Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN SKENARIO 3

PERDARAHAN PERVAGINAM







Kelompok : A 8
Ketua : Ega surya s 110.2007.097
Sekretaris : Julian pratama 110.2008.127
Anggota : Anneu rostiana 110.2009.036
Bassam 110.2009.054
Chintia nilna muna 110.2009.062
Dias Nuzulia Afriani 110.2009.080
Irfan nadiayansyah p 110.2008.123
Alfisyahrin 110.2009.023
Adityo wibhisono 110.2009.011


Scenario 3 : Pendarahan Pervaginam
Seorang wanita umur 35

th berobat ke rumah sakit dengan keluhan keluar darah ari vagina, dan
berbau. Mempunyai tiga orang anak, terkecil umur 6

th. Dari pemeriksaan sensorium
komposmentis, TD 120/70 mHg, temperature 36,5 C. haid teratur, tiap bulan, lama 7 hari.
Dokter meminta perawat untuk memepersiapkan dan mendampingi pemeriksaan.
Pemeriksaan perut , inspeksi, palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitupula vulva tidak ada
kelainan. Inspekulo : dinding vagina dalam batas normal, servik membesar berbenjol, berdarah.
Vagina toucher : servik membesar, berbenjol, contact bleeding ( + ) , uterus sebsar telor bebek,
mobile , ovarium tidak membesar. Untuk menegakan diagnosis, dokter melakukan pemeriksaaan
penunjang
Catatan : pengajuan skill lab. Vaginal toucher














STEP 1
Define Learning Objectives
1. Memahami dan menjelaskan kanker serviks
1.1. Definisi kanker serviks
1.2. Epidemiologi kanker serviks
1.3. Etiologi kanker serviks
1.4. Klasifikasi kanker serviks
1.5. Patogenesis kanker serviks
1.6. Manifestasi klinis kanker serviks
1.7. Diagnosis dan diagnosis banding kanker serviks
a) Pendarahan pervaginam
- defenisi
- klasifikasi
- etiologi
1.8. Pemeriksaan penunjang kanker serviks
1.9. Penatalaksanaan kanker serviks
a) non-invasive
b) invasi
1.10. Komplikasi kanker serviks
1.11. Prognosis kanker serviks
1.12. Pencegahan dan skrining kanker serviks
2. Memahami dan menjelaskan etika kedokteran dalam pemeriksaan pasien dari sisi Islam






Step 2
Gathering information and individual study





















STEP 3
Problem Based Learning

1. Memahami dan menjelaskan kanker serviks
1.1 defenisi kanker serviks
A. Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks
merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks
adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.
Kanker Serviks menyerang area serviks atau leher rahim, yaitu area bawah pada rahim
yang menghubungkan rahim dan vagina. Kanker ini disebabkan oleh virus bernama Human
Papilloma Virus atau yang lebih dikenal virus HPV ini.
Biasanya kanker serviks baru akan menujukkan gejala serius, setelah 10-20 tahun
kedepan pada wanita yang menikah atau aktif secara seksual. Karena pada fase prakanker dan
stadium awal, memang tidak menujukkan gejala apapun. Dan juga karena banyak dari pasien
kanker serviks baru menyadari dan melakukan pengobatan ketika stadium kankernya sudah
akut.yang berpotensi terinfeksi virus HPV--Baik wanita maupun pria yang sudah aktif secara
seksual, baik wanita maupun pria, sangat berpotensi terjangkit virus HPV. Karena virus ini
mudah sekali menjakiti para pasangan yang aktif berhubungan intim.Meruntun dari penyebab
timbulnya penyakit kanker serviks, keberadaan penyakit kutil kelamin juga salah satu faktor
pendukung menyebarnya virus HPV. Penyakit kutil kelamin juga disebabkan oleh virus HPV.
Namun bedanya, kalau kanker serviks disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18, kutil kelamin
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.
Kutil kelamin adalah benjolan-benjoilan yang tumbuh pada alat kelamin manusia dalam
berbagai variasi bentuk. Pada wanita, kutil kelamin tumbuh pada vulva dan serviks. Sedangkan
padapria, kutil kelamin akan cenderung muncul pada penis atau skrotum dan pada beberapa
kasus tertentu kutil kelamin tumbuh pada area selangkangan.Bagi pria yang terkena kutil
kelamin, keluhan yang akan dirasakan yaitu rasa gata dan panas, pendarahan dan rasa sakit pada
penis, strotum dan daerah anal. Pada wanita, keluhan yang akan dirasakan hampir sama dengan
pria, yakni rasa gatal dan panas. Terutama pada wanita yang sedang mengandung, kutil kelamin
yang diderita bisa menjangkiti janin dalam kandungannya pada saat lahir.
Kutil kelamin bisa menembus dan bertransmisi pada bayi, sehingga akan menyebabkan
timbulnya kutil pada leher bayi dan membuat bayi kesulitan bernafas, yang mengarah pada
pertumbuhan kanker leher.

1.2 epedimioligi kanker serviks
Kanker servik adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh
dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara
negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma ganas nomer 4
yang sering terjadi pada wanita., setelah Ca mammae, kolorektal, dan endometrium. Insidensi
dari kanker servik yang invasif telah menurun secara terus menerus di Amerika Serikat selama
beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negara negara berkembang. Perubahan
tren epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan skrining besar besaran dengan
Papanicolaou tests (Pap smears).
1, 8

Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan
atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih tinggi di
negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya program
skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika dan Asia tenggara
termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara.
1, 6

Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk
per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas
dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan
salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis
yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi
epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human
papilomma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan
pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk.
3, 10

B. Angka Kejadian
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
1, 8

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati
urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus
per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
2, 3

1.3. Etiologi dan Faktor Resiko kanker serviks
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang
melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya
perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90%
lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6
dan E7 yan berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan
onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol.
8, 10

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara
lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker
serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak
digunakan pada tahun 1940-1970)
7. Gangguan sistem kekebalan
8. Pemakaian pil KB
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin)
1.4. Klasifikasi kanker serviks
Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya :
13

1. Squamous carcinoma
a. Keratinizing
b. Large cell non keratinizing
c. Small cell non keratinizing
d. Verrucous
2. Adeno carcinoma
a. Endocervical
b. Endometroid (adenocanthoma)
c. Clear cell - paramesonephric
d. Clear cell - mesonephric
e. Serous
f. Intestinal
3. Mixed carcinoma
a. Adenosquamous
b. Mucoepidermoid
c. Glossy cell
d. Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
a. Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
b. Lymphoma
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90%;
adenokarsinoma 5%; sedang jenis lainnya 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan
kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan
kadang-kadang tumor sendiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang
disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor stroma tidakjelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel
yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan
mukus.
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
Tingkat Kriteria
0

I
Ia



Ib occ


Ib

II

IIa

KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan umor
sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya
diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
IIb

III

IIIa

IIIb



IV

IVa

IVb
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
sampai dinding panggul.
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.
Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM
Tingkat Kriteria
T
T1S
T1
T1a
T1b
T2


T2a
T2b
T3

T4
Tidak ditemukan tumor primer
Karsinoma pra invasif (KIS)
Karsinoma terbatas pada serviks
Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
Ca belum menginfiltrasi parametrium
Ca telah menginfiltrasi parametrium
Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas

T4a

T4b
Nx


N0
N1

N2

M0
M1

sampai diluar panggul
Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
Ca telah meluas sampai di luar panggul
Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
Tidak ada metastasis berjarak jauh
Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.
1.5 patofisiologi kanker serviks
The American Cancer Society menyebutkan faktor resiko dari Ca Cervix: infeksi human
papillomavirus (HPV), infeksi chlamydia , kontrasepsi oral, kehamilan multiple, penggunaan
obat hormonal diethylstilbestrol (DES) dan riwayat keluarga dengan Carcinoma cervix.


Gangguan pada gen
yang mengatur
apoptosis
Berhasil memperbaiki
DNA
Gagal mengubah DNA
Acquired:
- kimia
- radiasi
- virus HPV
- kontrasepsi
oral
Sel Normal
Kerusakan
DNA
Mutasi pada genom
dari sel somatis
Aktivasi dari pertumbuhan
gen penyebab kanker
(oncogen)
Inaktivasi gen yang
menekan timbulnya
kanker
Ekspresi dari gangguan produk
gen dan kehilangan pengatur
produk gen
Mutasi yang diturunkan
- Gen yang
mempengaruhi repair
DNA
- Gen yang
mempengaruhi
apoptosis
Ekspansi clonal
Sel kanker mutasi secara
progresif
Heterogenitas
Neoplasma ganas
(Ca Cervix)























1.6. Gejala Klinis kanker serviks
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang
bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga
timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.





Serviks yang normal Ca Serviks grade II









Gambaran histologik Ca Gambaran hitam ditengah
merupakan gambaran anaplasia
1.7 . Diagnosis dan Staging kanker serviks
Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan
yang lebih teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik seharusnya
tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka
stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu
penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi,
sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan
tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan
dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan
MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi
penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
10

Pemeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat
untuk penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi perubahan
diagnosis staging sebelumnya. Nomenklatur TNM lebih sesuai untuk penemuan ini.
Tabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO

Deteksi Kanker Serviks
Bagaimana cara mendeteksi bahwa seorang wanita terinfeksi HPV yang menyebabkan
kanker serviks? Gejala seseorang terinfeksi HPV memang tidak terlihat dan tidak mudah
diamati. Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher
rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang
diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou.
Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker
serviks seperti berikut:
IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan
dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah
ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan
harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang
mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut
akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang,
atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap
smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil
sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh
bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau
kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang
dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk
menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher
rahim. Jika ada yang tidak normal, biopsi pengambilan sejumlah kecil jaringan dari
tubuh dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.

1.8 PEMERIKSAAN Penunjang kanker serviks
Pada tahap awal pra-kanker atau kanker serviks, biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau
gejala. Itulah mengapa penting bagi wanita untuk menjalani tes Pap Smear secara teratur. Gejala
sering tidak dimulai hingga kanker telah berkembang lebih jauh dan telah menyebar ke daerah di
dekatnya. Anda harus segera konsultasi ke dokter, bila menemukan gejala dibawah ini:
Pendarahan vagina yang bersifat abnormal, seperti perdarahan setelah bersenggama,
pendarahan setelah menopause, perdarahan dan bercak darah antar periode menstruasi,
dan periode menstruasi yang lebih lama atau lebih berat dari biasanya. Pendarahan
setelah douching, atau setelah pemeriksaan panggul merupakan gejala umum kanker
serviks tetapi bukan pra-kanker.
Keputihan yang tidak normal dari vagina, dengan ciri diantaranya: kental, warna
kuning/kecoklatan, dapat berbau busuk dan/atau gatal
Rasa sakit saat bersenggama
Tentu saja, gejala ini tidak berarti bahwa Anda terkena kanker. Hal ini dapat juga disebabkan
oleh sesuatu yang lain. Tapi Anda tetap harus memeriksa dengan dokter untuk mengetahui
penyebabnya.Cara terbaik adalah tidak menunggu sampai gejala muncul. Lakukan tes Pap Smear
dan pemeriksaan panggul secara teratur.

Tes-Tes yang dilakukan pada Kanker Serviks


Catatan Medis dan Pemeriksaan Fisik
Dokter akan meminta informasi tentang kesehatan Anda, faktor-faktor risiko terkait, dan tentang
kesehatan anggota keluarga Anda. Pemeriksaan fisik lengkap akan dilakukan, termasuk mencari
kemungkinan penyebaran kanker ke kelenjar getah bening ataupun organ terdekat.


Pemeriksaan lainnya, antara lain:
- Colposcopy, yaitu teropong leher rahim.
- Cone Biopsi, merupakan pengambilan sedikit jaringan serviks untuk diteliti oleh ahli
patologi.
- Tes penanda tumor SCC melalui pengambilan sample darah
Cystoscopy, Proktoskopi, dan pemeriksaan di bawah anestesi
Ini adalah prosedur yang paling sering dilakukan pada wanita yang memiliki tumor besar.
Prosedur ini tidak diperlukan jika kanker tersebut diketahui pada tahap dini.

- Cystoscopy: tabung tipis berlensa cahaya dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui
uretra untuk mengetahui apakah kanker telah berkembang ke daerah ini. Sample biopsy
juga bisa diambil sekaligus. Cystoscopy memerlukan anestesi bius total.

- Proktoskopi: tabung tipis terang digunakan untuk memeriksa penyebaran kanker
serviks ke area anus Anda.

- Pemeriksaan panggul: Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan panggul (di bawah
anestesi) untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar melampaui daerah leher
rahim.

Sesudah Tes: Penentuan Stadium Kanker Serviks
Dokter akan menggunakan hasil pemeriksaan diatas untuk mengetahui ukuran tumor,
seberapa dalam tumor telah serta kemungkinan penyebaran kanker serviks ke kelenjar getah
bening atau organ yang jauh (metastasis).Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk
merangkum seberapa jauh kanker telah menyebar. Ada 2 sistem yang digunakan pada
umumnya untuk memetakan stadium kanker serviks, yaitu sistem FIGO (Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri) dan sistem TNM Kanker, keduanya sangat mirip.
Kedua pemetaan ini mengelompokkan kanker serviks berdasarkan 3 faktor: ukuran/besar
tumor (T), apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening (N) dan apakah telah
menyebar ke tempat jauh (M).
Dalam sistem AJCC, stadium menggunakan angka Romawi 0 s/d IV (0-4). Secara umum,
angka yang lebih rendah menunjukkan semakin kecil kemungkinan kanker telah menyebar.
Angka yang lebih tinggi, seperti stadium IV (4) menunjukkan kanker yang lebih serius.
o Stadium 0 (Carsinoma in Situ): Sel-sel kanker serviks hanya ditemukan di lapisan
terdalam leher rahim
o Stadium I: kanker ditemukan pada leher rahim saja.
o Stadium II: kanker telah menyebar di luar leher rahim tetapi tidak ke dinding panggul
atau sepertiga bagian bawah vagina.
o Stadium III: kanker serviks telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina, mungkin
telah menyebar ke dinding panggul, dan/atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi
o Stadium IV: kanker serviks telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian lain
dari tubuh (paru-paru, tulang, liver, dll)
1.9 . Pentatalaksanaan kanker serviks
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin
memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks:
Bila ukuran tumor < 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemo
Bila ukuran tumor >4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,
ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi
Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo berbasis
cisplatin. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan
kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.

Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuannya pengobatan adalah untuk mengangkat atau
menghancurkan sebanyak mungkin sel-sel kanker. Kadang-kadang pengobatan ditujukan untuk
mengurangi gejala-gejala. Hal ini disebut perawatan paliatif.

Faktor-faktor lain yang mungkin berdampak pada keputusan pengobatan Anda termasuk usia
Anda, kesehatan Anda secara keseluruhan, dan preferensi Anda sendiri. Seringkali cukup bijak
untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) yang memberikan Anda perspektif lain
dari penyakit Anda.


Pembedahan untuk Kanker Serviks
Ada beberapa jenis operasi untuk kanker serviks. Beberapa melibatkan pengangkatan
rahim (histerektomi), yang lainnya tidak. Daftar ini mencakup jenis operasi yang paling umum
untuk kanker serviks
A. Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina
dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka.
Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.

B. Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari
jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan
untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
C. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh
listrik (prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini dapat digunakan untuk
menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan
sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang
mungkin ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk
diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel
kanker, pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel
kankernya telah diangkat
D. Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di
dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat
diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi
ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa
kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o),
jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi kosisasi
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter
bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan
dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi
ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering
melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah
histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang umum
digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang juga digunakan pada beberapa kasus
stadium II terutama pada wanita muda


Dampak seksual dari histerektomi: Setelah histerektomi, seorang wanita masih dapat
merasakan kenikmatan seksual. Seorang wanita tidak memerlukan rahim untuk mencapai
orgasme. Jika kanker telah menyebabkan rasa sakit atau perdarahan, meskipun demikian, operasi
sebenarnya bisa memperbaiki kehidupan seksual seorang wanita dengan cara menghentikan
gejala-gejala ini.

E. Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu
dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini
melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan
berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina
ataupun perut.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan
melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Dalam sebuah penelitian, tingkat kehamilan
setelah 5 tahun lebih dari 50%, namun risiko keguguran lebih tinggi daripada wanita normal
pada umumnya. Risiko kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
F. Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi
ini: kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini digunakan
ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya.
Jika kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air
kecil diperlukan. Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih baru.
Urine dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil (disebut kateter) ke dalam
lubang kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke kantong plastik
kecil yang ditempatkan di bagian depan perut.
Jika rektum dan sebagian usus besar diangkat, sebuah cara baru untuk melewati kotoran/feses
diperlukan. Hal ini dilakukan dengan kolostomi, yaitu dibuat lubang pembukaan di perut dimana
kotoran dapat dikeluarkan. Atau ahli bedah mungkin dapat menyambung kembali usus besar
sehingga tidak ada kantung di luar tubuh yang diperlukan. Jika vagina diangkat, sebuah vagina
baru yang terbuat dari kulit atau jaringan lain dapat dibuat/direkonstruksi.
Diperlukan waktu lama, 6 bulan atau lebih, untuk pulih dari operasi ini. Beberapa
mengatakan butuh waktu sekitar 1-2 tahun untuk benar benar menyesuaikan diri dengan
perubahan radikal ini. Namun wanita yang pernah menjalani operasi ini tetap dapat menjalani
kehidupan bahagia dan produktif. Dengan latihan dan kesabaran, mereka juga dapat memiliki
gairah seksual, kesenangan, dan orgasme.
G. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk
membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan,
biasanya Anda akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah Anda menderita
Anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita
Anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini,
dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati
kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain bila ukuran
tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke jaringan lainnya
(di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal. Radioterapi
eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui sebuah mesin besar.
Sedangkan radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher
rahim Anda selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode
radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
H . Brachytherapy untuk Kanker Serviks
Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad ini.
Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium
dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal. Sejak
tahun 1960-an di Eropa dan Jepang, mulai diperkenalkan sistem HDR(high dose rate)
brachytherapy.
HDR brachytherapy diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi
potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam
beberapa insersi. Untuk pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu
dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk setiap
insersi adalah sekitar 2,5 jam. Untuk pasien kanker endometrium yang menerima brachytherapy
saja atau dalam kombinasi dengan radioterapi external, maka diperlukan total 2 insersi dengan
masing-masing waktu sekitar 1 jam.
Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup rawat jalan, ekonomis,
dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada kemungkinan bergesernya aplikator. Yang cukup
memegang peranan penting bagi kesuksesan brachytherapy adalah pengalaman dokter yang
menangani.



Efek Samping Radioterapi Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:
Kelelahan
Sakit maag
Sering ke belakang (diare)
Mual
Muntah
Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan
Menopause dini
Masalah dengan buang air kecil
Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
Rendahnya jumlah sel darah putih
Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)

Diskusikan dengan dokter atau perawat Anda tentang efek samping yang mungkin Anda alami.
Seringkali ada pengobatan atau metode lain yang akan membantu. Karena merokok
meningkatkan efek samping radioterapi, jika Anda merokok maka Anda harus segera berhenti.


Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Biasanya obat-
obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke
aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam
satu waktu

Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung pada jenis
obat yang diberikan, jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama pengobatan berlangsung.
Efek samping bisa termasuki:
Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
Kehilangan nafsu makan
Kerontokan rambut jangka pendek
Sariawan
Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
Kelelahan
Menopause dini
Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
Sebagian besar efek samping (kecuali untuk menopause dan ketidaksuburan) berhenti ketika
pengobatan selesai. Jika Anda memiliki masalah dengan efek samping, bicarakan dengan dokter
Anda atau perawat, karena seringkali ada cara untuk membantu. Pemberian kemoterapi pada saat
yang sama seperti radioterapi dapat meningkatkan prospek kesembuhan pasien, tetapi dapat
memberikan efek samping yang lebih buruk. Tim dokter Anda akan mengawasi efek samping ini
dan dapat memberikan obat-obatan untuk membantu Anda merasa lebih baik.

Terapi Komplementer untuk Kanker Serviks
Bagi Anda yang terkena kanker serviks, juga dapat mengkonsumsi Typhonium Plus - suatu
ramuan herbal (100% NATURAL) yang berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan sel-sel kanker serviks.
Extract Typhonium Flagelliforme (Keladi Tikus) dan bahan alami lainnya membantu
detoxifikasi jaringan darah. Ramuan ini mengandung Ribosome inacting protein(RIP), yang
berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa merusak
jaringan sekitarnya dan memblokir pertumbuhan sel kanker.
I. Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi
dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,
kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah
penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).
Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang
ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP
mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk
terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak
luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada
HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.
HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada
795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanyarisiko residif atau kegagalan 0,9-
1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.
10

II. Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan
batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN
III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas
pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti
dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.
Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%
sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada
stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi
ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya
dilakukan dengan Paps smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
III. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.
Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium
IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angaka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-
sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau
radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe
paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung
dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasilpatologi
anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau
batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi.
5, 10

IV. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat
untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih
baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
1.10 komplikasi kanker serviks
Kemungkinan Komplikasi
Penanganan untuk kanker serviks invasive biasanya membuat seseorang tidak bisa hamil.
Pada beberapa wanita terutama wanita yang lebih muda dan yang belum memulai keluarga-
infertilitas merupakan efek samping yang paling tidak disukai dari penatalaksanaan. Jika pasien
mengkhawatirkan tentang kemampuannya untuk dapat hamil, maka dokter perlu memberikan
penjelasan tentang untung rugi dari penatalaksanaan tersebut dengan jelas.


Untuk beberapa kelompok wanita dengan kanker serviks dini, operasi aman-dari fertilitas
merupakan pilihan yang tepat. Prosedur operasi ini yaitu hanya dengan memindahkan serviks
dan jaringan limfatik (radikal trachelectomy) dapat mempertahankan uterus. Penelitian mengenai
radical trachlectomy mengatakan bahwa kanker serviks dapat ditangani dengan teknik ini,
walaupun tidak semua wanita cocok dan beberapa resiko tambahan pada operasi ini. Kehamilan
mungkin dapat terjadi namun terjadi peningkatan resiko yang bermakna terhadap insiden
kelahiran premature dan keguguran.

1.11 prognosis kanker servis
I. Prognosis
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.
8

1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-
years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis
pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

1.12 Pencegahan dan Skrining kanker serviks
Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah
berada dalam stadium lanjut. Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini .
PENEMUAN DINI
Hampir sebagian besar NIS tidak disertai gejala/tanda yang spesifik.

Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik.
Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus
dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang dieksfoliasi atau dikerok
dari permukaan epitel serviks merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari
proses dalam keadaan sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak
sehat dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara
histologik.Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang representatif, fiksasi dan
pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan
disebabkan karena pengambilan sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan
interpretasi. Supaya ada pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi
klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan informasi klinis yang
lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi
hormon, pembedahan, radiasi, kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan data klinis yang
meliputi gejala dan hasil pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen
ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi
pada SSK sehingga komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam
sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif palsu dari NIS
kira-kira 5%. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang baik dianjurkan melakukan beberapa
prosedur. Sediaan harus diambil sebelum pemeriksaan dalam; spekulum yang dipakai harus
kering tanpa pelumas. Komponen endoserviks didapat dengan menggunakan ujung spatula Ayre
yang tajam atau kapas lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang
tumpul. Sediaan segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim (bisa melalui
pos) ke laboratorium sitologi terdekat.

Kolposkopi
Peranan tes Pap tidak diragukan lagi sebagai metode yang paling praktis dalam skrining kanker
serviks. Pemeriksaan tes Pap abnormal harus didukung oleh pemeriksaan histopatologik sebelum
melakukan terapi definitif. Biopsi yang dilakukan secara buta sering memberikan hasil negatif
palsu. Di lain pihak prosedur konisasi yang hanya didasari oleh hasil pemeriksaan sitologi
abnormal, merupakan tindakan operasi yang sebenarnya tidak perlu.Dalam dekade terakhir
peranan kolposkopi untuk diagnosis dini kanker servisk meningkat dengan pesat. Kolposkopi
adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan
sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali).
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi
sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular
serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di
jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk
akibat proses metaplasia. Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga
biopsi dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat
diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan
kolposkopi dapat mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%

Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika SSK terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSK
tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam kanalis
servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus
dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan
formalin 10 %.

Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga yang
dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan
yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal pemeriksaan
kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan
dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar
daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol).

Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.Proses dicurigai berada di endoserviks
2.Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
3.Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi
4.Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
Sekitar 90-99 persen jenis kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus (HPV).
Virus ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam berbagai variasi. Ada
beberapa kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan ada yang berlanjut menjadi kanker
serviks, sehingga cukup mengancam kesehatan anatomi wanita yang satu ini.
Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau
tanda yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious
Diseases , hampir separuh wanita yang terinfeksi dengan HPV tidak memiliki gejala-gejala yang
jelas. Dan lebih-lebih lagi, orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa mereka bisa menularkan
HPV ke orang sehat lainnya.
Kini, 'senjata' terbaik untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan
Pap Smear , dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang
diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan
(kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini
biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau
melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio.
2

Tabel 2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American
College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-
sama, sebagai berikut :
8, 10

1. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun
saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa
Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas
30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%
pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau
sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan DNA
HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.
Tidak dapat dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah kanker serviks
adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang
terkait dengan kondisi pra-kanker. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya proses
screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat yang sedikit di negara-negara yang
membutuhkan penanganan. Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan
terjadinya kanker serviks antara lain :
1. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat
memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan
cost efective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada
kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam
melawan kanker yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu
menangkal timbulnya kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16
dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam
waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukan bahwa vaksin-vaksin tersebut
dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada
wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya.
3

2. Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung
bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital
warts) dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan
di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya
selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil
untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat
jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil
penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah.
Dari survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata
penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.
4

3. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan
resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual
partners, terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.


2. Memahami dan menjelaskan etika kedokteran dalam pemeriksaan pasien dari sisi
Islam
Etika bagi para dokter
Dalam etika kedokteran islam tercantum nilai-nilai bahwa Quran dan Hadist adalah
sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia akhirat. Etika
kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seseorang dalam mengabdikan dirinya terhadap
manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika kedokteran islam terkumpul dalam kode etik
kedokteran islam yang bernama Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang
sakit dan dokter dengan rekannya. Berikut ini di bahas mengenai etika seorang dokter muslim
terhadap Khalik, terhadap Pasien dan terhadap Teman Sejawatnya.
Bentuk-bentuk etika kedokteran antara lain:
1. Etika Dokter terhadap Sang Khalik:
Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah
hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah
SAW.

Mengenai etika terhadap Khalik disebutkan bahwa:
Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam
bidang kesehatan dan kedokteran.
Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah.
Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah.
Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.
2. Etika Dokter terhadap pasien:
Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia.
Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena
masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini
akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang
berbeda dengan kebudayaan profesinya.
Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih
dulu melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang Dokter
tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya.
Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa seorang
Dokter wajib:
Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya penyakit, kekuatan tubuh
orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat
yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana
ia sakit, daya penyembuhan obat itu
Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat
yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.
Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna,
mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku
lemah lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.
3. Etika Dokter terhadap Sejawatnya:
Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah
kawan-kaawn seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibaawh panji
perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu
keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru
dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah
mempersatukan mereka menempatkan para Dokter pada suatu kedudukan yang
terhormat dalam masyarakat. Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan
kesediaan tolong-menolong yang senantiasa perlu dipertahankan dan dikembangkan.

Mengenai etika yang bagi Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu :
Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya
yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup
dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada teman sejawat yang
berdekatan.
Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-
pertemuan yang diadakan.
Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.
Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah :
Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial
yang ditunjukkan kepada masyarakat.
Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan
profesional.
Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus
mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri.
Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun
temurun dari buku-buku masih jauh memadai.
Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya
di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari
ketentuan-ketentuan agama.
Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien
miskin.
Seorang dokter harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak membuang
waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan.
Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien,
Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara,
Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan
profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter
Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah,
maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Meski hanya
sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting, misalnya
persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bz rahimahullah mengatakan: Seharusnya
para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki melayani kaum
lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian pelayanan lelaki dan
bagian pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah
dan ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang.
Lajnah D-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan dokter
wanita yang dapat menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau berobat ke
seorang dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh melakukannya.
Karena seorang muslimah harus menjaga kehormatannya, sehingga ia harus menjaga rasa
malu yang telah menjadi fitrah wanita, menghindarkan diri dari tangan pria yang bukan
makhramnya, menjauhkan diri dari ikhtilath. Dalam hal ini ia ingin mendapatkan penjelasan
mengenai penyakitnya secara lebih banyak, lebih leluasa bertanya, dan sebagainya, maka mau
tidak mau hal ini tidak akan bisa didapatkan dengan baik, melainkan jika seorang wanita berobat
atau memeriksakan dirinya kepada dokter atau ahli medis wanita. Bila tidak, maka hal itu sulit
dilakukan secara maksimal.
Kenyataan yang kita saksikan cukup langkanya dokter umum maupun spesialis dari
kalangan kaum hawa. Keadaan ini, sedikit banyak tentu menimbulkan pengaruh yang cukup
membuat risih kaum wanita, bila mereka mesti berhadapan dengan lawan jenis untuk berobat.
Sehingga banyak diantara kaum wanita yang terpaksa berobat kepada dokter pria.
Pembahasan tentang ikhtilat sangat penting untuk menjawab persoalan di atas. Yakni
untuk menjaga kehormatan dan menghindarkan dari perbuatan yang mengarah dosa dan
kekejian.

Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang perempuan di
tempat sepi. Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia, yang rambu-rambunya
sangat mendapat perhatian dalam Islam. Yaitu berkait dengan ajaran Islam yang sangat
menjunjung tinggi keselamatan bagi manusia dari segala gangguan. Terlebih lagi dalam masalah
mu'amalah (pergaulan) dengan lain jenis. Dalam Islam, hubungan antara pria dan wanita telah
diatur dengan batasan-batasan, untuk membentengi gejolak fitnah yang membahayakan dan
mengacaukan kehidupan. Karenanya, Islam telah melarang pergaulan yang dipenuhi dengan
ikhtilat (campur baur antara pria dan wanita).
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memperingatkan kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.



"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita, maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah? Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka). [HR Bukhari dan Muslim].
Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah memperingatkan bahaya ikhtilat ini dengan
pernyataannya: Ikhtilat yang terjadi di antara lelaki dan wanita menjadi penyebab banyaknya
perbuatan keji dan zina.[1] Maka, sungguh kehatian-hatian Islam dalam banyak hal, ialah demi
kemaslahatan kehidupan manusia itu sendiri.
Syaikh Bin Bz rahimahullah memandang permasalahan ini sebagai persoalan penting
untuk diketahui dan sekaligus menyulitkan. Akan tetapi, ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
memberi karunia ketakwaan dan ilmu kepada seorang wanita, maka ia harus bersikap hati-hati
untuk dirinya, benar-benar memperhatikan masalah ini, dan tidak menyepelekan. Seorang wanita
memiliki kewajiban untuk mencari dokter wanita terlebih dahulu. Bila mendapatkannya,
alhamdulillah, dan ia pun tidak membutuhkan bantuan dokter lelaki.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti
untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang keadaannya
benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki,
baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah yang mengetahui penyakitnya maupun
memang belum ada yang ahli.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'm/6 ayat 119:

"(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada


kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya)".
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti rambu-
rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah
keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslimah terpaksa harus bertemu
dan berobat kepada dokter lelaki, ia harus didampingi mahram atau suaminya saat pemeriksaan.
Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Bz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh
yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat
wanita, meskipun sudah ada perawat wanita umpamanya- maka keberadaan suami atau wanita
lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Ketika Syaikh Shalih al-Fauzan ditanya mengenai hukum berobat kepada dokter yang
berbeda jenisnya, beliau menjelaskan: Seorang wanita tidak dilarang berobat kepada dokter
pria, terlebih lagi ia seorang spesialis yang dikenal dengan kebaikan, akhlak dan keahliannya.
Dengan syarat, bila memang tidak ada dokter wanita yang setaraf dengan dokter pria tersebut.
Atau karena keadaan si pasien yang mendesak harus cepat ditolong, (karena) bila tidak segera,
penyakit (itu) akan cepat menjalar dan membahayakan nyawanya. Dalam masalah ini, perkara
yang harus diperhatikan pula, dokter tersebut tidak boleh membuka sembarang bagian tubuh
(aurat) pasien wanita itu, kecuali sebatas yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dan juga, dokter
tersebut adalah muslim yang dikenal dengan ketakwaannya. Pada situasi bagaimanapun, seorang
muslimah yang terpaksa harus berobat kepada dokter pria, tidak dibolehkan memulai
pemeriksaan terkecuali harus disertai oleh salah satu mahramnya".
Ketika Lajnah D-imah menjawab sebuah pertanyaan tentang syarat-syarat yang harus
terpenuhi bagi dokter lelaki untuk menangani pasien perempuan, maka Lajnah D-imah
mengeluarkan fatwa yang berbunyi: (Syarat-syaratnya), yaitu tidak dijumpai adanya dokter
wanita muslimah yang sanggup menangani penyakitnya, dokter tersebut seorang muslim lagi
bertakwa, dan pasien wanita itu didampingi oleh mahramnya.
Demikian pula menurut Syaikh Muhammmad bin Shalih al-Utsaimin. Hanya saja, untuk
menangani wanita muslimah, beliau rahimahullah lebih memilih seorang dokter wanita
beragama Nashrani yang dapat dipercaya, daripada memilih seorang dokter lelaki muslim. Kata
beliau: Menyingkap aurat lelaki kepada wanita, atau aurat wanita kepada pria ketika dibutuhkan
tidak masalah, selama terpenuhi dua syarat, yaitu aman dari fitnah, dan tidak disertai khalwat
(berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya). Akan tetapi, berobat kepada dokter
wanita yang beragama Nasrani dan amanah, tetap lebih utama daripada ke doker muslim
meskipun lelaki, karena aspek persamaan.
Penjelasan tambahan Syaikh al-Utsaimin di atas, juga dipilih oleh para ulama yang
tergabung dalam Lajnah Daimah. Dalam fatwanya yang bernomor 16748, Lajnah D-imah
memfatwakan, wanitalah yang menangani (pasien) wanita, baik ia seorang muslimah maupun
bukan. Seorang lelaki yang bukan mahram, tidak boleh menangani wanita, kecuali dalam kondisi
darurat. Yaitu bila memang tidak ditemukan dokter wanita.
Begitu pula bagi wanita yang menghadapi persalinan. Ada sebuah pertanyaan mengenai
hukum wanita memasuki rumah sakit untuk menjalani persalinan, sedangkan dokter-dokter di
rumah sakit tersebut seluruhnya laki-laki. Lajnah D-imah memberi jawaban: "Dokter laki-laki
tidak boleh menangani persalinan wanita, kecuali dalam kondisi darurat, seperti
mengkhawatirkan kondisi wanita (ibu bayi), sementara itu tidak ada dokter wanita yang mampu
mengambil alih pekerjaan itu.
















DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2006, Kanker Leher Rahim, www.medicastore.com
1. Anonim, 2006, Bahaya Kanker Serviks Bagi wanita, www.kesrepro.info
1. DEPKES RI, 2005, Penanggulangan Kanker Serviks dengan Vaksin HPV, Departemen
Kesehatan RI.
4. Anonim, 2006, Kondom Cegah Kanker di Leher Rahim, Kompas Cyber Media,
www.kompas.com
1. Berkowitz RS, Goldstein DP. Chorionic Tumors. 1996; 335 : 1740 1748. Rose PG,
Bundy BN, Watkins ET, et.al. Concurrent cicplatin-based radiotherapy and
chemotherapy for locally advanced cervical cancer. The New England Journal of
Medicine 1999;49: 1144-53.
1. American Cancer Society, 2006, Cancer Facts and Figures 2006, American Cancer
Society Inc. Atlanta
1. Anonim, 2005, Cervical cancer Risk Factors, Mayo Research Foundation,
www.mayoclinic.com
1. Garcia , Agustin , 2006, Cervical Cancer, www.emedicine.com
1. Mardjikoen, 1999, Tumor ganas alat genital. dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB,Rachimhadi T. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:Yayasan bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo.; p.367 405.
1. Putri, Henny., Manajemen Karsinoma Serviks, Referat, Bagian / SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM RS dr. Sardjito Yogyakarta.
1. Henry M. Keys, M.D., Brian N. Bundy, Ph.D., Frederick B. Stehman, M.D., Laila I.
Muderspach, M.D., Weldon E. Chafe, M.D., Charles L. Suggs, M.D., Joan L. Walker,
M.D., and Deborah Gersell, M.D., 1999, Cisplatin, Radiation, and Adjuvant
Hysterectomy Compared with Radiation and Adjuvant Hysterectomy for Bulky Stage IB
Cervical Carcinoma., The New England Journal of Medicine, www.nejm.org
1. Xavier Castellsagu, M.D., F. Xavier Bosch, M.D., Nubia Muoz, M.D., Chris J.L.M.
Meijer, Ph.D., Keerti V. Shah, Dr.P.H., Silvia de Sanjos, M.D., Jos Eluf-Neto, M.D.,
Corazon A. Ngelangel, M.D., Saibua Chichareon, M.D., Jennifer S. Smith, Ph.D.,
Rolando Herrero, M.D., Victor Moreno, M.D., Silvia Franceschi, M.D , 2002, Male
Circumcision, Penile Human Papillomavirus Infection, and Cervical Cancer in Female
Partners, The New England Journal of Medicine, www.nejm.com
1. Aziz F, Nugroho K, dan Ratna S S., 1985, Karsinoma serviks Uterus, Bagian / SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI RS dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai