Pendahuluan
Simfisis pubis adalah sendi unik yang terdiri dari cakram fibrokartilaginous yang
bertumbuk antara permukaan artikuler tulang pelvis. Sendi dapat mengalami sedikit
pergeseran dibawah kondisi fisiologis (mencapai 2 mm dan rotasi 1o). Selama kehamilan,
hormon dalam sirkulasi seperti relaksin menginduksi resorpsi batas simfiseal dan
perubahan struktural pada cakram fibrokartilaginous, meningkatkan luas dan mobilitas
simfiseal.1
Nyeri di wilayah simfisis pubis, atau disebut dengan nyeri simfiseal, simfisitis,
simfisiolisis, atau disfungsi simfisis dapat mempengaruhi berbagai kelompok individu
seperti atlit, pasien dengan trauma pelvis, dan wanita hamil. Selama kehamilan, nyeri
simfisis menyebabkan gangguan aktivitas seperti berjalan, menaiki tangga atau berbalik di
tempat tidur. Gejala ini bahkan seringkali muncul setelah melahirkan sebagai akibat dari
proses persalinan dan pada akhirnya menyebabkan gangguan aktivitas dan
ketidaknyamanan bagi beberapa wanita.1,2
2.2 Ligamen
Empat ligamen memperkuat simfisis pubis, tetapi hanya ligamen pubis superior dan
inferior yang tercantum dalam Terminologi Anatomi (Komite Federasi Terminologi
Anatomi, 1998).1
2.2.1 Ligamentum pubis superior
Ligamentum pubis superior menjembatani margin sendi superior dan melekat ke
puncak pubis sejauh lateral sebagai tuberkel pubis. Ligamentum ini bervariasi
dan digambarkan memiliki koneksi dengan cakram interpubis, ligamen
pectineal, linea alba, dan periosteum ramus pubis superior. Luschka (1864)
menyatakan bahwa ligamen terdiri dari jaringan fibrosa yang tidak beraturan,
meskipun laporan awal menyebutkan warna kekuningan, yang menunjukkan
kemungkinan serat elastis. Kekuatan dan pentingnya ligamentum ini
kontroversial, beberapa peneliti menyatakan fungsinya penting dalam
memperkuat sendi dan peneliti lain mengatakan bahwa secara fungsional tidak
penting.1,3
2.2.2 Ligamentum Pubis Inferior
Ligamentum pubis inferior, juga disebut sebagai subpubis atau ligamen arkuata
pubis, membentuk lengkungan rami pubis inferior. Luschka (1864) dan Testut &
Latarjet (1928) menekankan bahwa hanya serat yang berada di bawahnya yang
melekat pada rami pubis inferior; serat atasnya pendek dan melintang,
bercampur dengan cakram interpubis dan ligamen posterior pubis. Ligamen
pubis inferior dilaporkan lebih kuat dibandingkan superior. Data kuantitatif
mengenai ligamen ini jarang. Lebar maksimal telah dicatat sebesar 25 mm pada
pria dan 35 mm pada wanita, dengan tinggi 10-12 mm pada pria dan wanita. Afa
jarak kecil antara ujung rendah yang tajam dan batas anterior membran perineum
fungsinya mentransmisikan pembuluh darah ke penis atau klitoris.1,3
2.2.3 Ligamen Pubis Anterior
Ligamen anterior pubis menghubungkan tulang pubis anterio dan menyatu
dengan periosteum lateral. Ligamentum ini adalah dilaporkan sebagai struktur
yang tebal setelah cakram interpubis, fungsinya menjaga stabilitas simfisis
pubis. Ligamen ini terdiri dari beberapa lapisan serat kolagen yang orientasinya
bervariasi : lapisan yang lebih dalam memiliki orientasi yang lebih transversal
dan dapat berbaur dengan cakram interpubis, sedangkan serat yang lebih
dipermukaan arahnya miring, berinterkoneksi dengan insersi tendon dari rektus
abdominis dan otot perut, dan pyramidalis. Beberapa penulis juga telah
menjelaskan kontribusi ligamentum anterior pubis dari penyisipan tendinous
otot adduktor, khususnya adduktor longus, adductor brevis dan gracilis. Testut &
Latarjet (1928) telah mendokumentasikan adanya serat vertikal dalam ligamen
yang terhubung ke otot-otot ischiocavernosus dan kavernosum.1,3
Dalam sebuah studi microdiseksi dari 17 mayat, Robinson et al. (2007)
menemukan bahwa longus adduktor dan otot rektus abdominis melekat pada
ligamen anterior pubis dan cakram interpubis dalam semua kasus. Pada sembilan
spesimen, longus adduktor memiliki dua perlekatan tendon dan otot. Serat otot
adduktor brevis juga ditemukan menyatu dengan aspek anterior simfisis pubis di
tujuh spesimen tapi gracilis ditemukan hanya pada satu spesimen.1,3
Ketebalan rata-rata ligamentum anterior pubis dilaporkan antara 5-12 mm.
2.2.4 Ligamen Posterior Pubis
Relatif sedikit yang diketahui tentang ligamen posterior pubis yang mencakup
aspek posterior simfisis pubis dan terdiri dari hanya beberapa serat tipis.
Luschka (1864) menjelaskan ligamen ini sebagai pencampuran dengan
periosteum dari rami pubis, sedangkan Testut & Latarjet (1928) secara spesifik
menjelaskan tentang perlekatannya, mengacu pada margin posterior permukaan
artikular pubis. Secara superior, serat melintang menyatu dengan ligamen
superior dan, inferior pubis, dan bergabung dengan ligamen inferior pubis.
Ligamentum lebih tebal pada wanita multipara.1,3
Dalam salah satu penelitian terhadap 15 orang dewasa sehat (enam laki-laki, enam
wanita nulipara dan tiga wanita multipara), pin baja dimasukkan ke bagian atas ramus
pubis di kedua sisi simfisis dan horizontal, gerakan vertikal, dan sagital dalam postur
tertentu diukur. Mengingat morfologi sendi, besar kecilnya gerakan, dengan gerakan
sagittal anteroposterior yang sama pada kedua jenis kelamin sekitar 0,6 mm, tapi lebih
besar (sampai 1,3 mm) pada multipara. Dalam posisi terlentang dengan pinggul
tertekuk 90o dan abduksi maksimal, gerakan lateral rata-rata masing-masing pin adalah
0,5 mm pada pria dan 0,9 mm pada wanita. Ketika berdiri dengan kaki alternatif,
penurunan vertikal pin di sisi kontralateral rata – rata adalah 1 mm pada pria, 1,3 mm
pada wanita nulipara, dan 2,1 mm di wanita multipara. Gerakan symphyseal
maksimum dapat diamati pada arah ini. Dalam sebuah studi eksperimental berikutnya
pada 10 kadafer segar, Meissner et al. (1996) memperkirakan kekuatan yang
diperlukan untuk menghasilkan gerakan ke arah vertikal sebesar 120 N dan 68 N ke
arah sagital. Nilai yang sama untuk pergeseran vertikal pada simfisis pubis diperoleh
dari studi radiografi, dan mobilitas terbesar ditemukan pada wanita multipara.
Walheim et al. (1984) juga meneliti rotasi simfisis pubis pada orang dewasa muda
yang sehat. Rotasi kurang dari 1o terjadi pada kedua sendi bidang koronal sumbu
sagital dan dalam bidang sagital axis horizontal. Dalam studi lebih lanjut dari dua
orang dewasa muda yang sehat, satu laki-laki dan satu wanita multipara, interval
setelah insersi pin baja dan implantasi bola tantalum ke tulang pubis dinilai, rotasi lebih
dari 2o tercatat di daerah sagittal dan sampai 3o di bidang koronal pada wanita muda.1
Ibrahim dan El-Sherbini melakukan studi pada empat kelompok mayat dewasa:
laki-laki, wanita nulipara, multipara wanita yang tidak hamil dan primigravida dalam
trimester terakhir kehamilan. Pada masing-masing kelompok, ligamen pubis tersisa
utuh; kekuatan relatif yang dibutuhkan untuk memecahkan sisa ligamen ditentukan.
Ligamentum anterior terbukti paling kuat, diikuti oleh ligamen inferior dan kemudian
ligamen superior. Tidak ada data yang tersedia untuk ligamen posterior. Setiap ligamen
menunjukkan pola yang sama, paling kuat pada pria, sedikit lebih kuat pada nulipara
dibandingkan dengan wanita multipara, dan terlemah pada primigravida di trimester
akhir kehamilan.1
3.2 Persalinan
Kebanyakan upaya untuk menilai perubahan tulang panggul selama
persalinan dilakukan dengan radiografi. Thorp dan Fray, misalnya, menunjukkan
kesenjangan pelebaran symphyseal dalam 44% kasus di tahap pertama persalinan
dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan pada trimester ketiga sebelum
persalinan. Brehm dan Weirauk menemukan peningkatan lebar simfisis pada 54%
pasien yang dirontgen sebelum dan setelah melahirkan. Namun, Young tidak
menemukan efek yang persalinan pada luas symphyseal, dan Ohlse
mengidentifikasi perubahan hanya sekitar 1 mm pada beberapa pasien.1,4
Perbedaan antara hasil dari berbagai studi ini mungkin berkaitan dengan
kesulitan mengoreksi perbesaran dalam gambar radiografi, yang dipengaruhi oleh
jarak dari objek yang diukur dari film. Ditemukan juga kesulitan untuk
membandingkan hasil penelitian karena pengukuran tidak selalu diambil dengan
subyek dalam posisi standar. Postur yang berbeda dapat mengubah jarak object-
film, dan mengubah dimensi panggul. 1
USG ditunjukkan oleh Bjorkland et al dalam model anatomi memiliki
presisi yang setara dengan radiografi dalam mengukur simfisis pubis. Mereka
menggunakan.1
USG untuk mempelajari simfisis pubis selama persalinan dan kemudian
pada kala II. Mereka menemukan peningkatan yang sangat sedikit (rata- rata -1
mm) dalam luasnya symphyseal pada sebagian besar subjek, dan tidak ada
perubahan atau penyempitan pada 9% subjek. Temuan mereka mungkin
menunjukkan fakta bahwa subjek tidak selalu dipelajari dalam postur yang sama
pada kedua titik waktu dalam proses persalinan. Selain itu, beberapa telah
mengalami nyeri panggul selama kehamilan, menunjukkan bahwa mereka mungkin
memiliki patologi symphyseal.1
Rustamova et al melakukan studi untuk menilai perubahan ukuran simfisis
pubis pada 31 wanita yang diperiksa secara serial dengan USG selama persalinan.
Pengukuran dilakukan pada batas superior simfisis dan pelebaran paling luas pada
fase laten, fase aktif, dan kala II. Ditemukan peningkatan signifikan ukuran simfisis
pada kala I dan II. Pelebaran ditemukan pada 94% luas simfesial superior dan 59%
paling sempit. Dari seluruh kasus dimana lebar simfisis meningkat, ada
peningkatan spectrum yang cukup luas berkisar antara 9 – 98% dari lebar awal
dengan pengukuran 2 – 139% pada bagian superior. Mereka menyimpulkan bahwa
persalinan berhubungan dengan pelebaran substansial simfisis pubis pada
kebanyakan wanita.5
4. Simfisiolisis
4.1 Insiden
Kejadian yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 1 : 521 sampai 5000.
Barnes menemukan relaksasi panggul selama kehamilan pada 50-60% kasus.
Heyman dan Lundqvist dan Abramson et al. menemukan peningkatan lebar simfisis
pubis di hampir semua kehamilan.2
Dalam studi lain, insiden pemisahan simfisis patologis setelah persalinan
pervaginam antara 1 dari 521 oleh Boland, 1933, 1 per 20.000 oleh Eastman dan
Hellman, 1966; 1 dari 600 oleh Taylor dan Sonson, 1986; serta 1 dari 800 di
penelitian terbaru.5
4.3 Gejala
Kondisi ini dapat terjadi pada awal atau akhir periode postpartum. Diastasis
symphysial pubis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul berbagai
keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk menanggung
berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil.2
Diastasis pubis harus dicurigai jika pasien mengeluhkan nyeri post partum akut dan
persisten di daerah panggul. Secara klinis, pasien mengeluh nyeri, dengan bengkak
dan kadang-kadang deformitas muncul di daerah yang terlibat. Dalam beberapa
kasus mungkin terdengar suara klik ketika pasien berjalan. Terasa nyeri ketika
panggul diberikan tekanan ke arah antero-lateral dan antero-posterior. Jika dislokasi
parah dapat disertai dengan shock.2,4,5
Sebagian kecil pasien dapat merasakan nyeri kronis yang memerlukan intervensi
bedah debridement atau dusi simfisis pubis fusi. Lesi sepanjang saluran genito-
kemih juga dirasakan.4
4.4 Diagnosis
Pasien hampir selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki
sehingga menyulitkan pasien untuk berdiri atau berjalan. Pemisahan dapat diraba
dengan pemeriksaan fisik eksternal.2,4,5
Untuk uji diagnostik pencitraan, dapat dilakukan x-ray standar pada pelvis, inlet
anteroposterior, obturator judet dan x-ray iliaka. Diastasis pubis lebih dari 10 mm
diklasifikasikan sebagai patologi. Pemisahan dari sensi SI dapat diperiksa dengan
pemeriksaan dibawah anastesia dan penilaian stress dengan posisi single – leg
menggunakan x-ray pelvis anteroposterior (Flamingo view).2
Ketidakstabilan vertikal didefinisikan sebagai pemisahan lebih dari 5 mm atau
melebihi 2 mm. CT scan dengan ketebalan 22 mm menyediakan informasi
tambahan besarnya dislokasi sendi, sklerosis dan kista pada tulang. MRI dapat
menunjukkan adanya luka pada jaringan lunak termasuk cleft pada kartilago
simfisis, perdarahan sendi dan edema. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi
luka pada ligamen dasar panggul.2,6,7
Pemisahan lebih dari 4 cm harus diperiksa menyeluruh hingga ke patologi
sacroiliaka. Pemisahan di bawah 2,5 cm harus dirawat secara konservatif dengan
pengikat panggul restriktif dan tirah baring absolut dengan posisi dekubitus lateral.
Gambar 2.2 X ray simfisis pubis post partum
Gambar 1 menunjukkan pemisahan luas sekitar 4,5 cm, Gambar 2 menunjukkan
pemisahan sebesar 2 cm. (Sumber : Annals Academy of Medicine, 2007)
4.5 Penanganan
Pengobatan bisa dilakukan secara konservatif atau bedah. Banyak penulis
menyarankan penanganan konservatif. Penanganan awal adalah dengan berbaring
di tempat tidur gantung/hanmock (ditempatkan di atas tempat tidur) yang berfungsi
untuk mengurangi dislokasi panggul akibat tekanan yang disebabkan oleh berat
pasien. Selanjutnya dapat dilakukan pemasangan condilar plester panggul atau
pengikat untuk memastikan imobilisasi pasien. Pada keadaan darurat dapat
dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi dan menstabilkan
dislokasi, dapat dilakukan dengan fiksator eksternal. Plate dapat dipasang dengan
sekrup pada daerah panggul. Perangkat lain, seperti kabel, digunakan pada tahun
1951 oleh Morino untuk mengurangi dan stabilisasi dislokasi dengan dua kabel
menyeberang dan dikaitkan dengan simfisis pubis.7,8
Penanganan konservatif dapat dipertimbangkan dalam kondisi berikut ini:
(a) Kemungkinan untuk memperoleh manfaat dengan penanganan konservatif
(b) Mengurangi penanganan bedah dan karena masalah yang diakibatkan operasi
secara tidak langsung akan mempengaruhi bayi baru lahir.
(c) Penanganan bedah akan menyebabkan ibu tidak bisa menyusui bayi karena
pemberian anestesi, antibiotik dan profilaksis tromboemboli.
Intervensi bedah akan memberikan peluang stabilitas yang lebih besar, namun
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi saluran
kemih. Selain itu, sintesis dengan plate dan sekrup akan mengakibatkan persalinan
caesar dipersalinan berikutnya.8
Brehm dan Weirauk menganjurkan pengobatan konservatif dengan tirah baring dan
pengikat selama 3-4 minggu jika pemisahan lebih besar dari 2 cm. Bedah aposisi
dianjurkan jika metode konservatif gagal. Intervensi bedah diindikasikan pada
pasien dengan kegagalan reduksi dan pasien dengan diastasis lebih dari 2,5 cm.
Pemulihan lengkap bisa biasanya dicapai pada minggu ke 6 atau 8. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi adalah osteitis pubis, hematoma, laserasi vagina,
cedera uretra dan infeksi.2,4,7,8
4.6 Prognosis
Periode pemulihan bervariasi, tetapi jika keluhan dialami diawal periode
postpartum pemulihan lebih cepat. Pada akhir periode postpartum, pemulihan
tertunda. Dalam beberapa kasus, nyeri menetap dan pasien tidak mampu untuk
melakukan tugas-tugas rutin.9
REFERENSI
1. Becker et al. The adult human pubic symphysis: a systematic review. J. Anat. (2010) 217,
pp475–487
2. Hierholzer et al. Traumatic Disruption of Pubis Symphysis With Accompanying Posterior
Pelvic Injury After Natural Childbirth. Am J Orthop. 2007;36(11):E167-E170
3. Cunningham, F. G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
4. Demirkale et al. Separation of the symphysis pubis in a spontaneous vaginal labour. Injury
Extra (2008) 39, 59—61
5. Rustamova et al. Changes in symphysis pubis width during labor. J. Perinat. Med. 37
(2009) 370–373
6. Brandon et al.Pubic bone injuries in primiparous women: magnetic resonance imaging in
detection and differential diagnosis of structural injury. Ultrasound Obstet Gynecol 2012;
39: 444–451
7. Anil Panditrao et al. Pubic symphysial diastasis during normal vaginal delivery. J Obstet
Gynecol India Vol. 55, No. 4 : July/August 2005 Pg 365-366
8. Lebel et al.Symphysiolysis as an independent risk factor for cesarean delivery. The Journal
of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, May 2010; 23(5): 417–420
9. Pedrazzini et al. Post partum diastasis of the pubic symphysis: a case report. ACTA BIO
MED 2005; 76; 49-52
10. Aggarwal et al. Management outcomes in pubic diastasis: our experience with 19 patients.
Journal of Orthopaedic Surgery and Research 2011, 6:21