Anda di halaman 1dari 20

USULAN PENELITIAN

PERBANDINGAN GENOTYIPING DNA HUMAN PAPILLOMA VIRUS


(HPV) PADA KANKER SERVIKS TIPE ADENOKARSINOMA DAN
KARSINOMA SEL SKUAMOSA DI RSUD WANGAYA

Oleh:
Ida Bagus Manubawa Pemaron

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehin
gga proposal skripsi dengan judul “PERBANDINGAN GENOTYIPING DNA
HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV) PADA KANKER SERVIKS TIPE AD
ENOKARSINOMA DAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA DI RSUD WAN
GAYA”
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan ban
yak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberi
kan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga usulan penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, Karena keterbatasan pengetahuan maupun pe
ngalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam proposal ini, Oleh k
arena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pemb
aca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 27 Februari 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker Serviks merupakan suatu bentuk keganasan yang terjadi

pada leher rahim (serviks) yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang

abnormal dari jaringan epitel serviks akibat adanya infeksi yang persisten

human papillomavirus (HPV) tipe high risk (HRHPV) onkogenik. World

Health Organization (WHO) melaporkan, kanker serviks merupakan kanker

paling banyak kedua yang diderita oleh perempuan di dunia. Di Indonesia

kasus kanker serviks mencapai 207 kasus per 100.000 populasi (Serrano B

dkk, 2019)

HPV merupakan virus DNA sirkuler rantai ganda, berukuran kecil,

tidak memiliki selubung (envelope) dan masuk dalam keluarga

Papillomaviridae. Saat ini, lebih dari 200 jenis HPV yang berbeda telah

dikarakterisasi dan sekitar 30 sampai 24 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia

Vol.8.1. 2019; Hal.23-32 40 dapat menginfeksi lapisan epitel saluran

anogenital dan area mukosa lainnya pada tubuh manusia. Berdasarkan

hubungan mereka dengan kanker serviks dan lesi prekursor, HPV dapat

diklasifikasikan menjadi Low Risk-HPV (LR-HPV), potential High Risk-

HPV (pHR-HPV), dan High Risk-HPV (HR-HPV). LR-HPV tipe 6 dan 11,

dapat menyebabkan kutil kelamin yang umum atau lesi hiperproliferatif jinak

dengan kecenderungan tidak berkembang menjadi ganas, sementara infeksi


HR-HPV, terutama HPV tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama

terjadinya lesi pra-ganas dan ganas pada kanker serviks invasive ( Holger

Stark dkk, 2018)

Kanker serviks tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Butuh

waktu sekitar 5-10 tahun dari sejak infeksi pertama sampai berkembang

menjadi kanker invasif. Pada beberapa orang, infeksi oleh HPV dapat

dieliminasi oleh sistem imun sebelum berkembang menjadi suatu keganasan.

Akan tetapi pada individu yang lain, HPV berhasil menghindar dari sistem

imun pejamu dan berkembang menjadi kanker. Persistensi HPV pada tiap

pejamu berbeda tetapi belum diketahui penyebab yang pasti karena penyebab

terjadinya kanker bersifat multifaktorial, namun infeksi HPV merupakan

pencetus utama terjadinya kanker serviks. Oleh karena itu, penting untuk

mengetahui dan memahami proses terjadinya infeksi HPV sampai

berkembang menjadi kanker serviks serta perbandingan Genotyping DNA

Human Pailloma Virus (HPV) pada kanker serviks tipe Adenokarsinoma dan

karsinoma sel skuamosa Tujuan dari rancangan penelitian ini adalah untuk

mengetahui mekanisme HPV dalam menyebabkan kanker serviks serta

perbandingan Genotyping DNA Human Pailloma Virus (HPV) pada kanker

serviks tipe Adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa. (Serrano B dkk,

2019)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian

ini adalah :
1. Bagaimanakah mekanisme HPV dalam menyebabkan kanker

serviks?

2. Bagaimanakah perbandingan Genotyping DNA Human

Pailloma Virus (HPV) pada kanker serviks tipe

Adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa.?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk menganalisis mekanisme HPV dalam menyebabkan kanker

serviks serta perbandingan Genotyping DNA Human Pailloma Virus

(HPV) pada kanker serviks tipe Adenokarsinoma dan karsinoma sel

skuamosa

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui mekanisme HPV dalam menyebabkan kanker

serviks serta perbandingan Genotyping DNA Human Pailloma Virus

(HPV) pada kanker serviks tipe Adenokarsinoma dan karsinoma sel

skuamosa

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat teoritis


1. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar sebagai refrensi untuk

penelitian selanjutnya.

2. Dapat memberikan informasi mengenai mekanisme HPV dalam

menyebabkan kanker serviks serta perbandingan Genotyping DNA Human


Pailloma Virus (HPV) pada kanker serviks tipe Adenokarsinoma dan

karsinoma sel skuamosa

1.4.2 Manfaat Praktis


Dengan dilakukannnya penelitian ini diharapkan:

1. Meningkatnya pemahaman mengenai mekanisme HPV dalam

menyebabkan kanker serviks serta perbandingan Genotyping DNA

Human Pailloma Virus (HPV) pada kanker serviks tipe Adenokarsinoma

dan karsinoma sel skuamosa

2. Adanya program penyuluhan kesehatan yang diselenggarakan oleh

pemerintah terhadap masyarakat mengenai mekanisme HPV dalam

menyebabkan kanker serviks.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Definisi

Kanker serviks adalah kanker dengan angka kejadian nomor empat

terbanyak yang terjadi pada wanita diseluruh dunia dan kanker yang paling

sering pada negara berpenghasilan rendah (Mustafa dkk, 2016). Kanker

serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh adanya

pertumbuhan sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol (Mirayashi, 2013).

Menurut Setiawati (2014) kanker serviks 99,7% disebabkan oleh Human

Papiloma Virus (HPV) onkogenik yang menyerang rahim. Kanker serviks

merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim (serviks), yaitu

bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina (Hartati

dkk., 2014). Berdasarkan pemaparan tersebut kanker serviks atau yang

dikenal juga dengan sebutan kanker leher rahim merupakan kanker ganas

yang tumbuh dileher rahim yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus.

2.1.2 Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah Human Papilloma Virus

(HPV). Lebih dari 90% kanker leher rahim adalah jenis skuamosa yang

mengandung DNA virus Human Papilloma Virus (HPV) dan 50% kanker

servik berhubungan dengan Human Papilloma Virus tipe 16. Virus HPV

dapat menyebar melalui hubungan seksual terutama pada hubungan seksual

yang tidak aman. Virus HPV menyerang selaput pada mulut dan
kerongkongan serta anus dan akan menyebabkan terbentunya sel-sel pra-

kanker dalam jangka waktu yang panjang (Ridayani, 2016). 9 Virus HPV

akan menempel pada reseptor permukaan sel dengan perantara virus

attachment yang tersebar pada permukaan virus. HPV yang menempel pada

reseptor permukaan sel akan melakukan penetrasi, adanya luka

mempermudah virus memasuki sel. Virus masuk dan mengeluarkan genom

setelah itu kapsid dihancurkan. Setelah virus masuk ke dalam inti sel, virus

melakukan transkripsi dengan DNA-nya berubah menjadi MRNA (Yanti,

2013).

2.1.3 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya kanker serviks berhubungan dengan siklus

sel yang diekspresikan oleh HPV. Protein utama yang terkait dengan

karsinogen adalah E6 dan E7. Bentuk genom HPV sirkuler jika

terintegrasi akan menjadi linier dan terpotong diantara gen E2 dan E1.

Integrasi antara genom HPV dengan DNA manusia menyebabkan gen E2

tidak berfungsi sehingga akan merangsang E6 berikatan dengan p53 dan

E7 berikatan dengan pRb (Yanti, 2013). Ikatan antara protein E6 dan gen

p53 akan menyebabkan p53 tidak berfungsi sebagai gen supresi tumor

yang bekerja di fase G1. Gen p53 akan menghentikan siklus sel di fase G1

dengan tujuan penghentian siklus sel yaitu agar sel dapat memperbaiki

kerusakan sebelum berlanjut ke fase S. Mekanisme kerja p53 adalah

dengan menghambat kompleks cdk-cyclin yang akan merangsang sel

memasuki fase selanjutnya jika E6 berikatan dengan p53 maka sel terus
bekerja sehingga sel akan terus membelah dan menjadi abnormal (Yanti,

2013). Protein retinoblastoma (pRb) dan gen lain yang menyerupai pRb

(p130 dan p107) berfungsi mengkontrol ekspresi sel yang diperantarai

oleh E2F. Ikatan pRb dengan E2F akan menghambat gen yang mengatur

sel keluar dari fase G1, jika pRb berikatan dengan protein E7 dari HPV

maka E2F tidak terikat sehingga 10 menstimulasi proliferasi sel yang

melebihi batas normal sehingga sel tersebut menjadi sel karsinoma (Yanti,

2013).

2.1.5 Manifestasi Kliniks

Pada tahap awal dan pra kanker biasanya tidak akan mengalami gejala.

Gejala akan muncul setelah kanker menjadi kanker invasif. Secara umum

gejala kanker serviks yang sering timbul (Malehere, 2019) adalah :

a. Perdarahan pervagina abnormal Perdarahan dapat terjadi setelah

berhubungan seks, perdarahan setelah menopause, perdarahan

dan bercak diantara periode menstruasi, dan periode menstruasi

yang lebih lama atau lebih banyak dari biasanya serta perdarahan

setelah douching atau setelah pemeriksaan panggul.

b. Keputihan Cairan yang keluar mungkin mengandung darah,

berbau busuk dan mungkin terjadi antara periode menstruasi atau

setelah menopause.

c. Nyeri panggul Nyeri panggul saat berhubungan seks atau saat

pemeriksaan panggul.
d. Trias Berupa back pain, oedema tungkai dan gagal ginjal

merupakan tanda kanker serviks tahap lanjut dengan keterlibatan

dinding panggul yang luas.

2.1.7 Diagnosis

Stadium kanker serviks yang digunakan adalah menurut The International

Federation Of Gynecology and Obstetrics (FIGO) (Malehere, 2019) dapat

dilihat pada berikut.


2.1.8 Faktor Predisposisi

Predisposisi adalah kondisi yang memicu munculnya kanker.

Faktor- faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain:

a. Perilaku seksual Risiko terkena kanker serviks akan meningkat

apabila seorang perempuan memiliki mitra seksual multipel

atau sama saja ketika pasangannya memiliki mitra seksual

multipel. Selain itu akan sangat berisiko apabila pasangan

mengidap kondiloma akuminata (Kurniawati, 2018).

b. Aktivitas seksual dini Umur pertama kali hubungan seksual

merupakan salah satu faktor yang cukup penting. Perempuan

yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 16 tahun

mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu epitel atau

lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk sempurna

jika melakukan hubungan seksual pada usia tersebut maka akan

sangat mudah terjadi lesi atau luka mikro yang akan


menyebabkan terjadi infeksi salah satunya oleh virus HPV yang

merupakan penyebab kanker serviks (Meihartati, 2017).

c. Smegma Smegma adalah substansi berlemak. Smegma biasanya

terdapat pada lekukan kepala kemaluan laki-laki yang tidak

disunat. Sebenarnya smegma adalah secret alami yang

dihasilkan kelenjar sabeceous pada kulit penis. Namun ternyata

hal ini berkaitan dengan meningkatnya resiko seorang laki-laki

sebagai pembawa dan penular virus HPV (Kurniawati, 2018).

d. Perempuan yang merokok Rokok terbuat dari tembakau dan

seperti yang kita ketahui bahwa didalam tembakau terdapat zat-

zat yang bersifat sebagai pemicu kanker baik yang dihisap

maupun dikunyah. Asap rokok menghasilkan Polycyclic

aromatic hydrocarbons heterocyclic amine yang mutagen dan

sangat karsinogen, sedangkan jika dikunyah 12 menghasilkan

netrosamine. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau

dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat

merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi

HPV mencetuskan transformasi maligna (Meihartati, 2017).

e. Paritas Perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko

terkena kanker serviks lebih tinggi. Hal ini terjadi karena ibu

dengan paritas tinggi akan mengalami lebih banyak resiko

morbiditas dan mortalita. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya

fungsi organ-organ reproduksi yang memudahkan timbulnya

komplikasi (Handayani dan Mayrita, 2018).


f. Tingkat sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah

berkaitan dengan dengan asupan gizi serta status imunitas

(Kurniawati, 2018).

g. Pengguna obat imunosupresan atau penekan kekebalan tubuh

HIV (Human Immunodeficiensy Virus) merupakan virus

penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

yang menyebabkan sistem imun tubuh menurun dan membuat

perempuan berisiko tinggi terinfeksi HPV. Pada wanita dengan

HIV, pra-kanker serviks mungkin akan berkembang menginvasi

dengan cepat untuk menjadi kanker dari pada normalnya.

Pengguna obat imunosupresan atau penekan kekebalan tubuh

atau pasca transplantasi organ merupakan faktor risiko juga .13

h. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS) Human

Papilloma Virus (HPV) bisa ikut tertularkan bersamaan dengan

penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan

kelamin (Kurniawati, 2018).

i. Pengunaan kontrasepsi hormonal Penggunaan kontrasepsi oral

dalam jangka waktu yang panjang (5 tahun atau lebih) akan

meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada perempuan

yang terinfeksi HPV, jika penggunaan obat oral kontrasepsi

dihentikan maka risiko akan turun pula.

j. Kontrasepsi barier Penggunaan metode barier (kondom) akan

menurunkan risiko kanker serviks. Hal ini disebabkan karena


adanya perlindungan serviks dari kontak langsung bahan

karsinogen dari cairan semen.

2.2. HPV

Human papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA kecil yang

termasuk ke dalam genus Papillomavirus dari family Papovaviridae

(Bonnez, 2007). Virus ini mempunyai DNA yang berbentuk closed

circular simple double-stranded, tidak berselubung, memiliki kapsul

isohedral dengan ukuran 72 kapsomer, diameter 55 mikrometer dan berat

molekul 5 x 106 Dalton. Genom HPV berukuran kecil (8 kb) dan

menyandikan 8 gen. Gen-gen ini menyandikan 6 protein non struktural

yang diekpresikan awal disebut early gene yaitu: E1, E2, E4, E5, E6, E7

yang berhubungan dengan pengaturan replikasi DNA dan proliferasi sel;

dan dua protein struktural yang ekspresikan terakhir atau late gene yaitu:

L1, L2 yang berhubungan dengan pembentukan kapsul virus (Borruto et

al., 2012; Stanley, 2010; Paavonen, 2017).

Virus papiloma pertama kali berhasil diisolasi dari kelinci

cottontails pada tahun 1933 (Stanley, 2010). Virus ini merupakan

kelompok besar, setidaknya terdiri dari lebih 200 tipe berbeda telah

berhasil diidentifikasi dan kemungkinan jumlahnya masih akan terus

bertambah di masa mendatang. Tipe HPV dibedakan berdasarkan sekuens

nukleotida pada gen L1 yang mengkode protein kapsul mayor (Paavonen,

2007; Wang et al., 2020).

Infeksi HPV dapat menyebabkan kondisi bervariasi mulai dari

kasus yang jinak, seperti: kutil, papiloma, kondiloma, sampai ganas.


Lebih dari 40 tipe HPV yang di identifikasi dapat menyebabkan infeksi

pada permukaan mukosa anogenitalia, saluran napas dan saluran

pencernaan bagian atas (Bonnez, 2007; Morshed et al., 2014; Paavonen,

2007; Wang et al., 2020). Secara umum HPV dibagi menjadi dua grup

utama yaitu tipe low risk yang predominan menyebabkan kutil jinak dan

tipe high risk yang sering dihubungkan dengan penyakit keganasan

(Stanley, 2008). HPV tipe low risk, antara lain: HPV 6, 11, 40, 42, 43, 44,

54, 61, 70, 72, dan 81.

Dua virus tipe low risk utama yang tersering menyebabkan kutil

pada mukosa anogenital adalah HPV 6 dan 11 (90%). Terdapat sekitar 15

HPV onkogenik atau tipe high risk yang menginfeksi saluran genitalia,

antara lain HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59 dan 68, 73

dan 82, 83 (ada di 2) tapi dua tipe utamanya adalah HPV 16 dan 18 yang

menjadi penyebab lebih dari 70% kasus kanker serviks. HPV tipe high

risk terutama tipe 16 dan 18 juga dihubungkan dengan 90% kasus kanker

anal dan 40% kasus kanker penis, vulva dan vagina. Infeksi HPV juga

dihubungkan kasus kanker laring (10-20%) dan tonsil (sekitar 50%)

(Morshed et al., 2014; Paavonen, 2007; Wang et al., 2020).

2.3 Patogenesis Infeksi HPV

HPV merupakan patogen intaepitel yang tidak dapat dipropagasi

di kultur sel (Paavonen, 2007). Mukosa dan permukaan kulit merupakan

port de entry infeksi yang paling sering terjadi. Wanita yang aktif secara

seksual dapat terinfeksi HPV melalui aktivitas seksual dengan pasangan

yang terinfeksi. Setelah berhasil menginfeksi, siklus hidup HPV


sepenuhnya bergantung pada proses diferensiasi alami sel karatinosit atau

sel epitel genitalia. Karakteristik sel di epitel serviks adalah simple

columnar secretory epithelium. Squamocolumnar junction sangat rentan

terhadap transformasi yang disebabkan HPV high-risk dan merupakan

area dimana sekitar 90% malignansi pada saluran kelamin bawah diinisias

(Paavonen, 2007; Wang et al., 2020).

Siklus infeksi dimulai dari masuknya virus kedalam sel pada

lapisan stratum germinativum atau lapisan basal epitelium. Masuknya

virus HPV ke lapisan basal memerlukan abrasi ringan atau mikrotrauma

pada epitel genital yang terjadi pada saat aktivitas seksual (Borruto et al.,

2012; Stanley, 2010). Di membran basal terjadi pengikatan protein kapsul

virus L1 ke reseptor primer yaitu heparin sulfate proteoglycan (HSPG)

yang terdapat pada membran basal yang terpapar akibat kerusakan epitel

(Wang et al., 2013). Pengikatan HSPG pada membran basal, menginduksi

perubahan konformasi pada kapsul virus, membuka ujung N-terminal

protein kapsul L2 terhadap pemecahan oleh furin atau proprotein

konvertase 5/6 (PC5/6). Akibatnya terjadi perlekatan yang stabil antara

virus dengan reseptor pada permukaan sel epitel. Situs pemecahan oleh

furin ini dikonservasi dan dibutuhkan untuk infeksi. Perlekatan yang stabil

ini memudahkan transfer virus memasuki sel keratinosit (Stebhen et al.,

2007).

Masuknya virus ke sel keratinosit di lapisan basal, dimulai dengan

perlekatan pada reseptor sekunder yang belum diketahui yang terdapat di

permukaan sel (Wang et al., 2013). Setelah itu terjadi proses


pengangkutan intraseluler (Bonanni et al., 2009; Cheng et al., 2020). Jalur

endositik terlibat pada proses internalisasi dan pengangkutan intrasellular

kapsul virus ke sel epitel primitif (stem sel). Jalur yang terlibat belum

diketahui dengan pasti. Setelah memasuki sel, komponen virus bergerak

menuju nukleus melalui mekanisme yang belum dipahami secara

sempurna, diduga melibatkan transport sitoplasmik melalui mikrotubul

yang dimediasi kompleks protein motor terutama dinein (Stebhen et al.,

2007).

Setelah memasuki sel, virus akan menggunakan perlengkapan

replikasi DNA sel host untuk memulai replikasinya sendiri. Genom virus

yang terdapat pada nukleus sel yang terinfeksi akan diturunkan ke sel

anak melalui mitosis (Bonanni et al., 2009). Pada awalnya virus yang

menginfeksi sel-sel basal primitif (stem sel) pada lapisan basal ini hanya

pada jumlah yang rendah. Beberapa saat setelah infeksi, terjadi replikasi

DNA virus yang independen dari siklus sel diikuti perbanyakan jumlah

virus menjadi 50-100 virus per sel (Stanley, 2010) dan ekspresi early gene

terutama E1 dan E2 (Bonanni et al., 2009; Borruto et al., 2012; Stebhen et

al., 2007; Wang et al., 2013).

Sel yang terinfeksi kemudian meninggalkan bagian stem sel

primitif ini dan masuk ke bagian epithelium yang berproliferasi. Pada saat

ini jumlah virus tetap dipertahankan. Selama sel tersebut membelah, HPV

mengontrol ekspresi protein virus dengan sangat ketat dan protein E6 dan

E7 diekspresikan dengan kadar yang sangat rendah sehingga sulit

terdeteksi (Stanley, 2010). Sel epitel yang terinfeksi kemudian masuk ke


kompartemen differensiasi, meninggalkan siklus pembelahan. Ketika sel

host berhenti membelah dan memulai diferensiasi menjadi sel matang, hal

ini memberi sinyal pada virus untuk mengaktifkan seluruh gennya,

meningkatkan genom virus menjadi ribuan. Terjadi proses ekpresi gen

dan replikasi DNA virus dalam jumlah besar dan perbanyakan jumlah

virus hingga 1000 virus per sel. Terjadi pula ekspresi berlebihan dari early

gen E6 dan E7 dan terakhir dihasilkan protein L1 dan L2 (Stanley, 2010).

Dua late protein L1 dan L2 yang berperan pada viral assembly dan

pengemasan DNA, hanya akan diekpresikan di akhir pada sel epitel yang

telah matang (Stebhen et al., 2007). Siklus ini membutuhkan waktu kira-

kira 2-3 minggu in vivo, sama dengan waktu yang diperlukan untuk sel

epitel atau keratinosit basal untuk bergerak ke atas epitelium dan

berdiferensiasi (Stanley, 2010).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari survei prevalensi HPV yang

dilakukan di Denpasar dan sekitarnya yang dilakukan oleh Departemen

Obstetri dan Ginekologi RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Indonesia, dari

Desember hingga Februari 2023.

1. Genotyping DNA HPV

Kejadian Kanker Serviks

1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat Kebidanan yang lalu
3. Riwayat Kontrasepsi
4. Riwayat Merokok

Keterangan :

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan gambaran kerangka konsep di atas, peneliti meneliti

mekanisme HPV dalam menyebabkan kanker serviks serta perbandingan

Genotyping DNA Human Pailloma Virus (HPV) pada kanker serviks tipe
Adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa di Rumah Sakit Umum

Daerah Wangaya Kota Denpasar.

3.2 Sampel Penelitian

Semua pasien kanker serviks yang baru didiagnosis selama

periode ini, dengan klasifikasi Federasi Internasional Ginekologi dan

Kebidanan (FIGO) stadium IIA/B, dikonseling untuk mengambil bagian

dalam penelitian ini. Biopsi dari jaringan serviks didiagnosis oleh ahli

patologi rumah sakit dan diklasifikasikan menurut klasifikasi Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO).

Anda mungkin juga menyukai