Anda di halaman 1dari 15

1.

Pendahuluan
Simfisis pubis adalah sendi unik yang terdiri dari cakram fibrokartilaginous yang
bertumbuk antara permukaan artikuler tulang pelvis. Sendi dapat mengalami sedikit
pergeseran dibawah kondisi fisiologis (mencapai 2 mm dan rotasi 1o). Selama kehamilan,
hormon dalam sirkulasi seperti relaksin menginduksi resorpsi batas simfiseal dan
perubahan struktural pada cakram fibrokartilaginous, meningkatkan luas dan mobilitas
simfiseal.1
Nyeri di wilayah simfisis pubis, atau disebut dengan nyeri simfiseal, simfisitis,
simfisiolisis, atau disfungsi simfisis dapat mempengaruhi berbagai kelompok individu
seperti atlit, pasien dengan trauma pelvis, dan wanita hamil. Selama kehamilan, nyeri
simfisis menyebabkan gangguan aktivitas seperti berjalan, menaiki tangga atau berbalik di
tempat tidur. Gejala ini bahkan seringkali muncul setelah melahirkan sebagai akibat dari
proses persalinan dan pada akhirnya menyebabkan gangguan aktivitas dan
ketidaknyamanan bagi beberapa wanita.1,2

2. Anatomi Simfisis Pubis


Studi anatomis simfisis pubis dipublikasikan lebih dari 20 tahun yang lalu. Banyak
studi telah mencoba untuk menggambarkan dan menjelaskan pengukuran simfisis namun
masih banyak yang belum dipahami.1

2.1 Permukaan Artikular


Permukaan artikular pubis berbentuk oval, sedikit cembung, dan berorientasi
miring di bagian sagital, arahnya ke posteroinferior dalam arah craniocaudal. Panjang
rata-rata dari permukaan artikular dilaporkan antara 30-35 mm dan lebar rata-rata 10-
12 mm. Secara posterior, permukaan sejajar tetapi biasanya menyimpang ke arah
anterior, superior dan inferior. Batas atas dan bawah simfisis pubis berada pada tingkat
horisontal yang sama dihampir semua orang dewasa tetapi, dalam sampel acak wanita
dewasa dengan paritas tidak diketahui, 16% margin atas dan 5% margin bawah tidak
merata.1
Permukaan artikular yang tercakup dalam kartilago hialin, bervariasi dengan
ketebalan 1 dan 3 mm, meskipun demikian Gamble et al. menyatakan bahwa ketebalan
tulang rawan hialin 200-400 µm pada orang dewasa. Loeschcke (1912) mencatat
bahwa ketebalan tulang rawan hialin menurun dengan bertambahnya usia.1
Permukaan tulang subchondral tidak teratur pada usia dewasa tetapi, radiografi
menunjukkan bahwa tulang menjadi halus dan lurus sekitar usia 30 tahun, sebelum
terjadi perubahan degeneratif. Fitur-fitur ini digunakan oleh antropolog biologis untuk
membantu menentukan usia dan jenis kelamin.1

2.2 Ligamen
Empat ligamen memperkuat simfisis pubis, tetapi hanya ligamen pubis superior dan
inferior yang tercantum dalam Terminologi Anatomi (Komite Federasi Terminologi
Anatomi, 1998).1
2.2.1 Ligamentum pubis superior
Ligamentum pubis superior menjembatani margin sendi superior dan melekat ke
puncak pubis sejauh lateral sebagai tuberkel pubis. Ligamentum ini bervariasi
dan digambarkan memiliki koneksi dengan cakram interpubis, ligamen
pectineal, linea alba, dan periosteum ramus pubis superior. Luschka (1864)
menyatakan bahwa ligamen terdiri dari jaringan fibrosa yang tidak beraturan,
meskipun laporan awal menyebutkan warna kekuningan, yang menunjukkan
kemungkinan serat elastis. Kekuatan dan pentingnya ligamentum ini
kontroversial, beberapa peneliti menyatakan fungsinya penting dalam
memperkuat sendi dan peneliti lain mengatakan bahwa secara fungsional tidak
penting.1,3
2.2.2 Ligamentum Pubis Inferior
Ligamentum pubis inferior, juga disebut sebagai subpubis atau ligamen arkuata
pubis, membentuk lengkungan rami pubis inferior. Luschka (1864) dan Testut &
Latarjet (1928) menekankan bahwa hanya serat yang berada di bawahnya yang
melekat pada rami pubis inferior; serat atasnya pendek dan melintang,
bercampur dengan cakram interpubis dan ligamen posterior pubis. Ligamen
pubis inferior dilaporkan lebih kuat dibandingkan superior. Data kuantitatif
mengenai ligamen ini jarang. Lebar maksimal telah dicatat sebesar 25 mm pada
pria dan 35 mm pada wanita, dengan tinggi 10-12 mm pada pria dan wanita. Afa
jarak kecil antara ujung rendah yang tajam dan batas anterior membran perineum
fungsinya mentransmisikan pembuluh darah ke penis atau klitoris.1,3
2.2.3 Ligamen Pubis Anterior
Ligamen anterior pubis menghubungkan tulang pubis anterio dan menyatu
dengan periosteum lateral. Ligamentum ini adalah dilaporkan sebagai struktur
yang tebal setelah cakram interpubis, fungsinya menjaga stabilitas simfisis
pubis. Ligamen ini terdiri dari beberapa lapisan serat kolagen yang orientasinya
bervariasi : lapisan yang lebih dalam memiliki orientasi yang lebih transversal
dan dapat berbaur dengan cakram interpubis, sedangkan serat yang lebih
dipermukaan arahnya miring, berinterkoneksi dengan insersi tendon dari rektus
abdominis dan otot perut, dan pyramidalis. Beberapa penulis juga telah
menjelaskan kontribusi ligamentum anterior pubis dari penyisipan tendinous
otot adduktor, khususnya adduktor longus, adductor brevis dan gracilis. Testut &
Latarjet (1928) telah mendokumentasikan adanya serat vertikal dalam ligamen
yang terhubung ke otot-otot ischiocavernosus dan kavernosum.1,3
Dalam sebuah studi microdiseksi dari 17 mayat, Robinson et al. (2007)
menemukan bahwa longus adduktor dan otot rektus abdominis melekat pada
ligamen anterior pubis dan cakram interpubis dalam semua kasus. Pada sembilan
spesimen, longus adduktor memiliki dua perlekatan tendon dan otot. Serat otot
adduktor brevis juga ditemukan menyatu dengan aspek anterior simfisis pubis di
tujuh spesimen tapi gracilis ditemukan hanya pada satu spesimen.1,3
Ketebalan rata-rata ligamentum anterior pubis dilaporkan antara 5-12 mm.
2.2.4 Ligamen Posterior Pubis
Relatif sedikit yang diketahui tentang ligamen posterior pubis yang mencakup
aspek posterior simfisis pubis dan terdiri dari hanya beberapa serat tipis.
Luschka (1864) menjelaskan ligamen ini sebagai pencampuran dengan
periosteum dari rami pubis, sedangkan Testut & Latarjet (1928) secara spesifik
menjelaskan tentang perlekatannya, mengacu pada margin posterior permukaan
artikular pubis. Secara superior, serat melintang menyatu dengan ligamen
superior dan, inferior pubis, dan bergabung dengan ligamen inferior pubis.
Ligamentum lebih tebal pada wanita multipara.1,3

2.3 Ukuran Simfisis Pubis


Beberapa studi telah meneliti lebar normal simfisis pubis dalam upaya untuk lebih
memahami perubahan yang terjadi pada kehamilan. Ada konsensus yang menyatakan
bahwa sendi lebih lebar dibagian anterior dibandingkan posterior. Dalam sebuah studi
pada mayat dewasa, Loeschcke (1912) menghitung lebar rata - rata 5 mm pada pria, 7,5
mm pada wanita nulipara, dan 20 mm pada wanita multipara, tapi rincian yang tepat
tentang bagaimana pengukuran ini dilakukan masih belum diketahui. Pengukuran lebar
rata-rata yang ditentukan berdasarkan studi pencitraan telah menghasilkan pengukuran
mulai dari 2,6 mm pada wanita nulipara hingga 12,6 mm yang diukur pada bagian
paling anterior dari sendi wanita yang rata-rata melahirkan tiga anak.1,2
Sayangnya, sebagian besar penelitian ini tidak secara langsung membandingkan
simfisis pubis yang diukur pada waktu yang berbeda di bidang yang berbeda dengan
derajat akurasi yang berbeda dan dengan tidak penilaian inter dan intraobserver.
Selain itu, usia, jenis kelamin, paritas dan indeks antropometri juga sering tidak
tercatat. Dalam sebuah studi CT tunggal, Alicioglu et al . (2008) tidak menemukan
hubungan antara lebar symphyseal dengan paritas atau indeks massa tubuh.1

2.4 Suplai Darah dan Inervasi


Beberapa penulis telah menyelidiki pasokan darah simfisis pubis dan bahkan
persarafannya. Darah ke simfisis dipasok oleh cabang pubis dari arteri obturatorius
dan cabang dari arteri epigastrika inferior. Kontribusi berasal dari cabang eksternal dan
internal arteri pudenda dan sirkumfleksa ateri femoralis medial. Pembuluh darah kecil
telah tercatat dalam matriks interpubis dan mungkin lebih menonjol pada usia lanjut.
Ligamen interpubis dan pinggiran fibrous cakram tervascularisasi dari lingkaran arteri
anastomosis oleh cabang pubis dari obturator dan arteri epigastrika inferior.1
Persarafan sendi banyak digambarkan berasal dari pudenda dan saraf
genitofemoralis dan cabang iliohypogastric, saraf ilioinguinal dan pudenda. Namun,
telah dijelaskan pula bahwa pola persarafan memasok cabang tertentu bagian sendi.

Gambar 2.1 Simfisis Pubis Kadaver Wanita (Paritas tidak diketahui)


(Sumber : Becker, 2010)
2.5 Biomekanik
Selama melakukan aktivitas sehari-hari, simfisis pubis menerima berbagai tekanan.
Termasuk traksi pada bagian inferior sendi dan kompresi dari wilayah superior ketika
berdiri, kompresi ketika duduk, dan bergeser dan kompresi selama sikap single-leg.
Sendi yang sehat sangat tahan terhadap pemisahan meskipun , pada beberapa wanita,
mungkin mengalami ruptur selama persalinan. 1

Dalam salah satu penelitian terhadap 15 orang dewasa sehat (enam laki-laki, enam
wanita nulipara dan tiga wanita multipara), pin baja dimasukkan ke bagian atas ramus
pubis di kedua sisi simfisis dan horizontal, gerakan vertikal, dan sagital dalam postur
tertentu diukur. Mengingat morfologi sendi, besar kecilnya gerakan, dengan gerakan
sagittal anteroposterior yang sama pada kedua jenis kelamin sekitar 0,6 mm, tapi lebih
besar (sampai 1,3 mm) pada multipara. Dalam posisi terlentang dengan pinggul
tertekuk 90o dan abduksi maksimal, gerakan lateral rata-rata masing-masing pin adalah
0,5 mm pada pria dan 0,9 mm pada wanita. Ketika berdiri dengan kaki alternatif,
penurunan vertikal pin di sisi kontralateral rata – rata adalah 1 mm pada pria, 1,3 mm
pada wanita nulipara, dan 2,1 mm di wanita multipara. Gerakan symphyseal
maksimum dapat diamati pada arah ini. Dalam sebuah studi eksperimental berikutnya
pada 10 kadafer segar, Meissner et al. (1996) memperkirakan kekuatan yang
diperlukan untuk menghasilkan gerakan ke arah vertikal sebesar 120 N dan 68 N ke
arah sagital. Nilai yang sama untuk pergeseran vertikal pada simfisis pubis diperoleh
dari studi radiografi, dan mobilitas terbesar ditemukan pada wanita multipara.
Walheim et al. (1984) juga meneliti rotasi simfisis pubis pada orang dewasa muda
yang sehat. Rotasi kurang dari 1o terjadi pada kedua sendi bidang koronal sumbu
sagital dan dalam bidang sagital axis horizontal. Dalam studi lebih lanjut dari dua
orang dewasa muda yang sehat, satu laki-laki dan satu wanita multipara, interval
setelah insersi pin baja dan implantasi bola tantalum ke tulang pubis dinilai, rotasi lebih
dari 2o tercatat di daerah sagittal dan sampai 3o di bidang koronal pada wanita muda.1
Ibrahim dan El-Sherbini melakukan studi pada empat kelompok mayat dewasa:
laki-laki, wanita nulipara, multipara wanita yang tidak hamil dan primigravida dalam
trimester terakhir kehamilan. Pada masing-masing kelompok, ligamen pubis tersisa
utuh; kekuatan relatif yang dibutuhkan untuk memecahkan sisa ligamen ditentukan.
Ligamentum anterior terbukti paling kuat, diikuti oleh ligamen inferior dan kemudian
ligamen superior. Tidak ada data yang tersedia untuk ligamen posterior. Setiap ligamen
menunjukkan pola yang sama, paling kuat pada pria, sedikit lebih kuat pada nulipara
dibandingkan dengan wanita multipara, dan terlemah pada primigravida di trimester
akhir kehamilan.1

3. Perubahan Simfisis Pubis dalam Kehamilan dan Persalinan


3.1 Kehamilan
Simfisis pubis memiliki perubahan anatomi yang luar biasa selama
kehamilan. Berdasarkan hasil penelitian pada hamster, diameter rata-rata kepala
janin 20 mm, sedangkan kanal panggul pada awal kehamilan lebarnya hanya 11
mm. Tulang-tulang pubis disatukan oleh tulang rawan hialin tetapi selama akhir
kehamilan dan partus mereka terpisah hingga 23 mm. Pelebaran gap interpubis dan
peningkatan mobilitas simfisis juga terjadi pada manusia, meskipun cukup rendah.
Dalam penyelidikan radiografi awal pada 111 wanita multipara dalam 2 bulan
terakhir kehamilan, Abramson et al, mencatat rata – rata lebar symphyseal 7,7 mm.
Ditemukan peningkatan rata-rata 3 mm ketika dibandingkan dengan 67 kontrol
multipara tidak hamil. Variabilitas antara wanita hamil sangat mencolok, dengan
lebar berkisar antara 3 sampai 20 mm. Garagiola et al melaporkan sebuah studi CT
dari 14 wanita multipara yang dipindai dalam waktu 24 jam dari persalinan
pervaginam aterm. Berarti lebar symphyseal adalah 6,5 mm (kisaran 3-11 mm)
dibandingkan dengan 4-6 mm dalam 15 kontrol yang dimatching berdasarkan usia
dan jenis kelamin, tetapi tidak dengan paritas. USG juga telah digunakan untuk
menyelidiki perubahan simfisis pada kehamilan. Dalam satu studi dari 211 wanita,
56% di antaranya primigravida, lebar pubis meningkat dari rata-rata 4 mm pada 8
minggu kehamilan sampai 7 mm saat aterm.1,2
Perubahan lain dalam simfisis pubis selama kehamilan telah dijelaskan .
Selama akhir kehamilan dan segera setelah persalinan, gas dapat dideteksi dengan
radiografi pada sendi 30-40 % wanita. Gas biasanya muncul sebagai vertikal linear
streak di dekat pusat sendi. Menariknya, fenomena ini juga telah diamati pada sendi
sacroiliac tanpa adanya pelebaran sendi. Gas biasanya asimtomatik dan biasanya
hilang dalam hitungan hari setelah persalinan. Studi radiografi menunjukkan bahwa
resorpsi osteoklastik dari margin symphyseal tulang pubis juga terjadi pada wanita
hamil seperti yang dilaporkan pada guinea – pig hamil dan tikus. Tulang rawan
artikular memiliki kadar air yang tinggi selama dan setelah kehamilan. Akhirnya,
ligamen pubis menjadi lebih tebal dan lebih vaskular, eminen retropubik
berkembang, dan ukuran cleft interpubis meningkat, mengembangkan
penyimpangan dan celah sekunder.1,2
Perdarahan ke dalam ligamenpubis dan cleft interpubik bersama-sama
dengan robekan di tulang rawan hialin dapat terlihat segera setelah persalinan.
Penelitian pada hewan memberikan beberapa wawasan ke dalam mekanisme
pelebaran pada simfisis pubis. Pada tikus, lebar simfisis pubis meningkat dari
sekitar 0,2 mm sampai 3 mm selama kehamilan yang berlangsung sekitar 3
minggu.1
Pada awal kehamilan, ada resorpsi parsial dari ujung medial tulang pubis
dan tulang rawan artikular. Sejak hari 12 dan seterusnya cleft interpubik
mengembang karena pertumbuhan ligamen interpubik terdiri dari serat padat
kolagen yang berjalan sejajar dengan sumbu panjang simfisis. Pelebaran lebih
lanjut dari hari 15 dan seterusnya dikaitkan dengan terurai dan pecahnya fibril
kolagen heliks dan peningkatan kadar air dari matriks ekstraseluler. Relaksin
(diproduksi oleh plasenta selama kehamilan) dan estrogen tampaknya merupakan
mediator hormonal proses ini, dalam tikus mutan, pembentukan ligamen interpubis
terjadi tetapi perubahan pada simfisis pubis tidak. Fibrocartilago dari simfisis pubis
murine menunjukkan pewarnaan imunohistokimia kuat untuk reseptor estrogen dan
relaxin a dan b.1
Observasi ini berbeda dengan orang-orang dengan fibrocartilago meniscal,
mencerminkan tanggapan diferensial terhadap hormon wanita. Estrogen dan relaxin
juga dapat menginduksi ekspresi matriks metaloproteinase dalam fibrocartilago,
yang mungkin memainkan peran penting dalam degradasi kolagen dan remodeling.
Bukti lebih lanjut bahwa relaxin terlibat dalam renovasi jaringan ikat simfisis pubis
berasal dari studi pada tikus yang diberikan eksogen relaxin manusia sintetis. Ini
menyebabkan peningkatan panjang dan berat fibrocartilago interpubic namun
penurunan substansial dalam jumlah kolagen.1
Studi tentang hubungan antara pelebaran simfisis pubis, gejala symphyseal,
konsentrasi relaksin dalam sirkulasi telah menghasilkan hasil yang bertentangan.
Bjorklund et al menemukan lebar symphyseal secara signifikan lebih besar pada
wanita dengan nyeri panggul berat pada kehamilan dibandingkan dengan wanita
dengan gejala ringan atau tidak merasakan sakit. Namun, nyeri panggul dalam
penelitian ini juga termasuk nyeri punggung dan tidak ada kontrol untuk paritas.
MacLennan pertama kali melaporkan konsentrasi serum relaksin yang lebih tinggi
pada wanita dengan nyeri panggul parah pada akhir kehamilan dan postpartum
tetapi penelitian lain gagal mengkonfirmasi temuan ini pada usia kehamilan 33-35
minggu. Kristiansson et al menemukan korelasi yang signifikan tapi lemah (r =
0,15) antara rata-rata serum relaxin selama kehamilan dan nyeri symphyseal pada
akhir kehamilan dan efek ini mungkin kronis.1
Konsentrasi puncak serum relaxin terjadi pada minggu ke-12 kehamilan dan
penurunan ke tingkat stabil pada sekitar 50 % dari nilai puncak sekitar minggu ke-
20 dan seterusnya, sedangkan rata – rata lebar symphyseal terus meningkat
sepanjang kehamilan. Oleh karena itu, jika gejala symphyseal terkait dengan
pelebaran sendi tidaklah mengherankan bahwa tidak ada korelasi langsung antara
tingkat relaksin dan gejala pada titik waktu tertentu.1,2,4

3.2 Persalinan
Kebanyakan upaya untuk menilai perubahan tulang panggul selama
persalinan dilakukan dengan radiografi. Thorp dan Fray, misalnya, menunjukkan
kesenjangan pelebaran symphyseal dalam 44% kasus di tahap pertama persalinan
dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan pada trimester ketiga sebelum
persalinan. Brehm dan Weirauk menemukan peningkatan lebar simfisis pada 54%
pasien yang dirontgen sebelum dan setelah melahirkan. Namun, Young tidak
menemukan efek yang persalinan pada luas symphyseal, dan Ohlse
mengidentifikasi perubahan hanya sekitar 1 mm pada beberapa pasien.1,4
Perbedaan antara hasil dari berbagai studi ini mungkin berkaitan dengan
kesulitan mengoreksi perbesaran dalam gambar radiografi, yang dipengaruhi oleh
jarak dari objek yang diukur dari film. Ditemukan juga kesulitan untuk
membandingkan hasil penelitian karena pengukuran tidak selalu diambil dengan
subyek dalam posisi standar. Postur yang berbeda dapat mengubah jarak object-
film, dan mengubah dimensi panggul. 1
USG ditunjukkan oleh Bjorkland et al dalam model anatomi memiliki
presisi yang setara dengan radiografi dalam mengukur simfisis pubis. Mereka
menggunakan.1
USG untuk mempelajari simfisis pubis selama persalinan dan kemudian
pada kala II. Mereka menemukan peningkatan yang sangat sedikit (rata- rata -1
mm) dalam luasnya symphyseal pada sebagian besar subjek, dan tidak ada
perubahan atau penyempitan pada 9% subjek. Temuan mereka mungkin
menunjukkan fakta bahwa subjek tidak selalu dipelajari dalam postur yang sama
pada kedua titik waktu dalam proses persalinan. Selain itu, beberapa telah
mengalami nyeri panggul selama kehamilan, menunjukkan bahwa mereka mungkin
memiliki patologi symphyseal.1
Rustamova et al melakukan studi untuk menilai perubahan ukuran simfisis
pubis pada 31 wanita yang diperiksa secara serial dengan USG selama persalinan.
Pengukuran dilakukan pada batas superior simfisis dan pelebaran paling luas pada
fase laten, fase aktif, dan kala II. Ditemukan peningkatan signifikan ukuran simfisis
pada kala I dan II. Pelebaran ditemukan pada 94% luas simfesial superior dan 59%
paling sempit. Dari seluruh kasus dimana lebar simfisis meningkat, ada
peningkatan spectrum yang cukup luas berkisar antara 9 – 98% dari lebar awal
dengan pengukuran 2 – 139% pada bagian superior. Mereka menyimpulkan bahwa
persalinan berhubungan dengan pelebaran substansial simfisis pubis pada
kebanyakan wanita.5
4. Simfisiolisis
4.1 Insiden
Kejadian yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 1 : 521 sampai 5000.
Barnes menemukan relaksasi panggul selama kehamilan pada 50-60% kasus.
Heyman dan Lundqvist dan Abramson et al. menemukan peningkatan lebar simfisis
pubis di hampir semua kehamilan.2
Dalam studi lain, insiden pemisahan simfisis patologis setelah persalinan
pervaginam antara 1 dari 521 oleh Boland, 1933, 1 per 20.000 oleh Eastman dan
Hellman, 1966; 1 dari 600 oleh Taylor dan Sonson, 1986; serta 1 dari 800 di
penelitian terbaru.5

4.2 Faktor Risiko


Kothe et al. menyatakan bahwa ruptur simfisis pubis pada persalinan spontan
disebabkan intensitas kontraksi uterus ditambah persalinan yang berlangsung cepat
dan kurangnya fleksibilitas panggul tanpa adanya faktor predisposisi lain.
Multiparitas, persalinan forceps, persalinan sulit, distosia bahu dan kelainan
kongenital juga meningkatkan risiko terjadinya ruptur pada simfisis.5,6

4.3 Gejala
Kondisi ini dapat terjadi pada awal atau akhir periode postpartum. Diastasis
symphysial pubis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul berbagai
keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk menanggung
berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil.2
Diastasis pubis harus dicurigai jika pasien mengeluhkan nyeri post partum akut dan
persisten di daerah panggul. Secara klinis, pasien mengeluh nyeri, dengan bengkak
dan kadang-kadang deformitas muncul di daerah yang terlibat. Dalam beberapa
kasus mungkin terdengar suara klik ketika pasien berjalan. Terasa nyeri ketika
panggul diberikan tekanan ke arah antero-lateral dan antero-posterior. Jika dislokasi
parah dapat disertai dengan shock.2,4,5
Sebagian kecil pasien dapat merasakan nyeri kronis yang memerlukan intervensi
bedah debridement atau dusi simfisis pubis fusi. Lesi sepanjang saluran genito-
kemih juga dirasakan.4

4.4 Diagnosis
Pasien hampir selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki
sehingga menyulitkan pasien untuk berdiri atau berjalan. Pemisahan dapat diraba
dengan pemeriksaan fisik eksternal.2,4,5
Untuk uji diagnostik pencitraan, dapat dilakukan x-ray standar pada pelvis, inlet
anteroposterior, obturator judet dan x-ray iliaka. Diastasis pubis lebih dari 10 mm
diklasifikasikan sebagai patologi. Pemisahan dari sensi SI dapat diperiksa dengan
pemeriksaan dibawah anastesia dan penilaian stress dengan posisi single – leg
menggunakan x-ray pelvis anteroposterior (Flamingo view).2
Ketidakstabilan vertikal didefinisikan sebagai pemisahan lebih dari 5 mm atau
melebihi 2 mm. CT scan dengan ketebalan 22 mm menyediakan informasi
tambahan besarnya dislokasi sendi, sklerosis dan kista pada tulang. MRI dapat
menunjukkan adanya luka pada jaringan lunak termasuk cleft pada kartilago
simfisis, perdarahan sendi dan edema. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi
luka pada ligamen dasar panggul.2,6,7
Pemisahan lebih dari 4 cm harus diperiksa menyeluruh hingga ke patologi
sacroiliaka. Pemisahan di bawah 2,5 cm harus dirawat secara konservatif dengan
pengikat panggul restriktif dan tirah baring absolut dengan posisi dekubitus lateral.
Gambar 2.2 X ray simfisis pubis post partum
Gambar 1 menunjukkan pemisahan luas sekitar 4,5 cm, Gambar 2 menunjukkan
pemisahan sebesar 2 cm. (Sumber : Annals Academy of Medicine, 2007)

4.5 Penanganan
Pengobatan bisa dilakukan secara konservatif atau bedah. Banyak penulis
menyarankan penanganan konservatif. Penanganan awal adalah dengan berbaring
di tempat tidur gantung/hanmock (ditempatkan di atas tempat tidur) yang berfungsi
untuk mengurangi dislokasi panggul akibat tekanan yang disebabkan oleh berat
pasien. Selanjutnya dapat dilakukan pemasangan condilar plester panggul atau
pengikat untuk memastikan imobilisasi pasien. Pada keadaan darurat dapat
dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi dan menstabilkan
dislokasi, dapat dilakukan dengan fiksator eksternal. Plate dapat dipasang dengan
sekrup pada daerah panggul. Perangkat lain, seperti kabel, digunakan pada tahun
1951 oleh Morino untuk mengurangi dan stabilisasi dislokasi dengan dua kabel
menyeberang dan dikaitkan dengan simfisis pubis.7,8
Penanganan konservatif dapat dipertimbangkan dalam kondisi berikut ini:
(a) Kemungkinan untuk memperoleh manfaat dengan penanganan konservatif
(b) Mengurangi penanganan bedah dan karena masalah yang diakibatkan operasi
secara tidak langsung akan mempengaruhi bayi baru lahir.
(c) Penanganan bedah akan menyebabkan ibu tidak bisa menyusui bayi karena
pemberian anestesi, antibiotik dan profilaksis tromboemboli.
Intervensi bedah akan memberikan peluang stabilitas yang lebih besar, namun
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi saluran
kemih. Selain itu, sintesis dengan plate dan sekrup akan mengakibatkan persalinan
caesar dipersalinan berikutnya.8
Brehm dan Weirauk menganjurkan pengobatan konservatif dengan tirah baring dan
pengikat selama 3-4 minggu jika pemisahan lebih besar dari 2 cm. Bedah aposisi
dianjurkan jika metode konservatif gagal. Intervensi bedah diindikasikan pada
pasien dengan kegagalan reduksi dan pasien dengan diastasis lebih dari 2,5 cm.
Pemulihan lengkap bisa biasanya dicapai pada minggu ke 6 atau 8. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi adalah osteitis pubis, hematoma, laserasi vagina,
cedera uretra dan infeksi.2,4,7,8

4.6 Prognosis
Periode pemulihan bervariasi, tetapi jika keluhan dialami diawal periode
postpartum pemulihan lebih cepat. Pada akhir periode postpartum, pemulihan
tertunda. Dalam beberapa kasus, nyeri menetap dan pasien tidak mampu untuk
melakukan tugas-tugas rutin.9
REFERENSI
1. Becker et al. The adult human pubic symphysis: a systematic review. J. Anat. (2010) 217,
pp475–487
2. Hierholzer et al. Traumatic Disruption of Pubis Symphysis With Accompanying Posterior
Pelvic Injury After Natural Childbirth. Am J Orthop. 2007;36(11):E167-E170
3. Cunningham, F. G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
4. Demirkale et al. Separation of the symphysis pubis in a spontaneous vaginal labour. Injury
Extra (2008) 39, 59—61
5. Rustamova et al. Changes in symphysis pubis width during labor. J. Perinat. Med. 37
(2009) 370–373
6. Brandon et al.Pubic bone injuries in primiparous women: magnetic resonance imaging in
detection and differential diagnosis of structural injury. Ultrasound Obstet Gynecol 2012;
39: 444–451
7. Anil Panditrao et al. Pubic symphysial diastasis during normal vaginal delivery. J Obstet
Gynecol India Vol. 55, No. 4 : July/August 2005 Pg 365-366
8. Lebel et al.Symphysiolysis as an independent risk factor for cesarean delivery. The Journal
of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, May 2010; 23(5): 417–420
9. Pedrazzini et al. Post partum diastasis of the pubic symphysis: a case report. ACTA BIO
MED 2005; 76; 49-52
10. Aggarwal et al. Management outcomes in pubic diastasis: our experience with 19 patients.
Journal of Orthopaedic Surgery and Research 2011, 6:21

Anda mungkin juga menyukai