PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKB) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indicator yang
lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut world Health
Organization (WHO) kematian ibu adalah kematian selama kehamilan atau periode 42 hari
setelah berakhirnya kehamilan, yang terkait dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi
bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera, sedangkan kematian bayi adalah kematian anak
yang tidak menunjukkan tanda – tanda hidup waktu dilahirkan dan anak yang meninggal
dalam
minggu pertama dalam kehidupannya (Saifuddin. 2011).
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2008, AKN ( Angka
Kematian Neonatus) di dunia adalah 26 per 1000 kelahiran hidup. Disisi lain kelahiran
dengan asfiksia menempati urutan ke 5, yaitu sebanyak 9% sebagai penyebab kematian anak
tertinggi di dunia setelah penyakit lain. Profil kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan
bahwa, pada tahun 2007 indonesia menempati posisi ke 3 untuk AKB (Angka kematian
Bayi) tertinggi di ASEAN (Association Of Southeast Asian Nations) yakni 34 per 1,000
kelahiran hidup. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh Laos dan Myanmar dengan AKB
(Angka Kematian Bayi) sebesar 70 per 1,000 kelahiran hidup dan posisi kedua ditempati oleh
Kamboja sebesar 67 per 1,00 kelahiran hidup.
Selain angka kematian bayi, Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 1000
kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu dibagi menjadi 2 yaitu kematian langsung yang disebabkan
oleh komplikasi – komplikasi kehamilan, persalinan, masa nifas dan segala intervensi atau
penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut, sedangkan kematian ibu tidak langsung
disebakan oleh penyakit-penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan (Prawirohardjo, 2010).
Di kota Makassar, AKI pada tahun 2009 mencapai 118 orang atau 78,84% per 1,000
kelahiran hidup, tahun 2010 menurun menjadi 114 orang atau 77,13% per 1,000 kelahiran
hidup, dimana 64,3% disebabkan oleh komplikasi persalinan (Dinkes.ProvSulSel, 2012). Dan
pada tahun 2011 angka kematian ibu menjadi 97 per 1,000 kelahiran hidup.
(Dinkes.ProvSulSel, 2013).
Adapun data AKB yang di peroleh dari Dinas kesehatan yaitu pada tahun 2007
menjadi 41 per 1,000 kelahiran hidup dibandingkan hasi Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) selama tahun 2006 yaitu 36 per 1,000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Plus Bara-Baraya Makassar, Pada tahun
2014 terdapat 619 persalinan dan 81 diantaranya mengalami persalinan post matur, dan pada
tahun 2015 terdapat 512 persalinan dan 96 diantaranya mengalami persalinan post matur.
Persalinan post matur mempunyai hubungan erat dengan mortalitas dan morbilitas
perintal. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan persalinan post matur dapat berupa perdarahan
pasca persalinan atau tindakan obstetric yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian
ibu yang cenderung menurun, angka kematian bayi masih menunjukkan angka yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap persalinan post matur
akan memberi pengaruh dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian
perinatal.
Mengingat pentingnya hal ini, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian tentang
kasus persalinan post matur di Puskesmas Plus Bara-baraya Makassar berdasarkan
pendekatan manajemen asuhan kebidanann yang telah ada.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian post matur ?
2. Bagaimana etiologi post matur ?
3. Apa saja tanda dan gejala post matur ?
4. Bagaimana patofisiologi dari post matur?
5. Apa saja komplikasi dan prognosis post matur ?
6. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan post matur ?
7. Bagaimana penatalaksanaan post matur ?
8. Bagaimana asuhan keperwatan post matur ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian post matur
2. Mengetahui etiologi post matur
3. Mengetahui tanda dan gejala dari post matur
4. Mengetahui patofisiologi post matur
5. Mengetahui komplikasi dan prognosis post matur
6. Mengetahui cara pengobatan dan pencegahan post matur
7. Mengetahui penatalaksanaan post matur
8. Mengetahui asuhan keperawatan post matur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian post matur
Post matur adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu.
(Wiknjosastro, 2008).
Post matur adalah Kehamilan lewat waktu dimana kehamilan berlangsung selama 42
minggu atau lebih dilihat dari siklus haid teratur dan haid terakhir yang diketahui dengan
pasti. (Joseph. 2010).
Selain dari pada itu, istilas postmatur dalam istilah lain disebut juga postterm.
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan
lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/postdatime atau
pascamaturitas, adalah: Kehamilan yang berlansung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari pertama haid terakhir menurut Naegle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2014). Persalinan post matur adalah persalinan yang usia kehamilannya
berlangsung lebih dari 42 minggu, dihitung dari haid pertama haid terakhir.
2.2 Etiologi
Penyebab pasti kehamilan post matur belum diketahui secara pasti. Factor yang diduga
berpengaruh adalah hormonal dan herediter. Factor hormonal dimana kadar progesterone
tidak cepat turun walaupun kehamilan telah memasuki usia cukup untuk melahirkan
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang dan otot rahim tidak sensitive
terhadap rangsangan karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Factor
heredieter karena post matur akan dijumpai pada keluarga tertentu.
Factor seperti kesalahan dalam penanggalan menjadi penyebab tersering dan diduga
akibat peningkatan tiba-tiba kadar koristol plasma janin. Karistol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesterone berkurang dan memperbesar sekresi esterogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap menigkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan
janin seperti anesefalus, hypoplasia adrenal janin. Dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada
janin akan menyebabkan koristol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan.
2.3 Tanda dan Gejala
a. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x/20 menit atau secara objektif
kurang dari 10x/menit).
b. Berat badan bayi lebih berat daripada bayi matur.
c. Tulang dan suara lebih keras daripada bayi matur.
d. Rambut kepala lebih tebal selain itu, manifestasi pada bayi dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Stadium I
Kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit menjadi kering,
rapuh dan mudah terkelupas.
2. Stadium II
Sama dengan stadium I ditambah dengan pewarnaan mekoneum kehijauan di kulit.
3. Stadium III
Sama dengan stadium I ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit, dn tali
pusat.
2.4 Patofisiologi
Kehamilan post matur masih belum diketahui secara pasti factor penyebabnya. Namun,
diduga karena penurunan hormone oksitosin, saraf uterus, dan hormone esterogen pada usia
kehamilan cukup. Selain itu factor hereditas diduga juga turut andil. Proses kehamilan yang
lama melewati masa/waktu seharusnya prtus merupakan stressor bagi ibu sehingga akan
timbul rasa cemas. Janin dalam Rahim akan terkontaminasi oleh meconium, cairan plasenta
dan nutrisi serta oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan berat badan bayi bertambah.
Hal ini akan berisiko bagi ibu apabila melahirkan melalui per vaginal sehingga operasi
section caesarea dan episiotomy merpakan salah satu jalan alternative untuk keselmatan ibu
dan bayi. Post operasi SC dan episiotomy akan meninggalkan bekas luka pada abdomen ibu,
yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan berisiko tinggi infeksi apabila perawatan luka yang
dilakukan tidak benar.
2.5 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu adalah rasa cemas dan takut karena terlambat
melahirkan dan akan menjalani operasi sehingga mengakibatkan perdarahan post partum,
yaitu atonia uteri.
Komplikasi yang terjadi pada bayi antara lain:
a. Kematian janin (3 kai resiko pada kehamilan aterm) yaitu 30% sebelum partus,
55% intrapartum, 15% post natal.
b. Gawat janin karena aspirasi meconium, hipoksia, kompresi tali pusat.
c. Kelainan letak seperti defekasi, oksiput posterior, distosia bahu, dan trauma kepala
janin.
d. Gangguan pembekuan darah
e. Oligohidramnion adalah air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah
1.000 cc, aterm 800 cc, dan lebih dari 42 minggu 400 cc. akibat oligohidramnion
adalah amnion menjadi kental karena meconium (diaspirasi oleh janin), afiksia
intrauterine (gawat janin), pada in partu ( aspirasi air ketuban , nilai APGAR
rendah, sindrom gawat paru, bronkus paru tersumbat sehingga menimbulkan
atelectasis).
Prognosis jelek apabila tidak segera ditangani/dilahirkn akan membahayakan janin dan
ibu. Pada bayi akan terjadi sepsis dan mekonial (air ketuban sudah tua berwarna seperti
kecoklatan).
f. Data objektif
1. Keadaan umum
Secara umum ditemukan gambaran kesadaran umum, dimana kesadaran
pasien sangat penting dinilai dengan melakukan anamnesa. Selain itu pasien
sadar akan menunjukkan tidak adanya kelainan psikologis dan kesadaran
umum juga mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas yang bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi
pasien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi:
Mata: periksa konjungtiva dan sclera untuk menentukan anemia atau tidak
Muka: edema +/-
Leher: pembesaran kelenjar tiroid dan limfa
Dada: keadaan putting susu, teraba massa atau tumor +/-, tanda-tanda
kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, colostrum)
Abdomen: pembesaran perut sesuai dengan usia kehamilan, luka/jejas
Genitalia:
Ekstremitas: edema +/-
b. Palpasi
Abdomen: gerak janin makin berkurang dan kadang berhenti sama sekali.
Dapat dilakukan dengan cara:
a) Leopold I
Untuk menentukan TFU dan yang terdapat dibagian fundus serta
kemungkinan teraba kepala atau pantat lainnya, normal pada
fundus teraba bulat, tidak melenting, lunak sehingga
memungkinkan itu adalah pantat janin
b) Leopold II
Untuk menentukan dimana letaknya punggung janin dan bagian-
bagian kecilnya. Pada dinding perut klien sebelah kiri maupun
kanan kemungkinan teraba, punggung, anggota gerak, bokong atau
kepala.
c) Leopold III
Untuk menentukan apa yang terdapat pada bagian bawah perut ibu
dan apakah BTJ sudah terpegang oleh PAP. Normalnya pada
bagian bawah perut ibu adalah kepala.
d) Leopold IV
Untuk menentukan seberapa jauh masuknya BTJ ke dalam rongga
panggul dan dilakukan perlimaan untuk menentukan seberapa
masuknya ke PAP.
c. Auskultasi
Untuk mendengar DJJ dengan frekuensi normal 120-160 kali/menit,
irama teratur atau tidak intensitas kuat, sedang atau lemah. Apabila
persalinan disertai gawat janin, maka DJJ bisa kurang dari 110
kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit dengan irama tidak teratur.
d. Perkusi
Pemeriksaan reflek patella kiri dan kanan yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin B atau penyakit saraf, intoksikasi magnesium
sulfat.
3. Pemeriksaan penunjang
a. USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas
plasenta
b. KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin
c. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi
d. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik >20%
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas b.d. stress proses kelahiran lama
b. Nyeri b.d. luka post operasi sectio caesarea
c. Resiko tinggi infeksi b.d. luka post operasi section caesarea
3.5 Evaluasi
S : data subyektif dari pasien setelah dilakukan implementasi
O : data obyetif dari pasien setelah dilakukan implementasi
A : mengkaji kembali apakah masalah pasien telah teratasi sepenuhnya, teratasi
sebagaian, atau belum teratasi
P : rencana selanjutnya berupa pilihan untuk melanjutkan atau menghentikan
intervensi sesuai kebutuhan pasien dan intervensi keperawatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2008, AKN ( Angka
Kematian Neonatus) di dunia adalah 26 per 1000 kelahiran hidup. Disisi lain kelahiran
dengan asfiksia menempati urutan ke 5, yaitu sebanyak 9% sebagai penyebab kematian anak
tertinggi di dunia setelah penyakit lain. Profil kesehatan Indonesia tahun 2008 menunjukkan
bahwa, pada tahun 2007 indonesia menempati posisi ke 3 untuk AKB (Angka kematian
Bayi) tertinggi di ASEAN (Association Of Southeast Asian Nations) yakni 34 per 1,000
kelahiran hidup. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh Laos dan Myanmar dengan AKB
(Angka Kematian Bayi) sebesar 70 per 1,000 kelahiran hidup dan posisi kedua ditempati oleh
Kamboja sebesar 67 per 1,00 kelahiran hidup.
Post matur adalah Kehamilan lewat waktu dimana kehamilan berlangsung selama 42
minggu atau lebih dilihat dari siklus haid teratur dan haid terakhir yang diketahui dengan
pasti. (Joseph. 2010).
Selain dari pada itu, istilas postmatur dalam istilah lain disebut juga postterm.
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan
lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/postdatime atau
pascamaturitas, adalah: Kehamilan yang berlansung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari pertama haid terakhir menurut Naegle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2014). Persalinan post matur adalah persalinan yang usia kehamilannya
berlangsung lebih dari 42 minggu, dihitung dari haid pertama haid terakhir.
4.2 Saran
Memperhatikan kondisi saat fase kehamilan sangatlah penting dengan gizi yang cukup
dan seimbang, oleh karena itu bagi ibu-ibu yang hamil hendaklah mempersiapkan persalinan
dengan sebaik-baiknya, serta dengan melakukan pemeriksaan rutin baik untuk mengetahui
kesehatan janin dan sang ibu, selain itu juga penting dalam mendeteksi sedini mungkin umur
kehamilan ibu untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan sehingga
kehamilan post matur dapat diakhiri dan tidak menimbulkan komplikasi yang dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009
Joseph , HK. (2010). Ginekologi dan Obsteri (Obsgyn) . Yogyakarta : Nuha Medika
Saifuddin AB. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC.
2009.