OLEH
KELOMPOK 4
Pada tahun 2020 World Health Organization (WHO) mencatat bahwa kanker serviks di
Indonesia sejumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker dan menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Infeksi Human Papillomavirus (HPV) tipe high risk (beresiko tinggi)
pada tipe 16 dan 18 menjadi faktor utama dan memiliki tingkat cukup tinggi di Indonesia.
Berkisar 77,4% wanita penderita kanker seviks terinfeksi oleh HPV tipe 16 dan/atau 18 (Vet at
al., 2018 dalam Setiawati & Hapsari, 2023). Meskipun terjadi peningkatan dalam upaya
pencegahan dan peningkatan perawatan, prevalensi dan angka kematian yang dikarenakan
kanker serviks masih cukup tinggi, khususnya di negara-negara berkembang (Arbyn et al., 2020
dalam Setiawati & Hapsari, 2023).
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada organ reproduksi wanita, yaitu di
leher rahim, yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus)
dengan liang senggama (vagina). Berbeda dari jenis kanker lainnya, kanker serviks merupakan
satu-satunya kanker yang disebabkan oleh terjadinya infeksi, yaitu infeksi virus Human
Papilloma Virus (HPV) subtipe onkogenik. Penularan virus bisa terjadi melalui hubungan
seksual, terutama dengan pasangan yang sering berganti. Penularan virus ini dapat terjadi baik
dengan cara transmisi melalui organ genital ke genital, oral ke genital, maupun secara manual ke
genital (Setianingsih et al., 2022).
Diagnosis kanker serviks melalui beberapa tahapan, diantaranya pemeriksaan fisik, tes
Pap, dan biopsi serviks jika diperlukan (Bhatla et al., 2018 Setiawati & Hapsari, 2023). Beberapa
metode skrining yang telah diikembangkan yaitu, tes sitologi serviks, tes HPV, dan infeksi visual
asam asetat (VIA), yang dimana masing-masing dari metode skrining tersebut mempunyai
kelebihan serta batasnya masing-masing. Tes Pap smear adalah pemeriksaan utama dan menjadi
standar terbaik dalam deteksi dini kanker serviks (Bhatla et al., 2018 dalam Setiawati & Hapsari,
2023). Proses ini dilakukan dengan mengambil sampel sel-sel dari serviks (leher rahim) yang
kemudian diperiksa menggunakan mikroskop untuk mendeteksi perubahan yang terjadi pada
saluler apapun yang berisiko mengindikasikan adanya lesi pra-kanker atau kanker. Jika dari tes
Pap smear menunjukan hasil yang abnormal, tes HPV bisa dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya infeksi HPV high-risk yang berkaitan dengan kanker serviks (World Health
Organization, 2021 dalam Setiawati & Hapsari, 2023).
3. Gejala sakit
Secara umum gejala kanker serviks yang sering timbul adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan pervagina abnormal
Perdarahan dapat terjadi setelah berhubungan seks, perdarahan setelah
menopause, perdarahan dan bercak diantara periode menstruasi, dan
periode menstruasi yang lebih lama atau lebih banyak dari biasanya serta
perdarahan setelah douching atau setelah pemeriksaan panggul.
b. Keputihan.
Cairan yang keluar mungkin mengandung darah, berbau busuk dan mungkin
terjadi antara periode menstruasi atau setelah menopause.
c. Nyeri panggul .
Nyeri panggul saat berhubungan seks atau saat pemeriksaan panggul.
d. Trias
Berupa back pain, oedema tungkai dan gagal ginjal merupakan tanda kanker
serviks tahap lanjut dengan keterlibatan dinding panggul yang luas.
4. Pemulihan
Seperti semua kanker pada umumnya, kanker leher rahim jauh lebih mungkin
untuk disembuhkan jika dideteksi dini dan segera diobati. Kanker serviks yang
ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan,
oleh sebab itu lakukan deteksi dini secara berkala. Resiko berkembangnya infeksi
menjadi kanker serviks adalah 3-10 kali lebih tinggi pada perempuan yang tidak
menjalankan deteksi dini secara teratur.
Operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh
seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan terapi tambahan,
seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin
100% penderita mengalami kesembuhan. Sehingga perlu dipikirkan lebih lanjut untuk
mencegah atau mengobati dimana prosedur pengangkatan rahim, radiasi dan
kemoteraphy juga belum memiliki jaminan kesembuhan.(Susilawati, W. D. (2024)
DIARE
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk. Penyebab
diare terbagi menjadi 3 yaitu fisiologi, psikologi, dan situasional. Untuk fisiologi seperti
inflamasi proses infeksi dan malabsorbsi, psikologi seperti kecemasan dan tingkat stress
tinggi, lalu untuk situasional yaitu terpapar kontaminasi, terpapar toksin, penyalahgunaan
laksatif, penyalahgunaan zat, program pengobatan (misalnya Agen tiroid, analgesic, pelunak
feses, ferosulfat,antasida, cimetidine dan antibiotik), perubahan air dan makanan, bakteri pada
air (PPNI, 2016).
Dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diare rotavirus menyebabkan lebih
dari 500.000 kematian anak usia balita setiap tahun di seluruh dunia, dengan lebih dari 80%
diantaranya terjadi di negara berkembang. Meskipun angka kematian akibat diare rotavirus
rendah di negara-negara maju karena fasilitas pelayanan yang lebih baik, diare rotavirus masih
menjadi penyebab utama kesakitan dan pasien paling umum yang mencari perawatan di unit
gawat darurat, poliklinik, atau rawat inap (Titis Widowati et al, 2016).
Di Indonesia, rotavirus bertanggung jawab atas 60% kasus diare pada anak di bawah usia
5 tahun, dimana diantaranya dirawat di rumah sakit dan dirawat secara rawat jalan, yang
menyebabkan diare rotavirus, yang merupakan penyakit infeksi akut yang ditandai dengan buang
air besar cair dan muntah yang disebabkan oleh rotavirus. Peningkatan fasilitas kebersihan dan
sanitasi lingkungan serta upaya rehidrasi oral melalui oralit saja tidak dapat menurunkan angka
kematian dan kesakitan diare rotavirus, vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang paling
efektif (Titis Widowati et al, 2016).
Diare rotavirus menyebabkan kerusakan morfologi epitel usus, yang menyebabkan
pemendekan jonjot usus dan bentuk border brush menjadi tidak teratur dan jarang. Akibatnya,
pencernaan karbohidrat dan penyerapan air dan elektrolit di usus halus terganggu. Waktu
inkubasi biasanya kurang dari 48 jam, dan diare biasanya berlangsung selama 5 hingga 7 hari.
Rotavirus dapat menular tanpa gejala atau menyebabkan diare yang ringan hingga berat (Berlian
Hasibuan et al, 2016).
D. Cara Penularan
Rotavirus dapat menular melalui berbagai cara yakni:
1. Kontak Langsung dengan Orang Terinfeksi: Penularan rotavirus sering terjadi
melalui kontak langsung dengan orang yang telah terinfeksi. Partikel virus dapat
ada di tangan, kulit, atau benda-benda yang digunakan oleh individu terinfeksi.
2. Feses (Tinja) Sebagai Sumber Utama: Feses adalah sumber utama penularan
rotavirus. Orang yang terinfeksi mengeluarkan virus dalam tinja mereka.
Penyebaran dapat terjadi ketika seseorang tidak mencuci tangan secara
menyeluruh setelah menggunakan toilet atau mengganti popok, dan kemudian
menyentuh benda-benda atau permukaan lainnya.
3. Kontaminasi Makanan dan Minuman: Rotavirus dapat menular melalui konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh partikel virus. Ini bisa terjadi
jika makanan atau minuman disiapkan atau disajikan oleh seseorang yang
terinfeksi dan tidak menjalani praktik kebersihan yang memadai.
4. Kontak dengan Anak-Anak yang Terinfeksi: Anak-anak, terutama yang masih
mengenakan popok, memiliki risiko tinggi penularan rotavirus. Kontak dengan
feses anak yang terinfeksi atau main dengan mainan yang terkontaminasi dapat
menyebabkan penularan.
5. Kontak Dengan Permukaan Terkontaminasi: Partikel virus dapat bertahan pada
permukaan benda atau objek yang terkontaminasi oleh feses yang mengandung
rotavirus. Jika seseorang menyentuh permukaan ini dan kemudian menyentuh
mulutnya, virus dapat masuk ke tubuh dan menyebabkan infeksi.
6. Kontaminasi Lingkungan: Feses yang mengandung rotavirus dapat
mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, termasuk air dan tanah. Penularan dapat
terjadi melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi, atau melalui
kontak langsung dengan lingkungan yang terkontaminasi.
E. Portal of Entry Rotavirus
Rotavirus, penyebab diare terbanyak pada anak-anak, ditularkan melalui anus ke mulut
(fecal-oral). Virus ini dapat bertahan hingga sepuluh hari sesudah gejala mereda pada
penderita. Selama periode ini, virus dapat menyebar dengan mudah pada anak-anak
ketika terjadi kontak melalui tangan atau mulut. Anak-anak menjadi terinfeksi setelah
menyentuh benda yang terkontaminasi, Termasuk makanan, mainan, dan perabotan.
1. Dehidrasi ringan pada anak-anak dan orang dewasa dapat ditangani di rumah
dengan cara memperbanyak asupan cairan, termasuk cairan rehidrasi oral.
2. Penderita yang dapat dirawat di rumah juga dianjurkan untuk tetap berada di
rumah hingga kesehatannya pulih, agar tidak menularkan ke teman
sepermainannya.
3. Anak-anak dengan diare ringan sebaiknya tetap mengkonsumsi makanan secara
normal. Hindari jus buah dan minuman ringan agar diare tidak memburuk. Jangan
berhenti menyusui bayi di bawah tiga tahun karena ASI dapat membantu
mencegah diare menjadi makin parah. Jika anak mengkonsumsi susu formula,
tidak usah mengencerkan susu formula tersebut. Berikan juga cairan dehidrasi
oral yang disarankan oleh dokter.
4. Berikan makanan dan cairan dalam jumlah kecil dengan frekuensi lebih banyak
kepada anak yang mengalami muntah-muntah. Makanan yang lembut dan tawar
seperti biskuit saltine (biskuit cracker asin) serta roti dapat menenangkan sistem
pencernaan anak yang berusia di atas tiga tahun. Hindari makanan dengan
kandungan tinggi susu, gula, dan lemak. Anak penderita diare akut membutuhkan
mineral yang tidak terdapat pada air minum atau cairan biasa. Sebaiknya
konsultasikan kepada dokter sebelum memutuskan untuk memberikan cairan
rehidrasi oral, obat-obatan, atau metode pengobatan lain.
5. Pastikan popok anak selalu bersih dan mengenakan pakaian yang nyaman. Selama
pengganti popok, gunakan kain basah yang hangat setelah krim pencegah ruam.
Untuk membersihkan area yang sulit dijangkau, sesekali gunakan air mengalir.
Dampingi anak sebisa mungkin agar mereka dapat istirahat sebanyak mungkin.
6. Orang dewasa yang mengalami diare dan muntah sebaiknya juga menghindari
kafein, alkohol, nikotin dan asupan lain yang dapat mengganggu kondisi perut.
Isap bongkahan es yang kecil, air kaldu atau jahe dalam jumlah yang sedikit.
G. Proses Infeksi Rotavirus pada Diare
1. Inkubasi
Virus masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi usus baik pada jejunum, ileum
dan colon. Proses infeksi pada inkubasi biasanya berlangsung sekitar 1–3 hari
setelah paparan virus. Selama inkubasi, virus mulai bereplikasi dalam saluran
pencernaaan tanpa menunjukan gejala yang jelas..
2. Prodromal
Pada masa prodromal, orang yang terinfeksi mengalami gejala awal infeksi
seperti demam, perut terasa penuh, muntah, keringat dingin dan pusing.
3. Gejala Sakit
Pada fase ini pasien mengeluh diare dengan komplikasi mengalami dehidrasi,
asidosis, syok, mules, kejang, dengan atau tanpa panas, pusing.
4. Pemulihan
Pemulihan dari infeksi rotavirus biasanya terjadi dalam waktu 3-7 hari. Fokus
utama dalam manajemen adalah menjaga hidrasi yang adekuat. Ini bisa
melibatkan minum cairan elektrolit, seperti rehidrasi oral, untuk menggantikan
cairan dan elektrolit yang hilang akibat diare dan muntah.
DAFTAR PUSTAKA
Araldi, R. P., et al. (2018). The Human Papillomavirus (HPV)-Related Cancer Biology: An
Overview. Biomed Pharmacother.
Basoeki, R.A., et al. (2022). Wanita 7 Orang Anak dengan Kanker Serviks. Surabaya
Biomedical Journal, 2(1), 28.
Evriarti, P.R., & Andi, Y. (2019). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada Kanker
Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 8(1), 27.
Hasibuan, B., Nasution, F., & Guntur, G. (2016). Infeksi Rotavirus pada Anak Usia di bawah
Dua Tahun. Sari Pediatri, 13(3), 165-8.
Kurniasih, R., & Hartato, A. (2023). SYNERGY Jurnal Ilmiah Multidisiplin SEORANG WANITA
78TAHUN P8A0 SUSPECT CA SERVIKS. 1(2), 75–81.
Manoppo, I. J. (2016). Hubungan paritas dan usia ibu dengan kanker serviks di rsu prof. kandou
manado tahun 2014. Jurnal Skolastik Keperawatan, 2(1), 46-46.
Rahayu, A. S. (2018). Inveksi Human Papilloma Virus (HPV) dan Pencegahannya pada Remaja
dan Dewasa Muda. J. Biol. Papua, 2(2), 81-88.
Rosalik, K., Christopher, T., & Jasmine, H. (2021). Human Papillomavirus Vacation. Viruses,
13(6): 1091.
Rosyida, R. A., Fath, M. D. A., & Khoviva, M. N. (2023). Tinjauan Literatur: BACIRUS
(BANANA VACCINNE FOR ROTAVIRUS): POTENSI EDIBLE VACCINE
BERBASIS PROTEIN VP7 PADA PISANG AMBON (Musa acuminata) SEBAGAI
PENCEGAH DIARE ROTAVIRUS. Majalah Kesehatan, 10(2), 133-143.
Setianingsih, E., Yuli, A., & Noveri, A. (2022). Literature Review: Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Kanker Serviks. Jurnal Ilmiah Pannmed, 17(1), 48.
Setiawati, S., & Hapsari, Y. (2023). Clinical Manifestations, Diagnosis, Management and
Prevention of Cervical Cancer. Jurnal Biologi Tropis, 23(4), 382–390.
Siregar, D. N. (2021). Vaksin Hpv Pencegah Kanker Serviks Sedini Mungkin. Publish Buku
Unpri Press Isbn, 1(1).
Susilawati, W. D. (2024). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita
Terbanyak Di Negara Berkembang. Research of Service Administration Health and Sains
Healthys, 4(2).
Widowati, T., Mulyani, N. S., Nirwati, H., & Soenarto, Y. (2016). Diare rotavirus pada anak usia
balita. Sari Pediatri, 13(5), 340-5.