Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

PENYAKIT VIRUS VIRUS HPV (HUMAN PAPILLOMAVIRUS) DAN


ROTAVIRUS

OLEH
KELOMPOK 4

PUTRI APSARI ( 2340703012 )


FILMARAMADANI ( 2340703024 )
AI THALITA DZAKIYAH AZIS ( 2340703025 )
EPIANA PUTRI CABELLEN ( 2340703034 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2024
Kanker Serviks

Pada tahun 2020 World Health Organization (WHO) mencatat bahwa kanker serviks di
Indonesia sejumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker dan menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Infeksi Human Papillomavirus (HPV) tipe high risk (beresiko tinggi)
pada tipe 16 dan 18 menjadi faktor utama dan memiliki tingkat cukup tinggi di Indonesia.
Berkisar 77,4% wanita penderita kanker seviks terinfeksi oleh HPV tipe 16 dan/atau 18 (Vet at
al., 2018 dalam Setiawati & Hapsari, 2023). Meskipun terjadi peningkatan dalam upaya
pencegahan dan peningkatan perawatan, prevalensi dan angka kematian yang dikarenakan
kanker serviks masih cukup tinggi, khususnya di negara-negara berkembang (Arbyn et al., 2020
dalam Setiawati & Hapsari, 2023).
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada organ reproduksi wanita, yaitu di
leher rahim, yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus)
dengan liang senggama (vagina). Berbeda dari jenis kanker lainnya, kanker serviks merupakan
satu-satunya kanker yang disebabkan oleh terjadinya infeksi, yaitu infeksi virus Human
Papilloma Virus (HPV) subtipe onkogenik. Penularan virus bisa terjadi melalui hubungan
seksual, terutama dengan pasangan yang sering berganti. Penularan virus ini dapat terjadi baik
dengan cara transmisi melalui organ genital ke genital, oral ke genital, maupun secara manual ke
genital (Setianingsih et al., 2022).
Diagnosis kanker serviks melalui beberapa tahapan, diantaranya pemeriksaan fisik, tes
Pap, dan biopsi serviks jika diperlukan (Bhatla et al., 2018 Setiawati & Hapsari, 2023). Beberapa
metode skrining yang telah diikembangkan yaitu, tes sitologi serviks, tes HPV, dan infeksi visual
asam asetat (VIA), yang dimana masing-masing dari metode skrining tersebut mempunyai
kelebihan serta batasnya masing-masing. Tes Pap smear adalah pemeriksaan utama dan menjadi
standar terbaik dalam deteksi dini kanker serviks (Bhatla et al., 2018 dalam Setiawati & Hapsari,
2023). Proses ini dilakukan dengan mengambil sampel sel-sel dari serviks (leher rahim) yang
kemudian diperiksa menggunakan mikroskop untuk mendeteksi perubahan yang terjadi pada
saluler apapun yang berisiko mengindikasikan adanya lesi pra-kanker atau kanker. Jika dari tes
Pap smear menunjukan hasil yang abnormal, tes HPV bisa dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya infeksi HPV high-risk yang berkaitan dengan kanker serviks (World Health
Organization, 2021 dalam Setiawati & Hapsari, 2023).

A. Agen Infeksius Kanker Serviks


HPV adalah virus DNA beruntai ganda, tidak berkapsul dan berasal dari keluarga
Papillomaviridae. Human papillomavirus (HPV) secara global dianggap sebagai salah satu
virus menular seksual yang paling umum. Virus HPV memiliki sekitar 130 tipe dan yang
paling sering menginfeksi pada manusia yaitu tipe 6, 11, 16 dan tipe 18. Tipe 16 dan 18 ini
merupakan tipe yang memiliki persentase cukup tinggi terhadap penyebab kejadian kanker
serviks. Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang dapat menginfeksi pada
permukaan kulit leher rahim. Genom human papillomavirus (HPV) terdiri dari genom DNA
sirkuler yang berukuran sekitar 8kb dan terbungkus dalam kapsid berdiameter 55 nm. HPV
juga dapat diklasifikasikan menjadi risiko tinggi (HR-HPV) dan risiko rendah (LR-HPV)
onkogenik berdasarkan hubungannya dengan infeksi, kanker, dan lesi prekursor. Genom
human papillarryvirus mengandung tujuh gen fase awal dan dua gen fase akhir yang
diperlukan untuk memperbanyak virus. DNA virus ini mungkin tetap menjadi episom
independen selama beberapa waktu sebelum berintegrasi ke dalam genom inang. HPV
secara istimewa berintegrasi pada lokasi rapuh dalam DNA manusia dimana untaiannya
rentan terhadap kerusakan (Araldi et al., 2018 dalam Evriarti, P. R., & Yasmon, A, 2019)

B. Tempat Tumbuhnya Human papillomavirus (HPV)


HPV hidup atau tumbuh tidak jauh berbeda dengan virus-virus lainnya, seperti
dsDNA. Awalnya HPV tumbuh dimulai dengan cara memaparkan diri ke sel pejamu.
Paparan yang terjadi karena adanya lesi atau luka pada lapisan epitel sel pejamu. Setelah
terpapar dengan sel, virus kemudian akan melekat pada sel pejamu melalui reseptor. Jadi
HPV seperti virus pada umumnya yang akan tumbuh dan berkembang ketika menemukan
sel host yang dapat dijadikan tempat tumbuh sehingga virus dapat menyebar di dalam sel
host yang rentan (Evriarti, 2019).
Pada penyakit kanker serviks, HPV akan masuk ke dalam kulit bagian leher rahim
(serviks) untuk berkembangbiak mengubah sel-sel yang ada pada kulit serviks menjadi sel-
sel ganas (kanker) bila imunitas tubuh tidak mampu melawan virus.

C. Portal of Exit Human papillomavirus (HPV)


Protein E4 dalam tubuh memiliki berat molekul 16-17 kDa serta berperan pada
proses maturasi virus serta keluarnya virus dari sel inang. Pada bagian permukaan epidermis,
struktur HPV yang telah lengkap siap keluar dari sel inang terinfeksi. Human Papillomavirus
dapat keluar dengan menyebabkan infeksi melalui lesi atau luka yang ada pada epitel serviks
uteri. Diketahui lebih dari 90% wanita imunokompeten yang terinfeksi HPV ini akan
sembuh dalam waktu lima tahun tanpa terapi Kunci untuk memahami bagaimana hal ini
dicapai adalah dalam proses replikasi virus yang menyediakan mekanisme penghindaran
dengan menghambat dan menunda respon imun tubuh terhadap infeksi virus (Kurnianingsih,
2021).

D. Cara Penularan Human papillomavirus (HPV)


Depkes (2008) menyebutkan bahwa penyebab utama dari kanker leher rahim adalah
infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe
onkogenik yang berisiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan biasanya terinfeksi
virus tersebut saat menginjak usia belasan tahun, sampai dengan tiga puluhan tahun,
walaupun kankernya itu sendiri baru akan muncul 10-20 tahun setelahnya. Infeksi virus
HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 56, yang dimana HPV tipe
16 dan 18 ditemukan pada sekitar 70% kasus (Manoppo, I. J., 2016).
Terjadinya infeksi HPV memiliki tahapan progresi pada resiko tinggi kanker serviks
untuk lesi prakanker dan invasif. Patogenesis kanker serviks diawali dengan terjadinya
infeksi HPV dari epitel serviks saat berhubungan seksual. Aktivitas seksual yang tinggi
dengan multi partner riwayat sering berganti pasangan akan memiliki kemungkinan
menularnya penyakit kelamin sehingga lebih beresiko masuknya HPV kedalam rahim. Usia
saat menikah jika risikonya kurang dari 20 tahun juga akan meningkat karena sel mukosa
belum sepenuhnya matang sehingga calon ibu belum siap menerima rangsangan eksternal
menjadi pra-lesi kanker, selain itu mukosanya belum dewasa bisa tumbuh lebih banyak
daripada sel-sel mati jika juga menerima banyak rangsangan dari di luar. Pertumbuhan sel
yang tidak keseimbangan dan kelainan ini akan terjadi juga berubah menjadi sel kanker
(Basoeki et al,. 2022).

E. Portal of Entry Human papillomavirus (HPV)


Saat masuk, human papillomavirus (HPV) berpindah dari permukaan sel ke endosom
dan kemudian menuju jaringan trans-Golgi (TGN) dan aparatus Golgi. HPV melakukan
transit melintasi Golgi dan keluar untuk mencapai inti sel untuk menginfeksi, meskipun cara
pelaksanaanya belum jelas. Mukosa dan permukaan kulit merupakan portal of entry dari
virus ini. Setelah menginfeksi host yang terkena, siklus hidup HPV sepenuhnya bergantung
pada proses diferensiasi alami sel keratinosit atau sel genitalia. Setelah memasuki sel,
komponen virus bergerak menuju nukleus melalui mekanisme yang belum dipahami secara
sempurna, diduga melibatkan transport sitoplasmik melalui mikrotubul yang dimediasi
kompleks protein motor. Selanjutnya virus akan menggunakan perlengkapan replikasi DNA
sel host untuk memulai replikasinya sendiri. Genom virus yang terdapat pada inti sel
diturunkan ke anak sel melalui proses mitosis (Gultom, 2021).

F. Host yang Rentan dan Cara Melindungi


Hubungan seksual pada usia dini, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan,
dan memiliki pasangan yang suka berganti-ganti pasangan menjadi faktor risiko terjadinya
infeksi HPV. Infeksi HPV sering terjadi pada usia muda, sekitar 25- 30% terjadi pada usia
kurang dari 25 tahun (Depkes, 2008). Penelitian Munoz dkk (2002) juga Sukarya dan
Irivianty (2011) manemukan bahwa paritas yang banyak akan meningkatkan sel karsinoma
pada serviks perempuan yang positive terkena HPV.
Wanita yang aktif secara seksual dapat terinfeksi HPV melalui aktivitas seksual
dengan pasangan yang telah terinfeksi. Faktor resiko lainnya yang menjadi penyebab host
rentan terhadap HPV adalah seseorang yang melakukan aktivitas seksual di usia muda,
berhubungan seksual dengan multi partner, pemakai pil KB (dengan HPV negatif atau
positif), penyakit menular seksual dan gangguan imunitas (Kurnianingsih, 2021).
Selain itu, orang yang merokok juga rentan untuk terkena kanker serviks. Rokok
dapat menyebabkan turunnya sistem imun padav tubuh manusia. Saat sistem imun individu
menurun, virus yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat dikalahkan sehingga bisa
berkembang menjadi ganas (kanker).
Cara melindungi host agar terhindar dari virus ini adalah dengan melakukan tes HPV
wanita untuk mendeteksi adanya kanker serviks sehingga lebih cepat untuk dilakukan
pengobatan. Selanjutnya melakukan vaksinasi bivalen, quadrivalent, dan sembilan valensi
tersedia untuk membantu pencegahan penyakit-penyakit ini dan telah terbukti efektif
mencegah penyakit jinak dan ganas. Vaksinasi dan skrining infeksi HPV bila digunakan
secara kombinasi terbukti dan diprediksi dapat menurunkan patologi terkait HPV. Perbaikan
formulasi vaksinasi, baik untuk pengobatan maupun pencegahan, sedang diupayakan secara
aktif melalui berbagai mekanisme (Rosalik et al., 2021).

G. Proses Infeksi Human papillomavirus (HPV) pada Kanker Serviks


1. Inkubasi
Secara umum diperkirakan bahwa masa inkubasi, sejak virus pertama kali
masuk ke dalam tubuh sampai dengan terjadinya carcinoma in situ, membutuhkan
waktu antara 7 sampai 12 tahun. Karena itu, pemeriksaan untuk mendeteksi lesi pre-
invasif harus dilakukan secara rutin untuk mencegah agar tidak berkembang menjadi
kanker serviks (Harper, 2004 dalam Rahayu, A. S., 2018)
Proses pembentukan sel yang abnormal atau berlebihan yang membentuk
suatu jaringan yang apabila dalam proses pembelahan tersebut tidak dapat
dikendalikan dan berbahaya (ganas). Sel-sel kanker akan berkembang dengan sangat
cepat sampai tidak dapat dikendalikan dan kanker dapat menyerang organ didalam
tubuh kita, bahkan jika kanker tersebut tidak diketahui secara dini kanker tersebut akan
menyerang sistem saraf pusat, saraf tulang belakang dan organ-organ vital lainnya
(Wijaya, 2014).
Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutas,
kemudian berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia berat dan akhirnya
berkembang menjadi karsinoma in situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat prakanker.
Waktu yang dibutuhkan displasia menjadi karsinoma in situ adalah 1-7 tahun.
Sedangkan karsinoma in situ menjadi karsinoma invasif membutuhkan waktu sekitar
3-20 tahun (Kartikawati, 2013).
Infeksi HPV dialami oleh wanita yang telah melakukan hubungan seksual.
Hanya sebagian kecil dari virus ini yang bisa menetap dan mengakibatkan tanda gejala
menjadi pra-kanker.
2. Prodromal
Bersama dengan proses diferensiasi sel epitel, aktivitas promoter akhir (late
promoter) akan mengalami peningkatan. Promoter akhir pada virus HPV akan
menginisiasi ekspresi dari dua gen yang mengkode protein struktural (kapsid) virus,
yaitu L1 dan L2. Selanjutnya, partikel DNA dengan protein virus akan dirakit dan
membentuk partikel infeksius pada bagian atas lapisan epitel. Protein L2 memiliki
peran untuk membungkus genom virus, sedangkan protein L1 berperan untuk
membentuk kapsid ikosahedral di daerah bagian luar virus. selanjutnya, virus HPV
akan mengalami eksositosis dan keluar dari sel untuk menginfeksi sel lain yang belum
terinfeksi (non-litik). E6 dan E7 menghsmbst regulasi siklus sel dengan cara mengikat
dan menginaktivasi dua protein supresor tumor yaitu protein p53 dan retinoblastoma
(pRb) (Evriati & Yasmon, 2019 dalam Kurniasih & Hartato, 2023).
Sel epitel yang awalnya pada kondisi normal, mengalami displasia atau
pertumbuhan sel yang abnormal pada servik, pada tahapan ini disebut dengan lesi pre-
kanker (Cervical Intraepitelial Neoplasma). Secara Histologi Cervical Intraepithelial
Neoplasma (CIN) terbagi menjadi 3 tahapan: mild Dysplasia/CIN I: sekitar 1/3 epitel
yang mengalami displasia, Moderate/CIN II: 1/3-2/3 epitel yang mengalami displasia,
dan Severe(CIN III): lebih dari 2/3 epitel yang mengalami displasia. Setelah terjadi
displasi yang berat, sel-sel abnormal akan tumbuh secara terus-menerus sehingga
menjadi Carcinoma in-situ yang merupakan stadium awal kanker serviks dan masih
terbatas pada permukaan serviks saja (Evriati & Yasmon, 2019).
Malehere pada tahun 2019 menyatakan bahwa tanda dan gejala dari kanker
serviks pada tahap awal dan pra kanker biasanya tidak akan mengalami gejala. Gejala
akan muncul setelah kanker menjadi kanker invasif (Siregar, D. N. (2021)

3. Gejala sakit
Secara umum gejala kanker serviks yang sering timbul adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan pervagina abnormal
Perdarahan dapat terjadi setelah berhubungan seks, perdarahan setelah
menopause, perdarahan dan bercak diantara periode menstruasi, dan
periode menstruasi yang lebih lama atau lebih banyak dari biasanya serta
perdarahan setelah douching atau setelah pemeriksaan panggul.
b. Keputihan.
Cairan yang keluar mungkin mengandung darah, berbau busuk dan mungkin
terjadi antara periode menstruasi atau setelah menopause.
c. Nyeri panggul .
Nyeri panggul saat berhubungan seks atau saat pemeriksaan panggul.
d. Trias
Berupa back pain, oedema tungkai dan gagal ginjal merupakan tanda kanker
serviks tahap lanjut dengan keterlibatan dinding panggul yang luas.

4. Pemulihan
Seperti semua kanker pada umumnya, kanker leher rahim jauh lebih mungkin
untuk disembuhkan jika dideteksi dini dan segera diobati. Kanker serviks yang
ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan,
oleh sebab itu lakukan deteksi dini secara berkala. Resiko berkembangnya infeksi
menjadi kanker serviks adalah 3-10 kali lebih tinggi pada perempuan yang tidak
menjalankan deteksi dini secara teratur.
Operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh
seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan terapi tambahan,
seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin
100% penderita mengalami kesembuhan. Sehingga perlu dipikirkan lebih lanjut untuk
mencegah atau mengobati dimana prosedur pengangkatan rahim, radiasi dan
kemoteraphy juga belum memiliki jaminan kesembuhan.(Susilawati, W. D. (2024)

DIARE
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk. Penyebab
diare terbagi menjadi 3 yaitu fisiologi, psikologi, dan situasional. Untuk fisiologi seperti
inflamasi proses infeksi dan malabsorbsi, psikologi seperti kecemasan dan tingkat stress
tinggi, lalu untuk situasional yaitu terpapar kontaminasi, terpapar toksin, penyalahgunaan
laksatif, penyalahgunaan zat, program pengobatan (misalnya Agen tiroid, analgesic, pelunak
feses, ferosulfat,antasida, cimetidine dan antibiotik), perubahan air dan makanan, bakteri pada
air (PPNI, 2016).
Dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diare rotavirus menyebabkan lebih
dari 500.000 kematian anak usia balita setiap tahun di seluruh dunia, dengan lebih dari 80%
diantaranya terjadi di negara berkembang. Meskipun angka kematian akibat diare rotavirus
rendah di negara-negara maju karena fasilitas pelayanan yang lebih baik, diare rotavirus masih
menjadi penyebab utama kesakitan dan pasien paling umum yang mencari perawatan di unit
gawat darurat, poliklinik, atau rawat inap (Titis Widowati et al, 2016).
Di Indonesia, rotavirus bertanggung jawab atas 60% kasus diare pada anak di bawah usia
5 tahun, dimana diantaranya dirawat di rumah sakit dan dirawat secara rawat jalan, yang
menyebabkan diare rotavirus, yang merupakan penyakit infeksi akut yang ditandai dengan buang
air besar cair dan muntah yang disebabkan oleh rotavirus. Peningkatan fasilitas kebersihan dan
sanitasi lingkungan serta upaya rehidrasi oral melalui oralit saja tidak dapat menurunkan angka
kematian dan kesakitan diare rotavirus, vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang paling
efektif (Titis Widowati et al, 2016).
Diare rotavirus menyebabkan kerusakan morfologi epitel usus, yang menyebabkan
pemendekan jonjot usus dan bentuk border brush menjadi tidak teratur dan jarang. Akibatnya,
pencernaan karbohidrat dan penyerapan air dan elektrolit di usus halus terganggu. Waktu
inkubasi biasanya kurang dari 48 jam, dan diare biasanya berlangsung selama 5 hingga 7 hari.
Rotavirus dapat menular tanpa gejala atau menyebabkan diare yang ringan hingga berat (Berlian
Hasibuan et al, 2016).

A. Agen Infeksius Diare


Diare disebabkan oleh virus yaitu Rotavirus (40%-60%). Rotavirus adalah jenis virus
yang menginfeksi usus. Rotavirus ini juga menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak
di seluruh dunia. Rotavirus telah terinfeksi hampir sebagian besar anak berusia hingga
lima tahun. Rotavirus telah menyebabkan setengah juta kematian anak setiap tahun
sebelum vaksin ditemukan pada tahun 2006. Untuk mencegah penjangkitan rotavirus
pada bayi dan anak-anak berusia 4 hingga 24 bulan, berikan vaksinasi.
Rotavirus mengandung ribonucleic acid (RNA) beruntai ganda dengan virion tanpa
berselubung. Genom RNA tersebut dikelilingi oleh tiga kapsid konsentris. Genom terbagi
11 segmen yang masing-masing mengandung 6 protein struktural dan protein non
struktural. Rotavirus terbagi 7 kelompok yaitu A, B, C, D, E, F dan G. Pengelompokan
tersebut didasarkan pada epitel antigenik dari protein struktural internal VP6. Antigen
tersebut terdeteksi menggunakan immune fluorescence, enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) dan immunoelectron microscopy (IEM).
B. Reservoir
Rotavirus biasanya tumbuh dan berkembang biak di usus manusia dan hewan. Rotavirus
dapat ditemukan dalam feses individu yang terinfeksi. Orang yang terinfeksi menjadi
reservoir alami virus ini, dan penularannya terutama melalui kontak langsung dengan
permukaan terkontaminasi oleh tinja.

C. Portal of Exit Rotavirus


Feses (tinja) adalah portal of exit utama untuk rotavirus. Ketika seseorang terinfeksi
rotavirus, partikel virus akan diekskresikan melalui tinja dan menjadi sumber potensial
penularan.

D. Cara Penularan
Rotavirus dapat menular melalui berbagai cara yakni:
1. Kontak Langsung dengan Orang Terinfeksi: Penularan rotavirus sering terjadi
melalui kontak langsung dengan orang yang telah terinfeksi. Partikel virus dapat
ada di tangan, kulit, atau benda-benda yang digunakan oleh individu terinfeksi.
2. Feses (Tinja) Sebagai Sumber Utama: Feses adalah sumber utama penularan
rotavirus. Orang yang terinfeksi mengeluarkan virus dalam tinja mereka.
Penyebaran dapat terjadi ketika seseorang tidak mencuci tangan secara
menyeluruh setelah menggunakan toilet atau mengganti popok, dan kemudian
menyentuh benda-benda atau permukaan lainnya.
3. Kontaminasi Makanan dan Minuman: Rotavirus dapat menular melalui konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh partikel virus. Ini bisa terjadi
jika makanan atau minuman disiapkan atau disajikan oleh seseorang yang
terinfeksi dan tidak menjalani praktik kebersihan yang memadai.
4. Kontak dengan Anak-Anak yang Terinfeksi: Anak-anak, terutama yang masih
mengenakan popok, memiliki risiko tinggi penularan rotavirus. Kontak dengan
feses anak yang terinfeksi atau main dengan mainan yang terkontaminasi dapat
menyebabkan penularan.
5. Kontak Dengan Permukaan Terkontaminasi: Partikel virus dapat bertahan pada
permukaan benda atau objek yang terkontaminasi oleh feses yang mengandung
rotavirus. Jika seseorang menyentuh permukaan ini dan kemudian menyentuh
mulutnya, virus dapat masuk ke tubuh dan menyebabkan infeksi.
6. Kontaminasi Lingkungan: Feses yang mengandung rotavirus dapat
mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, termasuk air dan tanah. Penularan dapat
terjadi melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi, atau melalui
kontak langsung dengan lingkungan yang terkontaminasi.
E. Portal of Entry Rotavirus
Rotavirus, penyebab diare terbanyak pada anak-anak, ditularkan melalui anus ke mulut
(fecal-oral). Virus ini dapat bertahan hingga sepuluh hari sesudah gejala mereda pada
penderita. Selama periode ini, virus dapat menyebar dengan mudah pada anak-anak
ketika terjadi kontak melalui tangan atau mulut. Anak-anak menjadi terinfeksi setelah
menyentuh benda yang terkontaminasi, Termasuk makanan, mainan, dan perabotan.

F. Host yang Rentan dan Cara Melindungi


Host yang rentan terkena penyakit ini adalah bayi dan anak-anak berusia 4-24 bulan.
Adapun orang dewasa sehat tetapi gejala yang muncul cenderung bersifat ringan atau
tidak ada sama sekali.
Penanganan Rotavirus :
Tidak ada obat yang spesifik diberikan untuk infeksi rotavirus. Mencegah terjadinya
dehidrasi merupakan penanganan yang paling utama. Salah satu komplikasi utama diare
adalah dehidrasi berat. Pada kasus diare dengan dehidrasi berat, penderita memerlukan
pemberian cairan melalui infus di rumah sakit. Bila tidak ditangani dengan tepat,
dehidrasi berat dapat mengancam nyawa.

1. Dehidrasi ringan pada anak-anak dan orang dewasa dapat ditangani di rumah
dengan cara memperbanyak asupan cairan, termasuk cairan rehidrasi oral.
2. Penderita yang dapat dirawat di rumah juga dianjurkan untuk tetap berada di
rumah hingga kesehatannya pulih, agar tidak menularkan ke teman
sepermainannya.
3. Anak-anak dengan diare ringan sebaiknya tetap mengkonsumsi makanan secara
normal. Hindari jus buah dan minuman ringan agar diare tidak memburuk. Jangan
berhenti menyusui bayi di bawah tiga tahun karena ASI dapat membantu
mencegah diare menjadi makin parah. Jika anak mengkonsumsi susu formula,
tidak usah mengencerkan susu formula tersebut. Berikan juga cairan dehidrasi
oral yang disarankan oleh dokter.
4. Berikan makanan dan cairan dalam jumlah kecil dengan frekuensi lebih banyak
kepada anak yang mengalami muntah-muntah. Makanan yang lembut dan tawar
seperti biskuit saltine (biskuit cracker asin) serta roti dapat menenangkan sistem
pencernaan anak yang berusia di atas tiga tahun. Hindari makanan dengan
kandungan tinggi susu, gula, dan lemak. Anak penderita diare akut membutuhkan
mineral yang tidak terdapat pada air minum atau cairan biasa. Sebaiknya
konsultasikan kepada dokter sebelum memutuskan untuk memberikan cairan
rehidrasi oral, obat-obatan, atau metode pengobatan lain.
5. Pastikan popok anak selalu bersih dan mengenakan pakaian yang nyaman. Selama
pengganti popok, gunakan kain basah yang hangat setelah krim pencegah ruam.
Untuk membersihkan area yang sulit dijangkau, sesekali gunakan air mengalir.
Dampingi anak sebisa mungkin agar mereka dapat istirahat sebanyak mungkin.
6. Orang dewasa yang mengalami diare dan muntah sebaiknya juga menghindari
kafein, alkohol, nikotin dan asupan lain yang dapat mengganggu kondisi perut.
Isap bongkahan es yang kecil, air kaldu atau jahe dalam jumlah yang sedikit.
G. Proses Infeksi Rotavirus pada Diare
1. Inkubasi
Virus masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi usus baik pada jejunum, ileum
dan colon. Proses infeksi pada inkubasi biasanya berlangsung sekitar 1–3 hari
setelah paparan virus. Selama inkubasi, virus mulai bereplikasi dalam saluran
pencernaaan tanpa menunjukan gejala yang jelas..
2. Prodromal
Pada masa prodromal, orang yang terinfeksi mengalami gejala awal infeksi
seperti demam, perut terasa penuh, muntah, keringat dingin dan pusing.
3. Gejala Sakit
Pada fase ini pasien mengeluh diare dengan komplikasi mengalami dehidrasi,
asidosis, syok, mules, kejang, dengan atau tanpa panas, pusing.
4. Pemulihan
Pemulihan dari infeksi rotavirus biasanya terjadi dalam waktu 3-7 hari. Fokus
utama dalam manajemen adalah menjaga hidrasi yang adekuat. Ini bisa
melibatkan minum cairan elektrolit, seperti rehidrasi oral, untuk menggantikan
cairan dan elektrolit yang hilang akibat diare dan muntah.

DAFTAR PUSTAKA
Araldi, R. P., et al. (2018). The Human Papillomavirus (HPV)-Related Cancer Biology: An
Overview. Biomed Pharmacother.

Basoeki, R.A., et al. (2022). Wanita 7 Orang Anak dengan Kanker Serviks. Surabaya
Biomedical Journal, 2(1), 28.

Evriarti, P.R., & Andi, Y. (2019). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada Kanker
Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 8(1), 27.

Gultom, D. A. (2021). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV) dalam Onkogenesis Kanker


Serviks dan Pengembangan Vaksin Pencegahan. Jurnal Pro-Life, 8(2), 134-135.

Hasibuan, B., Nasution, F., & Guntur, G. (2016). Infeksi Rotavirus pada Anak Usia di bawah
Dua Tahun. Sari Pediatri, 13(3), 165-8.

Kurniasih, R., & Hartato, A. (2023). SYNERGY Jurnal Ilmiah Multidisiplin SEORANG WANITA
78TAHUN P8A0 SUSPECT CA SERVIKS. 1(2), 75–81.

Manoppo, I. J. (2016). Hubungan paritas dan usia ibu dengan kanker serviks di rsu prof. kandou
manado tahun 2014. Jurnal Skolastik Keperawatan, 2(1), 46-46.

Rahayu, A. S. (2018). Inveksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Pencegahannya pada Remaja
dan Dewasa Muda. J. Biol. Papua, 2(2), 81-88.

Rosalik, K., Christopher, T., & Jasmine, H. (2021). Human Papillomavirus Vacation. Viruses,
13(6): 1091.

Rosyida, R. A., Fath, M. D. A., & Khoviva, M. N. (2023). Tinjauan Literatur: BACIRUS
(BANANA VACCINNE FOR ROTAVIRUS): POTENSI EDIBLE VACCINE
BERBASIS PROTEIN VP7 PADA PISANG AMBON (Musa acuminata) SEBAGAI
PENCEGAH DIARE ROTAVIRUS. Majalah Kesehatan, 10(2), 133-143.

Setianingsih, E., Yuli, A., & Noveri, A. (2022). Literature Review: Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Kanker Serviks. Jurnal Ilmiah Pannmed, 17(1), 48.

Setiawati, S., & Hapsari, Y. (2023). Clinical Manifestations, Diagnosis, Management and
Prevention of Cervical Cancer. Jurnal Biologi Tropis, 23(4), 382–390.

Siregar, D. N. (2021). Vaksin Hpv Pencegah Kanker Serviks Sedini Mungkin. Publish Buku
Unpri Press Isbn, 1(1).
Susilawati, W. D. (2024). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita
Terbanyak Di Negara Berkembang. Research of Service Administration Health and Sains
Healthys, 4(2).

Widowati, T., Mulyani, N. S., Nirwati, H., & Soenarto, Y. (2016). Diare rotavirus pada anak usia
balita. Sari Pediatri, 13(5), 340-5.

Anda mungkin juga menyukai