Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS

OLEH :

PUTU AYU MAHAPATNI MKP


NIM. P07120320024

KELAS A / PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KANKER SERVIKS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997) dalam
(Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardi. 2015).
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau
serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina (Diananda,Rama, 2009).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan
kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya
menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim
(Sarjadi, 2001).
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher
rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita
(vagina) (Wijaya, 2010).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas
antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2005).
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian
squamosa columnar junction (SCJ) serviks (Price, 2002).

B. Penyebab / Faktor Predisposisi

2
Menurut Wijaya (2010), ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
peluang seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut
adalah :
1. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP)
Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam
timbulnya penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah
sekelompok lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi
sel-sel pada permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal,
anal, atau oral seks. Virus ini berasal dari familia Papovaridaedan genus
Papilloma virus. Hubungan seks yang tidak aman terutama pada usia muda atau
melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, memungkinkan terjadinya
infeksi HPV. Organ reproduksi wanita pada usia remaja (12-20 tahun) sedang
aktif berkembang. Bila terjadi rangsangan oleh penis/sperma dapat memicu
perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka saat
berhubungan seksual dan kemudian terjadi infeksi virus HPV.
2. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti
Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker
serviks berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-
ganti. Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau
lebih mitra seks. Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering
berganti-ganti pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin.
Risiko mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti
pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society, 2017).
3. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan
hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil
penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang
terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
4. Merokok

3
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin
dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan
ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
5. Jumlah Anak
Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar
terkena kanker leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang
tipis dapat merupakan penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya
berubah menjadi kanker. Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih
dari 3 akan meningkatkan resiko wanita terkena kanker serviks.
6. Kontrasepsi
Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko
terkena kanker serviks. Dari beberapa penelitian menemukan bahwa resiko
kanker serviks meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut
menggunakan pil KB, dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut
dihentikan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB
akan menyebabkan wanita lebih sensitif terhadap HPV sehingga makin
meningkatkan resiko terkena kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi oral
dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti konsumsi pil KB dapat
meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada wanita yang positif
terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).
7. Riwayat Keluarga
Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga
akan meningkatkan resiko lebih besar terkena pada wanita yang mempunyai
keluarga (ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim. Seorang
wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya
kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)
8. Kekebalan Tubuh

4
Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buah-
buahan, rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari dapat
menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh, sehingga oang tersebut gampang
terinfeksi oleh berbagai kuman, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh
dapat juga mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi
invasif. Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas
tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer
Society, 2017)
9. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi
HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau
deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan
pre-kanker (American Cancer Society, 2017).
10. Personal hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang
kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang
baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik.

C. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV
dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada
umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila
infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam
genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau
E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari
epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya,
2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses

5
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila
ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah
uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran
tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis
hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan
kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah
bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran
terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler,
tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).

6
7
D. Pohon Masalah

- Berhubungan seks < 17 th Proses Metaplasia Dysplasia serviks Ca serviks


- Merokok
- Hygiene seks yang kurang
Tahap awal
- Virus HIV Tahap lanjut Terapi
- Sering melahirkan dengan
persalinan bermasalah Nekrosis jaringan serviks
- Berganti-ganti pasangan Pembesaran massa
Menyebar ke pelvik
- Herediter

Tekanan intrapelvik  Penipisan sel epitel

Tekanan intra Rusaknya permeabilitas


Nyeri akut
abdomen  pembuluh darah

Pembentukkan asam laktat Metabolisme anaerob Perdarahan

Kelelahan Suplai O2 turun


Anemia Resiko hipovolemia

Intoleransi aktivitas Hb turun Imunitas menurun Resiko infeksi

8
Pembedahan/histerektomi
Radiasi Kemoterapi

Pre Post
Pre Post
Mempercepat
pertumbuhan sel normal Kurang pengetahuan Aktivitas fisik terbatas
Defisit pengetahuan
Memperpendek usia akar rambut Intoleransi aktivitas

Ansietas Alopecia Gangguan citra tubuh

Peningkatan pemanasan Gastrointestinal Perkemihan Kompresi pada RES Prosedur invasif


pada epidermis kulit pemasangan infus

Peningkatan tekanan gaster Cystitis Anemia

Eritema, pecah-pecah,
kering, puiritus Mual, muntah Leukosit menurun
Gangguan eliminasi
urin
Ansietas Anoreksia Resiko infeksi

Defisit nutrisi

9
E. Klasifikasi
Menurut FIGO (Federation Internationale de Gynecologic et Obstetrigue), 1988 : 
1. Tingkat Kriteria   
a. Karsinoma Pra invasif
Stadium 0 : Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.
b. Karsinoma Invasif
1) Stadium I : Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
tidak dinilai).
a) Stadium I a : Karsinoma serviks preklinis hanya dapat didiagnostik
secara mikroskopis, lesi tidak lebih dari 3 mm atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
b) Stadium I b : Lesi invasif > 5, dibagi atas lesi < 4 Cm dan > 4 Cm.
2) Stadium II : Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke
2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai
dinding panggul.
a) Stadium II a : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrat tumor.   
b) Stadium II b : Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai dinding panggul.  
4) Stadium III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium
sampai dinding panggul.   
a) Stadium III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina namun tidak
sampai ke dinding panggul.
b) Stadium III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding
panggul atau proses pada tingkat I atau II tetapi sudah ada
gangguan faal ginjal/hidronefrosis.   
5) Stadium IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara
histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ketempat yang
jauh.   
a) Stadium IV a : Telah bermetastasis ke organ sekitar.
b) Stadium IV b : Telah bermetastasis jauh.

F. Gejala Klinis
Menurut Sukaca (2009), gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan
menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks.
Gejala pra kanker serviks ditandai dengan gejala :
1. Keluar cairan encer dari vagina (keputihan)
2. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi
pendarahan yang abnormal.
3. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau
dan dapat bercampur dengan darah.
4. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis
5. Timbul nyeri panggul(pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang
panggul
Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul
gejala-gejala sebagai berikut :
1. Pendarahan pada vagina yang tidak normal.
Ditandai dengan pendarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode
menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan
setelah hubungan seksual.
2. Rasa sakit saat berhubungan seksual.
3. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala
seperti penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu
makan, keluar tinja dari vagina, dll.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan pap smear
Dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yg
tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada secret yg diambil
dari posio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18
tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah 3x
hasil pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
pap’s smear untuk wanita diatas 30 tahun. Deteksi DNA HPV yang positif
yang ditemukan kemudian dianggap sebagai HPV yg persisten. Apabila hal ini
dialami pada wanita dengan usia yg lebih tua maka akan terjadi peningkatan
resiko kanker serviks.
3. Biopsy
Biopsy dilakukan jika pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Teknik yang biasa dilakukan
adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi & teknik cone biopsy
yang menggunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan
yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsy akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker
invasive atau hanya tumor saja.
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yg terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear
karena kolposkopi memerlukan ketrampilan & kemampuan kolpokospi dalam
mengetes darah yang abnormal.
5. Tes schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan iodium. Pada
serviks yang normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen.
6. Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung
kemih & rectum yg meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema
barium, & sigmoidoskopi. Magnetic resonance imaging (MRI) atau CT scan
abdomen/pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local tumor &/atau
terkenanya nodus limpa regional.
7. Pelvic limphangiografi
Dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvic atau
peroartik limfe

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis
secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :
Stadium Penatalaksanaan

0 Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal

Ia Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal

Ib,Iia Histerektomi radikal dengan limfadenektomi


panggul dan evaluasi kelenjar limfe
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan

IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL)
atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan melalui
kolposkopi dan biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif memungkinkan
untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser
hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif
(stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker serviks
invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat dpilih. Bedah
radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan efek radiasi atau
mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur bedah yang
mungkin dilakukan sebagai berikut:
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan
yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening
panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di
bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini,
seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk
mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga
digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker
ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada
operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di
dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan
beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi ini
paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut
dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak
bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah
bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker
serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada beberapa kasus stadium
II, terutama pada wanita muda.
2) Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung kemih
dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke
dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal
dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk
mengobati kanker serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium
0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal
ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau
menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap
awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan
kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin
ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat
untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu
mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan
diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah
diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan
wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan
masih dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan
serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan berbentuk
seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam
rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini
dilakukan baik melalui vagina ataupun perut. Setelah operasi ini, beberapa
wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi
yang sehat melalui operasi caesar. Risiko kanker kambuh kembali sesudah
pendekatan ini cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X)
untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum
radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan darah
untuk mengetahui apakah menderita anemia. Penderita kanker serviks yang
mengalami perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi
darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker
serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan.
Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi
dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium
IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul)
melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti suatu
bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama beberapa waktu
untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal
yang sering digunakan adalah brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup
sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan
cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi
internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate) brachytherapy
yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi
potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy
diberikan dalam beberapa insersi. Untuk pasien kanker serviks, standar
perawatannya adalah 5 insersi. Waktu dimana aplikator berada di saluran
kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah
sekitar 2,5 jam. Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien
cukup rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada
kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau
melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke
seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu.
1) Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat,
yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok
opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid
kuat seperti morfin dan fentanil.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.

2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada
menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid,
sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya infeksi
pada saluran dan kandung kemih.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya ?
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
3) Pola Fungsional Kesehatan Gordon
a) Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama
yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan
prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene
yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan
dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak
nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah,
pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan
dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker
serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan,
ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual
dan muntah akibat efek samping kemoterapi.

c) Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien
kanker serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria.
Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan
tekanan otot abdominal.

d) Pola aktivitas dan latihan


Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan.
Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2=
dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).
Kaji apakah klien mengalami sesak napas saat beraktivitas.

e) Pola istirahat dan tidur


Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur,
gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi
misalnya nyeri. Kemungkinan pasien dengan kanker serviks
mengalami gangguan pada pola istirahat dan tidur akibat progresivitas
dari kanker serviks
f) Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa,
sentuh, dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat
bantu dengar. Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan
membuat keputusan. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya
pasien akan mengalami nyeri yang lama lebih dari 6 bulan.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu
terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu
etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti
pasangan seksual.

h) Pola seksualitas dan reproduksi


Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien
selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada
pasien kanker serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri
yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual
(dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar
cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
i) Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit.

j) Pola peran – hubungan


Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau
lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola
peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus
mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya
karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya
koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada
yang menderita penyakit kanker serviks.

k) Pola keyakinan dan nilai


Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai
yang diyakini.

4) Pemeriksaan Fisik
l) Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina
2) Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik,
penyebab multiple
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
3. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (pendarahan)
4. Risiko Infeksi dibuktikan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat (imunosupresi)
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah
baring
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tahapan perkembangan
penyakit dan terapi penyakit (post kemoterapi)
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia (SLKI)
(SLKI)
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama .... X ....
Definisi: Observasi
jam menit diharapkan
Pengalaman sensorik atau  Identifikasi lokasi,
Tingkat Nyeri Menurun
emosional yang berkaitan karakteristik, durasi,
(L.08066) dengan kriteria
dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas , intensitas
hasil :
actual atau fungsional nyeri
dengan onset mendadak  Keluhan nyeri (5)  Identifikasi skala nyeri
atau lambat dan  Meringis (5)  Identifikasi respons nyeri non
berintensitas ringan hingga  Sikap protektif (5) verbal
berat yang berlangsung  Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang
kurang dari 3 bulan. memperberat nyeri dan
 Frekuensi nadi (5)
memperingan nyeri

Kontrol Nyeri Meningkat  Identifikasi pengetahuan dan


Penyebab: keyakinan tentang nyeri
(L.08063) dengan kriteria

 Agen pencedera hasil :  Identifikasi pengaruh budaya

fisiologis (mis.  Melaporkan nyeri terhadap respon nyeri

Inflamasi, iskemia, terkontrol (5)  Identifikasi pengaruh nyeri

neoplasma)  Kemampuan pada kualitas hidup

 Agen pencedera menggunakan teknik  Monitor keberhasilan terapi

kimiawi (mis. non-farmakologis (5) komplementer yan sudah

Terbakar, bahan kimia diberikan

iritan)  Monitor efek samping

 Agen pencedera fisik penggunaan analgetik

(mis. Abses, Terapeutik

amputasi, terbakar,
 Berikan teknik
terpotong,
nonfarmakologis untuk
mengangkat berat,
mengurangi rasa nyeri (mis.
prosedur operasi,
TENS, hypnosis, akupresur,
trauma, latihan fisik
terapi music, biofeedback,
berlebihan)
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
Gejala dan Tanda Mayor
kompres hangat/dingin, terapi

Subjektif bermain)
 Kontrol lingkungan yang
 Mengeluh nyeri*
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
Objektif
kebisingan)
 Tampak meringis
 Bersikap protektif  Fasilitas istirahat dan tidur
(mis. Waspada, posisi  Pertimbangkan jenis dan
menghindari nyeri) sumber nyeri dalam
 Gelisah pemilihan strategi meredakan
 Frekuensi nadi nyeri
meningkat Edukasi
 Sulit tidur
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu
Gejala dan Tanda Minor  Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Subjektif
 Anjurkan memonitor nyeri
Tidak tersedia secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
Objektif
analgetik secara tepat
 Tekanan darah  Ajarkan teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
 Pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
 Nafsu makan berubah Kolaborasi
 Proses berpikir
 Kolaborasi pemberian
terganggu
analgetik, jika perlu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri
sendiri Pemberian Analgesik

 Diaphoresis
Observasi

Kondisi klinis terkait  Identifikasi karakteristik


nyeri (mis. Pencetus, pereda,
 Kondisi pembedahan kualitas, lokasi, intensitas,
 Cedera traumatis frekuensi, durasi)
 Infeksi  Identifikasi riwayat alergi
 Sindrom coroner akut obat
 Glaucoma  Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika,
non narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik

 Diskusikan jenis analgesic


yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi

 Jelaskan efek terapu dan efek


samping obat
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian dosis


dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia
keperawatan selama
Observasi
Definisi : … x … jam diharapkan
 Periksa tanda dan gejala
Berisiko mengalami risiko hipovolemia membaik
hipovolemia (mis. Frekuensi
penurunan volume cairan dengan kriteria hasil :
nadi meningkat, nadi teraba
intravascular, interstisial,
lemah, tekanan darah menurun,
dan/atau intraselular. Status Cairan :
tekanan nadi menyempit,
 Kekuatan nadi
Faktor risiko : turgor kulit menurun,
meningkat (5)
 Kehilangan cairan membrane mukosa kering,
 Turgor kulit meningkat
secara aktif volume urine menurun,
(5)
 Gangguan absorbs hematocrit meningkat, haus,
 Output urine meningkat
cairan lemah)
(5)
 Usia lanjut  Monitor intake dan output
 Pengisian vena
 Kelebihan berat cairan
meningkat (5)
badan
 Ortopnea menurun (5)
 Status Terapeutik
 Dyspnea menurun (5)
hipermetabolik  Hitung kebutuhan cairan
 Paroxysmal nocturnal
 Kegagalan  Berikan posisi modified
dyspnea (PND) menurun
mekanisme trendelenburg
(5)
regulasi  Berikan asupan cairan oral
 Edema anasarka
 Evaporasi
menurun (5)
 Kekuraangan Edukasi
 Edema perifer menurun
intake cairan  Anjurkan memperbanyak
(5)
 Efek agen asupan cairan oral
 Berat badan menurun (5)
faarmakologi  Anjurkan menghindari
 Distensi vena jugularis
perubahan posisi mendadak
menurun (5)
Kondisi klinis terkait
 Suara napas tambahan
 Penyakit addison Kolaborasi
menurun (5)
 Trauma/perdarahan  Kolaborasi pemberian cairan
 Kongesti paru menurun
 Luka bakar IV isotonis (mis. NaCl, RL)
(5)
 AIDS  Kolaborasi pemberian cairan
 Perasaan lemah menurun
 Penyakit crohn (5) Iv hipotonis (mis. Glukosa
 Muntah  Keluhan haus menurun 2,5%, NaCl 0,4%)

 Diare (5)  Kolaborasi pemberian cairan

 Kolitis ulseratif  Konsentrasi urine koloid (mis. Albumin,


menurun (5) plasmanate)
 Frekuensi nadi membaik  Kolaborasi pemberian produk
(5) darah
 Tekanan darah membaik
(5) Pemantauan cairan
 Tekanan nadi membaik
(5) Observasi

 Membran mukosa  Monitor frekuensi dan


membaik (5) kekuatan nadi

 Jugular venous pressure  Monitor frekuensi napas


(JVP) membaik (5)  Monitor tekanan darah
 Kadar Hb membaik (5)  Monitor berat badan
 Kadar Ht membaik (5)  Monitor waktu pengisian
 Cental venous pressure kapiler
membaik (5)  Monitor elastisitas atau turgor
 Refluks hepatojugular kulit
membaik (5)  Monitor jumlah, warna dan
 Berat badan membaik berat jenis urine
(5)  Monitor kadar albumin dan
 Hepatomegali membaik protein total
(5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Oliguria membaik serum (mis. Osmolaritas
membaik (5) serum, hematocrit, natrium,
 Intake cairan membaik kalium, BUN)
(5)  Monitor intake dan output
 Status mental membaik cairan
membaik (5)  Identifikasi tanda-tanda
Suhu tubuh membaik hipovolemia (mis. Frekuensi
membaik membaik (5) nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering,
volume urine menurun,
hematocrit meningkat, hasu,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, reflex
hepatojugular positif, berat
badan menurun dalam waktur
singkat)
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma?perdarahan,
luka bakar, aferesis, obstruksi
intestinal, peradangan
pancreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama …. X 24 Observasi
Factor Resiko jam diharapkan status  Monitor tanda dan gejala
 Penyakit kronis kekebalan px meningkat infeksi local dan istemik
 Efek prosedur dengan kriteria hasil: Terapeutik
invasive  Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung
 Malnutrisi meningkat  Berikan berawatan kulit pada
 Peningkatan paparan  Kebersihan badan area edema
organisme pathogen meningkat  Cucitangan sebelum dan
lingkungan  Nafsu makan meningkat sesudah kontak dengan pasien
 Gangguan peristaltic  Demam menurun dan lingkungan pasien
 Kerusakan integritas  Kemerahan menurun  Pertahankan Teknik aseptic
kulit  Nyeri menurun pada pasien beresiko tinggi
 Perubahan skresi pH  Bengkak menurun Edukasi

 Penurunan kerja  Vesikel menurun  Jelaskan tanda dan gejala


siliaris  Kadar sel darah putih nfeksi

 Ketuban pecah lama membaik  Ajarkan cara mencuci tangan

 Ketuban pecah dengan benar

sebelum waktunya  Ajarkan etika batuk

 Merokok  Ajarkan cara memeriksa

 Statis cairan tubuh kondisi luka

 Penurunan  Anjurkan meningkatkan

hemoglobin asupan nutrisi

 Imunosupresi  Anjurkan meningkatkan


asupan cairan
 Leukopenia
Kolaborasi
 Supresi respon
 Kolaborasi pemberian
inflamasi
imunisasi, jika perlu
 Vaksinasi tidak
adekuat
Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Bimbingan Sistem Kesehatan
(D.0111) keperawatan selama .... X ....
Observasi
jam menit diharapkan
Definisi: Tingkat Pengetahuan  Identifikasi masalah
Keadaan atau kurangnya Meningkat dengan kriteria kesehatan individu, keluarga
informasi kognitif yang hasil : dan masyarakat
berkaitan dengan topic  Identifikasi inisiatif individu,
Tingkat Pengetahuan :
tertentu keluarga dan masyarakat
 Perilaku sesuai anjuran  Libatkan kolega atau teman
Penyebab: meningkat (5) untuk membimbing dalam
 Keterbatasan kognitif  Kemampuan menjelaskan pemenuhan kebutuhan
 Gangguan fungsi pengetahuan tentang kesehatan
kognitif suatu topik meningkat (5)  Siapkan pasien untuk mampu
 Kekeliruan mengikuti  Perilaku sesuai dengan berkolaborasi dan
anjuran pengetahuan meningkat bekerjasama dalam
 Kurang terpapar (5) pemenuhan kebutuhan
informasi kesehatan
 Kurang minat dalam
Tingkat Kepatuhan
belajar Terapeutik
 Kurang mampu  Verbalisasi kemampuan  Fasilitasi pemenuhan
mengingat mematuhi program kebutuhan kesehatan
 Ketidaktahuan perawatan atau  Fasilitasi pemenuhan
menemukan sumber pengobatan kebutuhan kesehatan mandiri
informasi  Perilaku mengikuti Edukasi
program perawatan  Bimbing untuk bertanggung
Gejala dan Tanda  Perilaku menjalankan jawab mengidentifikasi dan
Mayor: anjuran mengembangkan kemampuan
Subjektif: memecahkan masalah
 Menanyakan masalah kesehatan secara mandiri
yang dihadapi
Objektif: Edukasi Kesehatan
 Menunjukkan Observasi
perilaku tidak sesuai  Identifikasi kesiapan dan
anjuran kemampuan menerima
 Menunjukkan informasi
persepsi yang keliru  Identifikasi faktor-faktor
terhadap masalah yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi
Gejala dan Tanda perilaku hidup bersih dan
Minor: sehat
Subjektif: Terapeutik
Tidak tersedia  Sediakan materi dan media
Objektif: pendidikan kesehatan
 Menjalani  Jadwalkn pendidikan
pemeriksaan yang kesehatan sesuai kesepakatan
tidak tepat  Berikan kesempatan untuk
 Menunjukan perilaku bertanya
berlebihan (mis. Edukasi
Apatis, bermusuhan,  Jelaskan faktor risiko yang
agitasi, hysteria) dapat mempengaruhi
kesehatan
Kondisi Klinis Terkait:  Ajarkan perilaku hidup bersih
 Kondisi klinis yang dan sehat
baru dihadapi oleh  Ajarkan strategi yang dapat
klien digunakan untuk
 Penyakit akut meningkatkan perilaku hidup
 Penyakit kronis bersih dan sehat
Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
keperawatan selama
Definisi: Observasi
…… x …….… maka
Kondisi emosi dan
 Identifikasi saat tingkat
pengalaman subyektif Tingkat Ansietas Menurun
ansietas berubah (mis.
individu terhadap objek dengan kriteria hasil:
Kondisi, waktu, stressor)
yang tidak jelas dan
1. Verbalisasi kebingungan  Identifikasi kemampuan
spesifik akibat antisipasi
menurun (5) mengambil keputusan
bahaya yang
2. Verbalisasi khawatir  Monitor tanda-tanda ansietas
memungkinkan individu
akibat kondisi yang (verbal dan nonverbal)
melakukan tindakan untuk
menghadapi ancaman dihadapi menurun (5) Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun
 Ciptakan suasana terapeutik
Penyebab: (5)
untuk menumbuhkan
 Krisis situasional 4. Perilaku tegang menurun
kpercayaan
 Kebutuhan tidak (5)
 Temani pasien untuk
terpenuhi 5. Konsentrasi membaik (5)
mengurangi kecemasan, jika
 Krisis maturasional 6. Pola tidur membaik (5)
memungkinkan
 Ancaman terhadap Dukungan Sosial  Pahami situasi yang membuat
konsep diri Meningkat dengan kriteria ansietas dengarkan dengan
 Ancaman terhadap hasil: penuh perhatian
kematian
 Gunakan pendekatan yang
1. Kemampuan meminta
 Kekhawatiran
tenang dan meyakinkan
bantuan pada orang lain
mengalami kegagalan
meningkat (5)  Tempatkan barang pribadi
 Disfungsi system
2. Bantuan yang ditawarkan yang memberikan
keluarga
oleh orang lain kenyamanan
 Hubungan orang tua-
meningkat (5)  Motivasi mengidentifikasi
anak tidak
3. Dukungan emosi yang situasi yang memicu
memuaskan
disediakan oleh orang kecemasan
 Faktor keturunan
lain meningkat (5)  Diskusikan perencanaan
(temperamen, mudah
realistis tentang peristiwa
teragitasi sejak lahir)
yang akan datang
 Penyalahgunaan zat
 Terpapar bahaya Edukasi

lingkungan (mis.  Jelaskan prosedur, termasuk


Toksik, polutan, dan sensasi yang mungkin
lain-lain) dialami
 Kurang terpapar  Informasikan secara faktual
informasi mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
Gejala dan Tanda
 Anjurkan keluarga untuk
Mayor:
bersama pasien, jika perlu
Subjektif:
 Merasa bingung  Anjurkan melakukan kegiatan
 Merasa khawatir yang tidak kompetitif, sesuai
dengan akibat dari kebutuhan
kondisi yang dihadapi  Anjurkan mengungkapkan
 Sulit berkonsentrasi perasaan dan persepsi
Objektif:  Latih kegiatan pengalihan
 Tampak gelisah untuk mengurangi
 Tampak tegang ketegangan

 Sulit tidur  Laruhan penggunaan


mekanisme pertahanan diri

Gejala dan Tanda yang tepat

Minor:  Latih teknik relaksasi


Subjektif:
Kolaborasi
 Mengeluh pusing
 Anoreksia  Kolaborasi pemberian obat
antlansietas, jika perlu
 Palpitasi
 Merasa tidak berdaya
Objektif:
Terapi Relaksasi
 Frekuensi nadi
meningkat Observasi
 Frekuensi napas
 Identifikasi penurunan tingkat
meningkat
energy, ketidakmampuan
 Tekanan darah
berkonsentrasi, atau gejala
meningkat
lain yang mengganggu
 Diaphoresis
kemampuan kognitif
 Tremor
 Identifikasi teknik relaksasi
 Muka tampak pucat
yang pernah efektif
 Suara bergetar digunakan
 Kontak mata buruk  Identifikasi kesediaan,
 Sering berkemih kemampuan, dan penggunaan
 Berorientasi pada
masa lalu teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
Kondisi Klinis Terkait: frekuensi nadi, tekanan darah,
 Penyakit kronis dan suhu sebelum dan
progresif (mis. Kaner, sesudah latihan
penyakit autoimun)  Monitor respons terhadap
 Penyakit akut terapi relaksasi
 Hospitalisasi
Terapeutik
 Rencana operasi
 Kondisi diagnosis  Ciptakan lingkungan tenang

penyakit belum jelas dan tanpa gangguan dengan

 Penyakit neurologis pencahayaan dan suhu ruang


nyaman, jika memungkinkan
 Tahap tumbuh
kembang  Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai

Edukasi

 Jelaskan tujuan, manfaat,


batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang
dipilih
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

Dukungan Emosional

Observasi

 Identifikasi fungsi maarah,


frustasi, dan amuk bagi
pasien
 Identifikasi hal yang telah
memicu emosi

Terapeutik

 Fasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah, atau
sedih
 Buat pernyataan suportif atau
empati selama fase berduka
 Lakukan sentuhan untuk
memberikan dukungan (mis.
Merangkul, menepuk-nepuk)
 Tetap bersama pasien dan
pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu
 Kurangi tuntutan berpikir saat
sakit atau lelah

Edukasi

 Jelaskan konsekuensi tidak


menghadapi rasa bersalah dan
malu
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami (mis.
Ansietas, marah, sedih)
 Anjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons
yang biasa digunakan
 Ajarkan penggunaan
mekanisme pertahanan yang
tepat

Kolaborasi

 Rujuk untuk konseling, jika


perlu

Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan asuhan Promosi Citra Tubuh


(D.0083) keperawatan selama
Observasi
…… x …….… maka
Definisi:
 Identifikasi harapan citra
Perubahan persepsi Citra Tubuh Meningkat
tubuh berdasarkan tahap
tentang penampilan, dengan kriteria hasil:
perkembangan
struktur, dan fungsi fisik
1. Melihat bagian tubuh  Identifikasi budaya, agama,
individu membaik (5) jenis kelamin, dan umur
2. Verbalisasi perasaan terkait citra tubuh
Penyebab: negative tentang  Identifikasi perubahan citra
 Perubahan perubahan tubuh tubuh yang mengakibatkan
struktur/bentuk tubuh menurun (5) isolasi social
(mis. Amputasi, 3. Menyembunyikan bagian  Monitor frekuensi pernyataan
trauma, luka bakar, tubuh berlebihan kritik terhadap diri sendiri
obesitas, jerawat) menurun (5)  Monitor apakah pasien bisa
 Perubahan fungsi melihat bagian tubuh yang
tubuh (mis. Proses berubah
Berat Badan Membaik
penyakit, kehamilan, Terapeutik
dengan kriteria hasil:
kelumpuhan)  Diskusikan perubahan tubuh
 Perubahan fungsi 1. Berat badan membaik (5) dan fungsinya
kognitif 2. Tebal lipatan kulit  Diskusikan perbedaan
 Ketidaksesuaian membaik (5) penampilan fisik terhadap
budaya, keyakinan 3. Indeks massa tubuh harga diri
atau system nilai membaik (5)  Diskusikan perubahan akibat
 Transisi pubertas, kehamilan, dan
perkembangan penuaan
Harga Diri Meningkat
 Gangguan psikososial  Diskusikan kondisi stress
dengan kriteria hasil:
 Efek yang mempengaruhi citra
tindakan/pengobatan 1. Penilaian diri positif tubuh (mis. Luka, penyakit,
(mis. Pembedahan, meningkat (5) pembedahan)
kemoterapi, terapi 2. Perasaan memiliki  Diskusikan cara
radiasi) kelebihan atau mengembangkan harapan
kemampuan positif citra tubuh secara realistis
Gejala dan Tanda meningkat (5)  Diskusikan persepsi pasien
Mayor: 3. Penerimaan penilaian dan keluarga tentang
Subjektif: positif terhadap diri perubahan citra tubuh
 Mengungkapkan sendiri meningkat (5) Edukasi
kecacatan/kehilangan 4. Minat mencoba hal baru  Jelaskan kepada keluarga
bagian tubuh meningkat (5) tentang perawatan perubahan
Objektif: 5. Berjalan menampakkan citra tubuh
 Kehilangan bagian wajah meningkat (5)  Anjurkan mengungkapkan
tubuh 6. Postur tubuh gambaran diri terhadap citra
 Fungsi/struktur tubuh menampakkan wajah tubuh
berubah/hilang meningkat (5)  Anjurkan menggunakan alat
Gejala dan Tanda 7. Perasaan malu menurun bantu (mis. Pakaian, wig,
Minor: (5) kosmetik)
Subjektif: 8. Perasaan bersalah  Anjurkan mengikuti
 Tidak mau menurun (5) kelompok pendukung (mis.
mengungkapkan 9. Perasaan tidak mampu Kelompok sebaya)
kecacatan/kehilangan melakukan apapun  Latih fungsi tubuh yang
bagian tubuh menurun (5) dimiliki
 Mengungkapkan  Latih peningkatan
Meremehkan kemampuan
perasaan negative penampilan diri (mis.
mengatasi masalah menurun
tentang perubahan Berdandan)
(5)
tubuh  Latih pengungkapan
 Mengungkapkan kemampuan diri kepada
kekhawatiran pada orang lain maupun kelompok
penolakan/reaksi
orang lain
 Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
Objektif:
 Menyembunyikan/
menunjukkan bagian
tubuh secara
berlebihan
 Menghindari melihat
dan/atau menyentuh
bagian tubuh
 Focus berlebihan
pada perubahan tubuh
 Respon nonverbal
pada perubahan dna
persepsi tubuh
 Focus pada
penampilan dan
kekuatan masa lalu
 Hubungan social
berubah

Kondisi Klinis Terkait:


 Mastektomi
 Amputasi
 Jerawat
 Parut atau luka bakar
yang terlihat
 Obesitas
 Hiperpigmentasi pada
kehamilan
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Gangguan Makan
keperawatan selama Observasi
Definisi: …… x …….… maka  Monitor asupan dan
Asupan nutrisi tidak cukup keluarnya makanan dan
Status Nutrisi Membaik
untuk memenuhi cairan serta kebutuhan kalori
dengan kriteria hasil:
kebutuhan metabolism. Terapeutik
 Porsi makanan yang  Timbang berat badan secara
Penyebab: dihabiskan meningkat rutin
 Ketidakmampuan (5)  Diskusikan perilaku makan
menelan makanan dan jumlah aktivitas fisik
 Berat badan meningkat
 Ketidakmampuan yang sesuai
(5)
mencerna makanan  Lakukan kontrak perilaku
 Ketidakmampuan  Frekuensi makan
(mis. Target berat badan)
mengabsorbsi nutrient membaik (5)
Edukasi
 Peningkatan  Nafsu makan membaik  Ajarkan pengaturan diet yang
kebutuhan metabolism (5) tepat
 Faktor ekonomi (mis.  Ajarkan keterampilan koping
Finansial tidak untuk penyelesaian masalah
mencukupi) Nafsu Makan Membaik perilaku makan
 Faktor psikologis dengan kriteria hasil: Kolaborasi
(mis. Stress,  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Keinginan makan
keengganan untuk tentang target berat badan,
membaik (5)
makan) kebutuhan kalori, dan pilihan
 Asupan makanan makanan
Gejala dan Tanda Mayor membaik (5)

Subjektif Manajemen Nutrisi


Tidak tersedia Observasi
 Identifikasi status nutrisi
Objektif  Identifikasi alergi dan
 Berat badan menurun intoleransi makanan
minimal 10%  Identifikasi makanan yang
dibawah rentang ideal disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori
Gejala dan Tanda Minor dan jenis nutrient
Subjektif  Monitor asupan makanan
 Cepat kenyang setelah  Monitor berat badan
makan  Monitor hasil pemeriksaan
 Kram/nyeri abdomen laboratorium
 Nafsu makan Terapeutik
menurun  Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
Objektif makanan)
 Bising usus hiperaktif  Sajikan makanan secara
 Otot pengunyah menarik dan suhu yang
lemah sesuai
 Otot menelan lemah  Berikan makanan tinggi serat
 Membrane mukosa untuk mencegah konstipasi
pucat  Berikan makanan tinggi
 Sariawan kalori dan tinggi protein
 Serum albumin turun  Berikan suplemen makanan,
 Rambut rontok jika perlu
berlebihan Edukasi

 Diare  Ajarkan diet yang


diprogramkan
Kondisi klinis terkait Kolaborasi

 Stroke  Kolaborasi pemberian

 Parkinson medikasi sebelum makan

 Mobius syndrome (mis. Pereda nyeri,


antiemetic), jika perlu
 Cerebral palsy
 Kolaborasi dengan ahli gizi
 Cleft lip
untuk menentukan jumlah
 Cleft palate
kalori dan jenis nutrient yang
 Amyotropic lateral
dibutuhkan, jika perlu
sclerosis
 Kerusakan
neuromuscular
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokilitis
 Fibrosis kistik
Gangguan eliminasi Setelah diberikan asuhan Manajemen Eliminasi Urine
Urine keperawatan selama ….x….. (I.04152)
jam diharapkan Eliminasi Observasi
Definisi:
Urine Membaik dengan  Identifikasi tanda dan gejala
Disfungsi eliminasi urin kriteria hasil : retensi urine atau
 Peningkatan sensasi inkontenensia urine
Penyebab: berkemih (5)  Identifikasi faktor yang
 Penurunan desakan menyeebabkan retensi urine
 Penurunan
kandung kemih (5) dan inkontenesia urine
kapasitas kandung
 Penurunann distensi  Monitor eliminasi urine
kemih
kandung kemih (5) ( frekuensi, konsistensi,
 Iritasi kandung
 Peningkatan pengeluaran aroma, volume dan warna
kemih
urin (5) Terapeutik

 Penurunan  Peningkatan frekuensi


 Catat waktu dan haluaran
kemampuan BAK Membaik (5)
berkemih
menyadari tanda-  Karakteristik urin
 Batasi asupan cairan
tanda gangguan membaik (5)
 Ambil sampel urine
kandung kemih

 Efek tindakan
Edukasi
medis dan diagnostik
(mis. operasi ginjal ,  Apakah ada tanda gejala
operasi saluran saluran infeksi saluran kemih
kemih, anestesi, dan  Ajarakan mengukur asupan
obat-obatan) cairan dan haluaran urine
 Ajarkan mengambil specimen
 Kelemahan otot
urine
pelvis
 Ajarkan mengenali tanda
 Ketidakmampuan berkemih dan waktu yang
mengakses toilet (mis. tepat untuk berkemih
imobilitas)  Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot panggul
 Hambatan
 Anjurkan minum yang cukup
lingkungan
 Anjurkan mengurangi minum
 Ketidakmampuan sebelm tidur
mengkomunikasikan Kolaborasi
kebutuhan eliminasi
 Kolaborasi pemberian obat
 Outlet kandung suposituria uretra jika perlu
kemih tidak lengkap
(mis. anomali saluran Dukungan perawatan diri
kemih kongenital) BAK/BAB (I.11349)
Observasi
 Imaturitas (pada
 Identifikasi kebiasaan
anak usia < 3 tahun)
BAB/BAK sesuai usia
 Monitor integritas kulit pasien

Gejala dan Tanda Mayor Terapeutik


Subjektif
 Buka pakaian yang diperlukan
untuk memudahkan eliminasi
 Desakan berkemih
 Dukung penggunaan
(Urgensi)
toilet/commode/pispot/urinal
 Urin menetas
secara konsisten
(dribbling)
 Jaga privasi selama eliminasi
 Sering buang air  Ganti pakaian pasien setelah
kecil eliminasi jika perlu

 Nokturia  Bersihkan alat bantu


BAB/BAK setelah digunakan
 Mengompol  Latih BAB/BAK sesuai jadwal

 Enuresis jika perlu


 Sediakan alat bantu (misal
kateter eksternal, urinal )jika
Objektif perlu
 Distensi kandung Edukasi
kemih
 Anjurkan BAB/BAK secara
 Berkemih tidak
rutin
tuntas (Hesitancy)
 Anjurkan ke kamar
 Volume residu urin
mandi/toilet jika perlu
meingkat
Kondisi Klinis Terkait

 Infeksi ginjal dan


D. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaannya, perawat menerapkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan berdasarkan ilmu keperawatan dan ilmu yang terkait secara
terintegrasi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan, evaluasi
dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan.
Evaluasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan didokumentasikan dalam
bentuk Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planning (SOAP).

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical
Cancer ?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-
cancer/causes-risks-prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education
intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and
treatment-related information and support needs: results from a
randomised, controlled trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy
group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm
About Working Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def
ault
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016).
Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016.
Retrived from : http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN
2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. Retrived from :
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx.
Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI
Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16)
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker
PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM
Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC
Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Denpasar, 10 September 2020

Mengetahui
Clinical Teacher / CT Mahasiswa

(Dra. I.D.A Ketut Surinati, S.Kep., Ns., M.Kes.) Putu Ayu Mahapatni MKP
NIP: 196412311985032010 NIM: P07120320024

Anda mungkin juga menyukai