsinoma invasif >4 cm dalam dimensi terbesar
IIB Keterlibatan parametrial tetapi tidak melewati dinding pelvis
III Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah vagina dan/atau
meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan hidronefrosis
atau ginjal tidak berfungsi dan/atau melibatkan kelenjar getah
bening panggul dan/atau paraaorta.
IIIA Karsinoma melibatkan sepertiga bagian bawah vagina, tanpa ekstensi
ke dinding panggul
IIIB Perluasan ke dinding panggul dan / atau hidronefrosis atau ginjal tidak
berfungsi (kecuali diketahui karena penyebab lain)
IIIC Keterlibatan kelenjar getah bening panggul dan / atau paraaorta,
terlepas dari ukuran dan luas tumor
IIIC1 Hanya metastasis ke kelenjar getah bening panggul
IIIC2 Metastasis ke kelenjar getah bening paraaorta
IV Karsinoma telah melampaui pelvis minor atau telah melibatkan
mukosa kandung kemih atau rektum
IVA Penyebaran pertumbuhan ke organ pelvis yang berdekatan.
IVB Menyebar ke organ yang jauh
2.10 Tatalaksana
Tatalaksana kanker serviks tergantung dari stadium penyakit, keterlibatan
limfonodi, komorbiditas pasien, serta faktor resiko rekurensi. Terapi dapat berupa
reseksi, radiasi, kemoterapi, ataupun kombinasi. Pada penyakit mikroinvasif (stadium
IA1) tanpa keterlibatan limfovaskular dapat diterapi dengan histerektomi sederhana.
Pada penyakit awal (stadium IA-IB1) dapat diterapi dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis. Sebuah studi Cochrane pada 401 wanita penyakit awal
(stadium IA2-IIA) dengan faktor resiko rekurensi dilaporkan terapi adjuvan
kemoradiasi berbasis platinum setelah prosedur operasi menurunkan mortalitas secara
signifikan dibandingkan dengan terapi radiasi saja.7
Pada kanker serviks lokal lanjut diterapi dengan kemoradiasi primer. Prosedur
histerektomi setelah terapi tidak berkaitan dengan peningkatan kesintasan sehingga
tidak direkomendasikan. Namun, prosedur histerektomi direkomendasikan pada pasien
dengan ukuran tumor yang besar ataupun volume tumor yang tinggi setelah terapi.7
Tatalaksana rekurensi pada kanker serviks lokal adalah prosedur reseksi disertai
histerektomi ataupun eksenterasi pelvis. Prosedur eksenterasi pelvis biasanya
diindikasikan pada wanita dengan kegagalan terapi radiasi sebelumnya dengan ataupun
tanpa histerektomi. Prosedur ini memiliki tingkat kesembuhan 50%, dengan tingkat
mortalitas 3-5%.7
Adapun pada wanita dengan penyakit metastasis lanjut dilakukan kemoterapi
(disertai dengan radiasi apabila belum dilakukan sebelumnya). Bevacizumab (Avastin)
merupakan antivascular endothelial growth factor (anti-VEGF) antibodi monoklonal
yang menghambat angiogenesis tumor. Studi RCT pada 452 pasien dengan kanker
serviks metastasis persisten dengan rekurensi dilaporkan pemberian tambahan terapi
bevacizumab pada kemoterapi berkaitan dengan peningkatan kesintasan 23% dan
memperpanjang rerata kesintasan dari 13.3 bulan menjadi 16.8 bulan apabila
dibandingkan dengan kemoterapi saja.7
2.12 Prognosis
Beberapa faktor prognostik kanker serviks meliputi :
a. Status Kelenjar Getah Bening (KGB)
Wanita tanpa metastasis ke KGB memiliki tingkat kesintasan 5 tahun antara 85
– 90%. Adapun wanita dengan metastasis ke KGB didapatkan tingkat kesintasan 5
tahun antara 20 – 74%, yang mana bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran
metastasis.6
b. Ukuran tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm memiliki tingkat kesintasan 90%.
Sedangkan penderita dengan ukuran tumor > 2 cm tingkat kesintasan turun menjadi
60%. Pada ukura tumor primer > 4 cm tingkat kesintasan turun menjadi 40%. Sebuah
studi menunjukkan tingkat tiga tahun bebas kanker pada penderita dengan ukuran
tumor < 3 cm adalah 85.5%, sedangkan untuk ukuran tumor >3 cm adalah 68,4%.6
c. Invasi jaringan parametrium
Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki tingkat kesintasan 5
tahun 69% dibandingkan dengan 95% pada penderita tanpa invasi. Apabila invasi
disertai KGB yang positif, tingkat kesintasan 5 tahun menjadi 39-42%.6
d. Kedalaman invasi
Invasi < 1 cm memilki tingkat kesintasan 5 tahun sekitar 90%, sedangkan pada
invasi > 1 cm tingkat kesintasan 5 tahun turun menjadi 63 – 78%.6
2.13 Prevensi
Pencegahan kanker serviks secara umum dibagi menjadi pencegahan primer
dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer meliputi menunda onset aktivitas
seksual hingga usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami, penggunaan
kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) sebagai proteksi
terhadap agen virus, serta vaksinasi HPV.6 Vaksinasi HPV memiliki tingkat proteksi
>90%.6 Terdapat 2 jenis vaksin HPV, yaitu vaksin bivalent dan tetravalent. Pada
wanita usia 9-14 tahun, vaksin diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval 6 bulan.
Adapun pada wanita usia di atas 15 tahun dilakukan pemberian vaksin sebanyak 3
dosis dengan interval vaksin bivalent 0 bulan, 1 bulan, dan 6 bulan. Sedangkan
interval vaksin tetravalent adalah 0 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan.8
Pencegahan sekunder berupa program skrining yang meliputi pemeriksaan
sitologi serviks (pap smear, liquid-based cytology/LBC), inspeksi visual asam asetat
(VIA) dan inspeksi visual Lugol’s yodium (VILI), serta pemeriksaan HPV. 8
Kelompok yang menjadi sasaran skrining kanker serviks adalah wanita usia 30
hingga 50 tahun. Pemeriksaan VIA atau sitologi dilakukan dengan interval tiap 3 – 5
tahun. Pemeriksaan HPV dilakukan dengan interval minimal tiap 5 tahun.8
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. H.
No.MR : 07.xx.xx
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ranai
Anamnesis
Seorang pasien perempuan usia 44 tahun datang ke IGD RSUD Natuna pada tanggal 4
Oktober 2021
Keluhan utama : Perdarahan per vagina rujukan dari PKM Tanjung dengan mioma
uteri
Riwayat Menstruasi :
Riwayat menarche usia 13 tahun. Siklus menstruasi mulai tidak teratur dalam 1 tahun
ini. Kadang pada awal bulan, kadang pada pertengahan bulan. Durasi menstruasi 3-4
hari. Pasien mengaku biasanya mengganti kain sebanyak 2 helai pada saat menstruasi.
Riwayat Perkawinan :
Pasien menikah satu kali pada usia 13 tahun. Berhubungan seksual pertama kali pada
usia 13 tahun.
Riwayat Obstetri :
P8A1. Riwayat abortus pada gravid ke-4.
Riwayat penggunaan KB :
Pasien riwayat menggunakan KB suntik selama 5 tahun, sudah berhenti selama 10
tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Sistem Deskripsi
Kepala Tidak ada deformitas
Rambut Warna hitam, tidak alopecia
Mata Konjungtiva pucat, sklera putih, refleks cahaya dbn
Mulut oral hygiene baik, mukosa mulut normal, uvula di tengah, lidah
merah berpapil di tengah
Leher Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat
pembesaran tiroid
Dada Gerakan dinding dada simetris, tidak tampak retraksi
Jantung Bunyi jantung I-II normal, tidak terdapat murmur atau gallop
Paru Vesikular di kedua lapang paru, tidak ada ronki ataupun
wheezing
Abdomen Datar. Supel. Hepar dan lien tidak teraba. Bising usus normal.
Tidak terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas Akral hangat, nadi teraba kuat, waktu pengisian kapiler <2 detik.
Tidak terdapat edema pitting. Tidak terdapat jari tabuh.
Integumen Tidak terdapat sianosis. Palmar dan plantar tampak pucat.
Status Ginekologis
Pemeriksaan luar : tidak terdapat eritema atau luka pada vulva, massa tidak
teraba, tidak terdapat nyeri tekan vulva, tidak teraba
pembesaran limfonodi inguinal.
Inspekulo : vulvo-vaginal dalam batas normal, portio sulit dinilai, tampak
massa keputihan berdungkul-dungkul pada portio arah jam 1,
terdapat perdarahan aktif.
Pemeriksaan dalam : teraba massa berdungkul pada portio arah jam 1, eksofitik,
rapuh, mudah berdarah, adnexa parametrium kanan-kiri tegang.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pemeriksaan 4-10-2021 Satuan Rujukan
Hemoglobin 5.5 g/dL 13 - 17
Hematokrit 18.3 % 40 - 50
Eritrosit 2.29 106/uL 4.5 - 5.5
MCV/VER 80.0 fL 83 - 101
MCH/HER 24.1 Pg 27 - 32
MCHC/KHER 30.1 g/dL 31.5 - 34.5
Trombosit 488 103/μL 150 - 410
Leukosit 7.82 103/μL 4.00 - 10.00
Basofil 0.2 % 0.0 – 1.5
Eosinofil 0.6 % 0.0 – 0.5
Monosit 7.9 % 3.0 – 7.0
Limfosit 18.7 % 21 – 40
Neutrofil 72.6 % 40 – 75
Diagnosis Kerja
- Anemia gravis ec suspek CA serviks pada ibu P8A1
Tatalaksana :
-
IVFD RL 20 tpm
Edukasi
Menjelaskan mengenai tanda dan gejala kanker serviks
Menjelaskan mengenai faktor resiko kanker serviks
Menjelaskan mengenai proses perjalanan penyakit pada kanker serviks
Menjelaskan mengenai terapi yang diberikan serta tujuannya.
Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin timbul
Menjelaskan mengenai prognosis kanker serviks
BAB 4
DISKUSI
1. Zhang, S., Xu, H., Zhang, L., & Qiao, Y. (2020). Cervical cancer: Epidemiology,
risk factors and screening. Chinese journal of cancer research = Chung-kuo yen
cheng yen chiu, 32(6), 720–728. https://doi.org/10.21147/j.issn.1000-
9604.2020.06.05
2. Hull, R., Mbele, M., Makhafola, T., Hicks, C., Wang, S., Reis, R.M. ... Dlamini,
Z. (2020). Cervical cancer in low and middle-income countries (Review).
Oncology Letters, 20, 2058-2074. https://doi.org/10.3892/ol.2020.11754
3. Kunkule, Rakhi & Pakale, Ruchita & Jadhav, Swati & Nerkar, Amit. (2020).
Review on Cervical Cancer. 02.
4. Bruni L, Albero G, Serrano B, Mena M, Collado JJ, Gómez D, Muñoz J, Bosch FX, de
Sanjosé S. ICO/IARC Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information
Centre). Human Papillomavirus and Related Diseases in Indonesia. Summary Report 22
October 2021. [Date Accessed]
5. Ibeanu, O. A. (2011). Molecular pathogenesis of cervical cancer. Cancer Biology
& Therapy, 11(3), 295–306. doi:10.4161/cbt.11.3.14686
6. Rasjidi, I. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer,
III(3), 103-108.
7. Wipperman J, Neil T, Williams T. Cervical Cancer: Evaluation and Management.
Am Fam Physician. 2018 Apr 1;97(7):449-454. PMID: 29671552.
8. Chee Kai Chan, Gulzhanat Aimagambetova, Talshyn Ukybassova, Kuralay
Kongrtay, Azliyati Azizan, "Human Papillomavirus Infection and Cervical
Cancer: Epidemiology, Screening, and Vaccination—Review of Current
Perspectives", Journal of Oncology, vol. 2019, Article ID 3257939, 11 pages,
2019. https://doi.org/10.1155/2019/3257939
9. Balasubramaniam, S. D., Balakrishnan, V., Oon, C. E., & Kaur, G. (2019). Key
Molecular Events in Cervical Cancer Development. Medicina (Kaunas,
Lithuania), 55(7), 384. https://doi.org/10.3390/medicina55070384
10. Frumovitz, M. (2021). Invasive cervical cancer: Epidemiology, risk factors,
clinical manifestations, and diagnosis. Diakses dari :
https://www.uptodate.com/contents/invasive-cervical-cancer-epidemiology-risk-
factors-clinical-manifestations-and-diagnosis#H1088023. 11 November 2021.
11. Frumovitz, M. (2021). Invasive cervical cancer: Staging and evaluation of lymph
nodes. Diakses dari : https://www.uptodate.com/contents/invasive-cervical-
cancer-staging-and-evaluation-of-lymph-nodes?sectionName=STAGING
%20PROCEDURE&topicRef=3179&anchor=H5&source=see_link#H5. 11
November 2021.