KANKER SERVIKS
Penyaji :
Efa Transiani,S.ked
10310119
I. PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks.
Kejadian dan kematian kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah
kanker payudara. Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1 juta perempuan
menderita kanker leher rahim1 dan 3-7 juta orang perempuan memiliki lesi prekanker
derajat tinggi (high grade dysplasia). Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan,
terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker
leher rahim, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Angka insidens tertinggi
ditemukan di negara-negara Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika timur, Asia
selatan, Asia tenggara dan Malaysia . 1.2
DEFINISI
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel baru yang ganas terdiri dari epiteliel
yang
cenderung
mengilfiltrasi
jaringan
sekitarnya
dan
menimbulkan
EPIDEMIOLOGI
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uteri merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya
terdapat kurang lebih 500.000 kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 90%
terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000
wanita seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu,
50% kematian terjadi di negara-negara berkembang.1.2
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat
ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini
di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus
setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering
menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari
70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam stadium lanjut. Setiap
1 jam diperkirakan 1 perempuan meninggal karena kanker serviks. 2.5
Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita anatara 45-50 tahun. Periode
laten dari fase preinvasif untuk menjadi invasif untuk menjadi invasif memakan
waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita berusia dibawah 35 tahun
menunjukan kanker serviks yang invasif pada saat diagnosis, sedangkan 53%
IV.
virus.13.14
Jarak persalinan terlalu dekat
kebersihan seksual yang buruk
Infeksi kronis
Sosial ekonomi rendah, menyebabkan makanan kekurangan nilai gizi,
protein, vitamin, dan asam folat.
V.
KLASIFIKASI
Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks dapat dibedakan menjadi beberapa
stadium:
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis, displasia
bera terjadi pada duapertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma insitu. Jadi displasia adalah lesi prakanker yang ditandai
perubahan sel patologik ke arah immatur yang belum jelas. Ada 3 tingkatan:
Stage II
Stage III
Deskripsi
Karsinoma in situ atau carsinoma intraepitel, membrana basalis masih
utuh
Karsinoma terbatas pada serviks
Ia. Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopis, lesi
yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat
superficial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke
stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm.
Ia1. Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan
lebarnya tidak lebih dari 7 mm
Ia2. Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari
5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm
Ib. Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih jelas dari Ia.
Ib1. Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
Ib2. Besar lesi secara klinislebih dari 4 cm
Karsinoma sudah keluar serviks namun belum mencapai dinding
panggul atau vagina bagian distal
IIa. Belum meluas sampai perimetrium secara nyata
Iib. Karsinoma sudah mencapai parametrium
Karsinoma mencapai dinding panggul dan sepertiga bagian distal vagina
IIIa1. Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
mencapai dinding panggul
Stage IV
adenokarsinoma
mesodefrik),
tumor
epitel
lainnya
PATOGENESIS
Sebelum usia gestasi 5 bulan, vagina dan ektoserviks di tutupi oleh epitel
kolumnar yang kemudian diganti oleh epitel skuamosa. Batas antara epitel
skuamosa ektoserviks dan epitel kolumnar endoserviks disebut original
squamocollumnar junction. Selama masa adolesan, karena pengaruh pH vagina
dan estrogen/progesteron terjadi perubahan menjadi epitel yang tahan asam
sehingga secara alamiah terjadi metaplasia dari epitel kolumnar ke epitel
skuamosa, membentuk new squamo-collumnar junction.
Daerah antara OSCJ dan NSCJ disebut t-zone, yang merupakan predileksi
untuk terjadinya displasia. Kalau tidak ada pengaruh luar, maka perubahan
epitel akan berjalan normal. Dengan adanya mutagen proses tersebut
GEJALA KLINIS
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yanng
dialami segera sehabis senggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala
karsinoma serviks (75-80%) Perdarahan yang timbul akibat terbentuknya
pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama
(perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik
yang lebih lanjut (II dan III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada
wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual atau wanita
yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat
datang ke dokter. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor
eksofitik dari serviks oleh skibata, anemia yang menyertai sebagai akibat
perdarahan spontan yag berulang. Nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut
saraf, memerlukan anestesi umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam
yang cermat. Gejala lain yang timbul ialah gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh. Sebelum ingkat akhir (terminal stage) penderita meninggal
akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan fungsi ginjal akibat infiltrasi tumor
ke ureter sebelum memasuki kandung kemih yang mnyebabkan obstruksi total.6
Gejala klinis yang timbul berdasarkan stadium:4.5.6
a. Stadium dini, dijumpai kebetulan karena tidak ada gejala yang khas,
leukorea yang menahun, kontak berdarah
b. Stadium pertengahan, leukorea menahun, kontak berdarah, spotting disertai
patrun menstruasi berubah.
c. Stadium lanjut, leukorea, perdarahan terus-menerus, disertai gejala akibat
metastase, badan menjadi kurus.
VIII.
IX.
DIAGNOSIS
Tumor yang sudah lanjut mudah dikenal. Lain halnya dengan tumor stadium
dini, lebih-lebih tumor yang belum memasuki jaringan dibawah epitel
(preinvasive carcinoma, karsinoma in situ). Oleh karena itu, di beberapa negara
pemeriksaan sitologi vaginal merupakan pemeriksaan rutin pada setiap
perempuan hamil, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
apabila yang diperoleh hasil yang mencurigakan.6
Diagnosis dengan biopsi dan penilaian jaringan untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosa kanker. Menentukan bagian mana yang akan dibiopsi
sangat penting. Karena dalam perdarahan ada unsur-unsur nekrosis atau
peradangan, pada kemungkinan kanker serviks invasif, biopsi dari daerah
ulserasi tidak berguna atau sulit diinterpresikan, karena itu lakukan biopsi di
10
tepi lesi, dimana perbedaan jaringan normal dan ganas sangat jelas. Tindakan
dapat dipermudah dengan uji schiller.
Diagnosis karsinoma in situ dalam kehamilan sangat sulit karena dalam
kehamilan dapet terjadi perubahan-perubahan pada epitel serviks, yang secara
mikroskopis hampir tidak dapat dibedakan dari tumor tersebut. Untuk membuat
diagnosis yang pasti perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti berulang kali,
bahkan kadang-kadang kepastian baru diperoleh setelah bayi lahir. Perubahanperubahan yang disebabkan oleh perubahan estrogen dalam kehamilan yang
sifatnya reversibel, sedang karsinoma in situ ada setelah bayi lahir. Apabila
terdeteksi pada pemeriksaan prenatal, maka diagnosis lebih dini.3 Diagnosis
definitif ditegakkan berdasarkan:
1. Sitologi/paps smear
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes pap) sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi
90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan,
bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari
permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasia atau dikerok dari
permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita
mempelajari proses dalam sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrinning
sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnostik secara histologik. Sito diagnosis
yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan
pewarnaan yang baik, serta tentu saja intepresi yang tepat. 62% kesalahan
disebabkan oleh pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23% karena
kesalahan interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan
laboratorium, maka informasi klinis penting sekali. Doker yang mengirim
sediaan harum memberikan informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari
pertama haid terakhir, macam kontrasepsi, kehamilan, terapi hormon,
pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya.
Sediaan sitologi harus meliputi komponen ekto dan endoserviks. NIS
lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi
11
sangat penting dan tampak dalam sediaan. Bila komponen endoserviks saja
yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS kira-kira 5%. Untuk
mendapatkan informasi sitologi yang baikdianjurkan untuk melakukan
beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam,
spekulum yang dipakai haris kering anpa pelumas. Komponen endoserviks
didapat dengan mengunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas lidi,
sedangkan kapas ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul.
Sediaan segera difiksasi dengan alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim
ke laboratorium sitologi yang terdekat.
Papanicolau test atau pap smear adalah metode skinning ginekologi,
dicetuskan oleh Georgios Papanicolau, untuk menemukan proses-proses
premalignant dan malignant di ectocersiks dan infeksi dalam endoserviks
dan endometrium. Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim
yang di sebabkan oleh human papilomavirus (HPV). Pemeriksaan pap
smear sebaiknya dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan
seksual pertama kali dan pada gadis pada usia 25-30 tahun. 5.3.4 Persiapan
penderita
a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan
dalam vagina
b. Pencucian (irigasi) vagina
c. Coitus dalam waku 24 jam sebelum pemeriksaan
Peralatan yang diperlukan
a. Spekulum cocor bebek (Graeves)
b. Spatula Ayre
c. Lidi kapas atau Cyto Brush
d. Gelas objek
e. Alkohol 95% untuk fiksasi atau semprot fiksasi yang dijual
komersial
f. Formulir permintaan sitologi
Cara pemeriksaan pap smear
a. Lakkan pemeriksaan dengan inspikulo untuk melihat porsio
b. Lakukan pengambilan epitel dengan menggunakan spaula Ayre
atau cyto brush
c. Buat apusan pada objek glass
d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan kapas alkohol 95%
e. Amati pada mikroskop adanya keganasan pada epitel
12
Kelas I
Normal
Kelas II
Inlamasi
NIS
Normal
Atipik
Sistem
Bethesda
Batas
Normal
Perubaha
n seluler
jinak
Kelas III
Displasia
ringandisplasia
sedang
NIS I-NIS
II
koilositosi
s
Lesi
derajat
rendah
lesi derajat
tinggi
Kelas IV
Displasia
beratkarsinom
a insitu
NIS III
Kelas V
Karsinom
a
Lesi
derajat
tinggi
Karsinom
a
Karsinom
a
2. Kolposkopi
Tes diagnostik yang lain adalah dengan kolposkopi, dengan bantuan
kolposkopi bila sarana memungkinkan. Kolposkopi adalah pemeriksaan
dengan menggunakan kolposkop, sebuah alat yang dapat disamakan dengan
mikroskop
bertenaga
rendah
dengan
sumber
cahaya
didalamnya
13
a. Cone biopsi (atau cold cone biopsy aau cold knife cone biopsy) prosedur
yang menggunakan laseri atau scapel bedah untuk mengambil jaringan.
b. Loop elektrosugical excision procedure (LEEP) prosedur yang
menggunakan kabel yang berbentuk ikal unuk mengambil jaringan.
c. Endocervical curetage, prosedur yang menggunakan instrumen kecil
berbentuk sendok, yang disebut curef untuk mengikis jaringan dari
dalam serviks.
4. Konisasi (Cone Biopsy
Biopsy)
Konisasi serviks adalah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian
rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut, dengan kanalis
servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik tindakan konisasi
harus segera dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan
ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal
kolnoskopi tidak dapat dilakukan tes schiller. Pemeriksaan ini dikerjakan
dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang
diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal berwarna coklat tua
karena menyerap lodium, dengan bagian porsio yang pucat. kemudian
jaringan direndam dalam larutan formaln 10%. Untuk dikirim ke
laboratoriumm patologi anatomi. Konisasi diagnostik di lakukan pada
keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Proses dicurigai berada diendoserviks
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
c. Diagnostik mikroinvasif ditegakkan atas dasar specimen biopsy
d. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan bhistopatologik
5. Uji Schiller
Larutan yodium encer akan memberi warna coklat pada permukaan serviks
normal karena sel-sel epitel serviks mengandung glikogen. Daerah epitel
yang melapisi serviks dengan keganasan tidak mengandung glikogen dan
akan tetap tidak terwarnai jika diberikan larutan schiller atau lugol. karena
itu biopsi pada daerah dengan uji schiller positif yang memiliki lesi
14
KOMPLIKASI
Metastasis ke nodus limfe regional meningkat sesuai peningkatan stadium
penyakit dari sekitar 15% pada stadium 1 hingga paling sedikit pada stadium IV.
Perluasan tumor terjadi ke segala arah. Paling sering tumor tumbuh ke lateral
dengan ligamentum latum pada salah satu atau kedua sisi sebagai dasarnya.
Ureter di samping serviks sering kali tersumbat. Hidroureter dan hidronefrosis
mengganggu fungsi ginjal. Hampir dua per tiga pasien dengan karsinoma
serviks meninggal karena uremia ketika terjadi obstruksi ureter bilateral.
Saluran perivaskular, perineural dan saluran limfe mempermudah penyebaran
penyakit.3
Karsinoma serviks dapat menginvasi uterus melalui perluasan langsung di
permukaan hingga kanalis servikalis. Perluasan ke bawah sering mengenai
15
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan merupakan multidisiplin yang meliputi obstetri, onkologi
ginekolog, radiologi, neonatologi dan patologi. Modalitas penatalaksaan yang
dipilih harus sepengetahuan ibu (penderita), terutama mengenai risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Secara umum penatalaksaan
tergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan. Dalam menghadapi
perempuan hamil dengan kanker serviks perlu dibedakan tiga hal, yakni tuanya
kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak. Dalam trimester pertama
penderita harus segera diobati, baik dengan penyinaran maupun dengan operasi
radikal. Penyinaran dengan sinar rontgen sebanyak 2000 rad pada seluruh pelvis
biasanya menyebabkan hasil konsepsi mati dengan akibat abortus. Selanjutnya
penyinaran dilanjutkan sampai dosis lengkap. Kemudian setelah terjadi involusi
uteri, penderita diberi dengan penyinaran radium.
Dalam trimester kedua segera dilakukan histerektomi untuk mengosongkan
rahim, yang kemudian disusul dengan penyinaran, atau segera dilakukan operasi
radikal apabila kanker tersebut masih dalam stadium dini. Lain halnya dengan
trimester tiga. Apabila kehamilan mencapai 36 minggu atau lebih segera
lakukan seksio sesarea dan kemudian diberi penyinaran atau dilakukan operasi.
16
17
Penanganan
Observasi medikamentosa destruksi:
Krioterapi
Elektrokauterisasi/elektrokoagulasi
Eksisi: diatermi loop
Observasi
destruksi:
krioterapi
Elektrokoagulasi Laser, Laser + 5 FU
Eksisi: diatermi loop
Destruksi: krioterapi elektrogoagulasi
Laser, Laser + 5 FU Eksisi: diatermi
loop
Destruksi: krioterapi elektrokoagulasi
Laser Eksisi: konisasi Histerektomi
18
PENCEGAHAN
19
Skrining untuk kanker serviks dengan tes Papnicolau merupakan metoda paps
smear yang standard. Berdasarkan data retrospektif, tes Papnicolau mengurangi
insiden kanker serviks 60-90% dan motalitas sebanyak 90%. Vaksin HPV telah
dibuat dan dikembangkan yang berisi VLP (virus like protein) yang merupakan
hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik
kuat. Pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV
16,18). Paps smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan
yang terbaik dengan melakukan vaksinasi dan paps smear untuk menjangkau
infeksi HPV risiko tinggi lainnya, karena jangkauan vaksinasi tidak mencakup
100%.
Tujuan
vaksinasi
adalah
mencegah
infeksi
HPV
16,
18
kanker, semakin
baik
20
membuat
pertumbuhan sel menjadi tidak normal ( dengan virus masuk ke dalam inti sel
diserviks dan mengubah bentuk sel sehingga menjadi mudah rapuh dan
pertumbuhannya menjadi tidak beraturan). Terdapat 18 tipe HPV yang
menyebabkan kanker serviks antara lain 16, 18, 45, 31, 33, 52, 35 dan 58.
Dimana tipe 16 dan 18 menyerang paling sedikit 70% dari keseluruhan kanker
yang terjadi didunia.
XV.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO health organication. Comprehensive cervical cancer kontrol: A grade to
esstrel praktice. Geneva. WHO. 2006
2. Nuranna C.et al . Skinning kanker leher rahim dengan metode inspeksi visual
dengan asam asetat (IVA): Departemen kesehatan republik Indonesia. Jakarta.
2008
3. Manuaba IBG. Karsinoma serviks uteri kepaniteraan klinik obstetri dan
gynekology. Edisi 2. Jakarta: 2004. 318-323
4. Asya J. Onkologi: Quick obgyn. Hal 244-250
5. Manuaba IBG. Penyakit neoplasma: Kapita selekta penatalaksanaan rutin
obstetri ginekologi kb. Jakara: EGC. 2001.
6. Prawirohardjo S. Penyakit neoplasma. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT bina
pustaka sarwono prawirhardjo. Edisi 4. 2009: Hal 895-898
7. Cowan BD, Selfi, kaider DB, Kaider AS, Jarowkz P, Rouse RG.
Antiphospolipid failure: J assist reprod. Genet. 1997
21
8. Aziz MS. Masalah pada kanker serviks: Cermin dunia kedokteran. Jakarta:
2010. 133
9. Petignet P, Roy M. Diagnosis dan management dari cervical cancer: BMJ.
2007: 765-768
10. Sjamsuddin S. Terapi destruksi local pada neoplasia intraepitel serviks:
Kolposkopi dan Neoplasia Intraepitel Serviks. Ed ke-2. Jakarta. Perhimpunan
Patologi Serviks dan Kolposkopi Indonesia. 2001: 90 8.
11. Nuranna L. Terapi NIS dengan eksisi. Kolposkopi Dan Neoplasia Intraepitel
Serviks. Ed ke-2. Jakarta: Perhimpunan Patologi Serviks dan Kolposkopi
Indonesia .2001: 99110.
12. Ordell LD, Rimker K, Hagerty C. Electrocautery for cervical neoplasia. J
Reprod Med 1971;6:143 46
13. Belina JH, Wright VC, Voros JL, Riopelle MA, Hohenschutz V. Carbodioxide
laser
management
of
cervical
intraepitethelial
neoplasia.
By laser