Anda di halaman 1dari 23

RESUME LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS CA SERVIKS


DI RUANG POLI GINEKOLOGI
RSUD AL IHSAN BANDUNG

Oleh :

LAILASARI SABILA

NIM. 402022132

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian kanker serviks
Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan
sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol (Mirayashi, 2013). Menurut Setiawati (2014)
kanker serviks 99,7% disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) onkogenik yang
menyerang rahim.
B. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV). Lebih dari 90%
kanker leher rahim adalah jenis skuamosa yang mengandung DNA virus Human Papilloma
Virus (HPV) dan 50% kanker servik berhubungan dengan Human Papilloma Virus tipe 16.
Virus HPV dapat menyebar melalui hubungan seksual terutama pada hubungan seksual
yang tidak aman. Virus HPV menyerang selaput pada mulut dan kerongkongan serta anus
dan akan menyebabkan terbentunya sel-sel pra-kanker dalam jangka waktu yang panjang
(Ridayani, 2016).
C. Factor resiko
1. Jumlah Pasangan Seksual
Laki-laki yang pernah melakukan hubungan seksual dengan wanita yang memiliki riwayat
kanker serviks, maka akan berisko tinggi dalam proses penularan virus HPV ini.
2. Umur
Perempuan dengan usia 20-50 tahun akan sangat rawan untuk mengidap penyakit kanker
serviks ini karena masih tergolong kedalam usia produktif atau usia subur. Wanita yang
juga masih melakukan hubungan seksual dapat menjadi salah satu faktor resiko untuk
terkena kanker serviks, dikarenakan semakin bertambahnya usia maka akan terjadi
perubahan anatomi (retraksi) dan hispatologi (metaplasia).
3. Aktivitas Seksual Pertama Kali (Secara Dini)
Prevalensi tertinggi kanker serviks sekitar 20% terutama saat wanita melakukan hubungan
seksual di saat masih dini sekitar usia 16 tahun. Hubungan seksual dini dapat meningkatkan
risiko terserangnya kankerserviks dua kali lipat dengan wanita yang usia 20 tahun ke atas
(matang secara sistem reproduksi). Pada usia dini fungsi dari alat reproduksi belum
matang, jika hamil diusia yang masih muda maka sel dinding Rahim (serviks) akan
mengalami perubahan yang disebakan karna belum matangnya organ reproduksi, hal ini
yang menyebababkan peningkatan resiko kanker serviks. Serviks pada remaja lebih rentan
terhadap stimulus karsinogen karena terdapat proses metaplasia skuamos yang aktif yang
dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks, yang artinya organ reproduksi remaja rentan
terhadap rangsangan sehingga pada usia dibawah 20 tahun belum siap mendapatkan
rangsangan dari luar (Rama Diananda, 2009)
4. Frekuensi Kehamilan
Frekuensi kehamilan sama dengan seringnya bergonta-ganti pasangan seksual, dalam
kasus ini juga dapat meningkatkan resiko wanita untuk terserang kanker serviks. Oleh
karena itu, wanita yang sering melahirkan akan lebih besar meningkatkan resiko untuk
terkena kanker serviks. Pada saat melahirkan secara normal, janin akan melewati serviks
dan menimbulkan trauma pada serviks yang bisa memicu aktifnya sel kanker. Semakin
sering janin melewati serviks, maka akan semakin tinggi pula risiko terjadinya kanker
serviks.
5. Merokok
Merokok juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks
jenis karsinoma skuamosa. Pada penelitian menyatakan bahwa orang dengan merokok
dapat meningkatkan risiko terserangnya kanker serviks, dikarenakan zat nikotin serta racun
yang lainnya yang terdapat pada rokok masuk kedalam darah melalui asap rokok dan dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya cervical neoplasma atau tumbuhnya sel-sel
abnormal pada leher rahim.
6. Kekebalan Tubuh
Seseorang yang telah terinfeksi HIV dan hasil dari Pap Smear yang abnormal, seseorang
yang menderita gizi buruk dan melakukan diet ketat, serta wanita yang rendah
mengonsumsi vitamin A, C dan E setiap hari akan menyebabkan menurunnya sistem
kekebalan pada tubuh, sehingga orang tersebut sangat mudah untuk terinfeksi oleh
berbagai virus termasuk virus HPV.
7. Faktor Kebersihan
Kebersihan merupakan hal yang tidak boleh di sepelekan. Masalah kebersihan sangat
terkait erat dengan mulut rahim. Salah satu akibat yang timbul akibat jarang menjaga
kebersihan vagina adalah keputihan. Jika dibiarkan, keputihan akan bisa berakibat
terjadinya kanker serviks.
8. Penyakit Menular Seksual (IMS)
Penyakit ini merupakan penyakit yang ditularkan akibat hubungan seksual secara bebas.
Jika dibiarkan, penyakit ini juga akan memicu terjadinya kanker serviks.
D. Patofisiologi
Virus HPV akan menempel pada reseptor permukaan sel dengan perantara virus
attachment yang tersebar pada permukaan virus. HPV yang menempel pada reseptor
permukaan sel akan melakukan penetrasi, adanya luka mempermudah virus memasuki sel.
Virus masuk dan mengeluarkan genom setelah itu kapsid dihancurkan. Setelah virus masuk
ke dalam inti sel, virus melakukan transkripsi dengan DNA-nya berubah menjadi MRNA
(Yanti, 2013). Mekanisme terjadinya kanker serviks berhubungan dengan siklus sel yang
diekspresikan oleh HPV. Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7.
Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan terpotong diantara
gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dengan DNA manusia menyebabkan gen E2
tidak berfungsi sehingga akan merangsang E6 berikatan dengan p53 dan E7 berikatan
dengan pRb (Yanti, 2013). Ikatan antara protein E6 dan gen p53 akan menyebabkan p53
tidak berfungsi sebagai gen supresi tumor yang bekerja di fase G1. Gen p53 akan
menghentikan siklus sel di fase G1 dengan tujuan penghentian siklus sel yaitu agar sel
dapat memperbaiki kerusakan sebelum berlanjut ke fase S. Mekanisme kerja p53 adalah
dengan menghambat kompleks cdk-cyclin yang akan merangsang sel memasuki fase
selanjutnya jika E6 berikatan dengan p53 maka sel terus bekerja sehingga sel akan terus
membelah dan menjadi abnormal (Yanti, 2013).
Protein retinoblastoma (pRb) dan gen lain yang menyerupai pRb (p130 dan p107)
berfungsi mengkontrol ekspresi sel yang diperantarai oleh E2F. Ikatan pRb dengan E2F
akan menghambat gen yang mengatur sel keluar dari fase G1, jika pRb berikatan dengan
protein E7 dari HPV maka E2F tidak terikat sehingga menstimulasi proliferasi sel yang
melebihi batas normal sehingga sel tersebut menjadi sel karsinoma (Yanti, 2013).
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Gejala fisik hanya akan dirasakan oleh penderita dengan stadium lanjut. Gejala-gejala yang
dapat diarsakan, antara lain (Wijaya, 2014) :
1. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat perhubungan seksual (Contact Bledding).
2. Perdarahan pada vagina yang abnormal.
3. Keputihan yang abnormal
4. Penurunan berat badan secara drastis.
5. Apabila kanker telah menyebar ke panggul, maka penderita akan merasakan nyeri
punggung, hambatan dalam berkemiih, seta pembesaran ginjal.
Pada stadium IVB, sel kanker sudah menyebar ke otak dan paru-paru. Jika kanker ini
diketahui sejak awal maka ada kemungkinan 90% penderita dapat sembuh secara total.
Biasanya prakanker ini dapat diketahui dengan cara deteksi dini, seperti pemeriksaan Pap
Smear atau test IVA. Gejala-gejala yang akan timbul pada stadium IVB ini, antaranya
adalah :
1. Keputihan dan keluarnya darah ketika atau setelah berhubungan seksual.
2. Perdarahan yang abnormal (terjadi diantara dua menstruasi) setelah setelah melakukan
hubungan seksual dan setelah menopause.
3. Menstruasi yang abnormal (lebih lama dan lebih banyak).
4. Keputihan yang menetap dan encer, berwarna pink, cokelat, mengandung darah atau hitam
serta berbau busuk.
Sedangkan pada stadium lanjut, akan timbul gejala seperti :
1. Perdarahan post coitus.
2. Nafsu makan berkurang,
3. berat badan menurun dan mudah merasa lelah.
4. Nyeri panggul dan tungkai.
5. Vagina mengeluarkan kemih atau tinja, patah tulang.
G. Stadium Kanker Serviks

H. Pencegahan
Kanker serviks 100% dapat dicegah dengan vaksinasi HPV, menggunakan kondom,
menghindari konsumsi tembakau, serta deteksi dini dan pengobatan lesi pra kanker
(Malehere, 2019). Upaya pencegahan kanker serviks dibagi atas pencegahan primer,
sekunder dan tersier yang meliputi:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer yang dilakukan melalui vaksinasi Human Papilloma Virus (HPV)
untuk mencegah infeksi HPV dan pengendalian faktor resiko. Pengendalian faktor resiko
dengan menghindari rokok, tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti
pasangan, tidak menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang >5 tahun, serta menjalani
diet sehat (Malehere, 2019).
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder melalui deteksi dini prekursor kanker serviks dengan tujuan
memperlambat atau menghentikan kanker pada stadium awal (Kemenkes, 2016).
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan tes DNA HPV, Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA), tes pap smear, pemeriksaan sitology, colposcopy dan biopsy. Pemeriksaan IVA
direkomendasikan untuk daerah dengan sumber daya rendah dan diikuti dengan
cryotherapy untuk hasil IVA positif (Malehere, 2019).
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan melalui perawatan paliatif dan rehabilitatif di unit pelayanan
kesehatan yang menangani kanker serta pembentukan kelompok survival kanker di
masyarakat (Kemenkes, 2016).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker serviks dan
stadiumnya di antaranya:
1. Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan pap smear sebenarnya merupakan pemeriksaan untuk skrining bukan
merupakan tes diagnostik. Hasil pemeriksaan pas smear yang tidak normal membutuhkan
pemeriksaan lanjutan seperti biopsi untuk mendeteksi apakah ada sel kanker atau tidak.
2. Kolposkopi
Kolposkopi merupakan tindakan pemeriksaan inspeksi serviks dengan menggunakan alat
kolposkop. Pasien diposisikan berbaring di meja pemeriksaan dengan posisi litotomi.
Kolposkop merupakan alat pemeriksaan yang berada di luar tubuh dan memiliki lensa
pembesar sehingga dokter dapat melakukan inspeksi yang lebih akurat bila dibandingkan
dengan penggunaan spekulum cocor bebek biasa. Bila ada bagian yang abnormal, dokter
dapat melanjutkan pemeriksaan dengan melakukan tindakan biopsi.
3. Biopsi Serviks
Biopsi serviks merupakan tindakan pengambilan sampel jaringan untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi di bawah mikroskop. Biopsi dapat dilakukan pada pasien
poliklinis. Biopsi dapat menyebabkan rasa nyeri, tidak nyaman, kram dan perdarahan.
Biopsi dapat digunakan sebagai alat diagnostik sekaligus alat terapi definitif bila lesi
abnormalnya kecil.
Biopsi untuk mengambil sampel jaringan pre kanker atau kanker serviks dapat dilakukan
dengan beberapa teknik diantaranya kuretase endoserviks dan biopsi kerucut (cone biopsy /
konisasi). Biopsi dengan teknik kuretase endoserviks biasanya dilakukan bila area
transformasi ekto-endoserviks (T-zone) tidak jelas terlihat dengan menggunakan
kolposkopi. Untuk melakukan tindakan kuretase endoserviks, dokter dapat memasukkan
alat kuret ke dalam liang endoserviks pasien untuk kemudian dilakukan scrapping atau
mengerok sampel jaringan. Sampel jaringan tersebut dikirim ke lab patologi anatomi untuk
dilakukan pemeriksaan histopatologi dibawah mikroskop.
Biopsi kerucut atau konisasi merupakan pengambilan jaringan serviks dengan bentuk
kerucut (cone shape). Bagian dasar dari kerucut berasal dari ektoserviks dan bagian
puncaknya (axis) berasal dari kanal endoserviks. Area transformasi (T-zone) dapat terambil
dalam biopsi kerucut ini sehingga teknik ini juga dapat digunakan sebagai terapi definitif
untuk lesi pra kanker dan kanker stadium awal. Biopsi kerucut umumnya menggunakan
metode LEEP dan biopsi pisau dingin. Metode LEEP (Loop Electrosurgical Procedure)
merupakan metode pengambilan jaringan dengan menggunakan kawat steril yang
dipanaskan. Sedangkan biopsi pisau dingin (cold knife biopsy) adalah metode pengambilan
jaringan dengan menggunakan pisau bedah dengan pemberian anestesi sebelumnya.
Hasil biopsi pre kanker biasanya dilaporkan dalam bentuk:
 CIN 1: Hanya sedikit sel abnormal yang ditemukan, merupakan tingkatan pre kanker yang
paling rendah (mild dysplasia).
 CIN 2: Sebagian sel yang ditemukan pada jaringan biopsi adalah sel abnormal (moderate
dysplasia).
 CIN 3: Sebagian besar sel yang ditemukan pada jaringan biopsi adalah sel abnormal. CIN3
merupakan tingkatan pre kanker yang paling serius (severe dysplasia) dan termasuk
karsinoma in situ.
4. Proktoskopi
Proktoskopi merupakan pemeriksaan inspeksi pada rektum dengan menggunakan alat
proktoskop untuk mengetahui apakah ada metastasis atau penyebaran kanker serviks ke
area rektum. Untuk melakukan proktoskopi, pasien diposisikan berbaring miring atau
nungging.
5. Foto X-Ray Thoraks
Foto X-ray atau rontgen thoraks dilakukan untuk mendeteksi apakah ada metastasis di
paru-paru.
6. CT Scan (Computed Tomography)
CT scan digunakan bila ukuran tumor besar atau diduga ada metastasis.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI digunakan untuk mendeteksi metastasis di jaringan lunak atau soft tissue.
8. IVP (Intravenous Pielography)
IVP merupakan pemeriksaan X-ray untuk mendeteksi kelainan pada sistem perkemihan
(urinary system). IVP dilakukan dengan menyuntikkan cairan kontras pada pembuluh
darah vena untuk kemudian dilakukan foto rontgen. Kanker serviks biasanya menyebabkan
sumbatan ureter. Pemeriksaan ini umumnya lebih jarang digunakan karena dengan
menggunakan CT scan atau MRI sudah dapat dideteksi kelainan pada sistem urinari pasien
kanker serviks.
9. PET Scan (Positron Emission Tomography)
PET scan menggunakan molekul radioaktif yang dapat diserap oleh sel kanker untuk
kemudian dipindai dengan kamera khusus. PET scan dapat digunakan untuk mengetahui
penyebaran sel kanker ke seluruh tubuh terutama ke kelenjar getah bening (lymph node
J. Penatalaksanaan kanker serviks
Terapi yang diberikan pada kanker serviks tergantung dari stadium kanker serviknya.
Menurut American Cancer Society (2016), Irwan (2016), terapi kanker serviks terdiri dari
: pembedahan, radiasi, kemoterapi, dan kombinasi dari ketiga terapi tersebut.
1. Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengobati kanker pada stadium awal, dan mencegah kanker
tumbuh dan menyebar. Pembedahan dilakukan berdasarkan sejauh mana kanker serviks
menginvasi jaringan-jaringan yang sehat.
a. Hysterectomy sederhana, pembedahan ini dilakukan pada stadium awal kanker serviks,
dimana invasi kurang dari 3mm ke dalam serviks. Pembedahan ini menghilangkan servik
dan, uterus tetapi tidak menghilangkan vagina dan kelenjar getah bening di area panggul.
b. Hysterectomy radikal, pembedahan ini dilakukan melalui sayatan perut, dilakukan jika
invasi lebih besar dari 3mm ke dalam serviks dan tidak ada bukti adanya tumor pada
dinding pelvis. Pembedahan ini menghilangkan serviks, uterus, sebagian jaringan vagina,
dan nodus limfe dalam area pelvis.
Efek samping dari pembedahan ini menimbulkan komplikasi berupa pendarahan yang
berlebihan, infeksi luka, atau kerusakan sistem saluran kemih dan pencernaan.
Hysterectomy juga menyebabkan wanita tidak bisa hamil dan mengalami disfungsi seksual
berupa kesulitan dalam orgasme.
2. Radiasi
Terapi radiasi menggunakan sinar x energy tinggi atau partikel radiaktif untuk membunuh
sel kanker. Jenis terapi radiasi yang sering digunakan adalah radiasi eksternal dan radiasi
internal (brachytherapy).
a. Radiasi eksternal yaitu, pemberian sinar radiasi dari luar tubuh dengan menggunakan
mesin yang besar untuk menyinari pelvis. Terapi radiasi ini hanya membutuhkan waktu
beberapa menit tetapi memerlukan proses yang agak lama. Terapi ini dilakukan 5 hari
dalam seminggu dengan total 6 sampai 7 minggu. Prosedur ini tidak meninbulkan rasa
sakit.
b. Radiasi internal (brachytherapy) yaitu, terapi ini menggunakan bahan kapsul yang diisi
material radioaktif yang ditempatkan di serviks. Brachytherapy bertujuan untuk
memberikan radiasi yang besar langsung pada sumber kanker serviks. Efek samping terapi
radiasi adalah kelelahan, nyeri perut, diare, anemia, mual dan muntah. Terapi radiasi juga
menyebabkan cystitis, nyeri pada vagina, menopause dini, berkurangnya elastisitas vagina,
kekeringan pada vagina yang bisa menyebabkan nyeri pada saat berhubungan seksual.
3. Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat anti kanker yang diberikan melalui suntikan atau oral.
Kemoterapi bertujuan unttuk membunuh sel-sel kanker. Obat-obatan kemoterapi yang
digunakan adalah cisplatin, carboplatin, paclitaxel, topotecan, gemcitabine atau
menggunakan kombinasi dari beberapa obat-obatan tersebut. Efek samping kemoterapi
adalah mual, muntah, anoreksia, rambut rontok, mulut kering, kelelahan. menopause dini,
dan infertilitas.
4. Terapi kombinasi
a. Radiasi dengan pembedahan, radiasi dilakukan sebelum pembedahan yang bertujuan untuk
mengecilkan kanker, batas-batas kanker menjadi jelas dan tegas sehingga memudahkan
pada proses pembedahan.
b. Radiasi dengan kemoterapi, kombinasi terapi ini biasa disebut dengan kemoradiasi.
Kemoterapi membantu radiasi bekerja lebih efektif dibandingkan bila hanya menggunakan
radiasi saja.
LAPORAN KASUS NY. M DENGAN CA SERVIKS DI POLI GINEKOLOGI
A. PENGKAJIAN
1. Biodata pasien
a. Nama: Ny. M
b. Usia: 45 tahun
c. Agama: islam
d. Alamat: babakan
e. Dx medis: Ca Serviks
f. No. rekam medis: 00824236
g. Tanggal pengkajian: 25-10-22
2. Biodata penanggung jawab
a. Nama: Tn. Y
b. Usia: 47 tahun
c. Hubungan dengan pasien: Suami
3. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di area post op
4. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri di area luka post op, seperti tertusuk-tusuk, ada rembesan
darah, nyeri bertambah saat bergerak, skala nyeri 4, pasien sedang menjalani
kemoterapi ke 2, pasien mengatakan kesulitan tidur dan tubuhnya lemas, dan kadang
pegal-pegal
5. Riwayat kesehatan dulu
Pasien sebelumnya didiagnosa Ca Serviks stadium IIA dan sudah menjalani operasi.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang mengidap kanker.
7. Riwayat obstetric dan ginekologi
a. Riwayat obstetric
1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
No Thn Umur Jenis tempat JK BBL masalah Keadaan
partus hamil partum hamil lahir nifas bayi anak
1 2005 - Spontan Bidan L 2500 - - - - normal
2 2007 39 Spontan Bidan P 2678 - - - - normal
mgg
b. Riwayat ginekologi
1) Riwayat menstruasi
Pasien mengatakan jika haid terkadang suka merasa nyeri, siklusnya teratur.
2) Riwayat keluarga berencana
Pasien sempat menggunakan KB suntik 2 bulan
3) Riwayat pernikahan
Pasien menikah diusia 15 tahun, suami pasien saat itu berumur 17 tahun,
pernikahan sudah berjalan 31 tahun.
8. Pemeriksaan fisik
TD: 137/79 mmHg
N: 88 x/mnt
TB: 144 cm
BB: 52 kg
System pernapasan: tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak ada cuping hidung,
RR 20 x/mnt
System kardiovaskuler: irama nadi regular, nadi 88 x/mnt.
System pencernaan: mukosa bibir lembab, sulit BAB 2 hari 1 x, tidak nafsu makan,
mual jika melihat makanan, sempat muntah 2 x.
System resproduksi: terdapat luka post op Ca Serviks
9. Pola ADL
Nutrisi: pasien mengeluh tidak nafsu makan, makan sedikit, mual jika melihat
makanan, sempat muntah 2x
Eliminasi: pasien kesulitan BAB, 2 hari 1 x
Istirahat tidur: pasien kesulitan tidur karna terkadang nyeri dibagian luka post op nya
10. Pemeriksaan penunjang
USG: Ca Serviks STAD IIA
RO THORAX: tidak ada tampak metastasis intrapulmonal
Hasil Laboratorium
Nama test Hasil Rujukan
Hemoglobin 9.7 g/dL 12.0-16.0
Leukosit 8010 sel/uL 3800 – 106000
Eritrosit 3.21 juta/uL 3.6 – 5.8
Hematocrit 28.4 % 35 – 47
Trombosit 609000 sel/uL 150000 – 440000
AST (SGOT) 23 U/L 10 - 31
ALT (SGOT) 17 U/L 9 - 36
Ureum 21 mg/dL 10 – 50
kreatinin 0.78 mg/dL 0.7 – 1.13

11. Terapi
Nama obat Indikasi
Cefixime 100 cap Antibiotic yang berguna untuk pengobatan sejumlah
infeksi bakteri
Vit B com tab vitamin tablet yang digunakan untuk membantu
memenuhi kebutuhan vitamin B kompleks di tubuh.
Becom c tab Membantu memenuhi kebutuhan multivitamin pada
masa pertumbuhan dan selama masa penyembuhan
Sulfas ferosus Suplemen zat besi yang digunakan untuk mengatasi
anemia akibat kekurangan zat besi dalam darah
Tramadol 50 mg Obat untuk meredajan nyeri sedang hingga berat
pasca operasi
Paracetamol tab Obat yang digunakan untuk meringankan rasa sakit
pada sakit kepala dan menurunkan demam.

A. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Ca Serviks stad IIA Nyeri akut
- Pasien mengeluhkan Prosedur pembedahan
nyeri di bagian luka (Histerektomi)

post op nya Luka operasi


- Skala nyeri 4
- Nyeri seperti ditusuk Trauma jaringan

dan bertambah jika


Kontinuitas jaringan
bergerak terputus
- Pasien mengatakan
Nyeri akut
sulit tidur karena
nyeri di area lukanya
DO:
- Ada rembesan
kemerahan pada area
luka
DS: Ca serviks Nausea
- pasien mengatakan
Prosedur kemoterapi
tidak nafsu makan
- mual jika melihat Neuron di medulla
makanan dan sempat berinteraksi

muntah 2 x
Merangsang N. vagus
- pasien sedang Mengkoordinasi reflex
menjalani emetic
kemoterapi ke 2
Mual, muntah

Nausea

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (luka post op Ca Serviks) d.d pasien mengeluh
kesakitan, skala 4, seperti ditusuk
2. Nausea b.d efek tindakan kemoterapi d.d mual dan muntah
C. Intervensi
No Dx keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui nyeri
pencedera fisik (luka tindakan keperawatan 1 Observasi yang dirasakan pasien , dari
post op Ca Serviks) x 24 jam, nyeri dapat - Identifikasi lokasi, kualitas, skala lokasi dan factor yang
d.d pasien mengeluh teratasi dengan kriteria durasi, skala nyeri, factor memperberat nyeri tersebut
kesakitan, skala 4, hasil: yang memperberat dan 2. Terapi relasasi napas dalam
seperti ditusuk - Nyeri yang memperingan nyeri dapat merelaksasikan otot-
dirasa pasien Terapi otot skelet mengalami
berkurang (skala - Berikan terapi relaksasi spasme dikarenakan adanya
0-3) napas dalam peningkatan ptostaglandin
- Pasien dapat Edukasi yang menyebabkan
tidur dengan - Edukasi penyebab nyeri terjadinya vasodlitasi
nyenyak - Edukasi cara terapi napas pembuluh darah meningkat
- Rembesan pada dalam ke aliran darah yang
area luka post op - Anjurkan memonitor nyeri mengalami spasme akibat
berkurang secara mandiri cemas dari nyeri yang
Kolaborasi dirasakan. Dapat
- Kolaborasi pemberian merangsang tubuh sehingga
Tramadol 50 mg terjadi pelepasan opioid
endogen adalah endorphin
Perawatan luka dan enkefalin sehingga tubuh
Observasi menjadi rileks. (Utami,2016)
- Monitor karakteristik luka, 3. Edukasi diberikan agar
warna, bau, ukuran dan pasien dapat mengetahui
tanda-tanda infeksi penyebab dari nyeri yang
Terapi dirasakannya dan pasien
- Lepaskan balutan dan plester dapat menerapkan terapi
secara perlahan relaksasi napas dalam yang
- Bersihkan dengan NaCl diberikan
- Pasang balutan sesuai jenis 4. Pemberian tramadol adalah
luka sebagai pereda nyeri dari
- Pertahankan teknik steril saat skala sedang sampai berat
mebersihkan luka biasanya diberikan pada
- Berikan suplemen vitamin pasien post op
Edukasi 5. Monitor luka dari post op
- Jelaskan tanda dan gejala untuk mengetahui apakah
infeksi ada infeksi pada luka atau
- Anjurkan makan makanan tidak, apakah cairan yang
tinggi protein keluar semakin banyak atau
Kolaborasi berkurang saat setelah
- Kolaborasi pemberian diganti balutan
cefixime
6. Perawatan luka diberikan
agar luka pasien post op
tetap bersih dan terhindar
dari infeksi
7. Pemberian suplemen
vitamin untuk mempercepat
penyembuhan luka dan
kebutuhan vitamin tubh
berhubung pasien sedang
menjalani kemoterapi
8. Edukasi tanda dan gejala
infeksi agar pasien
mengetahui apakah luka
post op nya mengalami
infeksi atau tidak
9. Pemberian cefixime sebagai
antibiotic berhubung karena
resiko infeksi dari luka post
op pasien
2 Nausea b.d efek Setelah dilakukan Manajemen mual 1. Untuk mengetahui apakah
tindakan kemoterapi tindakan keperawatan Observasi mual semakin bertambah
d.d mual dan muntah 1x24 jam, nausea pasien
berkurang dengan - Identifikasi pengalaman dan muntah nya apakah
kriteria hasil: mual, dampak mual seperti semakin sering atau tidak
- Mual yang nafsu makan menurun 2. Monitor asupan nutrisi juga
dirasakan pasien - Identifikasi factor penyebab dilakukan agar nutrisi pasien
berkurang mual seperti kemoterapi tetap terjaga dan terpenuhi.
- Pasien tidak - Monitor asupan nutrisi Sehingga tidak terjadi
muntah lagi Terapeutik pengurangan berat badna
- Nafsu makan - Kendalikan factor penyebab secara drastic.
pasien mual (seperti bau makanan) 3. Pada pasien kemoterapi
meningkat Edukasi nervus vomit menjadi lebih
- Anjurkan istirahat yang peka sehingga jika mencium
cukup aroma yang tidak sedap atau
Edukasi kan penyebab mual makanan sekalipun akan
seperti mual yang disebabkan merangsang mual dan
oleh efek kemoterapi muntah.
4. Istirahat yang cukup dapat
Manajemen muntah mengurangi mual yang
Observasi dirasakan
- Identifikasi penyebab muntah 5. penekanan pada titik P6 dan
Terapeutik ST36 dapat merangsang
pengeluaran beta endorphine
di hipofise. Sel beta
- Control factor penyebab endorphine merupakan salah
muntah seperti bau tak sedap satu antiemetik alami yang
atau makanan berfungsi untuk menurunkan
Edukasi impuls mual muntah di
- Anjurkan teknik Chemoreseptor Trigger
nonfamakologis seperti Zone (CTZ) dan pusat
akupresur. muntah. Dibble, et al.,
(2007) juga menyatakan
bahwa penekanan pada titik
P6 dan ST36 dapat
menurunkan mual muntah
karena dapat membantu
perbaikan aliran energi “Qi”
dilambung sehingga
mengurangi respon mual
muntah. Suzanne L,
Chapman, Mack & Shih
(2000) mengatakan apabila
penekanan pada titik-titik
tersebut dilakukan dengan
benar, maka pasien akan
merasakan muatan ringan
seperti listrik statis.
Selanjutnya, setelah
pemberian penekanan
selama beberapa menit,
pasien akan merasakan
adanya ketidaknyamanan
ringan. Hal ini terjadi karena
adanya proses
menyeimbangkan kembali
alergi Chi yang
menghasilkan perbaikan
respon mual muntah.

Anda mungkin juga menyukai