OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS
2
Menurut Wijaya (2010), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
peluang seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut
adalah :
1. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP)
Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam
timbulnya penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah
sekelompok lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi
sel-sel pada permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal,
anal, atau oral seks. Virus ini berasal dari familia Papovaridaedan genus
Papilloma virus. Hubungan seks yang tidak aman terutama pada usia muda atau
melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, memungkinkan terjadinya
infeksi HPV. Organ reproduksi wanita pada usia remaja (12-20 tahun) sedang
aktif berkembang. Bila terjadi rangsangan oleh penis/sperma dapat memicu
perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka saat
berhubungan seksual dan kemudian terjadi infeksi virus HPV.
2. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti
Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker
serviks berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-
ganti. Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau
lebih mitra seks. Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering
berganti-ganti pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin.
Risiko mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti
pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society, 2017).
3. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan
hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil
penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang
terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
4. Merokok
3
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin
dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan
ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
5. Jumlah Anak
Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar
terkena kanker leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang
tipis dapat merupakan penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya
berubah menjadi kanker. Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih
dari 3 akan meningkatkan resiko wanita terkena kanker serviks.
6. Kontrasepsi
Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko
terkena kanker serviks. Dari beberapa penelitian menemukan bahwa resiko
kanker serviks meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut
menggunakan pil KB, dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut
dihentikan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB
akan menyebabkan wanita lebih sensitif terhadap HPV sehingga makin
meningkatkan resiko terkena kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi oral
dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti konsumsi pil KB dapat
meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada wanita yang positif
terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).
7. Riwayat Keluarga
Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga
akan meningkatkan resiko lebih besar terkena pada wanita yang mempunyai
keluarga (ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim. Seorang
wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya
kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)
8. Kekebalan Tubuh
4
Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buah-
buahan, rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari dapat
menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh, sehingga oang tersebut gampang
terinfeksi oleh berbagai kuman, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh
dapat juga mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi
invasif. Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas
tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer
Society, 2017)
9. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi
HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau
deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan
pre-kanker (American Cancer Society, 2017).
10. Personal hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang
kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang
baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik.
C. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV
dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada
umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila
infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam
genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau
E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari
epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya,
2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses
5
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila
ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah
uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran
tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis
hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan
kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah
bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran
terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler,
tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).
6
7
D. Pohon Masalah
8
Pembedahan/histerektomi
Radiasi Kemoterapi
Pre Post
Pre Post
Mempercepat
pertumbuhan sel normal Kurang pengetahuan Aktivitas fisik terbatas
Defisit pengetahuan
Memperpendek usia akar rambut Intoleransi aktivitas
Eritema, pecah-pecah,
kering, puiritus Mual, muntah Leukosit menurun
Gangguan eliminasi
urin
Ansietas Anoreksia Resiko infeksi
Defisit nutrisi
9
E. Klasifikasi
Menurut FIGO (Federation Internationale de Gynecologic et Obstetrigue), 1988 :
1. Tingkat Kriteria
a. Karsinoma Pra invasif
Stadium 0 : Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.
b. Karsinoma Invasif
1) Stadium I : Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
tidak dinilai).
a) Stadium I a : Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnostik
secara mikroskopis, lesi tidak lebih dari 3 mm atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
b) Stadium I b : Lesi invasif > 5, dibagi atas lesi < 4 Cm dan > 4 Cm.
2) Stadium II : Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke
2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai
dinding panggul.
a) Stadium II a : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrat tumor.
b) Stadium II b : Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai dinding panggul.
4) Stadium III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium
sampai dinding panggul.
a) Stadium III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina namun tidak
sampai ke dinding panggul.
b) Stadium III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding
panggul atau proses pada tingkat I atau II tetapi sudah ada
gangguan faal ginjal/hidronefrosis.
5) Stadium IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara
histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ketempat yang
jauh.
a) Stadium IV a : Telah bermetastasis ke organ sekitar.
b) Stadium IV b : Telah bermetastasis jauh.
F. Gejala Klinis
Menurut Sukaca (2009), gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan
menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks.
Gejala pra kanker serviks ditandai dengan gejala :
1. Keluar cairan encer dari vagina (keputihan)
2. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi
pendarahan yang abnormal.
3. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah.
4. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis
5. Timbul nyeri panggul(pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang
panggul
Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Pendarahan pada vagina yang tidak normal.
Ditandai dengan pendarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode
menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan
setelah hubungan seksual.
2. Rasa sakit saat berhubungan seksual.
3. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala
seperti penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu
makan, keluar tinja dari vagina, dll.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan pap smear
Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg
tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil
dari posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18
tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x
hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
pap’s smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yang positif
yang ditemukan kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini
dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan
resiko kanker serviks.
3. Biopsy
Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yang biasa dilakukan
adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi & teknik cone biopsy
yang menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan
yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker
invasive atau hanya tumor saja.
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear
karena kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam
mengetes darah yang abnormal.
5. Tes schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada
serviks yang normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.
6. Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung
kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema
barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan
abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau
terkenanya nodus limpa regional.
7. Pelvic limphangiografi
Dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic atau
peroartik limfe
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis
secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada
menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid,
sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya infeksi
pada saluran dan kandung kemih.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya ?
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
3) Pola Fungsional Kesehatan Gordon
a) Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama
yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan
prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene
yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan
dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak
nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah,
pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan
dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker
serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan,
ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual
dan muntah akibat efek samping kemoterapi.
c) Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien
kanker serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria.
Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan
tekanan otot abdominal.
4) Pemeriksaan Fisik
l) Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina
2) Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik,
penyebab multiple
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
3. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (pendarahan)
4. Risiko Infeksi dibuktikan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat (imunosupresi)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah
baring
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tahapan perkembangan
penyakit dan terapi penyakit (post kemoterapi)
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SLKI)
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama .... X ....
Definisi: Observasi
jam menit diharapkan
Pengalaman sensorik atau Identifikasi lokasi,
Tingkat Nyeri Menurun
emosional yang berkaitan karakteristik, durasi,
(L.08066) dengan kriteria
dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas , intensitas
hasil :
actual atau fungsional nyeri
dengan onset mendadak Keluhan nyeri (5) Identifikasi skala nyeri
atau lambat dan Meringis (5) Identifikasi respons nyeri non
berintensitas ringan hingga Sikap protektif (5) verbal
berat yang berlangsung Gelisah (5) Identifikasi faktor yang
kurang dari 3 bulan. memperberat nyeri dan
Frekuensi nadi (5)
memperingan nyeri
amputasi, terbakar,
Berikan teknik
terpotong,
nonfarmakologis untuk
mengangkat berat,
mengurangi rasa nyeri (mis.
prosedur operasi,
TENS, hypnosis, akupresur,
trauma, latihan fisik
terapi music, biofeedback,
berlebihan)
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
Gejala dan Tanda Mayor
kompres hangat/dingin, terapi
Subjektif bermain)
Kontrol lingkungan yang
Mengeluh nyeri*
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
Objektif
kebisingan)
Tampak meringis
Bersikap protektif Fasilitas istirahat dan tidur
(mis. Waspada, posisi Pertimbangkan jenis dan
menghindari nyeri) sumber nyeri dalam
Gelisah pemilihan strategi meredakan
Frekuensi nadi nyeri
meningkat Edukasi
Sulit tidur
Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu
Gejala dan Tanda Minor Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Subjektif
Anjurkan memonitor nyeri
Tidak tersedia secara mandiri
Anjurkan menggunakan
Objektif
analgetik secara tepat
Tekanan darah Ajarkan teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
Pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
Nafsu makan berubah Kolaborasi
Proses berpikir
Kolaborasi pemberian
terganggu
analgetik, jika perlu
Menarik diri
Berfokus pada diri
sendiri Pemberian Analgesik
Diaphoresis
Observasi
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama …. X 24 Observasi
Factor Resiko jam diharapkan status Monitor tanda dan gejala
Penyakit kronis kekebalan px meningkat infeksi local dan istemik
Efek prosedur dengan kriteria hasil: Terapeutik
invasive Kebersihan tangan Batasi jumlah pengunjung
Malnutrisi meningkat Berikan berawatan kulit pada
Peningkatan paparan Kebersihan badan area edema
organisme pathogen meningkat Cucitangan sebelum dan
lingkungan Nafsu makan meningkat sesudah kontak dengan pasien
Gangguan peristaltic Demam menurun dan lingkungan pasien
Kerusakan integritas Kemerahan menurun Pertahankan Teknik aseptic
kulit Nyeri menurun pada pasien beresiko tinggi
Perubahan skresi pH Bengkak menurun Edukasi
Edukasi
Dukungan Emosional
Observasi
Terapeutik
Fasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah, atau
sedih
Buat pernyataan suportif atau
empati selama fase berduka
Lakukan sentuhan untuk
memberikan dukungan (mis.
Merangkul, menepuk-nepuk)
Tetap bersama pasien dan
pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu
Kurangi tuntutan berpikir saat
sakit atau lelah
Edukasi
Kolaborasi
Efek tindakan
Edukasi
medis dan diagnostik
(mis. operasi ginjal , Apakah ada tanda gejala
operasi saluran saluran infeksi saluran kemih
kemih, anestesi, dan Ajarakan mengukur asupan
obat-obatan) cairan dan haluaran urine
Ajarkan mengambil specimen
Kelemahan otot
urine
pelvis
Ajarkan mengenali tanda
Ketidakmampuan berkemih dan waktu yang
mengakses toilet (mis. tepat untuk berkemih
imobilitas) Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot panggul
Hambatan
Anjurkan minum yang cukup
lingkungan
Anjurkan mengurangi minum
Ketidakmampuan sebelm tidur
mengkomunikasikan Kolaborasi
kebutuhan eliminasi
Kolaborasi pemberian obat
Outlet kandung suposituria uretra jika perlu
kemih tidak lengkap
(mis. anomali saluran Dukungan perawatan diri
kemih kongenital) BAK/BAB (I.11349)
Observasi
Imaturitas (pada
Identifikasi kebiasaan
anak usia < 3 tahun)
BAB/BAK sesuai usia
Monitor integritas kulit pasien
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical
Cancer ?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-
cancer/causes-risks-prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education
intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and
treatment-related information and support needs: results from a
randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy
group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm
About Working Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def
ault
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016).
Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016.
Retrived from : http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN
2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Denpasar, 10 September 2020
Mengetahui
Clinical Teacher / CT Mahasiswa
(Dra. I.D.A Ketut Surinati, S.Kep., Ns., M.Kes.) Putu Ayu Mahapatni MKP
NIP: 196412311985032010 NIM: P07120320024