DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. EVIANA MAYA SAPUTRI (1910102045)
2. AFIFATUS SYIADATIKA (1910102046)
3. DYAH AYU FITRIANI (1910102047)
4. NURISTY BRILLIAN AW (1910102048)
5. EKA SEPTIANINGRUM (1910102049)
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kita tetap dalam keadaan Iman dan Islam. Berkat rahmat dan
pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Nutrisi pada Ibu
Bersalin”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Kebidanan
Program Sarjana Terapan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan kerjasama
dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Warsiti, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron, S.Sos.,M.Fis, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
3. Dr. Mufdlilah, S.SiT., M.Sc selaku Staf Ahli Rektor Program Studi Ilmu Kebidanan Program
Magister Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
4. Semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan
masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Yogyakarta, 1 April 2020
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan normal menurut IBI (Ikatan Bidan Indonesia) adalah persalinan dengan
presentasi janin belakang kepala secara spontan dengan lama persalinan dalam batas normal,
tanpa intervensi, low risk dari mulai persalinan sampai kelahiran dengan usia kehamilan
37-42 minggu (Kristianingsih dkk, 2019). Persalinan dipengaruhi oleh tiga unsur utama
yaitu tenaga (his, kekuatan mengedan), kondisi jalan lahir dan keadaan besar kecilnya janin.
Faktor non farmakologis yang dapat meningkatkan kontraksi uterus yaitu dukungan,
mobilisasi dan perubahan posisi, sentuhan kenyamanan, akupresure, stimulasi puting susu,
hidroterapi, kompres air hangat pada fundus, menambah asupan cairan dan nutrisi (Hadianti,
2018). Saat persalinan ibu bersalin masih menginginkan makanan pada kala I fase laten.
Memasuki kala I fase aktif ibu bersalin enggan untuk mengkonsumsi makanan dikarenakan
rasa nyeri yang semakin sering sehingga keinginan untuk makan dan minum berkurang.
Pemenuhan nutrisi dan cairan merupakan faktor penting selama proses persalinan untuk
menjamin kecukupan energi yang akan mempertahankan keseimbangan cairan juga
elektrolit pada ibu dan janin. Namun tidak banyak ibu yang mengetahui kebutuhan akan
nutrisi selama menjalankan proses persalinan (Irianti et al., 2019).
Ketika proses persalinan berlangsung, ibu memerlukan stamina dan kondisi tubuh
yang prima. Kebutuhan energi rata-rata wanita bersalin adalah 700-1000 Kkal/jam dengan
kebutuhan minimum 12 Kkal/jam. Kebutuhan tersebut cukup besar, dan jika tidak terpenuhi
secara adekuat dapaAt berakibat pada terganggunya proses fisiologi persalinan, sehingga
pemberian nutrisi baik berupa makanan maupun minuman menjadi asuhan yang harus
dipenuhi (Hadianti, 2018). Metabolisme pada ibu bersalin akan mengalami peningkatan, hal
tersebut diakibatkan terjadinya peningkatan kegiatan otot tubuh yang disertai dengan
adanya kecemasan. Kegiatan otot tubuh ibu saat mengedan memerlukan energi yang
optimal. Dengan energi yang optimal, ibu akan mendapatkan kekuatan atau energy yang
optimal pula. Energi yang dimiliki oleh ibu berasal dari asupan nutrisi dan hidrasi (Hadianti,
2018). Hal ini sesuai dengan pendapat (King et al., 2011) ibu bersalin yang memenuhi cairan
dan nutrisi akan memiliki lebih banyak energi selama persalinan, sedangkan bila
menghiraukan intake cairan dan nutrisi akan mempengaruhi keadaan ibu dan bayi saat
persalinan.
Menurut WHO (World Healtgh Organization) , AKI di dunia tahun 2016 adalah 287
per 100.000 kelahiran hidup dan di negara berkembang 600/100.000 kelahiran hidup.
Kematian maternal di Asia Tenggara menyumbang hampir 1/3 jumlah kematian maternal
secara global. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), AKI di Indonesia tahun 2018 adalah
305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018). Negara-negara di dunia khususnya
Amerika dan Eropa telah memberikan perhatian khusus pada pemenuhan nutrisi ibu selama
masa persalinan. Penelitian mengenai protap pemberian nutrisi telah dimulai sejak tahun
1940-an ketika angka kematian ibu bersalin diakibatkan syndrome aspirasi yang dikenal
dengan sebutan sindrome aspirasi Mendelson menjadi hal yang ditakuti saat persalinan.
Kejadian tersebut menyebabkan tenaga kesehatan giat melakukan penelitian mengenai
pengelolaan pemenuhan nutrisi selama persalinan (Irianti et al., 2019).
Pemenuhan nutrisi dan hidrasi merupakan faktor penting selama proses persalinan
untuk menjamin kecukupan energi dan keseimbangan cairan dan elektrolit normal pada ibu.
Asuhan persalinan normal dianjurkan pemberian asupan nutrisi pada ibu bersalin, namun
selama ini kebutuhan nutrisi ibu tidak terlalu diperhitungkan sehingga kita tidak mengetahui
apakah kebutuhan nutrisi ibu telah tercukupi atau belum (Rahmani, R., Khakbazan, Z.,
Yavari, P., Granmayeh, M., & Yavari, L., 2012). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa
tambahan kebutuhan energi ibu bersalin diestimasika sebesar 50-100 kkal/jam (Malin et al.,
2016).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko ibu bersalin terhadap
terjadinya keterlambatan proses persalinan yaitu dengan memberi nutrisi yang adekuat yang
sesuai dengan kondisi fisiologis ibu bersalin yang dimulai dari proses persalinan kala I, yaitu
dengan memberikan nutrisi kurang lebih 50-100 kilo kalori energy dalam setiap jam
(Hadianti, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nutrisi pada saat persalinan?
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang pentingnya nutrisi yang diberikan pada saat persalinan,
untuk mengetahui makanan yang dianjurkan bagi ibu bersalin dan pengaruhnya terhadap
proses persalinan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Sebagai penerapan secara nyata dan berkesinambungan ilmu terbaru yang telah
diperoleh dalam memberikan asuhan tentang pemenuhan nutrisi pada proses
persalinan.
Apakah aman untuk makan dan minum selama persalinan ? Di banyak rumah sakit,
pasien diberitahu untuk tidak makan atau minum selama persalinan. Istilah medis untuk ini
adalah "NPO," yang berasal dari bahasa Latin nil per os, artinya tidak melalui mulut. Dalam
survei terbaru terhadap ibu yang melahirkan di rumah sakit AS, 60% dari mereka
melaporkan tidak minum selama persalinan, dan 80% mengatakan bahwa mereka tidak
makan (Declercq et al., 2014). Ketika orang bebas makan dan minum seperti yang
diinginkan selama persalinan, seperti yang biasa terjadi di pusat kelahiran mandiri AS,
kebanyakan dari mereka (95%) memilih untuk makan atau minum (Rooks et al., 1989).
Romano dan Lothian (2008) mendukung harapan ibu dengan menyatakan bahwa
makan dan minum selama tenaga kerja menyediakan nutrisi dan energi penting untuk wanita
pekerja. Buruh adalah kerja keras, aktif yang membutuh kankalori, bukan hanya hidrasi.
Selain itu, wanita yang bekerja lebih suka makan dan minum daripada puasa. Kesehatan
Masyarakat Agency of Canada (2000) setuju dengan pandangan ini dengan menyatakan Itu
meski praktik menahan makanan dan cairan sekali persalinan sudah mulai ada dibanyak
lingkungan, sudah menjadi perhatian. Praktek ini sebagian tidak didukung dalam literature
karena semua pekerjaan itu unik. Maka keputusan harus diambil secara individual (Sengane
persalinan dilakukan tidak mempengaruhi hasil kebidanan atau neonatal ibu, juga tidak
meningkatkan kejadian muntah. Wanita yang diizinkan makan dalam persalinan memiliki
kesamaan lama persalinan dan angka kelahiran operatif bagi mereka yang diizinkan
mengkonsumsi air. Praktik puasa wanita selama persalinan dimaksudkan untuk melindungi
mereka dari aspirasi paru-paru untuk anestesi umum diperlukan untuk pengiriman operasi
darurat. Puasa yang berkepanjangan dalam proses persalinan tidak pernah terbukti
memengaruhi insiden aspirasi paru-paru. Beberapa dokter dan bidan berpendapat bahwa
mencegah asupan makanan selama persalinan dapat dilakukan merugikan ibu, bayinya, dan
memerlukan infus cairan intravena rutin yang terus menerus. Meskipun aman, hidrasi
intravena membatasi kebebasan gerakan dan mungkin tidak perlu. Hidrasi oral bias didorong
untuk memenuhi kebutuhan hidrasi dan kalori. Argumen untuk membatasi asupan oral
selama persalinan aktif keprihatinan akan aspirasi dan gejala sisa. Panduan saat ini
mendukung asupan oral cairan jernih dalam jumlah sedang oleh wanita dalam persalinan
yang tidak memiliki komplikasi. Namun, cairan yang mengandung partikulat dan makanan
padat harus dihindari. Pembatasan ini baru-baru ini telah dipertanyakan, mengutip
rendahnya insiden aspirasi dengan teknik anestesi obstetri saat ini. Informasi ini dapat
selama persalinan. Penilaian kemih output dan ada tidaknya ketonuria bias digunakan untuk
memantau hidrasi. Jika pemantauan tersebut menunjukkan Perhatian, cairan intravena dapat
diberikan sesuai kebutuhan. Jika cairan intravena diperlukan, solusinya dan laju infus harus
ditentukan oleh klinis individu membutuhkan dan mengantisipasi lama persalinan. Meski
bersejarah keprihatinan tentang penggunaan solusi yang mengandung dextrosedan
kemungkinan bahwa solusi ini dapat menyebabkan neonatal hipoglikemia, RCT terbaru
tidak menemukan pusar yang lebih rendah nilai pH tali pusat atau peningkatan angka
Pemberian makan dan minum pada masa persalinan di Indonesia sering kali
diabaikan, hal ini terlihat dari belum adanya protap pemberian makan dan minum selama
persalinan berlangsung di unit- unit pemberi layanan persalinan. Selama masa persalinan
seorang ibu memerlukan 700-1000 kkal/jam energi, jika energi tidak terpenuhi secara
kebiasaan pemberian makan dan minum menjadi hal penting untuk dilakukan (Irianti et al.,
2019).
satu proses reproduksi yang harus dilalui sebagai wanita adalah proses persalinan. Persalinan
merupakan proses yang khas, sehingga setiap wanita akan memiliki pengalaman yang
berbeda, namun kebutuhan nutrisi merupakan hal yang tidak dapat diabaikan untuk
dipenuhi. Kebutuhan energi rata-rata wanita bersalin adalah 700-1000 kkal/jam dengan
kebutuhan minimum 12 kkal/jam. Kebutuhan tersebut cukup besar, dan jika tidak terpenuhi
secara adekuat dapat berakibat pada proses fisiologi persalinan, sehingga pemberian nutrisi
baik berupa makanan maupun minuman menjadi asuhan yang harus dipenuhi (Singata et al.,
2013).
Rahim sebagian besar terbuat dari jaringan otot. Otot menggunakan bahan bakar saat
bekerja dan membutuhkan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi ini. Sangat
sedikit penelitian yang telah dilakukan khusus untuk kebutuhan nutrisi wanita dalam
persalinan, tetapi penelitian dalam nutrisi olahraga telah menemukan bahwa mengambil
karbohidrat selama latihan meningkatkan kinerja dan melindungi terhadap kelelahan dan
ketosis (American Dietetic Association et al., 2009). Ketosis berarti ada peningkatan kadar
keton yang dapat diukur dalam darah dan urin. Selama masa kelaparan, keton mengambil
lemak dari hati dan membakarnya untuk energi. Tidak jelas apakah ketosis selama
persalinan normal dan tidak berbahaya atau jika memerlukan intervensi seperti cairan IV
Hingga saat ini di Indonesia pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ibu bersalin tidak
menjadi asuhan utama pada persalinan, sering kali pemberian makan dan minum menjadi hal
rutin yang tidak diperhatikan jenis dan waktu pemberian yang optimal. Pemberian nutrisi
yang tidak adekuat dan tidak tepat dapat menyebabkan persalinan berjalan dengan lambat.
Hal ini diakibatkan karena otot-otot rahim memerlukan bahan bakar untuk melakukan
kontraksi dan berdilatasi secara optimum. Nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
perpanjangan masa persalinan yang akan berdampak pada outcome persalinan (baik ibu
Dalam ulasan Cochrane, para peneliti menggabungkan bukti dari lima percobaan
yang melibatkan total 3.103 perempuan, di mana perempuan secara acak ditugaskan untuk
makan / minum atau tidak selama persalinan (Singata, Tranmer and Gyte, 2013). Semua
wanita dalam persalinan aktif dan berisiko rendah membutuhkan operasi caesar. Beberapa
uji coba mencapai kesimpulan yang berlawanan tentang hasil seperti operasi caesar, muntah,
dan lama persalinan. Sayangnya, tidak ada peneliti yang melihat kepuasan ibu. Mereka
menyimpulkan bahwa tidak ada bahaya atau manfaat dalam membatasi perempuan berisiko
Pada 2017, review lain ditetapkan untuk mengevaluasi manfaat dan bahaya makanan
dan minuman selama persalinan (Ciardulli et al., 2017). Para peneliti memasukkan semua
lima studi dari Cochrane review dan menambahkan lima lagi, berjumlah 3.982 peserta. Para
penulis menemukan bahwa orang yang bekerja di bawah kebijakan makan dan minum yang
kurang ketat memiliki tenaga kerja lebih pendek sekitar 16 menit. Tidak ada perbedaan
dalam hasil kesehatan lainnya. Hanya satu dari percobaan yang mempertimbangkan
kepuasan ibu dan menemukan bahwa lebih banyak peserta kelompok makan melaporkan
kepuasan dengan makanan mereka selama persalinan dibandingkan dengan perempuan yang
Tabel 2 menunjukkan rincian tentang lima uji RCT tambahan yang termasuk dalam review
(Ciardulli et al., 2017)
Tidak ada kasus aspirasi dalam salah satu persidangan, namun ukuran penelitian
tidak cukup besar untuk menentukan seberapa sering hasil langka ini benar-benar terjadi.
Aspirasi dapat terjadi ketika seseorang ditidurkan dengan obat-obatan, atau dikenal dengan
anestesi umum. Jika mereka memuntahkan isi lambung ke dalam mulut mereka ketika
"tidur" dan isi ini turun melalui saluran napas - "tabung yang salah"- ini dapat menyebabkan
infeksi dan masalah pernapasan (pneumonitis aspirasi). Sebelum operasi dan prosedur yang
dijadwalkan, pasien sering diminta untuk berpuasa setidaknya selama delapan jam karena
Para penulis Cochrane review mencatat bahwa sebagian besar wanita tampaknya
secara alami membatasi asupan mereka karena persalinan semakin kuat. Mereka
menyimpulkan bahwa wanita berisiko rendah harus memiliki hak untuk memilih apakah
mereka ingin makan dan minum selama persalinan (Singata, Tranmer and Gyte, 2010).
Belum ada uji coba yang memeriksa makan selama persalinan pada orang yang berisiko
lebih tinggi membutuhkan sesar dengan anestesi umum. Menarik dalam pembaruan
bukti yang sama dan memutuskan bahwa karena tidak ada bukti bahaya atau manfaat, rumah
sakit harus membatasi makanan padat selama persalinan. Kepuasan ibu tidak diperhitungkan
dalam pendapat mereka. Kami menemukan dua studi baru-baru ini, baik oleh para peneliti di
Iran, yang mensurvei para ibu tentang persepsi mereka tentang pembatasan makanan dan
minuman selama persalinan. Studi pertama mewawancarai 600 wanita dan menemukan
hubungan antara tingkat nyeri yang dilaporkan dan sumber stres lingkungan, yang berarti
bahwa orang yang bekerja di bawah tekanan mengalami lebih banyak rasa sakit (Manizheh
& Leila, 2009). Salah satu sumber stres terbesar yang dilaporkan adalah "asupan cairan yang
dibatasi." Sekitar setengah dari ibu pertama kali dan 78% ibu yang telah melahirkan sebelum
Alasan utama bahwa beberapa rumah sakit memiliki kebijakan “Nothing by Mouth”
adalah untuk memastikan bahwa orang yang bekerja memiliki perut kosong jika mereka
memerlukan operasi darurat dengan anestesi umum. Tetapi apakah ini efektif? Pengosongan
perut melambat begitu proses persalinan dimulai, jadi puasa selama 8, 12, atau bahkan 24
jam setelah kontraksi dimulai mungkin tidak menjamin perut kosong pada saat kelahiran.
Sangat menarik untuk mencatat temuan dari sebuah studi kecil yang diterbitkan pada tahun
1992 yang menggunakan pencitraan ultrasound untuk melihat isi lambung dari 39 wanita
sehat jangka panjang dalam persalinan aktif setelah mereka menerima epidural (Carp et al.
1992). Para wanita mengatakan kepada para peneliti (tetapi bukan orang yang memberikan
ujian USG) ketika mereka terakhir makan. USG menemukan makanan padat di hampir dua
pertiga perut wanita. Dari 25 yang dilaporkan tidak makan selama 8-24 jam, 16 masih
memiliki makanan padat di perut mereka pada saat USG. Yang penting, kehadiran makanan
padat di perut tidak terkait dengan berapa lama seorang wanita pergi tanpa makan.
kecil lainnya menunjukkan bahwa orang dengan epidural mungkin masih dapat
mengosongkan perut mereka selama persalinan (Bataille et al. 2014). Para peneliti
melakukan pengukuran USG perut pada 60 wanita yang bekerja dengan epidural untuk
melacak perubahan isi perut mereka selama persalinan. Pada persalinan awal, setengah dari
wanita memiliki isi lambung yang dianggap cenderung berisiko aspirasi, meskipun sebagian
besar dari mereka tidak memiliki cairan selama lebih dari lima jam dan makanan padat
selama lebih dari 13 jam. Ini lebih banyak bukti bahwa pengosongan perut melambat pada
awal persalinan. Namun pada tahap mendorong, hampir 90% wanita dalam penelitian ini
tidak lagi berisiko untuk aspirasi, menunjukkan bahwa perut terus kosong selama persalinan.
Para peneliti menyimpulkan bahwa baik puasa maupun kehadiran isi lambung pada
awal persalinan tidak menjadi indikator risiko aspirasi yang lebih baik dalam persalinan.
Dalam studi kedua, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan 24 wanita berisiko
rendah setelah melahirkan, tetapi sebelum meninggalkan rumah sakit (Iravani et al. 2015).
Para wanita itu berada di tiga rumah sakit yang berbeda, beragam secara demografis, dan
semuanya memiliki bayi yang sehat. Tanggapan wawancara dikelompokkan ke dalam tema
umum dan diberi kode untuk analisis data. Salah satu respons yang berulang adalah
kekecewaan tentang pembatasan makan dan minum selama persalinan. Para wanita
berkomentar bahwa mereka "merasa kehabisan energi," "tidak memiliki kekuatan lagi," dan
Pada akhirnya orang memiliki hak asasi manusia untuk memutuskan apakah mereka
ingin makan atau minum selama persalinan atau tidak. Kebijakan rumah sakit tidak
mengikat pasien, termasuk orang yang melahirkan, dan rumah sakit tidak memiliki otoritas
hukum untuk mencegah orang yang bersusah payah makan dan minum jika mereka mau.
Banyaknya ragam budaya didunia, makanan dan minuman yang dikonsumsi disaat
proses persalinan dapat memenuhi kebutuhan tenaga ibu pada proses persalinan. Namun
dalam proses persalinan, dalam beberapa budaya masih banyaknya asupan makanan dan
minuman yang dibatasi. Pada tahun 1994 penelitian yang bernama mendelson melaporkan
bahwa selama dilakukan proses anestesi pada proses persalinan maka akan terjadi
peningkatan resiko pada isi lambung yang memasuki paru-paru, dikarenakan adanya sifat
asam dan partikel makananan yang berbahaya dari isi lambung yang dapat menyebabkan
khususnya Amerika dan Eropa telah memberikan perhatian khusus pada pemenuhan nutrisi
ibu selama masa persalinan. Penelitian mengenai protap pemberian makan dan minum telah
dimulai sejak tahun 1940-an ketika angka kematian ibu bersalin diakibatkan syndrome
aspirasi yang dikenal dengan sebutan sindrome aspirasi. Mendelson menjadi hal yang
ditakuti saat persalinan dikarenakan kejadian tersebut menyebabkan tenaga kesehatan giat
Bukti yang berkaitan dengan cairan oral dan asupan makanan selama persalinan
diekstraksi dari tinjauan sistematis Cochrane termasuk lima percobaan (> 3000 wanita). Uji
coba dilakukan di Inggris (tiga), Belanda (satu) dan Kanada ( satu). Percobaan menguji
perbandingan yang berbeda: pembatasan lengkap makanan dan minuman (selain es chip)
versus kebebasan untuk makan dan minum sesuka hati, air hanya versus makanan dan
minuman tertentu, dan air versus minuman karbohidrat (disebut minuman olahraga). Semua
uji coba termasuk yang melibatkan wanita yang dianggap berisiko rendah yang berpotensi
membutuhkan anestesi umum. Tiga uji coba (476 wanita) melaporkan durasi rata-rata
persalinan terkait dengan pembatasan asupan oral (selain keripik es). Tidak ada perbedaan
yang signifikan antara kelompok pembanding (RR -0,29 jam, 95% CI -1,55 hingga 0,97) dan
temuan tidak konsisten di antara uji coba. Semua 5 percobaan (3103 wanita) melaporkan
tingkat operasi caesar. Sekali lagi, ada inkonsistensi antara percobaan dalam ukuran dan arah
efek, dan secara keseluruhan tidak ada bukti yang signifikan untuk menunjukkan bahwa
membatasi makanan dan minuman memiliki efek pada jumlah wanita yang menjalani
intervensi lain dalam persalinan. Penggunaan analgesia epidural sangat mirip pada kedua
kelompok (RR 0,98, 95% CI 0,91-1,05; 5 uji coba, 3103 wanita), seperti tingkat augmentasi
persalinan (RR 1,02, 95% CI 0,95-1,09; 5 uji coba, 3103 wanita) dan jumlah kelahiran
vagina operatif (RR 0,98, 95% CI 0,88-1,10; 5 percobaan, 3103 wanita). Penggunaan pereda
nyeri narkotika serupa terlepas dari pembatasan dalam asupan oral (RR 0,94, 95% CI
Tidak ada data yang dapat diperkirakan untuk jumlah wanita yang mengembangkan
sindrom Mendelson atau untuk regurgitasi selama anestesi umum. Ketonuria ibu dilaporkan
dalam 1 percobaan (328 wanita); tingkat ini sangat mirip pada kedua kelompok secara acak
(RR 0,99, 95% CI 0,66-1,49). Muntah selama persalinan juga serupa dalam 2 kelompok
meskipun ada beberapa inkonsistensi dalam hasil dari uji coba (RR 0,90, 95% CI 0,62-1,31;
3 uji coba, 2574 wanita). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok untuk
tingkat mual (RR 0,80, 95% CI 0,54-1,18; 1 percobaan, 255 wanita). Sangat sedikit hasil
bayi yang dilaporkan dalam ulasan ini. Tidak ada perbedaan signifikan untuk skor Apgar
rendah pada lima menit antara kelompok (RR 1,43, 95% CI 0,77-2,68; dua uji coba). Satu
percobaan melaporkan penerimaan bayi ke NICU dan frekuensinya sangat mirip pada kedua
Beberapa negara di Eropa dan Amerika telah menetapkan protap pemberian makan
dan minum resmi di pusat-pusat pertolongan persalinan sebagai bagian dari asuhan yang
harus dipenuhi. Jenis makanan dan minuman yang dianjurkan adalah makanan berbentuk
semi cair hingga cair. Menghindari makanan berbentuk padat yang sulit dicerna dan
makanan mengandung karbohidrat serta protein rendah lemak (Nunes et al., 2014).
Pemberian makanan padat hanya akan memperberat system pencernaan, merangsang mual
serta meningkatkan rasa tidak nyaman pada wanita bersalin. memberikan makanan sesuai
selera ibu namun dalam tektur yang lebih mudah dicerna (semi cair dan cair) dan makanan
berbentuk cair (sari buah, atau minuman manis lain) menjadi alternatif pembentuk energi,
sehingga ibu memiliki kekuatan untuk meneran, contohnya seperti menghisap es batu, madu,
sari buah atau pun es dengan rasa manis dapat membantu memenuhi kebutuhan energi ibu
terutama saat meneran, dan jangan lupa dalam pemberian makanan atau minuman bersifat
semi cair atau cair ini hindari memberikan makanan atau minuman dengan rasa terlalu
manis, hal tersebut dapat menyebabkan rasa haus dan tidaknyaman pada ibu (Nunes et al.,
2014).
Makanan yang disarankan dikonsumsi pada kelompok Ibu yang makan saat
persalinan adalah roti, biskuit, sayuran dan buah-buahan, yogurt rendah lemak, sup,
minuman isotonik dan jus buah-buahan (O’Sullivan et al, 2009). Menurut Elias (2009)
Nutrisi dan hidrasi sangat penting selama proses persalinan untuk memastikan kecukupan
energi dan mempertahankan kesimbangan normal cairan dan elektrolit bagi Ibu dan bayi.
Cairan isotonik dan makanan ringan yang mempermudah pengosongan lambung cocok
untuk awal persalinan. Jenis makanan dan cairan yang dianjurkan dikonsumsi pada Ibu
1. Makanan:
Apa saja yang harus diperhatikan Jika Ibu ingin makan selama proses persalian.
a. Makan dalam porsi kecil atau mengemil setiap jam sekali saat ibu masih dalam tahap
awal persalinan (KALA 1). Ibu disarankan makan beberapa kali dalam porsi kecil
karena lebih mudah dicerna daripada hanya makan satu kali tapi porsi besar.
b. Pilih makanan yang mudah dicerna, seperti crackers, agar-agar, atau sup. Saat
persalinan proses pencernaan jadi lebih lambat sehingga ibu perlu menghindari
c. Selain mudah dicerna, pilih makanan yang berenergi. Buah, sup dan madu
memberikan energi cepat. Untuk menyimpan cadangan energy, ibu bisa pilih gandum
atau pasta.
1) Roti atau roti panggan (rendah serat) yang rendah lemak baik diberi selai ataupun
madu.
3) Nasi tim.
4) Biskuit.
2. Minuman:
Selama proses persalinan jaga tubuh agar tidak kekurangan cairan. Dehidrasi bisa
mengakitbakan ibu menjadi lemah, tidak berenergi dan bisa memperlambat persalinan.
b. Kaldu jernih.
c. Air mineral.
d. Minuman isotonik, mudah diserap dan memberikan energi yang dibutuhkan saat
persalinan. Atau, Ibu bisa membuat sendiri dengan mencampurkan air putih dengan
e. Jus buah atau smoothie buah, campurkan dengan yogurt atau pisang ke dalam
Ibu melahirkan harus dimotivasi untuk minum sesuai kebutuhan atau tingkat
kehausannya. Jika asupan cairan Ibu tidak adekuat atau mengalami muntah, dia akan
(Micklewirght & Champion, 2002 dalam Thorpe et al, 2009). Salah satu gejala dehidrasi
adalah kelelahan dan itu dapat mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan bagi
Ibu untuk lebih termotivasi dan aktif selama persalinan.Jika Ibu dapat mengikuti
ketidaknyamanan pada Ibu.Selain itu, kondisi gizi buruk berpengaruh terhadap lama
persalinan dan tingkat kesakitan yang diakibatkannya, dan puasa tidak menjamin perut
dengan Ibu yang diberi kebebasan makan dan minum.Kedua penelitian membandingkan
antara Ibu yang hanya minum dengan Ibu yang makan dan minum tertentu.Dua penelitian
lagi membandingkan Ibu yang hanya minum air mineral dengan minuman
persalinan pada Ibu yang diberi kebebasan makan dan minum.Dengan demikian, Ibu
melahirkan diberikan kebebasan untuk makan dan minum sesuai yang mereka kehendaki
Tidak ada data pasti dari hasil penelitian yang menunjukkan kebutuhan energi
pada Ibu yang bersalin. Namun 18 tahun yang lalu tim Investigator Walter Reed Army
Medical Center mengamati kebutuhan metabolik Ibu bersalin sama dengan latihan
2012).
2. Ketosis
pertumbuhan janin dan perubahan hormon (Dumoulin & Foulkes, 1984). Meski
2002) yang dapat diperburuk dengan puasa, ketosis belum dikaitkan dengan hasil
kelahiran.
3. Hiponatriemia
menerbitkan laporan kasus dariempat neonatus dan satu ibu di Swedia yang
mengalamikejang enced atau sistem saraf pusat lainnya (SSP) gejala yang terkait
dengan asupan oral ibutween 4 dan 10 L air atau jus air dan buah selama tenaga kerja.
kompensasi surplus air akut. Baik ibu dan janin bisa mengalami penurunan natrium
serum dengan cepat. Baru-baru ini dalam sebuah studi tentang topik ini, 287 wanita
bekerja di Swedia diizinkan memiliki cairan oral selama persalinan (Moen, Brudin,
Rundgren, & Irestedt, 2009). Hypona-Tremia ditemukan pada 16 dari 61 wanita yang
menerima lebih banyak dari 2.500 mL cairan selama persalinan, dan dua pertiga dari
untuk maju. Peneliti ini merekomendasikan hal itu secara lisan asupan dibatasi, asupan
4. Stres Ibu
Penny Simpkin (1986) menilai 159 evaluasi wanita dari stres saat melahirkan
menggunakan Persalinan Kejadian Stress Survey dalam 10 hari hingga 2 bulan setelah
cairan oral menjadi cukup atau sangat stres. Armstrong dan Johnston (2000) mensurvei
149 orang Skotlandia wanita postpartum dalam waktu 36 jam setelah kelahiran untuk
memastikan erapa proporsi dari mereka yang ingin makan selama persalinan. Dari
responden, 30% menunjukkan itu mereka ingin makan selama persalinan dan 25%
mengatakan bahwa itu akan membuat perbedaan yang signifikan bagi mereka kepuasan
mereka diam-diam makan lebih awal jika dibandingkan dengan wanita yang tidak
makan, tidak ditemukan perbedaan dalam durasi persalinan, usia, paritas, pilihan
5. Muntah
dikaitannya dengan asupan oral di antara 106 perempuan berisiko rendah yang bekerjadi
pusat persalinan Michigan. Para wanita mampu untuk memilih jenis dan jumlah asupan
oral melalui persalinan. Perawat melengkapi instrumen survei untuk pola asupan dan
emesis oral wanita selama semua tahapan kerja. Sebelumnya dalam persalinan 103
wanita memilih asupan oral, menurun menjadi 50 wanita selamafase mendorong. Pada
fase postpartum langsung, 104 wanita mengkonsumsi makanan dan / atau cairan. Dari
wanita yang makanatau minum selama persalinan, 20 wanita muntah dan 8 dari
merekawanita muntah lebih dari satu kali. Muntah adalah asosiasi makan lebih banyak
dengan makanan daripada asupan cairan tetapi tidak ada hubungan ditemukan dengan
jumlah makanan yang dicerna. Tak satupun dari wanita yang muntah mengalami hasil
yang buruk danlama persalinan tidak berbeda antara wanita yang muntahited versus
Scrutton, Metcalfe, Lowy, Seed, dan O'Sullivan (1999) melakukan uji coba
secara acak untuk menentukan efek adiet ringan, residu rendah ( N = 48) atau hanya air
ketika tenaga kerja meningkat. Pada akhir persalinan kelompok hanya air menunjukkan
ketosis yang lebih besar serta kadar glukosa plasma dan insulin yang lebih rendah.
Volume gastrik lebih besar pada kelompok makan dalam 1 jam kelahiran. Kelompok
makan dua kali lebih mungkin untuk muntahsekitar waktu kelahiran, dan volume yang
dimuntahkan adalah secara signifikan lebih besar daripada kelompok air. Grup tidak
berbeda dalam durasi persalinan, penggunaan oksitosin, mode kelahiran, skor Apgar,
atau gas darah pusar.Parsons Bidewell, dan Nagy (2006) mempelajari efek nyamakan di
persalinan awal pada hasil ibu dan bayidalam percobaan komparatif prospektif dari 176
Makanan di-ambil selama fase laten dari tahap pertama persalinan itu terkait dengan
persalinan yang lebih lama. Tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam tingkat
intervensi medis, hasil kelahiran yang merugikan (O’Sullivan and Scrutton, 2003).
selama persalinan. Akan tetapi anjuran makan dan minum ini berada dalam batas
ketentuan yang wajar. Karena terdapat pula dampak negatif yang tidak dapat dipungkiri
dari makan dan minum selama proses persalinan ini. Seperti hiponatremia ketika Ibu
mengkonsumsi air mineral lebih dari 2.500 ml selama proses persalinan. Atau keadaan
muntah saat persalinan ketika Ibu berlebihan makan makanan selama persalinan. Meski
demikian, dari keseluruhan penelitian yang meneliti makan dan minum selama
persalinan tidak memiliki dampak negatif terhadap lama persalinan atau pun hasil
persalinan yaitu bayi. Artikel ini, menganjurkan Ibu untuk tetap konsumsi makan dan
minum selama persalinan, dengan makanan yang ringan rendah lemak seperti biskuit,
roti, buah-buahan, yogurt, jus buah atau mengkonsumsi minuman istonik untuk
menghindari kejadian ketosis pada Ibu selama persalinan dan memberi tambahan energi
Isotonik minuman olahraga oral memberikan cara yang efektif untuk mencapai
tujuan ini meskipun faktanya isotonisitas membatasi beban kalori. Karakteristik Ideal
untuk penyerapan cepattion dengan residu lambung. Yang mengejutkan, sebuah penelitian
di Belanda baru-baru ini terhadap 201 wanita nulipara acak untuk mengkonsumsi baik
karbohidrat atau minuman non karbohidrat menunjukkan bahwa kejadian seksio sesarea
secara statistik lebih tinggi pada karbohidrat grup. Dalam publikasi lain, kelompok yang
sama melaporkan bahwa 70% ibu diizinkan akses ke asupan oral selama persalinan
memilih untuk hanya mengkonsumsi air. Peneliti dari Rumah Sakit St. Thomas
mengulangi penelitian asli mereka, kelompok yang diizinkan minum isotonik dalam
persalinan dengan kelompok yang hanya minum air biasa. Terlepas dari keterbatasan kalori
lemak non-esterifikasiterlihat di grup kelaparan. Sekali lagi, tidak ada perubahan dalam
hasil persalinan, tetapi berbeda dengan diet ringan yang diizinkan dalam penelitian asli,
tidak ada peningkatan dalam volume lambung residual dalam kelompok minuman olahraga
setidaknya memberikan cara mencegah ketosis yang mungkin dapat diterima oleh sebagian
Berdasarkan keaktifan jenis makanan dan minuman yang baik selama persalinan,
dapat diterapkan dalam permodelanprotap makanan dan minuman yang perlu dilakukan uji
Peran bidan dalam memberikan makan dan minum dalam proses persalinan menurut
1. Dorong wanita untuk makan dan minum sesuai keinginannya selama persalinan.
3. Jika wanita tersebut mengalami kelelahan selama persalinan, pastikan dia makan dan
minum.
Sedikit bukti yang ada untuk mendukung kelanjutan praktik pembatasan seputar
nutrisi dalam persalinan untuk semua wanita. Pilihan perempuan dipengaruhi oleh
pendapat praktisi kesehatan, pengalaman dan praktik metode dan kebijakan (atau
ketiadaan). Pedoman / kebijakan yang jelas perlu dibuat berdasarkan bukti saat ini. Bidan
membutuhkan paparan penelitian yang lebih besar, serta keterlibatan dalam pengembangan
wanita dalam proses persalinan. Sebagai tambahannya memberikan hidrasi, nutrisi, dan
Simkin menilai peristiwa persalinan yang penuh stres danmenemukan bahwa 27% wanita
menganggap pembatasan makanan dalam persalinan sedang hingga paling stres; 57%
menganggap pembatasan cairan menjadi cukup untuk yang paling membuat stres.
Unggasmenemukan hasil yang serupa dalam survei yang diambil 2 bulan setelah
melahirkan: membatasi asupan oral selama persalinan dapat menambah stres persalinan.
Pada 2015, sebuah penelitian kualitatif eksploratif dengan purposive pengambilan sampel
untuk menilai kebutuhan, nilai, dan preferensi ibu nifasselama persalinan normal dan
itukecewa dengan pembatasan makanan dan minuman selama la-dan percaya bahwa
promosi kenyamanan adalahkebutuhan sential selama persalinan. Pada tahun yang sama,
simpatisan AS mengacak 150 wanita dalam persalinan ke dalam 2 kelompok: anggota satu
kelompok menerima minuman protein tinggi (325 mL) dengan eskeripik atau air sesuai
kebutuhan, dan anggota kelompok kontrol hanya menerima keping es atau air sesuai
kebutuhan. Hasil ini termasuk insiden mual dan emesis, laju pengosongan lambung, dan
kepuasan pasien. Tingkat pengosongan lambung sebanding, dan tidak ada perbedaan dalam
minuman protein tinggi memiliki kepuasan yang lebih tinggi (Myers and Tyler, 2019).
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa ibu yang manglami lapar, haus dan
kelelahan karena cairan oral dan asupan makanan pembatasan selama persalinan, yang
mempengaruhi proses persalinan alami. Berdasarkan pengalaman para wanita, secara RCT
dan rekomendasi diberikan dalam pedoman klinis, penelitian ini merekomendasikan bahwa
wanita dengan komplikasi rendah risiko harus diizinkan memiliki cairan dan
A. Kesimpulan
Makan dan minum pada saat proses persalinan boleh dilakukan. Menurut sebuah
penelitian, makan dan minum saat persalinan normal diperbolehkan karena tidak berisiko.
Makan dan minum saat melahirkan juga penting untuk membantu Ibu lebih nyaman dalam
menghadapi persalinan. Melahirkan adalah aktivitas fisik melelahkan dan lama. Jika tidak
mendapat asupan makanan atau minuman, tubuh ibu akan bereaksi seperti muntah, sakit
kepala atau pusing. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada ibu bersalin sangatlah penting khusus
pemenuhan kebutuhan cairan/hidrasi, karena sebagai sumber tenaga bagi ibu untuk
menjalani proses persalinannya. Minum pada saat proses persalinan pun ternyata dapat
menghilangkan kelelahan dan juga dapat mencegah dehidrasi pada ibu bersalin. Dan dengan
makan dan minum pada saat persalinan ternyata juga dapat menghilangkan stress. Makan
dan minum pada saat persalinan tidak ada pengaruhnya dengan persalinan akan berlangsung
lama, mual dan muntah (asalkan porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan
yang dibutuhkan).
Kebutuhan gizi pada masa post partum sangat penting terutama bila menyusui, nurisi
yg dibutuhkan akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena
sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi
semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa. Untuk itu utrisi yang di konsumsi
ibu pasca melahirkan harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori.
B. Saran
mengedukasi ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi nya, tidak hanya pada masa kehamilan
tetapi juga pada saat proses persalinan. Hal ini sangat penting sebagai sumber energi ibu saat
akan mengeluarkan bayinya (mengejan), apabila kebutuhan gizi ibu terpenuhi ibu tidak akan
stress dan mudah lelah sehingga proses persalinannya pun akan berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
American Dietetic Association et al. (2009) ‘Nutrition and athletic performance’, Medicine and
Science in Sports and Exercise. Lippincott Williams and Wilkins, pp. 709–731. doi:
10.1249/MSS.0b013e31890eb86.
Ciardulli, A. et al. (2017) ‘Less-restrictive food intake during labor in low-risk singleton
pregnancies a systematic review and meta-analysis’, Obstetrics and Gynecology.
Lippincott Williams and Wilkins, pp. 473–480. doi: 10.1097/AOG.0000000000001898.
Declercq, E. R. et al. (2014) ‘ Major Survey Findings of Listening to Mothers SM III: Pregnancy
and Birth ’, The Journal of Perinatal Education. Springer Publishing Company, 23(1), pp.
9–16. doi: 10.1891/1058-1243.23.1.9.
Kashanian, M., Javadi, F. and Haghighi, M. M. (2010) ‘Effect of continuous support during labor
on duration of labor and rate of cesarean delivery’, International Journal of Gynecology
and Obstetrics. International Federation of Gynecology and Obstetrics, 109(3), pp.
198–200. doi: 10.1016/j.ijgo.2009.11.028.
Mason, J. B. et al. (2012) ‘Opportunities for improving maternal nutrition and birth outcomes:
synthesis of country experiences.’, Food and nutrition bulletin, 33(2 Suppl), pp. 104–138.
doi: 10.1177/15648265120332s107.
Myers, B. and Tyler, C. V. (2019) ‘Does the oral intake of solid food or fluids during labor affect
maternal or fetal outcomes?’, Evidence-Based Practice, 22(4), pp. 7–8. doi:
10.1097/ebp.0000000000000236.
O’Sullivan, G. et al. (2009) ‘Effect of food intake during labour on obstetric outcome:
Randomised controlled trial’, BMJ (Online), 338(7699), p. 880. doi: 10.1136/bmj.b784.
O’Sullivan, G. and Scrutton, M. (2003) ‘NPO during labor is there any scientific validation?’,
Anesthesiology Clinics of North America, 21(1), pp. 87–98. doi:
10.1016/S0889-8537(02)00029-9.
Ozkan, S. A., Kadioglu, M. and Rathfisch, G. (2017) ‘Restricting Oral Fluid and Food Intake
during Labour: A Qualitative Analysis of Women’s Views’, International Journal of
Caring Sciences, 10(1), pp. 1–235. Available at:
www.internationaljournalofcaringsciences.org.
Rooks, J. P. et al. (1989) ‘Outcomes of Care in Birth Centers’, New England Journal of
Medicine, 321(26), pp. 1804–1811. doi: 10.1056/NEJM198912283212606.
Singata, M., Tranmer, J. and Gyte, G. M. (2010) ‘Restricting oral fluid and food intake during
labour.’, The Cochrane database of systematic reviews, (1), p. CD003930. doi:
10.1002/14651858.CD003930.pub2.
Singata, M., Tranmer, J. and Gyte, G. M. L. (2013) ‘Restricting oral fluid and food intake during
labour’, Cochrane Database of Systematic Reviews, 2013(8). doi:
10.1002/14651858.CD003930.pub3.
Toohill, J., Soong, B. and Flenady, V. (2008) ‘Interventions for ketosis during labour’, Cochrane
Database of Systematic Reviews. John Wiley and Sons Ltd. doi:
10.1002/14651858.CD004230.pub2.
World Health Organization (2014) ‘WHO recommendation on oral fluid and food intake during
labour for women at low risk’, pp. 1–3. Available at:
https://extranet.who.int/rhl/topics/preconception-pregnancy-childbirth-and-postpartum-care/
care-during-childbirth/care-during-labour-1st-stage/who-recommendation-oral-fluid-and-fo
od-intake-during-labour-women-low-risk.
Irianti, B., Hartiningtiyaswati, S., Kementrian, K., Tasikmalaya, K., Tinggi, S., Kesehatan, I., &
Email, S. (2019). Analisis pemberian makan dan minum pada masa persalinan. 9(2).
Manizheh, P., & Leila, P. (2009). Perceived environmental stressors and pain perception during
labor among primiparous and multiparous women. Journal of Reproduction & Infertility,
10(3), 217–223. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23926472%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/art
iclerender.fcgi?artid=PMC3719331
Nunes, V. D., Gholitabar, M., Sims, J. M., & Bewley, S. (2014). Intrapartum care of healthy
women and their babies: Summary of updated NICE guidance. BMJ (Online),
349(December). https://doi.org/10.1136/bmj.g6886
Rahmani, R., Khakbazan, Z., Yavari, P., Granmayeh, M., & Yavari, L. (2012). Effect of oral
carbohydrate intake on labor progress: Randomized controlled trial. Iranian Journal of
Public Health, 41(11), 59–66.
Singata, M., Tranmer, J., & Gyte, G. M. L. (2013). Restricting oral fluid and food intake during
labour. Cochrane Database of Systematic Reviews, 2013( 8).
https://doi.org/10.1002/14651858.CD003930.pub3
Hadianti, D. N. (2018) ‘Kemajuan Persalinan Berhubungan Dengan Asupan Nutrisi’, 6(3), pp.
231–238. doi: 10.11428/jhej1987.42.189.
Irianti, B. et al. (2019) ‘Analysis Eating And Drinking During Labor’, 9(2), pp. 167–174.
Kemenkes RI (2018) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kemenkes RI.
King, R. et al. (2011) ‘Oral nutrition in labour: “Whose choice is it anyway?” A review of the
literature’, Midwifery. Elsevier, 27(5), pp. 674–686. doi: 10.1016/j.midw.2010.05.006.
Kristianingsih dkk (2019) ‘Wellness and healthy magazine’, 1(February), pp. 41–47. Available
at: https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/v1i218wh.
Malin, G. L. et al. (2016) ‘Does oral carbohydrate supplementation improve labour outcome? A
systematic review and individual patient data meta-analysis’, BJOG: An International
Journal of Obstetrics and Gynaecology, 123(4), pp. 510–517. doi:
10.1111/1471-0528.13728.
Rahmani, R., Khakbazan, Z., Yavari, P., Granmayeh, M., & Yavari, L., et al (2012) ‘Effect of
oral carbohydrate intake on labor progress: randomized controlled trial’, Iran J Public
Health, 41(11), pp. 59–66.