Anda di halaman 1dari 33

Dosen Pengampuh : Hj. Sumarni, S.ST., S.KM., M.

Kes
Mata Kuliah : Manajemen Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan

KEBIJAKAN PELAYANAN KEBIDANAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II
Nurul Haira Ismail (A1A222053)
Aldira (A1A222056)
Nukila Putri Asrul (A1A222057)
Fitriah Ramadani (A1A222060)

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR


FAKULTAS KEPERAWATAN KEBIDANAN
PRODI S1 KEBIDANAN ALIH JENJANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang
berjudul “Kebijakan Pelayanan Kebidanan” untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Manajemen Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis
hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Hj. Sumarni, S.ST.,SKM.,M.Kes. selaku dosen mata kuliah Manajemen
Kepemimpinan dalam Pelayanan Kebidanan
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
3. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
penyusunan makalah yang akan datang.

Makassar, 19 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................. i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................3
C. Tujuan Penulisan...............................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan dalam Pelayanan Kebidanan......4
B. Kebijakan Global Tentang Pelayanan Kebidanan ........7
C. Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi, dan Politik
Terhadap Kebijakan Pelayanan Kebidanan.................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................27
B. Saran ..............................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan program kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator
utama Angka Kematian Ibu (AKI). Selain untuk menilai program kesehatan
ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena
sensifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi
aksebilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan kematian ibu
selama periode 1991-2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup.
Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak
berhasil mencapai MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. (Profil Kesehatan, 2021).
Pemerintah saat ini memprioritaskan penurunan angka kematian ibu
sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka
Menengah Nasional 2014-2019. Untuk mencapai sasaran tersebut, kebijakan
pembangunan kesehatan terutama diarahkan pada peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga ksehatan. Dalam menyediakan upaya pelayanan kesehatan
yang lebih luas, merata dan bermutu pada setiap anggota masyarakat
dibutuhkan pengelolaan fasilitas sarana kesehatan, peralatan, sumber daya
manusia yang berkesinambungan baik ditingkat puskesmas maupun di tingkat
rumah sakit umum daerah dan rumah sakit umum tingkat provinsi (Chairiyah,
2022) .
Kebijakan merupakan suatu konsensus atau kesepakatan para
pengambil keputusan dengan tujuan untuk menanggulangi suatu masalah atau
untuk pencapaian suatu tujuan tertentu dengan nilai-nilai tertentu dan
merupakan pedoman utama untuk bertindak (Dachi,2017).
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang melakukan praktik
pelayanan langsung kepada pasien khususnya pelayanan langsung kepada
pasien khususnya pelayanan kesehatan pada ibu dan anak. Praktik kebidanan
di Indonesia telah diatur dalam UU No. 4 tahun 2019 tentang kebidanan.

1
Kebidanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam
memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum
hamil, masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalin an, pascapersalinan,
masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas
dan kewenangannya (Chairiyah, 2022) .

Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti


spons menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak
tenaga kesehatan. Pendapat lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan
seperti pembangkit perekonomian melalui inovasi dan investasi dibidang
teknologi bio-medis atau produksi dan penjualan obat-obatan atau dengan
menjamin adanya populasi yang sehat dan produktif secara ekonomi.
Kesehatan juga dipengaruhi oleh sejumlah keputusan yang tidak ada
kaitannya dengan layanan kesehatan: kemiskinan mempengaruhi kesehatan
masyarakat, sama halnya dengan polusi, air kotor atau sanitasi yang buruk.
Kebijakan ekonomi, seperti pajak merokok, atau alkohol dapat pula
mempengaruhi perilaku masyarakat. Penyebab mutakhir meningkatnya
obesitas ditengah masyarakat mencakup kesediaan makanan cepat saji yang
murah namun tinggi kalori, penjualan soft drinks disekolah, juga menurunnya
kebiasaan berolah raga. Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan
kesehatan itu sendiri menjadi sedemikian pentingnya sehingga
memungkinkan untuk menyelesaikan masalah kesehatan utama yang terjadi
saat ini. Dalam memberikan pelayanannya, bidan harus selalu merujuk pada
aturan dan kebijakan yang berlaku, jika tidak maka niat baik bidan dalam
memberikan pelayanan bisa-bisa membawa bidan sendiri dalam dugaan kasus
malpraktik atau wanprestasi. Kebijakan sendiri sangat bergantung pada
nuansa politik dan ekonomi, sangat dinamis.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan kebijakan global tentang
pelayanan kebidanan dan lingkungan sosial ekonomi politik yang
mempengaruhi kebijakan pelayanan kebidanan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kebijakan dalam pelayanan kebidanan?
2. Bagaimana Kebijakan Global dalam Pelayanan Kebidanan?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan sosial ekonomi, dan politik terhadap
kebijakan pelayanan kebidanan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kebijakan dalam
pelayanan kebidanan.
2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan global dalam pelayanan
kebidanan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh lingkungan sosial ekonomi, dan
politik terhadap kebijakan pelayanan kebidanan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebijakan dalam Pelayanan Kebidanan


1. Pengertian Kebijakan
Kata Dasar Kebijakan adalah “bijak” yang berarti selalu
menggunakan akal budi, pandai, mahir, cerdik, cakap. Sehingga kebijakan
diartikan sebagai kepandaian, kemahiran, ataupun kecerdikan. Kebijakan
berkaitan dengan kemampuan seseorang menggunakan akal budi atau
kepandaian atau kemahiran atau kecerdikan untuk bertindak terlebih
ketika menghadapi suatu kesulitan atau dilemma. (Dachi, 2017)
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak. Sedangkan global adalah kata sifat yang artinya secara
umum dan keseluruhan, secara garis besar, yang meliputi seluruh dunia.
Jadi kebijakan global adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi
pedoman diseluruh dunia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kebijakan adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor
swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.
Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya
suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),
kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan
pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan

4
sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk
mencapai suatu tujuan eksplisit.
Kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan
petunjuk umum tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan
arah umum kepada seseorang untuk bergerak. Secara etimologis,
“kebijakan” adalah terjemahan dari kata (policy). Kebijakan dapat juga
berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis pelaksanaan
suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Komponen kebijakan mengacu pada 4 komponen yang dikemukakan
oleh Walt and Gibson (1994) dalam (Jasmen Manurung, dkk, 2021) :
1) Konten (Isi Kebijakan)
Konten atau isi kebijakan merupakan sejumlah daftar pilihan
keputusan tentang urusan public yang dibuat oleh lembaga dan
pejabat pemerintah. Isi sebuah kebijakan merespons berbagai
masalah public yang mencakup berbagai bidang kehidupan
seperti pendidikan, keamanan, sosial, dan berbagai aspek
lainnya termasuk kesehatan. Contoh aspek teknis adalah
penyakit diare, malaria, typus, promosi kesehatan. Aspek
isntitusi adalah organisasi public dan swasta.
2) Proses
Proses dalam kebijakan adalah suatu agenda yang teratur
melalui suatu proses rancang dan omplementasi. Sebagai suatu
kebijakan kesehatan juga mengikuti proses yang secara
sederhana terdiri dari identifikasi masalah kesehatan, agenda
setting, formulasi kebijakan kesehatan, adopsi kebijakan
kesehatan, implementasi kebijakan ksehatan dan evaluasi
kebijakan kesehatan..
3) Konteks
Konteks kebijakan adalah lingkungan atau setting dimana
kebijakan itu dibuat dan diimplementasikan. Faktor-
faktornyang berada di dalamnya antara lain politik, ekonomi,

5
sosial dan kultur dimana hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap formulasi dari proses kebijakan.
4) Actor
Actor adalah mereka yang berada pada pusat kerangka
kebijakan kesehatan, actor-aktor ini biasanya mempengaruhi
proses pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Hubungan dari actor dan perannya (kekuasaannya) sebagai
pengambil keputusan adalah sangat bergantung kepada
kompromi politik, daripada dalam debat-debat kebijakan yang
masuk akal.aktor tidak hanya individu seperti Presiden,
Menteri, Gubernur sampai pada perangkat pemerintah yang
paling rendah. Actor juga bisa anggota legislative
(DPR/DPRD), Organisasi internasional (WHO), Organisasi
non pemerintah/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
bahkan organisasi profesi

2. Pengertian Pelayanan Kebidanan


Pelayanan atau asuhan kebidanan adalah proses pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan. Asuhan kebidanan juga menerapkan fungsi dan kegiatan dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau
masalah dalam bidang kesehatan ibu hamil, masa persalinan, nifas, bayi
setelah lahir serta keluarga berencana. (Susanto,dkk, 2019:256).
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang
mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu hamil, masa
persalinan, nifas, bayi setelah lahir, serta keluarga berencana.(Sujianti,
Susanti.2009: 4).
Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah

6
dalam bidang kesehatan ibu hamil, persalinan, nifas bayi setelah lahir serta
KB.(Yanti Efrida,dkk. 2015: 15).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan dalam pelayanan kebidanan
merupakan suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman atau
dasar rencana pelaksanaan asuhan kebidanan dalam pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan, sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan.

B. Kebijakan Global tentang Pelayanan Kebidanan

Salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indoenesia adalah pemenuhan hak asasi manusia berupa kesehatan.Hal ini
sejalan dengan Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif, perlindungan dan berkelanjutan (Oruh, 2021).
Pada tahun 2017 sekitar 810 ibu didunia meninggal dunia setiap hari akibat
persalinan dan 94% dari semua kematian ibu terjadi di Negara berpenghasilan
rendah dan menengah ke bawah. World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa penyebab langsung kematian ibu terjadi saat dan pasca melahirkan,
kemudian 75% kasus kematian ibu diakibatkan oleh perdarahan, infeksi, atau
tekanan darah tinggi saat kehamilan. Sementara itu, masih pada tahun yang sama,
data World Bank mencatat bahwa capaian terburuk terjadi di Myanmar dengan
250 kematian, kemudian Laos dengan 185 kematian, sedangkan Indonesia
menempati posisi ke tiga dengan 177 kematian per 100 ribu kelahiran. Negeri
Jiran dengan 29 kematian dan Singapura hanya 8 kematian per 100 ribu kelahiran.
Dengan demikian dari 10 negara ASEAN, baru setengahnya yang melampaui
target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal’s)
untuk Tahun 2030 yakni kurang dari 70 per 100 ribu kelahiran. (Oruh, 2021).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di

7
Asia Tenggara serta masih jauh dari target global SDG untuk menurunkan AKI
menjadi 183 per 100.000 KH pada tahun 2024 dan kurang dari 70 per 100.000 KH
pada tahun 2030. Kondisi ini mengisyaratkan perlunya upaya yang lebih strategis
dan komprehensif, karena untuk mencapai target AKI turun menjadi 183 per
100.000 KH tahun 2024 diperlukan paling tidak penurunan kematian ibu sebesar
5,5% per tahun. Penyebab kematian langsung kematian ibu adalah gangguan
hipertensi dalam kehamilan (33,1%), pendarahan obstetrik (27,03%), komplikasi
non-obstetrik (15,7%), komplikasi obstetrik lainnya (12,04%), infeksi yang
berkaitan dengan kehamilan (6,06%), dan penyebab lain (4,81%) (SRS 2016).
Penyebab kematian ibu ini menunjukkan bahwa kematian maternal dapat dicegah
apabila cakupan pelayanan dibarengi dengan mutu pelayanan yang baik. Kejadian
kematian ibu sebanyak 77% ditemukan di rumah sakit, 15,6% di rumah, 4,1% di
perjalanan menuju RS/fasilitas kesehatan, dan 2,5% di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya (SRS 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
dan 2018 menunjukkan terjadinya peningkatan cakupan indikator kesehatan ibu
yang direfleksikan dari indikator empat kali kunjungan ANC (K4) dan
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Proporsi
pemeriksaan kehamilan K4 telah menunjukkan kenaikan dari 70% pada tahun
2013 (Riskesdas 2013) menjadi 74,1% pada tahun 2018 (Riskesdas 2018).
Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan juga naik dari 66,7% pada
tahun 2013 (Riskesdas 2013) menjadi 79,3% pada tahun 2018 (Riskesdas 2018).
Peningkatan capaian pelayanan kesehatan ibu yang tidak disertai dengan
perbaikan angka kematian ibu, mengindikasikan belum optimalnya kualitas
pelayanan maternal. Fenomena tiga terlambat masih terjadi, yakni terlambat
pengambilan keputusan untuk dirujuk ke fasyankes yang tepat, terlambat sampai
ke tempat rujukan, dan terlambat ditangani dengan tepat. Untuk itu, harus
dibangun sinergisme dan sistem rujukan yang kuat antara FKTP (puskesmas) dan
FKRTL (rumah sakit), termasuk peningkatan kompetensi SDM pelayanan
maternal. Penguatan puskesmas PONED dan RS PONEK 24 jam selama 7 hari
perlu dilakukan termasuk kemampuan SDM untuk memberikan pelayanan
PONED dan PONEK. Selain itu, RS juga perlu melakukan audit kematian

8
khususnya maternal perinatal untuk mengetahui penyebab kematian ibu dan bayi
baru lahir serta melakukan intervensi sesuai penyebabnya. (Kemenkes, 2020).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab masih tingginya angka kematian ibu
dan bayi selain faktor tenaga kesehatan yang terbatas mulai dari faktor sistem
transportasi yang kurang baik, situasi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat,
fasilitas kesehatan yang kurang memadai hingga rendahnya pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi juga menjadi penyebab masih tingginya angka kematian ibu
di Indonesia. (Oruh, 2021).
Mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam
kebijakan dan strategi seperti kebijakan Program Safe Motherhood. Program ini
mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 1990, dengan salah satu terobosannya
adalah menempatkan tenaga bidan di desa dan melatih dukun bayi serta
dilengkapi dengan dukun kit, sehingga diharapkan dukun yang sudah dilatih
mampu dan mau menerapkan persalinan 3 bersih (bersih tempat, alat dan cara).
Seiring dengan perkembangan maka Program Safe Motherhood juga
dikembangkan menjadi Making Pregnancy Safer. Making Pregnancy Safer (MPS)
ini bertujuan mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Ketersediaan tenaga bidan di Kabupaten Fak-fak, Papua Barat masih sangat
terbatas, dimana jumlah bidan sebanyak 108 orang sementara jumlah dukun
sebanyak 191 orang dan 79 (41%) dukun diantaranya terlatih sementara sisanya
belum terlatih(6).Pemberdayaan upaya-upaya kesehatan yang berbasis masyarakat
miskin di pedesaan sudah dilakukan. (Oruh, 2021).
Konsep kemitraan bidan dan dukun harus bisa diadaptasi, dicapai tujuannya,
diintegrasi dan dipelihara polanya oleh seluruh unsur masyarakat termasuk
pemerintah sesuai dengan status dan peranan masing-masing. Misalnya peranan
pemerintah dalam merekrut tenaga bidan di desa untuk memastikan setiap wanita
memiliki penolong persalinan yang terampil. Mengalokasikan anggaran khusus
kemitraan bidan dan dukun dan menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai.
Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan dan mengevaluasi pasca pelatihan bagi
bidan, dukun dan kader kesehatan. Menyediakan pelatih yang dapat menggunakan
bahasa daerah setempat sehingga transfer pengetahuannya mudah dipahami oleh

9
peserta. Selain itu, yang dapat dilakukan juga adalah memberikan kesempatan
kepada anak atau cucu perempuan dukun untuk memperoleh pendidikan formal
yang dibiayai oleh pemerintah setempat. Memberikan kesempatan kepada bidan
untuk berkolaborasi dengan dokter umum dalam perawatan persalinan dapat
memotivasi bidan karena memperoleh kepuasan dalam berkolaborasi. Penelitian
Chham et al mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna atau positif
antara tingkat pendidikan perempuan dengan penggunaan Antenatal Care (ANC)
dan Postnatal Care (PNC). (Oruh, 2021).
Mencermati perkembangan saat ini, untuk menurunkan angka kematian ibu
dan bayi tidak hanya bidan atau dukun menjadi berdaya namun saatnya juga
memberdayakan keluarga, dalam hal ini suami dari istri yang hamil atau bapak
yang baru memiliki bayi. Mengadopsi pendekatan praktis seperti melibatkan
suami atau pasangan dan masyarakat dalam layanan ante natal care (24). Contoh
pelatihan yang diselenggarakan di Jepang, dibuka kelas bagi bapak-bapak yang
istrinya sedang hamil atau laki-laki dewasa yang belum menikah. Di kelas ini para
bapak-bapak disuruh menggunakan rompi hamil seberat 7 kg. Tujuannya agar
mereka merasakan posisi pasangan yang sedang hamil. Selain itu, mereka juga
diajarkan bagaimana cara memandikan, menidurkan, hingga mengganti popok
bayi. Di Inggris, dibuatkan kelas untuk memijat bayi bagi bapak-bapak. Pengpid
et al. mengungkapkan bahwa 71,4% pengobatan tradisional secara umum
dilakukan untuk pijat bayi . Kelas ini mengajarkan para ayah muda bagaimana
cara dan teknik dalam memijat bayi. Karena tubuh bayi masih sangat rentan dan
belum kuat dibutuhkan ketelatenan dalam memijat bayi sehingga dibutuhkan juga
kesabaran dari bapak-bapak. Tujuannya agar tubuh anak sehat dan membantu
melancarkan pencernaan serta membuat tidur bayi lebih nyenyak. Sementara di
Amerika, terdapat sebuah kelas yang dikenal dengan Groovaro Dance. Kelas ini
khusus hanya untuk bapak-bapak dan bayinya. Bapak-bapak diminta untuk
menggendong sang bayi, lalu melakukan gerakan-gerakan tari yang bisa membuat
hubungan antara keduanya semakin erat. (Oruh, 2021).

10
Arah Kebijakan dan Strategi
Kesehatan guna mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya dengan penguatan
pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan mendorong peningkatan
upaya promotif dan preventif, didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi,
maka ditetapkan arah kebijakan Kementerian Kesehatan sebagai berikut
(Kemenkes, 2020):
1. Penguatan pelayanan kesehatan primer dengan mengutamakan UKM tanpa
meninggalkan UKP, serta mensinergikan FKTP pemerintah dan FKTP swasta.
2. Pelayanan kesehatan menggunakan pendekatan siklus hidup, mulai dari ibu
hamil, bayi, anak balita, anak usia sekolah, remaja, usia produktif, dan lansia, dan
intrevensi secara kontinum (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif) dengan
penekanan pada promotif dan preventif.
3. Penguatan pencegahan faktor risiko, deteksi dini, dan aksi multisektoral
(pembudayaan GERMAS), guna pencegahan dan pengendalian penyakit.
4. Penguatan sistem kesehatan di semua level pemerintahan menjadi responsif
dan tangguh, guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dengan didukung inovasi teknologi.
5. Peningkatan sinergisme lintas sektor, pusat dan daerah, untuk menuju
konvergensi dalam intervensi sasaran prioritas dan program prioritas, termasuk
integrasi lintas program.

Dalam mendukung kebijakan kesehatan nasional dan kebijakan Kementerian


Kesehatan, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menentukan kebijakan
program kesehatan masyarakat yaitu:
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat
2. Meningkatkan penerapan pendekatan keberlanjutan pelayanan (Continuum of
Care),
3. Memperkuat intervensi perubahan perilaku dengan penerapan PIS-PK secara
total coverage
4. Meningkatkan regulasi dan tata kelola program kesehatan masyarakat yang
berkesinambungan dan terintegrasi

11
5. Meningkatkan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan
teknologi 6. Memperkuat kolaborasi lintas program/lintas sektor
7. Memperkuat pemberdayaan masyarakat, kemitraan, dan peran swasta
8. Intensifikasi Germas pada K/L dan pemerintah daerah
9. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan.

Pembangunan pasca-MDGs 2015


Tahun 2015 merupakan akhir pelaksanaan Millennium Development
Goals (MDGs), tetapi pencapaian target MDGs diteruskan secara
berkesinambungan melalui agenda pembangunan pasca-2015 yang tertuang
dalam Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs memiliki 5 pondasi, yaitu
manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai
3 tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai
kesetaraan, dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tujuan mulia
tersebut disusunlah tujuh belas tujuan global (goals) sebagai berikut:
1. Tanpa kemiskinan
Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh dunia.
2. Tanpa kelaparan
Mengakhiri kelaparaan, mencapai ketahanan pangan dan
meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan,
yaitu:
a. Tahun 2030, mengakhiri kelaparan dan menjamin akses pangan
yang aman, bergizi, dan mencukupi bagi semua orang, khususnya
masyarakat miskin dan rentan, termasuk bayi di sepanjang tahun.
b. Tahun 2030, mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk
mencapai target internasional 2025 untuk penurunan stunting dan
wasting pada pada balita dan mengatasi kebutuhan gizi remaja
perempuan, wanita hamil dan menyusui, serta lansia.
3. Kesehatan yang baik dan kesejahteraan
Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan
bagi semua orang di segala usia, yaitu:

12
a. Tahun 2030, mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70
per 100.000 kelahiran hidup.
b. Tahun 2030, mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat
dicegah dengan menurunkan angka kematian neonatal setidaknya
12 per 1.000 KH dan kematian balita 25 per 1. 000 KH.
c. Tahun 2030, mengakhiri epidemik AIDS, TBC, malaria, dan
penyakit tropis yang terabaikan, serta memerengi hepatitis,
penyakit bersumber air, dan penyakit menular lainnya.
d. Tahun 2030, mengurangi sepertiga kematian prematur akibat
penyakit tidak menular melalui pencegahan dan perawatan. Sera
mendorong kesehatan dan kesejahteraan mental.
e. Memperkuat pencegahan dan perawatan penyalahgunaan zat,
termasuk penyalahgunaan narkotika dan alkohol yang
membahayakan.
f. Tahun 2020, mengurangi setengah global kematian dan cedera
akibat kecelakaan lalu lintas.
g. Tahun 2030, menjamin akses semesta kepada pelayanan kesehatan
seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana(KB),
informasi dan edukasi, serta integrasi kesehatan reproduksi ke
dalam strategi dan program nasional.
h. Mencapai universal healt coverage, termasuk perlindungan risiko
keuangan, akses kepada pelayanan kesehatan dasar yang aman,
efektif, dan berkualitas bagi semua orang.
i. Tahun 2030, menurangi secara substansi kematian dan kesakitan
akibat senyawa berbahaya serta kontaminasi dan polusi udara, air,
dan tanah.
4. Pendidikan berkualitas
Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kemepatan belajar bagi semua orang, menjamin
pendidikan yang inklusif dan berkeadilan, serta mendorong kesempatan
belajar seumur hidup bagi semua orang.

13
5. Kesetaraan gender
Adapun cara untuk mencapai kesetaraan gender dan
memberdayakan kaum ibu dan perempuan, yaitu:
a. Menghilangkan segala bentuk praktik berbahaya, seperti
pernikahan anak-anak, usia dini dan terpaksa, serta sunat
perempuan.
b. Menjamin akses sementara kepada kesehatan seksual dan
reproduksi serta hak-hak reproduksi.
6. Air bersih dan sanitasi
Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang
berkelanjutan bagi semua orang, yaitu:
a. Mencapai akses air minum aman yang universal dan merata.
b. Mencapai akses sanitasi dan higiene yang cukup dan merata bagi
semua orang serta mengakhiri defekasi terbuka, memberi
perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan wanita serta
orang-orang yang berada pada situasi rentan.
7. Energi bersih dan terjangkau
Menjamin akses terhadap sumber energi yang terjangkau,
terpercaya, berkualitas, dan modern untuk semua orang.
8. Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak
Mendukung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan
inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif, serta pekerjaan yang
layak untuk semua orang.
9. Industri, inovasi, dan infrastruktur
Membangun infrastruktur yang berkualitas, mendorong
peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong
inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan
Mengurangi ketidaksetaraan, baik di dalam sebuah negara
maupun diantara negara-negara di dunia.
11. Keberlanjutan kota dan komunitas

14
Membangun kota-kota serta pemukiman yang inklusif,
berkualitas, aman, berketahanan, dan berkelanjutan.
12. Konsumsi dan produksi bertanggung jawab
Menjamin keberlangsungan konsumsi dan pola produksi.
13. Aksi terhadap iklim
Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.
14. Kehidupan bawah laut
Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan
sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang
berkelanjutan.
15. Kehidupan di darat
Melindungi, mengembaliakan, dan meningkatkan
keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelolah hutan secara
berkelanjutan, mengurangi tanah tandus, serta tukar guling tanah,
memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi
tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.
16. Institusi peradilan yang kuat dan kedamaian
Meningkatkan perdamaian termasuk masyarakat untuk
pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan bagi
semua orang, termasuk lembaga, dan bertanggung jawab untuk seluruh
kalangan, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan
inklusif diseluruh tingkatan.
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan
Memperkuat implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan global
untuk pembangunan yang berkelanjutan.

15
Indonesia Sehat 2025
1) Visi
Dalam indonesia sehat 2025, lingkungan strategi pembangunan
kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani, maupun sosial, yaitu
lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi,
tersediannya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang
berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang
memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya
bangsa. Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam indonesia sehat
2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
sadar hukum, serta partisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman
(safe community).

Visi Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur.


a) Mandiri : mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan
bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan
sendiri.
b) Maju: diukur dari kualitas SDM, tingkat kemakmuran dan kemantapan
sistem dan kelembapan politik dan hukum.
c) Adil: tidak ada diskriminasi dalam bentuk apa pun, baik antar individu,
gender, maupun wilayah.
d) Makmur: diukur dari tingkat pemenuhan seleruh kehidupan hidup.
Dalam indonesia sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan
kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan yang bermutu yang dimaksud

16
disini adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan
darurat dan bencana yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.
Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, kuluarga, dan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
2) Misi
Adapun misi indonesia sehat 2025 adalah:
a) Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata
ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat
dipengaruhi pula oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi
sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif
berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalkan hasil
kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan
masuknya wawasan kesehatan sebagai asas ppokok progrsm
pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari
kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan
terlepasnya masyarakat dari segala macam ganguan yang
memengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang
berkontribusi nasional positif terhadap kesehatan seperti dimaksud
diatas, maka seluruh unsur atau subsistem dari sistem kesehatan
nasinal berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional
berwawasan kesehatan.
b) Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,
masyarakat termasuk swasta, dan pemerintah. Upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan setiap individu, keluarga, masyarakat,
dan lingkungannya dilakukan tanpa meninggalkan upaya

17
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kesadaran,
kemauan, dan kemampuan setiap individu, keluarga, dan
masyarakat untuk menjaga kesehatan, memilih dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan
keberhasilan pembangunan kesehatan. Adapun penyelenggaraan
pemberdayaan masyarakat meliputi:
a. Pergerakan masyarakat; masyarakat paling bawah
mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat
aktif dalam proses pembangunan kesehatan.
b. Organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran
organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam
pembangunan kesehatan.
c. Advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingan di
bidang kesehatan.
d. Kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk
meningkatkan kemitraan dan partisipasi lintas sektor,
swasta, dunia usaha, dan pemangku kepentingan.
e. Sumber daya; diperlukan sumber daya memadai seperti
SDM, sistem informasi, dan dana,
c) Memelihara dan meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau
Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin
tersedianya upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat
maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu, merata, dan
terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara
indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan
penyakit(kuratif) dan pemeliharaan kesehatan (rehabilitatif). Agar
dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan juga
upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan

18
tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat, termasuk swasta.
Unruk masa mendatang, apabila sestem jaminan kesehatn sosial
telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan
primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan
menerapkan konsep dokter keluarga. Di daerah yang sangat
terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh
puskesmas.
d) Peningkatan dan mendayagunakan sumber daya kesehatan
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya
kesehatan perlu ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi
SDM kesehatan pembiayaan kesehatan, serta kesediaan farmasi
dan alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan/
kedokteran, serta kesediaan farmasi dan alat kesehatan. Sumber
daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang
makin penting peranannya.

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam menurunkan AKI, yaitu dengan


peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, meliputi (Aulia, dkk 2017) :
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa
penyediaan tenaga bidan di desa.
2. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar, antara lain desa polindes/pustu 24 jam.
3. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah
terjadinya pelayanan KB berkualitas pascapersalinan dan pascakeguguran.
4. Pemantauan kerja sama lintas program dan sektor, antar lain dengan jalan
menjadi kemitraan dengan pemda dan organisasi profesi (IDI, IDAI, IBI).

19
5. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga, dan masyarakat, antara lain
dalam bentuk meningkatan pengetahuan tentang tanda bahaya, serta
menyediakan buku KIA.
6. Peningkatan kapasitas manajemen pengelolah program, melalui
peningkatan kemampuan pengelola program agar mampu melaksanakan,
merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan (P1-P2-P3) sesuai kondisi
daerah.
7. Sosialisasi dan advokasi, melalui penyusunan hasil informasi cakupan
program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai
substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan
agar lebih berpihak kepada kepetingan ibu dan anak.
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan dalam menurunkan AKB, yaitu:
1. Peningkatan kegiatan imunisasi pada bayi.
2. Peningkatan ASI ekslusif status gizi, deteksi dini, dan pemantauan tumbuh
kembang.
3. Pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
4. Program manajemen tumbuh kembang balita sakit (MTBS) dan
manajemen tumbuh kembang balita muda (MTBM).
5. Pertolongan persalinan dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan tepat.
6. Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan perawatan
pasca persalinan sesuai standar kesehatan.
7. Program awal sehat untuk hidup sehat (ASUH).
8. Keberadaan bidan desa.
9. Perawatan neonatal dasar meliputi perawatan tali pusat, pencegahan
hipotermi dengan metude kanguru, menyusui dini, usaha bernapas
spontan, pencegahan infeksi, penanganan neonatal sakit, audit kematian
neonatal.

Berikut ini bentuk partisipasi yang dapat dilakukan dalam mencegah kematian
bayi, yaitu:
1. Partisipasi bidan dalam mencegah kematian bayi

20
a. Menerapkan program ASUH yang memfokuskan kegiatan pada
keselamatan dan kesehatan bayi baru lahir.
b. Mengintensifkan kegiatan kenjungan rumah 7 hari pertama
pascapersalinan berisi pelayanan dan konseling perawatan bayi dan
ibu nifas yang bermutu.
2. Partisipasi masyarakat dalam mencegah kematian bayi.
a. Mencatat dan melaporkan adanya ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi
meninggal pada bidan di desa agar diperoleh masukan untuk
merencanakan tidak kunjung dan memecahkan sekaligus
mengantisipasi masalah kematian bayi.
b. Mendukung dan mempertahankan keberadaan bidan di desa.

Upaya Pemulihan Dampak COVID-19 terhadap Pelayanan Kesehatan Ibu


dan Anak / Keluarga Berencana

Dikutip dari Jurnal terkait Upaya Pemulihan Dampak COVID-19 terhadap


Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak / Keluarga Berencana di Provinsi Sumatera
Utara oleh Dr. Sitti Khadijah Nasution, SKM., M.Kes Selama situasi pandemi
COVID-19 terjadi di Indonesia, pembatasan-pembatasan dilakukan hampir di
semua layanan rutin kesehatan termasuk pelayanan KIA dan KB. Hal ini
menyebabkan pula situasi penyerta, seperti ibu hamil takut ke fasilitas pelayanan
kesehatan karena khawatir terpapar virus, adanya anjuran menunda pemeriksaan
ibu hamil dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan baik dari segi
tenaga kesehatan maupun sarana dan prasarana yang menunjang termasuk Alat
Pelindung Diri (APD) yang terbatas untuk petugas kesehatan di lapangan.

Pelayanan KIA/KB yang terdampak pandemi COVID-19 di Provinsi


Sumatera Utara antara lain menurunnya cakupan K1, K4, pertolongan persalinan
di fasilitas pelayanan kesehatan, KN lengkap, KB, cakupan imunisasi dasar
lengkap, dan balita dipantau tumbuh kembang. Dari beberapa poin indikator
tersebut pada tahun 2020 terjadi adanya penurunan cakupan indikator pelayanan

21
KIA/KB yang lebih rendah dari tahun 2019. Data tahun 2020 menunjukkan K1
86%, K4 80%, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan 81%,
cakupan pelayanan anak balita sesuai standar 51%. Data dari empat kabupaten
lokus penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
terkait monitoring dan evaluasi dampak COVID-19 terhadap pelayanan KIA/KB
di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan variasi dampak di setiap daerah dengan
kategori terdampak berat hingga ringan (Nasution Khadijah, 2021)

Pada tahun 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes


RI) telah mengeluarkan Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi
Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Pedoman ini dapat dipakai sebagai
acuan bagi ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
KIA sehingga diharapkan ibu dan bayi tetap mendapatkan pelayanan esensial,
faktor risiko dapat dikenali secara dini serta mendapatkan akses pertolongan
kegawatdaruratan, dan tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan dari
penularan COVID-19 (Kemenkes RI, 2020).

1) Selain itu, upaya pencegahan penularan COVID-19 juga telah


dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota. Di antaranya adalah sebagai berikut: Peraturan Gubernur
dan Bupati/Walikota tentang penerapan disiplin dan penegakan hukum
protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian COVID-
19 di Provinsi Sumatera Utara
2) Pembentukan Satgas COVID-19,
3) 3) tes COVID-19 secara massal. Namun berdasarkan hasil observasi di
masyarakat, diketahui kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan
protokol pencegahan COVID-19 masih sangat rendah.

Di sisi lain, Seksi Kesehatan Keluarga (Kesga) dan Gizi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota pada tahun 2020 juga telah melaksanakan kegiatan dalam rangka
peningkatan kapasitas, koordinasi lintas program dan lintas sektor, pelayanan KIA
maupun monitoring evaluasi bersumber dari APBD, Dana Alokasi Khusus (DAK)

22
nonfisik seperti Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Persalinan
(Jampersal). Contoh kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai beriku (Nasution
Khadijah, 2021)t:

1) orientasi Maternal Perinatal Death Notification (MPDN)


2) Orientasi Antenatal Care (ANC) terpadu dan Post Natal Care
(PNC),
3) penguatan penyeliaan fasilitatif KIA
4) Orientasi pemanfaatan buku KIA,
5) Orientasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
6) Penguatan pembina kader kesehatan, guru Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA)
tentang buku KIA dan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK),
7) Manajemen Terpadu Pelayanan Kesehatan Remaja (MTPKR),
8) Orientasi pelayanan kesehatan reproduksi masa sebelum hamil
(calon pengantin/ catin dan Pasangan Usia Subur/ PUS).

Selain kegiatan tahun 2020, Seksi Kesga dan Gizi, Dinkes


Kab/Kota mengeluarkan usulan kegiatan tahun 2021 yang bersumber
dana APBD, DAK nonfisik (BOK Sekunder). Usulan kegiatan tersebut
antara lain 1) pembinaan pelayanan ibu dan bayi baru lahir melalui
kegiatan orientasi maternal death notification, 2) pembinaan pelayanan
ibu dan bayi baru lahir melalui kegiatan penguatan Audit Maternal dan
Perinatal (AMP) surveilans dan respon, 3) pembinaan pelayanan ibu
dan bayi melalui kegiatan orientasi ANC terpadu dan PNC, 4)
pembinaan pelayanan bayi baru lahir melalui kegiatan orientasi
pelayanan kesehatan neonatal esensial, 5) pembinaan pelayanan ibu
dan bayi baru lahir melalui kegiatan penguatan penyeliaan fasilitatif
kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 6) pembinaan pelayanan kesehatan
ibu melalui pertemuan motivator kesehatan ibu dan anak, 7)
pembinaan pelayanan balita dan anak pra sekolah melalui kegiatan

23
penguatan pembina kader kesehatan, guru PAUD/TK/RA tentang buku
KIA dan SDIDTK, 8) pembinaan pelayanan usia reproduksi dan KB
melalui kegiatan orientasi pelayanan KB pasca persalinan, dan 9)
pembinaan pelayanan usia kesehatan reproduksi dan KB melalui
kegiatan penguatan kesehatan reproduksi.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah pengambil keputusan


harus menyeimbangkan manfaat aktivitas dengan risiko yang
ditimbulkan terhadap penularan virus. Dibutuhkan adaptasi dan inovasi
dalam keterbatasan sumber daya dan kapasitas. Sebagai contoh,
penyedia pelayanan kesehatan di Brazil menggunakan Whatsapp
untuk memastikan dan mendorong ibu melanjutkan kunjungan ANC
(WHO, 2022).

Beberapa rekomendasi program yang dikemukakan oleh Wahana


Visi Indonesia (WVI) adalah memastikan anak, khususnya balita,
mendapat kecukupan gizi melalui program inovatif. Program tersebut
seperti pemberian makanan bayi dan balita yang terintegrasi dengan
program ketahanan pangan, membangun protokol dan meningkatkan
kapasitas tenaga kesehatan dan kader sehingga puskesmas dan
posyandu tetap berjalan, cash voucher program untuk jangka pendek,
kelompok simpan pinjam berbasis m asyarakat, melakukan perubahan
APBD desa, membentuk desa tanggap COVID-19, dan menyusun
rencana mitigasi desa tanggap bencana (alam maupun non-alam)
(Kemenkes RI, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh SMERU,
mengidentifikasi beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah
daerah, diantaranya meningkatkan kunjungan rumah, melakukan
layanan daring, ambulans keliling, dan menggunakan WhatssApp
untuk konsultasi (WVI, 2020).

C. Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi, dan Politik Terhadap Kebijakan


Pelayanan Kebidanan

24
Kondisi ekonomi, sosial dan politik memainkan peranan utama dalam
proses keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan. Lingkungan ekonomi,
sosial, dan politk yang tidak menguntungkan dapat berkontribusi pada
kegagalan implementasi kebijakan. Pengaruh kondisi lingkungan yang dilihat
dari lingkungan ekonomi, sosial dan politik mengenai Implementasi program
pelayanan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfa & Tjitjik tahun 2022
terkait Implementasi Program Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di
Puskesmas Dupak di Kecamatan Krembangan Kota Surabaya bahwa
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik belum sepenuhnya mendukung
program KIA di Puskesmas Dupak.
Keadaan lingkungan sosial dimana karakteristk masyarakat yang masih
menyepelekan sebuah permasalahan yang sebenarnya penting tetapi dianggap
sebuah hal yang biasa sehingga menghambat keberhasilan program. Seperti
petikan wawancara dengan narasumber sebagai berikut: “Pada pemeriksaan
ibu hamil masyarakat merasa ibu hamil itu sudah menjadi hal yang biasa
sehingga tidak perlu memeriksakan kehamilan padahal itu adalah hal yang
luar biasa penting, karena adanya kondisi di setiap ibu hamil berbeda. Maka
dari itu perlunya kesadaran diri dari masyarakat untuk memeriksaan
kehamilan.” (Wawancara 27 November 2021). Partisipasi dalam masyarakat
di rasa juga perlu diperhatikan dalam adanya program. Partisipasi yang
dimaksud adalah adanya pelayanan yang membuat masyarakat berperan
dalam suatu program dengan melihat kebutuhan, keinginan, dan harapan dari
masyarakat (Hidayah, U. R., & Rahaju, T, 2022)
Keadaan politik juga mempengaruhi pelaksanaan keberhasilan program.
Unsur politik dalam pelaksanaan program pelayanan KIA adalah adanya
dukungan dari pemerintah khususnya Dinas Kesehatan, Kecamatan,
Kelurahan, RW, RT maupun tokoh masyarakat yang berperan penting dalam
program kesehatan di Puskesmas Dupak. Dengan adanya dukungan tersebut
program pelayanan KIA dapat berjalan dengan baik dan lancar. Seperti
petikan wawancara dengan narasumber sebagai berikut: “Dukungan dari

25
lintas eksternal juga ditunjukkan melalui rapat mini lokakarya lintas sector
yang dimana dihadiri oleh Pak Camat, Pak Lurah, Ketua RW dan RT, kader
maupun tokoh masyarakat dengan membahas apakah ada masalah kesehatan
yang harus diselesaikan.” (Wawancara 27 November 2021).
Oleh karena itu, diperlukan adanya komitmen pemerintah untuk
menciptakan lingkungan ekonomi, sosial dan politik dalam mendukung agar
program pelayanan program KIA dapat berhasil. Selain itu, komunikasi dan
koordinasi yang baik antara organisasi atau petugas yang terlibat dalam
pelaksanaan program dan masyarakat harus tetap dilaksankan dengan baik
untuk berlangsungnya program supaya bisa berjalan dengan apa yang
diharapkan. Hal ini penting untuk meminimalisir adanya kesalahpahaman dan
konflik yang bisa terjadi. Hal ini membuat penegakan kebijakan menjadi
efektif untuk kepentingan semua pihak yang terlibat. Selain berkomunikasi
dan berkoordinasi dengan para agen pelaksana program, berkomunikasi
dengan masyarakat juga harus diperhatikan sebagai tujuan program. Selama
ini komunikasi dengan masyarakat berjalan dengan baik. Masih banyak orang
dengan pendidikan yang rendah, sehingga komunikasi perlu ditingkatkan dan
diperkuat untuk membantu masyarakat lebih memahami.
Berdasarkan paparan diatas pada kondisi ekonomi, sosial dan politik di
lingkungan puskesmas dupak belum sepenuhnya mendukung program
pelayanan KIA di puskesmas dupak, dapat ditunjukkan dengan adanya
keadaan lingkungan sosial masyarakat yang masih menyepelekan sebuah
permasalahan kesehatan sehingga menghambat keberhasilan program.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peningkatan capaian pelayanan kesehatan ibu yang tidak disertai dengan
perbaikan angka kematian ibu, mengindikasikan belum optimalnya kualitas
pelayanan maternal. Beberapa faktor yang menjadi penyebab masih tingginya
angka kematian ibu dan bayi selain faktor tenaga kesehatan yang terbatas mulai
dari faktor sistem transportasi yang kurang baik, situasi sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat, fasilitas kesehatan yang kurang memadai hingga rendahnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga menjadi penyebab masih
tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Mengatasi hal tersebut, pemerintah
telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan strategi seperti kebijakan.
Kesehatan guna mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya dengan penguatan
pelayanan kesehatan dasar (primary health care) dan mendorong peningkatan
upaya promotif dan preventif, didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Kondisi ekonomi, sosial dan politik memainkan peranan utama dalam
proses keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan. Lingkungan ekonomi, sosial,
dan politk yang tidak menguntungkan dapat berkontribusi pada kegagalan
implementasi kebijakanDiperlukan adanya komitmen pemerintah untuk
menciptakan lingkungan ekonomi, sosial dan politik dalam mendukung agar
program pelayanan kebijakan dapat berhasil

B. Saran
Dalam pelayanan kesehatan perlu terus di tingkatkannya mutu serta
kualitas dari pelayanan kesehatan agar sistem pelayanan ini dapat berjalan
dengan efektif, itu semua dapat dilakukan dengan melihat nilai-nilai yang ada
di masyarakat, dan diharapkan bidan dapat memberikan pelayanan dengan
kualitas yang bagus dan baik.

27
Untuk itu, kita sebagai mahasiswa kebidanan hendaknya mempersiapkan
secara matang baik dari segi kemampuan, sikap maupun pengetahuan yang
optimal guna menjadi generasi tenaga kesehatan penerus yang dapat
diandalkan yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Aprilla, G. G. (2020). Analisa Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Pelayanan


Kesehatan Balita Kota Depok Menurut Segitiga Kebijakan
Kesehatan. Jukema (Jurnal Kesehatan Masyarakat Aceh), 6(2),
95–105. https://doi.org/10.37598/jukema.v6i2.900
Aulia Lestar, Midwifery care, dan Putri. 2017. Asuhan Kebidanan Komunitas.
Yogyakarta : Andi.
BPPD Banten. (2019). Strategi Penurunan Kematian Ibu Dan Anak. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten, 53(9), 63–
87.
https://bappeda.bantenprov.go.id/lama/upload/PPID/KAJIAN/201
9/STRATEGI PENURUNAN KEMATIAN IBU DAN
ANAK .pdf
Chairiyah, R. (2022). Peningkatan Pengetahuan Tugas Dan Wewenang Bidan
Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Di Ranting Pondok
Gede. ASMAT JURNAL PENGABMAS, 1(2), 127-136.
Dachi, Rahmat A. 2017. Proses dan Analisis Kebijakan Kesehatan. Yogyakarta :
Deepublish
Ernawati, C. T. (2021). Capaian Implementasi Standar Pelayanan Minimal (Spm)
Khusus Kesehatan Ibu Dan Anak (Kia): Solusi Penurunan
Kematian Ibu & …. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI.
https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/download/69497/32236
Hegantara Asep, Setiabudi Widya, dan alex B. (2021). Implementasi Kebijakan
Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi Dan Balita Di Kabupaten
Bandung. Jurnal Responsive, 4(3), 163–171.
Hidayah, U. R., & Rahaju, T. (2022). Implementasi Program Pelayanan
Kesehatan Ibu Dan Anak (Kia) Di Puskesmas Dupak Kecamatan
Krembangan Kota Surabaya. Publika, 1317-1330.
Jasmen Manurung. 2021. Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan.

29
Jakarta : Yayasan Kita Menulis
Jati, S. ., Budiyono, A. Sriatmi, Martini, Syamsulhuda, N.A.Y Dewanti, R. Tyas
Budiyanti, N. Nandini, D. Harbianto, & S. Effendi. (2019).
Perencanaan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak yang Terintegrasi
dengan SPM dan PIS-PK. 1–96.
Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indo-nesia.
Kemenkes. (2020). Rencana Aksiprogramkesehatan Masyarakat. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 1–23.
Naskah, G., & Pelayanan, K. (2022). PENINGKATAN PENGETAHUAN TUGAS
DAN WEWENANG BIDAN DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN DI RANTING PONDOK GEDE Royani
Chairiyah 1 1. 1(2), 127–136. https://doi.org/10.47539/ajpV1i1.15
Nasution Siti, K. (2021). Upaya pemulihan dampak COVID-19 terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak/keluarga berencana di Provinsi
Sumatera Utara. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 10(3), 1–
4.
http://dask.kebijakankesehatanindonesia.net/wp-content/uploads/2
021/08/2021-POLICY-BRIEF-Upaya-Pemulihan-Dampak-
COVID-19-terhadap-Pelayanan-Kesehatan-Ibu-dan-Anak-KIA-
Keluarga-Berencana-di-Provinsi-Sumatera-Utara.pdf
Oruh. Shermina. (2021). Literatur Review Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan
Masyarakat dalam Menurunkan AKI dan AKB.
Preventif:Jurnalkesehatanmasyarakat, 12(01), 135–148.
https://www.researchgate.net/profile/Shermina-Oruh/publication/3
53013382_Literatur_Review_Kebijakan_dan_Strategi_Pemberday
aan_Masyarakat_Dalam_Menurunkan_Angka_Kematian_Ibu_dan
_Bayi/links/60e3fe70458515d6fb01cf41/Literatur-Review-
Kebijakan-dan-Strategi-Pe
Rasyid, A., Ibnas, R., & Alda Wahyuni. (2022). Pemodelan Jumlah Kematian Ibu
dan Anak di Sulawesi Selatan Menggunakan Regresi Poisson
Bivariat. Jurnal MSA ( Matematika Dan Statistika Serta
Aplikasinya ), 10(1), 80–88.
https://doi.org/10.24252/msa.v10i1.29196

30

Anda mungkin juga menyukai