Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEBIDANAN
KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL
“SIMFISIOLISIS”

Dosen Pengampu :
Siti Nur Umariyah Febriyanti, S.Si.T, M.H

Disusun oleh :
Kelompok 3
 Dwi Arryani (2004457)  Nuliya Shinta (2004470)
 Gadis Ayu A (2004463)  Sulistyoningsih (2004478)
 Harisah Ulya (2004464)  Yevi Laili Isma (2004479)
 Lailatun Nashiroh ( 2004467)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama kehamilan, ibu hamil akan mengalami beberapa gangguan yang tidak dapat
dihindari. Salah satunya simfisis pubis disfungsi. Simfisis pubis disfungsi (SPD) adalah
sekelompok gejala yang menyebabkan ketidaknyamanan di daerah panggul. Kondisi ini
biasanya terjadi selama kehamilan, ketika sendi panggul menjadi kaku.
Gejala-gejala SPD dapat bervariasi setiap orangnya, baik dari segi keparahan dan
presentasi. Gejala yang paling umum dialami adalah rasa sakit di bagian depan tulang
kemaluan, rasa sakit di punggung bagian bawah (di satu atau kedua sisi), dan rasa sakit di
perineum (antara anus dan vagina). Rasa sakit kadang-kadang merambat ke paha, dan
mungkin akan mendengar atau merasakan bunyi gerusan pada pelvis. Rasa sakit akan sering
lebih terasa saat melakukan aktivitas berjalan, menggunakan tangga, bertumpu pada satu
kaki, dan berbalik saat tidur.
Kondisi seperti ini akan menyulitkan ibu hamil dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti bangun dari tempat tidur, berpakaian, dan kegiatan lainnya.

Simfisis pubis adalah sendi unik yang terdiri dari cakram fibrokartilaginous yang
bertumbuk antara permukaan artikuler tulang pelvis. Sendi dapat mengalami sedikit
pergeseran dibawah kondisi fisiologis (mencapai 2 mm dan rotasi 1o). Selama kehamilan,
hormon dalam sirkulasi seperti relaksin menginduksi resorpsi batas simfiseal dan
perubahan struktural pada cakram fibrokartilaginous, meningkatkan luas dan mobilitas
simfiseal.
Nyeri di wilayah simfisis pubis, atau disebut dengan nyeri simfiseal, simfisitis,
simfisiolisis, atau disfungsi simfisis dapat mempengaruhi berbagai kelompok individu
seperti atlit, pasien dengan trauma pelvis, dan wanita hamil. Selama kehamilan, nyeri
simfisis menyebabkan gangguan aktivitas seperti berjalan, menaiki tangga atau berbalik di
tempat tidur. Gejala ini bahkan seringkali muncul setelah melahirkan sebagai akibat dari
proses persalinan dan pada akhirnya menyebabkan gangguan aktivitas dan
ketidaknyamanan bagi beberapa wanita.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa itu simfisiolisis ?
2. Siapa saja yang mempunyai faktor resiko mengalami simfisiolisis?
3. Bagaimana tanda dan gejala simfisiolisis?
4. Bagaimana cara menegakkan diagnosis simfisiolisis?
5. Bagaimana cara penanganan simfisiolisis?
6. Bagaimana prognosis terjadinya simfisiolisis?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa itu simfisiolisis
2. Mengetahui siapa saja yang mempunyai faktor resiko mengalami simfisiolisis
3. Mengetahui tanda dan gejala simfisiolisis
4. Mengetahui cara menegakkan diagnosis simfisiolisis
5. Mengetahui cara penanganan simfisiolisis
6. Mengetahui prognosis terjadinya simfisiolisis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Simfisis Pubis

Studi anatomis simfisis pubis dipublikasikan lebih dari 20 tahun yang lalu. Banyak
studi telah mencoba untuk menggambarkan dan menjelaskan pengukuran simfisis namun
masih banyak yang belum dipahami.

1.1 Permukaan Artikular

Permukaan artikular pubis berbentuk oval, sedikit cembung, dan berorientasi


miring di bagian sagital, arahnya ke posteroinferior dalam arah craniocaudal. Panjang
rata-rata dari permukaan artikular dilaporkan antara 30-35 mm dan lebar rata-rata 10-
12 mm. Secara posterior, permukaan sejajar tetapi biasanya menyimpang ke arah
anterior, superior dan inferior. Batas atas dan bawah simfisis pubis berada pada tingkat
horisontal yang sama dihampir semua orang dewasa tetapi, dalam sampel acak wanita
dewasa dengan paritas tidak diketahui, 16% margin atas dan 5% margin bawah tidak
merata.

Permukaan artikular yang tercakup dalam kartilago hialin, bervariasi dengan


ketebalan 1 dan 3 mm, meskipun demikian Gamble et al. menyatakan bahwa ketebalan
tulang rawan hialin 200-400 µm pada orang dewasa. Loeschcke (1912) mencatat
bahwa ketebalan tulang rawan hialin menurun dengan bertambahnya usia.
Permukaan tulang subchondral tidak teratur pada usia dewasa tetapi, radiografi
menunjukkan bahwa tulang menjadi halus dan lurus sekitar usia 30 tahun, sebelum
terjadi perubahan degeneratif. Fitur-fitur ini digunakan oleh antropolog biologis untuk
membantu menentukan usia dan jenis kelamin.

1.2 Ligamen
Empat ligamen memperkuat simfisis pubis, tetapi hanya ligamen pubis superior dan
inferior yang tercantum dalam Terminologi Anatomi (Komite Federasi Terminologi
Anatomi, 1998).
1.2.1 Ligamentum pubis superior
Ligamentum pubis superior menjembatani margin sendi superior dan melekat ke
puncak pubis sejauh lateral sebagai tuberkel pubis. Ligamentum ini bervariasi
dan digambarkan memiliki koneksi dengan cakram interpubis, ligamen
pectineal, linea alba, dan periosteum ramus pubis superior. Luschka (1864)
menyatakan bahwa ligamen terdiri dari jaringan fibrosa yang tidak beraturan,
meskipun laporan awal menyebutkan warna kekuningan, yang menunjukkan
kemungkinan serat elastis. Kekuatan dan pentingnya ligamentum ini
kontroversial, beberapa peneliti menyatakan fungsinya penting dalam
memperkuat sendi dan peneliti lain mengatakan bahwa secara fungsional tidak
penting.
1.2.2 Ligamentum Pubis Inferior
Ligamentum pubis inferior, juga disebut sebagai subpubis atau ligamen arkuata
pubis, membentuk lengkungan rami pubis inferior. Luschka (1864) dan Testut &
Latarjet (1928) menekankan bahwa hanya serat yang berada di bawahnya yang
melekat pada rami pubis inferior; serat atasnya pendek dan melintang,
bercampur dengan cakram interpubis dan ligamen posterior pubis. Ligamen
pubis inferior dilaporkan lebih kuat dibandingkan superior. Data kuantitatif
mengenai ligamen ini jarang. Lebar maksimal telah dicatat sebesar 25 mm pada
pria dan 35 mm pada wanita, dengan tinggi 10-12 mm pada pria dan wanita. Afa
jarak kecil antara ujung rendah yang tajam dan batas anterior membran perineum
fungsinya mentransmisikan pembuluh darah ke penis atau klitoris.
1.2.3 Ligamen Pubis Anterior
Ligamen anterior pubis menghubungkan tulang pubis anterio dan menyatu
dengan periosteum lateral. Ligamentum ini adalah dilaporkan sebagai struktur
yang tebal setelah cakram interpubis, fungsinya menjaga stabilitas simfisis
pubis. Ligamen ini terdiri dari beberapa lapisan serat kolagen yang orientasinya
bervariasi : lapisan yang lebih dalam memiliki orientasi yang lebih transversal
dan dapat berbaur dengan cakram interpubis, sedangkan serat yang lebih
dipermukaan arahnya miring, berinterkoneksi dengan insersi tendon dari rektus
abdominis dan otot perut, dan pyramidalis. Beberapa penulis juga telah
menjelaskan kontribusi ligamentum anterior pubis dari penyisipan tendinous otot
adduktor, khususnya adduktor longus, adductor brevis dan gracilis. Testut &
Latarjet (1928) telah mendokumentasikan adanya serat vertikal dalam ligamen
yang terhubung ke otot-otot ischiocavernosus dan kavernosum.
Dalam sebuah studi microdiseksi dari 17 mayat, Robinson et al. (2007)
menemukan bahwa longus adduktor dan otot rektus abdominis melekat pada
ligamen anterior pubis dan cakram interpubis dalam semua kasus. Pada sembilan
spesimen, longus adduktor memiliki dua perlekatan tendon dan otot. Serat otot
adduktor brevis juga ditemukan menyatu dengan aspek anterior simfisis pubis di
tujuh spesimen tapi gracilis ditemukan hanya pada satu spesimen. Ketebalan
rata-rata ligamentum anterior pubis dilaporkan antara 5-12 mm.
1.2.4 Ligamen Posterior Pubis
Relatif sedikit yang diketahui tentang ligamen posterior pubis yang mencakup
aspek posterior simfisis pubis dan terdiri dari hanya beberapa serat tipis. Luschka
(1864) menjelaskan ligamen ini sebagai pencampuran dengan periosteum dari
rami pubis, sedangkan Testut & Latarjet (1928) secara spesifik menjelaskan
tentang perlekatannya, mengacu pada margin posterior permukaan artikular pubis.
Secara superior, serat melintang menyatu dengan ligamen superior dan, inferior
pubis, dan bergabung dengan ligamen inferior pubis. Ligamentum lebih tebal
pada wanita multipara.

1.3 Ukuran Simfisis Pubis


Beberapa studi telah meneliti lebar normal simfisis pubis dalam upaya untuk lebih
memahami perubahan yang terjadi pada kehamilan. Ada konsensus yang menyatakan
bahwa sendi lebih lebar dibagian anterior dibandingkan posterior. Dalam sebuah studi
pada mayat dewasa, Loeschcke (1912) menghitung lebar rata - rata 5 mm pada pria, 7,5
mm pada wanita nulipara, dan 20 mm pada wanita multipara, tapi rincian yang tepat
tentang bagaimana pengukuran ini dilakukan masih belum diketahui. Pengukuran lebar
rata-rata yang ditentukan berdasarkan studi pencitraan telah menghasilkan pengukuran
mulai dari 2,6 mm pada wanita nulipara hingga 12,6 mm yang diukur pada bagian
paling anterior dari sendi wanita yang rata-rata melahirkan tiga anak.
Sayangnya, sebagian besar penelitian ini tidak secara langsung membandingkan
simfisis pubis yang diukur pada waktu yang berbeda di bidang yang berbeda dengan
derajat akurasi yang berbeda dan dengan tidak penilaian inter dan intraobserver.
Selain itu, usia, jenis kelamin, paritas dan indeks antropometri juga sering tidak
tercatat. Dalam sebuah studi CT tunggal, Alicioglu et al . (2008) tidak menemukan
hubungan antara lebar symphyseal dengan paritas atau indeks massa tubuh.

1.4 Suplai Darah dan Inervasi


Beberapa penulis telah menyelidiki pasokan darah simfisis pubis dan bahkan
persarafannya. Darah ke simfisis dipasok oleh cabang pubis dari arteri obturatorius dan
cabang dari arteri epigastrika inferior. Kontribusi berasal dari cabang eksternal dan
internal arteri pudenda dan sirkumfleksa ateri femoralis medial. Pembuluh darah kecil
telah tercatat dalam matriks interpubis dan mungkin lebih menonjol pada usia lanjut.
Ligamen interpubis dan pinggiran fibrous cakram tervascularisasi dari lingkaran arteri
anastomosis oleh cabang pubis dari obturator dan arteri epigastrika inferior.
Persarafan sendi banyak digambarkan berasal dari pudenda dan saraf
genitofemoralis dan cabang iliohypogastric, saraf ilioinguinal dan pudenda. Namun,
telah dijelaskan pula bahwa pola persarafan memasok cabang tertentu bagian sendi
Gambar 2.1 Simfisis Pubis Kadaver Wanita (Paritas tidak diketahui) (Sumber :
Becker, 2010)
1.5 Biomekanik
Selama melakukan aktivitas sehari-hari, simfisis pubis menerima berbagai tekanan.
Termasuk traksi pada bagian inferior sendi dan kompresi dari wilayah superior ketika
berdiri, kompresi ketika duduk, dan bergeser dan kompresi selama sikap single-leg.
Sendi yang sehat sangat tahan terhadap pemisahan meskipun , pada beberapa wanita,
mungkin mengalami ruptur selama persalinan.

Dalam salah satu penelitian terhadap 15 orang dewasa sehat (enam laki-laki, enam
wanita nulipara dan tiga wanita multipara), pin baja dimasukkan ke bagian atas ramus
pubis di kedua sisi simfisis dan horizontal, gerakan vertikal, dan sagital dalam postur
tertentu diukur. Mengingat morfologi sendi, besar kecilnya gerakan, dengan gerakan
sagittal anteroposterior yang sama pada kedua jenis kelamin sekitar 0,6 mm, tapi lebih
besar (sampai 1,3 mm) pada multipara. Dalam posisi terlentang dengan pinggul
tertekuk 90o dan abduksi maksimal, gerakan lateral rata-rata masing-masing pin adalah
0,5 mm pada pria dan 0,9 mm pada wanita. Ketika berdiri dengan kaki alternatif,
penurunan vertikal pin di sisi kontralateral rata – rata adalah 1 mm pada pria, 1,3 mm
pada wanita nulipara, dan 2,1 mm di wanita multipara. Gerakan symphyseal
maksimum dapat diamati pada arah ini. Dalam sebuah studi eksperimental berikutnya
pada 10 kadafer segar, Meissner et al. (1996) memperkirakan kekuatan yang diperlukan
untuk menghasilkan gerakan ke arah vertikal sebesar 120 N dan 68 N ke arah sagital.
Nilai yang sama untuk pergeseran vertikal pada simfisis pubis diperoleh dari studi
radiografi, dan mobilitas terbesar ditemukan pada wanita multipara.
Walheim et al. (1984) juga meneliti rotasi simfisis pubis pada orang dewasa muda
yang sehat. Rotasi kurang dari 1o terjadi pada kedua sendi bidang koronal sumbu
sagital dan dalam bidang sagital axis horizontal. Dalam studi lebih lanjut dari dua
orang dewasa muda yang sehat, satu laki-laki dan satu wanita multipara, interval
setelah insersi pin baja dan implantasi bola tantalum ke tulang pubis dinilai, rotasi lebih
dari 2o tercatat di daerah sagittal dan sampai 3o di bidang koronal pada wanita muda.
Ibrahim dan El-Sherbini melakukan studi pada empat kelompok mayat dewasa:

laki-laki, wanita nulipara, multipara wanita yang tidak hamil dan primigravida dalam
trimester terakhir kehamilan. Pada masing-masing kelompok, ligamen pubis tersisa
utuh; kekuatan relatif yang dibutuhkan untuk memecahkan sisa ligamen ditentukan.
Ligamentum anterior terbukti paling kuat, diikuti oleh ligamen inferior dan kemudian
ligamen superior. Tidak ada data yang tersedia untuk ligamen posterior. Setiap ligamen

menunjukkan pola yang sama, paling kuat pada pria, sedikit lebih kuat pada nulipara
dibandingkan dengan wanita multipara, dan terlemah pada primigravida di trimester
akhir kehamilan.

2. Perubahan Simfisis Pubis dalam Kehamilan dan Persalinan

2.1 Kehamilan
Simfisis pubis memiliki perubahan anatomi yang luar biasa selama
kehamilan. Berdasarkan hasil penelitian pada hamster, diameter rata-rata kepala
janin 20 mm, sedangkan kanal panggul pada awal kehamilan lebarnya hanya 11
mm. Tulang-tulang pubis disatukan oleh tulang rawan hialin tetapi selama akhir
kehamilan dan partus mereka terpisah hingga 23 mm. Pelebaran gap interpubis dan
peningkatan mobilitas simfisis juga terjadi pada manusia, meskipun cukup rendah.
Dalam penyelidikan radiografi awal pada 111 wanita multipara dalam 2 bulan
terakhir kehamilan, Abramson et al, mencatat rata – rata lebar symphyseal 7,7 mm.
Ditemukan peningkatan rata-rata 3 mm ketika dibandingkan dengan 67 kontrol
multipara tidak hamil. Variabilitas antara wanita hamil sangat mencolok, dengan
lebar berkisar antara 3 sampai 20 mm. Garagiola et al melaporkan sebuah studi CT
dari 14 wanita multipara yang dipindai dalam waktu 24 jam dari persalinan
pervaginam aterm. Berarti lebar symphyseal adalah 6,5 mm (kisaran 3-11 mm)
dibandingkan dengan 4-6 mm dalam 15 kontrol yang dimatching berdasarkan usia
dan jenis kelamin, tetapi tidak dengan paritas. USG juga telah digunakan untuk
menyelidiki perubahan simfisis pada kehamilan. Dalam satu studi dari 211 wanita,
56% di antaranya primigravida, lebar pubis meningkat dari rata-rata 4 mm pada 8
minggu kehamilan sampai 7 mm saat aterm.
Perubahan lain dalam simfisis pubis selama kehamilan telah dijelaskan .
Selama akhir kehamilan dan segera setelah persalinan, gas dapat dideteksi dengan
radiografi pada sendi 30-40 % wanita. Gas biasanya muncul sebagai vertikal linear
streak di dekat pusat sendi. Menariknya, fenomena ini juga telah diamati pada sendi
sacroiliac tanpa adanya pelebaran sendi. Gas biasanya asimtomatik dan biasanya
hilang dalam hitungan hari setelah persalinan. Studi radiografi menunjukkan bahwa
resorpsi osteoklastik dari margin symphyseal tulang pubis juga terjadi pada wanita
hamil seperti yang dilaporkan pada guinea – pig hamil dan tikus. Tulang rawan
artikular memiliki kadar air yang tinggi selama dan setelah kehamilan. Akhirnya,
ligamen pubis menjadi lebih tebal dan lebih vaskular, eminen retropubik
berkembang, dan ukuran cleft interpubis meningkat, mengembangkan

penyimpangan dan celah sekunder.


Perdarahan ke dalam ligamenpubis dan cleft interpubik bersama-sama
dengan robekan di tulang rawan hialin dapat terlihat segera setelah persalinan.
Penelitian pada hewan memberikan beberapa wawasan ke dalam mekanisme
pelebaran pada simfisis pubis. Pada tikus, lebar simfisis pubis meningkat dari
sekitar 0,2 mm sampai 3 mm selama kehamilan yang berlangsung sekitar 3
minggu.
Pada awal kehamilan, ada resorpsi parsial dari ujung medial tulang pubis
dan tulang rawan artikular. Sejak hari 12 dan seterusnya cleft interpubik
mengembang karena pertumbuhan ligamen interpubik terdiri dari serat padat
kolagen yang berjalan sejajar dengan sumbu panjang simfisis. Pelebaran lebih
lanjut dari hari 15 dan seterusnya dikaitkan dengan terurai dan pecahnya fibril
kolagen heliks dan peningkatan kadar air dari matriks ekstraseluler. Relaksin
(diproduksi oleh plasenta selama kehamilan) dan estrogen tampaknya merupakan
mediator hormonal proses ini, dalam tikus mutan, pembentukan ligamen interpubis
terjadi tetapi perubahan pada simfisis pubis tidak. Fibrocartilago dari simfisis pubis
murine menunjukkan pewarnaan imunohistokimia kuat untuk reseptor estrogen dan
relaxin a dan b.
Observasi ini berbeda dengan orang-orang dengan fibrocartilago meniscal,
mencerminkan tanggapan diferensial terhadap hormon wanita. Estrogen dan relaxin
juga dapat menginduksi ekspresi matriks metaloproteinase dalam fibrocartilago,
yang mungkin memainkan peran penting dalam degradasi kolagen dan remodeling.
Bukti lebih lanjut bahwa relaxin terlibat dalam renovasi jaringan ikat simfisis pubis
berasal dari studi pada tikus yang diberikan eksogen relaxin manusia sintetis. Ini
menyebabkan peningkatan panjang dan berat fibrocartilago interpubic namun
penurunan substansial dalam jumlah kolagen.
Studi tentang hubungan antara pelebaran simfisis pubis, gejala symphyseal,
konsentrasi relaksin dalam sirkulasi telah menghasilkan hasil yang bertentangan.
Bjorklund et al menemukan lebar symphyseal secara signifikan lebih besar pada
wanita dengan nyeri panggul berat pada kehamilan dibandingkan dengan wanita
dengan gejala ringan atau tidak merasakan sakit. Namun, nyeri panggul dalam
penelitian ini juga termasuk nyeri punggung dan tidak ada kontrol untuk paritas.
MacLennan pertama kali melaporkan konsentrasi serum relaksin yang lebih tinggi
pada wanita dengan nyeri panggul parah pada akhir kehamilan dan postpartum
tetapi penelitian lain gagal mengkonfirmasi temuan ini pada usia kehamilan 33-35
minggu. Kristiansson et al menemukan korelasi yang signifikan tapi lemah (r =
0,15) antara rata-rata serum relaxin selama kehamilan dan nyeri symphyseal pada
akhir kehamilan dan efek ini mungkin kronis.
Konsentrasi puncak serum relaxin terjadi pada minggu ke-12 kehamilan dan
penurunan ke tingkat stabil pada sekitar 50 % dari nilai puncak sekitar minggu ke-
20 dan seterusnya, sedangkan rata – rata lebar symphyseal terus meningkat
sepanjang kehamilan. Oleh karena itu, jika gejala symphyseal terkait dengan
pelebaran sendi tidaklah mengherankan bahwa tidak ada korelasi langsung antara
tingkat relaksin dan gejala pada titik waktu tertentu.

2.2 Persalinan
Kebanyakan upaya untuk menilai perubahan tulang panggul selama
persalinan dilakukan dengan radiografi. Thorp dan Fray, misalnya, menunjukkan
kesenjangan pelebaran symphyseal dalam 44% kasus di tahap pertama persalinan
dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan pada trimester ketiga sebelum
persalinan. Brehm dan Weirauk menemukan peningkatan lebar simfisis pada 54%
pasien yang dirontgen sebelum dan setelah melahirkan. Namun, Young tidak
menemukan efek yang persalinan pada luas symphyseal, dan Ohlse
mengidentifikasi perubahan hanya sekitar 1 mm pada beberapa pasien.
Perbedaan antara hasil dari berbagai studi ini mungkin berkaitan dengan
kesulitan mengoreksi perbesaran dalam gambar radiografi, yang dipengaruhi oleh
jarak dari objek yang diukur dari film. Ditemukan juga kesulitan untuk
membandingkan hasil penelitian karena pengukuran tidak selalu diambil dengan
subyek dalam posisi standar. Postur yang berbeda dapat mengubah jarak object-
film, dan mengubah dimensi panggul.

USG ditunjukkan oleh Bjorkland et al dalam model anatomi memiliki


presisi yang setara dengan radiografi dalam mengukur simfisis pubis. Mereka
Menggunakan USG untuk mempelajari simfisis pubis selama persalinan dan
kemudian pada kala II. Mereka menemukan peningkatan yang sangat sedikit (rata-
rata -1 mm) dalam luasnya symphyseal pada sebagian besar subjek, dan tidak ada
perubahan atau penyempitan pada 9% subjek. Temuan mereka mungkin
menunjukkan fakta bahwa subjek tidak selalu dipelajari dalam postur yang sama
pada kedua titik waktu dalam proses persalinan. Selain itu, beberapa telah
mengalami nyeri panggul selama kehamilan, menunjukkan bahwa mereka mungkin
memiliki patologi symphyseal.
Rustamova et al melakukan studi untuk menilai perubahan ukuran simfisis
pubis pada 31 wanita yang diperiksa secara serial dengan USG selama persalinan.
Pengukuran dilakukan pada batas superior simfisis dan pelebaran paling luas pada
fase laten, fase aktif, dan kala II. Ditemukan peningkatan signifikan ukuran simfisis
pada kala I dan II. Pelebaran ditemukan pada 94% luas simfesial superior dan 59%
paling sempit. Dari seluruh kasus dimana lebar simfisis meningkat, ada
peningkatan spectrum yang cukup luas berkisar antara 9 – 98% dari lebar awal
dengan pengukuran 2 – 139% pada bagian superior. Mereka menyimpulkan bahwa
persalinan berhubungan dengan pelebaran substansial simfisis pubis pada
kebanyakan wanita.

3. Simfisiolisis

Menurut Debra Rose Wilson PhD dari Walden University, adalah kumpulan gejala yang
menyebabkan ketidaknyamanan pada daerah pelvis (panggul). Dimana Sambungan
sendi yang dibuat dari jaringan padat /jaringan keras (ligamen) yang menyambungkan
antara panggul kiri dan kanan, menjadi meregang dan tidak stabil karena produksi
hormone relaxin yang meningkat selama masa kehamilan. Simfisiolisis disebabkan karena
faktor hormonal dan faktor biomekanik.

Kondisi ini tidak berbahaya bagi bayi Anda, tetapi bisa sangat menyakitkan bagi Anda.
Pada beberapa wanita, rasa sakitnya bisa sangat parah sehingga mempengaruhi
mobilitas. Tentunya jika Anda mengeluh dan merasa kesakitan, maka Anda pun tidak
bisa menikmati masa kehamilan ini dengan nyaman.
3.1 Insiden
Kejadian yang dilaporkan dalam literatur bervariasi dari 1 : 521 sampai 5000.
Barnes menemukan relaksasi panggul selama kehamilan pada 50-60% kasus.
Heyman dan Lundqvist dan Abramson et al. menemukan peningkatan lebar simfisis
pubis di hampir semua kehamilan.
Dalam studi lain, insiden pemisahan simfisis patologis setelah persalinan
pervaginam antara 1 dari 521 oleh Boland, 1933, 1 per 20.000 oleh Eastman dan
Hellman, 1966; 1 dari 600 oleh Taylor dan Sonson, 1986; serta 1 dari 800 di
penelitian terbaru.

3.2 Faktor Risiko


Kothe et al. menyatakan bahwa ruptur simfisis pubis pada persalinan spontan
disebabkan intensitas kontraksi uterus ditambah persalinan yang berlangsung cepat
dan kurangnya fleksibilitas panggul tanpa adanya faktor predisposisi lain.
Multiparitas, persalinan forceps, persalinan sulit, distosia bahu dan kelainan
kongenital juga meningkatkan risiko terjadinya ruptur pada simfisis.
Selain itu, simfisiolisis menjadi lebih besar peluang terjadinya terhadap kondisi-
kondisi berikut ini :
 Berat badan berlebihan selama kehamilan
 Memiliki bayi besar atau bayi kembar
 Postur sehari hari yang buruk
 Aktivitas berat/ anda memiliki pekerjaan fisik atau beban kerja yang berat
 Riwayat trauma pada panggul
 Anda telah mengalami spd pada kehamilan sebelumnya

3.3 Gejala
Kondisi ini dapat terjadi pada awal atau akhir periode postpartum. Diastasis

symphysial pubis awalnya asimtomatik pada pasien dan kemudian muncul berbagai
keluhan mulai dari nyeri supra-pubis hingga ketidakmampuan untuk menanggung

berat badan dan ketidakmampuan untuk buang air kecil. Diastasis pubis harus
dicurigai jika pasien mengeluhkan nyeri post partum akut dan persisten di daerah
panggul. Secara klinis, pasien mengeluh nyeri, dengan bengkak dan kadang-kadang
deformitas muncul di daerah yang terlibat. Dalam beberapa kasus mungkin terdengar
suara klik ketika pasien berjalan. Terasa nyeri ketika panggul diberikan tekanan ke
arah antero-lateral dan antero-posterior. Jika dislokasi parah dapat disertai dengan
shock.
Sebagian kecil pasien dapat merasakan nyeri kronis yang memerlukan intervensi
bedah debridement atau dusi simfisis pubis fusi. Lesi sepanjang saluran genito-
kemih juga dirasakan.

3.4 Diagnosis
Pasien hampir selalu merasakan sakit parah yang menjalar ke paha dan kaki
sehingga menyulitkan pasien untuk berdiri atau berjalan. Pemisahan dapat diraba
dengan pemeriksaan fisik eksternal.
Untuk uji diagnostik pencitraan, dapat dilakukan x-ray standar pada pelvis, inlet
anteroposterior, obturator judet dan x-ray iliaka. Diastasis pubis lebih dari 10 mm
diklasifikasikan sebagai patologi. Pemisahan dari sensi SI dapat diperiksa dengan
pemeriksaan dibawah anastesia dan penilaian stress dengan posisi single – leg
menggunakan x-ray pelvis anteroposterior (Flamingo view).

Ketidakstabilan vertikal didefinisikan sebagai pemisahan lebih dari 5 mm atau


melebihi 2 mm. CT scan dengan ketebalan 22 mm menyediakan informasi
tambahan besarnya dislokasi sendi, sklerosis dan kista pada tulang. MRI dapat
menunjukkan adanya luka pada jaringan lunak termasuk cleft pada kartilago
simfisis, perdarahan sendi dan edema. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi
luka pada ligamen dasar panggul.
Pemisahan lebih dari 4 cm harus diperiksa menyeluruh hingga ke patologi
sacroiliaka. Pemisahan di bawah 2,5 cm harus dirawat secara konservatif dengan
pengikat panggul restriktif dan tirah baring absolut dengan posisi dekubitus lateral.

Gambar 2.2 X ray simfisis pubis post partum


Gambar 1 menunjukkan pemisahan luas sekitar 4,5 cm, Gambar 2 menunjukkan
pemisahan sebesar 2 cm. (Sumber : Annals Academy of Medicine, 2007)

3.5 Penanganan
Pengobatan bisa dilakukan secara konservatif atau bedah. Banyak penulis
menyarankan penanganan konservatif. Penanganan awal adalah dengan berbaring
di tempat tidur gantung/hanmock (ditempatkan di atas tempat tidur) yang berfungsi
untuk mengurangi dislokasi panggul akibat tekanan yang disebabkan oleh berat
pasien. Selanjutnya dapat dilakukan pemasangan condilar plester panggul atau
pengikat untuk memastikan imobilisasi pasien. Pada keadaan darurat dapat
dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk mengurangi dan menstabilkan
dislokasi, dapat dilakukan dengan fiksator eksternal. Plate dapat dipasang dengan
sekrup pada daerah panggul. Perangkat lain, seperti kabel, digunakan pada tahun
1951 oleh Morino untuk mengurangi dan stabilisasi dislokasi dengan dua kabel
menyeberang dan dikaitkan dengan simfisis pubis.
Penanganan konservatif dapat dipertimbangkan dalam kondisi berikut ini:
 Kemungkinan untuk memperoleh manfaat dengan penanganan konservatif
 Mengurangi penanganan bedah dan karena masalah yang diakibatkan
operasi secara tidak langsung akan mempengaruhi bayi baru lahir.
 Penanganan bedah akan menyebabkan ibu tidak bisa menyusui bayi
karena pemberian anestesi, antibiotik dan profilaksis tromboemboli.
Intervensi bedah akan memberikan peluang stabilitas yang lebih besar, namun
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi saluran
kemih. Selain itu, sintesis dengan plate dan sekrup akan mengakibatkan persalinan
caesar dipersalinan berikutnya.
Brehm dan Weirauk menganjurkan pengobatan konservatif dengan tirah baring dan

pengikat selama 3-4 minggu jika pemisahan lebih besar dari 2 cm. Bedah aposisi
dianjurkan jika metode konservatif gagal. Intervensi bedah diindikasikan pada

pasien dengan kegagalan reduksi dan pasien dengan diastasis lebih dari 2,5 cm.
Pemulihan lengkap bisa biasanya dicapai pada minggu ke 6 atau 8. Beberapa

komplikasi yang mungkin terjadi adalah osteitis pubis, hematoma, laserasi vagina,
cedera uretra dan infeksi.

Ketika keluhan yang anda rasakan begitu parah, maka:

 Dokter umum atau bidan Anda dapat merujuk Anda ke Fisioterapi untuk
melakukan penilaian dan pemeriksaan pada sendi panggul Anda, diikuti
oleh pengobatan (jika diperlukan) dan saran tentang cara mengelola kondisi
Anda

 Dokter Anda bida memberikan pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit.

Namun beberapa hal ini bisa dilakukan selama masa kehamilan untuk mengurangi
ketidaknyamanan yang ditimbulkan:

1) Anda harus lebih “Aware” dengan tubuh Anda, silahkan Hindari kegiatan
yang membuat rasa sakit menjadi lebih buruk

2) Meminta dan menerima bantuan untuk pekerjaan rumah tangga dan libatkan
pasangan Anda, keluarga dan teman
3) Beristirahat ketika Anda bisa – Anda mungkin perlu beristirahat dan duduk
lebih sering

4) Silahkan sambul duduk saat Anda memakai maupun menanggalkan pakain.

5) Hindari berdiri dengan satu kaki

6) Memakai sepatu yang datar dan tanpa hak/heels

7) Hindari berdiri terlalu lama saat melakukan tugas-tugas seperti menyetrika

8) Usahakan agar lutut tetap bersatu saat bergerak masuk dan keluar dari mobil

9) Tidur dalam posisi yang nyaman, misalnya berbaring miring dengan bantal
mengganjal di antara kaki Anda

10) Pertimbangkan posisi alternatif jika Anda menginginkan untuk hubungan


seksual, misalnya berbaring miring dengan lutut saling berdekatan atau
berlutut / merangkak.
Fisioterapi
Seorang fisioterapis akan menilai keselarasan dan stabilitas panggul Anda, dan
dapat menawarkan berbagai pilihan perawatan dan saran khusus.
Pengobatan dari Fisioterapi bertujuan untuk memperbaiki posisi dan stabilitas
sendi tulang belakang dan panggul Anda, mengurangi rasa sakit dan
memperbaiki fungsi otot. Perawatan mungkin termasuk:
 terapi manual untuk memastikan sendi tulang belakang, pinggul dan
pinggul Anda bergerak benar latihan untuk meregangkan jaringan yang
lebih ketat dan untuk membantu memperkuat dan meningkatkan stabilitas
perut Anda, punggung, panggul dan pinggul
 memberikan pengobatan dengan menggunakan jenis pereda nyeri
lainnya, misalnya TENS, kompres es / panas
 mengajarin Anda dengan latihan dalam air

3.6 Prognosis
Periode pemulihan bervariasi, tetapi jika keluhan dialami diawal periode
postpartum pemulihan lebih cepat. Pada akhir periode postpartum, pemulihan
tertunda. Dalam beberapa kasus, nyeri menetap dan pasien tidak mampu untuk
melakukan tugas-tugas rutin.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Pada Ny. T P1A0, Usia 22 Tahun Postpartum Hari Ke 10 dengan
Simfisiolisis di Puskesmas Kalinyamatan Jepara

I. PENGKAJIAN

Dilaksanakan pada :
Hari / tanggal : Rabu, 21 September 2021
Jam : 09.30 WIB
Tempat : Puskesmas Kalinyamatan

Data Subyektif
1. Biodata
1.1 Biodata pasien

Nama : Ny. T             


Umur : 22 tahun                                  
Agama : Islam                                       
Suku /Bangsa : Jawa / Indonesia              
Pendidikan : SMA                                 
Pekerjaan : IRT                                    
Alamat : Pendosawalan Rt 07 Rw 03
No Telpon : 081296086555
No RM : 500086
2.2 Biodata Penanggung jawab/Suami

Nama : Tn. S                       


Umur : 25 tahun                             
Agama : Islam                                          
Suku /Bangsa : Jawa / Indonesia                           
Pendidikan : SMA                                
Pekerjaan : Swasta                                     
Alamat : Pendosawalan Rt 07 Rw 03
No Telpon : 082142384565

2. Keluhan utama

Ibu mengatakan nyeri pada tulang kemaluan menjalar sampai pinggang dan paha
sejak 3 hari setelah melahirkan, dan sehari sebelum periksa saat menggerakkan
kakinya naik tangga tiba-tiba terdengar bunyi klik dan kaki nyeri serta sulit
digerakkan.
3. Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu :

Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC,


Hepatitis.
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti Asma,
diabetes dan hipertensi.
- Riwayat kesehatan sekarang

Ibu mengatakan saat ini nifas hari ke 10 dan mengatakan mengalami nyeri pada
tulang kemaluan menjalar sampai pinggang dan paha sejak 3 hari setelah
melahirkan, dan sehari sebelum periksa saat menggerakkan kakinya naik tangga
tiba-tiba terdengar bunyi klik dan kaki nyeri serta sulit digerakkan.
- Riwayat kesehatan keluarga

Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada yang
menderia penyakit menular (TBC, hepatitis) dan menurun (Asma, diabetes, dan
hipertensi), tidak ada riwayat kembar dan kecacatan.
4. Riwayat perkawinan
- Menikah pada usia 21 tahun
- Menikah 1 kali
- Lama menikah 1 tahun
5. Riwayat obstetri
- Riwayat Menstruasi
 Menarche : 12 tahun
 Siklus : 28 hari
 Perdarahan : normal
 Dysmenorrhea : tidak dismenorea
 Flour / albus : tidak ada
- Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
 Ibu mengatakan baru hamil pertama kali.
 Kehamilan : -
 Persalinan : -
 Nifas : -
5.1 Riwayat kehamilan, persalinan, nifas sekarang
a. Umur kehamilan : 40 Minggu
b. HPHT : 8 Febuari 2021

HPL : 15 Oktober 2021


c. Periksa hamil : 5x

TM I 1 x UK 2 bulan dengan keluhan pusing dan


mual. Obat : Paracetamol 3x1, Antasid 3x1,
Vit. B6 3x1. Konseling: KIE gizi ibu hamil
TM II 2x
- UK 4 bulan, tidak ada keluhan. Obat : Fe
1x1 (malam), Kalk 1x1 (pagi), Vitamin C
1x1 (malam). Konseling : KIE imunisasi
TT
- Uk 5 bulan, tidak ada keluhan. Obat : Fe
1x1 (malam), Kalk 1x1 (pagi), Vitamin C
1x1 (malam). Konseling : KIE tanda
bahaya pada ibu hamil.

TM III 2x
- UK 7 bulan, tidak ada keluhan. Obat : Fe
1x1 (malam), Kalk 1x1 (pagi), Vitamin C
(1x1) malam.
- UK 8 bulan, tidak ada keluhan. Obat : Fe
1x1 (malam), Kalk 1x1 (pagi), Vitamin C
(1x1) malam. konseling tentang persiapan
persalinan
d. Pemeriksaan Laborat Tanggal 12 Mei 2021
GOLDA :O
Hb : 12,2 gr%
GDS : 96 mgdl
Protein Urin : Negatif
VCT : NonReaktif
HBSAG : Negatif
Sypilis : Negatif
e. Imunisasi TT : Ibu mengatakan sudah mendapatkan imunisasi TT sebanyak
2x kali pada

TT 1 : Calon pengantin tanggal 15 Desember 2020


TT 2 : 16 April 2021
f. Kebiasaan

Minum jamu ibu mengatakan tidak pernah


minum jamu sebelum dan selama
hamil.
Merokok ibu mengatakan tidak pernah menjadi
perokok aktif sebelum dan selama
hamil.
Obat – obatan tertentu ibu mengatakan tidak
mengkonsumsi obat-obatan
selamma hamil kecuali obat
vitamin yang diberikan bidan atau
dokter.
g. Gerakan janin: ibu mengatakan sudah merasakan gerakan janin sejak umur
kehamilan 4 bulan.
h. Rencana persalinan dimana : ibu mengatakan rencana persalinan di
Puskesmas.
6. Persalinan

Tanggal lahir : 12 September 2021 Jam : 08.30 WIB


Tempat Lahir : RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak)
Jenis persalinan: Normal spontan pervaginam
Penolong persalinan : Bidan
Penyulit persalinan : Ibu mengatakan bayinya besar dan ibu tidak kuat mengejan
sehingga saat persalinan ibu melahirkan dengan dibantu
didorong perut oleh petugas
7. Keadaan Bayi Baru Lahir

Lahir tanggal : 12 September 2021 Jam : 08.30 WIB


BB / PB Lahir : 4100 gram / 50 cm
Jenis kelamin : Perempuan
Kelainan : tidak ada
Pola tidur : bangun jika BAK / BAB / lapar, sekitar 15-20 jam
Pola nutrisi : ASI
Eliminasi :
 BAK : 6 kali, cair, putih jernih, bau khas
 BAB : 2 kali, meconium, lembek, coklat kehitaman, bau khas
8. Riwayat Keluarga Berencana
8.1 Pernah KB : Ibu mengatakan sebelumnya belum pernah ikut KB.
8.2 KB yang digunakan : -
8.3 Berapa lama menggunakan KB : -
8.4 Jika sudah tidak KB, alasannya : -
8.5 Rencana yang akan datang ingin kontrasepsi : KB suntik 3 bulan
8.6 Alasannya : Karena KB suntik 3 bln aman bagi ibu menyusui
9. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – hari
9.1 Pola Nutrisi :

Selama hamil :
 Ibu mengatakan makan 3x sehari, jenis nasi + lauk pauk + sayur, porsi 1
piring dan minum 6-7 gelas perhari, jenis air putih + teh, makanan selingan
roti dan buah, makanan pantangan tidak ada.
Selama nifas :
 Ibu mengatakan makan 3x sehari, jenis nasi + lauk pauk + sayur, porsi 1
piring dan minum 6-8 gelas perhari, jenis air putih dan air sirup, makanan
selingan roti dan buah, makanan pantangan tidak ada.
9.2 Pola eliminasi

 Selama hamil : ibu mengatakan BAK 5x sehari, konsistensi cair, warna


kekuningan dan tidak ada keluhan, serta BAB 1x sehari BAB 1x sehari
konsistensi lembek warna oklat keemasan dan tidak ada keluhan.
 Selama nifas : ibu mengaatakan BAK 3x sehari, konsistensi cair, warna
kekuningan, tetapi ibu agak cemas ketika pipis karena beberapa hari ini
merasakan nyeri di tulang kemaluan, BAB 1x sehari konsistensi lembek
warna coklat keemasan dan tidak ada keluhan, tidak ada pengeluaran lochea
berbau busuk.
9.3 Pola aktivitas

 Selama hamil : ibu mengatakan dirumah melakukan aktifitas pekerjaan


rumah tangga sendiri seperti masak, menyapu dan mencuci

 Selama nifas : ibu mengatakan di rumah tetap melakukan aktivitas


pekerjaan rumah tangga dengan dibantu suami, ibu telah mengurangi
aktivitas berat
9.4 Pola istirahat

 Selama hamil : ibu mengatakan istirahat tidur siang selama ±1 jam sehari
dan istirahat tidur malam selama ± 8 jam sehari
 Selama nifas : ibu mengatakan istirahat tidur siang selama ±2 jam sehari
dan istirahat malam ±8 jam sehari
9.5 Personal Hygiene

 Selama hamil : ibu mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, ganti
pakaian 2 x sehari, keramas 2x seminggu
 Selama nifas : ibu mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, ganti
pakaian 2 x sehari, keramas 2x seminggu
9.6 Pola seksual

 Sebelum hamil : ibu mengatakan melakukan hubungan seksual tanpa


keluhan.
 Selama nifas : ibu mengatakan selama nifas belum berani melakukan
hubungan seksual.
10. Psikososiospiritual
10.1 Tanggapan ibu terhadap dirinya : ibu mengatkan merasa tidak nyaman dan
cemas dengan keluhannya saat ini
10.2 Respon keluarga terhadap keadaan ibu : ibu mengatakan , suami dan
keluarganya juga merawat bayinya dengan baik
10.3 Ketaatan beribadah :ibu mengatakan taat beribadah
10.4 Pengambilan keputusan di dalam keluarga : ibu mengatakan pengambil
semua keputusan dalam keluarga adalah suaminya.
10.5 Pemecahan masalah : ibu mengatakan dalam memecahkan masalah keluarga
dengan cara berdiskusi dengan suaminya
10.6 keadaan lingkungan : ibu menagatakan keadaan lingkungannya mendukung
dengan kehamilannya saat ini

2. DATA OBYEKTIF
Pemeriksaan Umum (21 September 2021)
1.1 Keadaan umum : baik
1.2 Tingkat kesadaran : composmentis
1.3 Antropometri :

Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 154 cm
LILA : 24 cm
1.4 Tanda – tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Suhu : 36.3 C
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
2. Status Present

Kepala mesochepal
Rambut bersih, warna hitam lurus
Mata bersih, simetris ,sklera putih, konjungtiva
merah muda
Hidung bersih, simetris, tidak ada sekret abnormal,
tidak ada polip,
Mulut bersih, bibir lembab, gigi tidak karies, tidak
epulsi
Telinga bersih, tidak ada serumen abnormal,
pendengaran baik.
Muka bersih, tidak pucat dan oedem.
Leher bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
limfe dan vena jugularis.
Dada bersih, simetris, pernafasan teratur, tidak ada
retraksi dinding dada
Mammae bersih, simetris, ada pembesaran, tidak ada
benjolan, puting susu menonjol sedikit dan ada
pengeluaran ASI
Perut bersih dan tidak ada bekas operasi.

Genetalia tidak ada oedema, tidak varises, lochea serosa,


warna merah kekuningan.
Ekstremitas Atas bersih simetris, oedema pergerakan sendi kaku
Ekstremitas bersih simetris, tidak ada varises, kaki oedema,
bawah pergerakan sendi kaku
Kulit bersih, turgor baik
Tulang belakang posisi tulang punggung normal, ada pegel-
pegel pada pinggang, dan persendian di
pangkal paha nyeri
Anus tidak ada haemoroid

3. Status Obstetri
3.1 Inspeksi

Muka bersih tidak anemis dan ada oedema


Mammae bersih, simetris, puting menonjol sedikit dan
sudah ada pengeluaran asi
Perut ada linea nigra dan ada strie gravidarum
Genetalia tidak ada pembesaran kelenjar bartholini,
lochea berwana merah kekuningan.
3.2 Palpasi

TFU 2 jari di atas simfisis


3.3 Perkusi

Reflek patella kanan dan kiri : (+)

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa : Ny. T P1A0, Usia 22 Tahun Postpartum Hari Ke 10 dengan simfisiolisis
Dasar :
Data subyektif
1. Ibu menyatakan nifas hari ke 10.
2. Ibu menyatakan usianya 22 tahun
3. Keluhan ibu mengatakan nyeri pada tulang kemaluan menjalar sampai pinggang
dan paha sejak 3 hari setelah melahirkan, dan sehari sebelum periksa saat
menggerakkan kakinya naik tangga tiba-tiba terdengar bunyi klik dan kaki nyeri
serta sulit digerakkan.

Data Obyektif

1. Pemeriksaan umum

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Suhu : 36.3 C
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
2. Status present

Tulang belakang posisi tulang punggung normal, ada pegel-pegel


pada pinggang, dan persendian di pangkal paha
nyeri
3. Pemeriksaan penunjang :

Tidak ada

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA POTENSIAL

Diagnosa potensial pada kasus ini adalah terjadinya osteitis pubis, hematoma, laserasi
vagina, cedera uretra dan infeksi

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA

Kolaborasi dengan dokter obgyn dengan merujuk pasien ke RS

V. INTERVENSI
1. Beritahu hasil pemeriksaan dan kondisi ibu
2. Berikan ibu KIE tentang penyebab terjadinya simfisiolisis
3. Berikan ibu KIE tentang penanganan dan hal-hal yang bisa ibu lakukan untuk
mengurangi keluhan yang dialami ibu
4. Anjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan lanjut ke Dokter Obgyn
5. Berikan ibu terapi untuk mengurangi nyeri
6. Beritahu ibu untuk melakukan kunjungan ulang jika masih ada keluhan

VI. IMPLEMENTASI

Selasa, 21 September 2021


Jam : 10.20 wib
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan kondisi ibu dimana ibu mengalami
simfisiolisis dan hasil pemeriksaan fisik ibu :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
TTV :
TD : 110/70mmHg
RR : 20x/menit
HR : 80x/menit
Suhu : 369 0C
2. Memberikan KIE pada ibu tentang Berikan ibu KIE tentang penyebab
terjadinya simfisiolisis, yaitu :
 perubahan aktivitas otot-otot di perut, panggul, pinggul dan otot dasar
panggul, selama hamil dan melahirkan yang dapat menyebabkan sendi
panggul menjadi kurang stabil.
 Jatuh, kecelakaan, atau kelemahan sebelumnya yang telah merusak
panggul atau pinggul Anda.
 Hormon relaxin yang dilepaskan selama kehamilan dapat
menyebabkan peningkatan kelonggaran ligamen dan otot di seluruh
tubuh, membuat sendi tidak stabil.
 kadang-kadang, posisi bayi dapat menghasilkan gejala yang berkaitan
dengan SPD
3. Memberikan ibu KIE tentang penanganan dan hal-hal yang bisa ibu lakukan
untuk mengurangi keluhan yang dialami ibu

1) Hindari kegiatan yang membuat rasa sakit menjadi lebih buruk seperti
mendorong atau mengangkat beban terlalu berat

2) Meminta dan menerima bantuan untuk pekerjaan rumah tangga dan


libatkan pasangan Anda, keluarga dan teman

3) Beristirahat ketika Anda bisa – Anda mungkin perlu beristirahat dan


duduk lebih sering

4) Silahkan sambul duduk saat Anda memakai maupun menanggalkan


pakain.

5) Hindari berdiri dengan satu kaki

6) Memakai sepatu yang datar dan tanpa hak/heels

7) Hindari berdiri terlalu lama saat melakukan tugas-tugas seperti


menyetrika

8) Jika Anda harus menaiki tangga, melakukannya satu langkah pada satu
waktu

9) Tidur dalam posisi yang nyaman, misalnya berbaring miring dengan


bantal mengganjal di antara kaki Anda

10) Kompres hangat atau dingin (pilih yang Anda rasa paling nyaman)
dibagian yang merasa sakit

11) bila perlu gunakan pelvic belt dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Saat Merawat bayi Anda :

 Saat menyusui, pastikan Anda berada dalam posisi yang nyaman dengan
punggung bawah Anda didukung dengan baik dan sirkulasi yang baik di
kaki Anda (jangan menyilangkannya atau duduk di atasnya). Jika
memungkinkan, duduklah di kursi yang kokoh tetapi nyaman untuk
memberi ASI bayi Anda dengan bantal atau handuk kecil yang mendukung
punggung bawah Anda dan pastikan kaki Anda rata di lantai.

 Mengganti popok pada permukaan setinggi pinggang


 Jangan sering mengangkat bayi Anda

 Bawalah / gendonglah bayi Anda di depan Anda, bukan di satu pinggul

 Turunkan sisi ranjang saat mengangkat atau menurunkan bayi Anda

 Jaga bayi dekat dengan Anda ketika memindahkan dia masuk dan keluar
dari kursi mobil

 Jika Anda harus menggendong bayi di kursi mobil, pegang dia di depan
Anda, jangan di pinggulmu

 Jangan angkat bayi Anda masuk dan keluar dari troli belanja tinggi.

 Rajin gunakan bengkung/pelvic belt untuk menjaga kestabilan panggulmu


4. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan lanjut ke Dokter Obgyn dengan
memberikan ibu surat rujukan ke poli obgyn
5. Memberikan ibu terapi untuk mengurangi nyeri yaitu ibuprofen 400mg 3x1, atau
diminum jika nyeri saja
6. Beritahu ibu untuk melakukan kunjungan ulang jika masih ada keluhan

VII. EVALUASI

Selasa, 20 September 2021


Jam 10.35 wib
1. Ibu sudah tahu hasil pemeriksaan dan kondisinya
2. Ibu sudah tahu penyebab terjadinya simfisiolisis
3. Ibu sudah tahu tentang dan mengerti penanganan dan hal-hal yang bisa ibu
lakukan untuk mengurangi keluhan yang dialami ibu
4. Ibu bersedia untuk melakukan pemeriksaan lanjut ke Dokter
Obgyn dan surat rujukan sudah diterima
5. Ibu sudah menerima dan bersedia meminum terapi untuk
mengurangi nyeri
6. Ibu bersedia ibu untuk melakukan kunjungan ulang jika
masih ada keluhan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Simfisiolisis merupakan peregangan simfisis pubis secara berlebihan. Simfisis


pubis adalah sendi penghubung 2 tulang pubis. Simfisiolisis disebabkan karena
faktor hormonal dan faktor biomekanik.

Simfisiolisis bisa terjad selama kehamilan maupun saat dan setelah persalinan.
Gejala simfisiolisis diantaranya adalah nyeri pada daerah pubis / di atas vagina,
tidak bisa menahan berat badan sendiri, dan tidak bisa buang air kecil. Nyeri yang
dirasakan bisa menjalar ke paha dan kaki sehingga sulit berjalan. Selain itu juga
bisa mengganggu saat hubungan intim.

Untuk mengetahui simfisiolisis dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan


fisik, dan penunjang bila perlu dnegan USG, rontgen, dan MRI. Setelah diagnosis
simfisiolisis ditegakkan, maka dokter akan memberikan penanganan disesuaikan
dengan kondisi pasien.

B. Saran

1. Bagi Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan perlu meminimalisir intervensi-intervensi yang berlebihan


saat proses kehamilan dan persalinan ibu, terutama ibu dengan faktor
resiko/memiliki riwayat simfisiolisis sebelumnya.

2. Bagi Masyarakat/pasien

Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter/Bidan yang merawat karena dokter


tersebutlah yang sudah melakukan pemeriksaan secara langsung sehingga lebih
tahu tentang kondisi pasien. Penanganan simfisiolisis akan disesuaikan dengan
kondisi dan sebaiknya mengikuti anjuran dokter yang mmeriksa Anda agar
proses penyembuhan berjalan maksimal.

REFERENSI

1. Becker et al. The adult human pubic symphysis: a systematic review. J. Anat.
(2010) 217, pp475–487
2. Hierholzer et al. Traumatic Disruption of Pubis Symphysis With Accompanying
Posterior
Pelvic Injury After Natural Childbirth. Am J Orthop. 2007;36(11):E167-E170
3. Cunningham, F. G. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
4. Demirkale et al. Separation of the symphysis pubis in a spontaneous vaginal
labour. Injury Extra (2008) 39, 59—61
5. Rustamova et al. Changes in symphysis pubis width during labor. J. Perinat. Med. 37
(2009) 370–373
6. Brandon et al.Pubic bone injuries in primiparous women: magnetic resonance
imaging in detection and differential diagnosis of structural injury. Ultrasound
Obstet Gynecol 2012; 39: 444–451
7. Anil Panditrao et al. Pubic symphysial diastasis during normal vaginal delivery. J
Obstet
Gynecol India Vol. 55, No. 4 : July/August 2005 Pg 365-366
8. Lebel et al.Symphysiolysis as an independent risk factor for cesarean delivery. The
Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, May 2010; 23(5): 417–420
9. Pedrazzini et al. Post partum diastasis of the pubic symphysis: a case report. ACTA
BIO
MED 2005; 76; 49-52
10. Aggarwal et al. Management outcomes in pubic diastasis: our experience with 19
patients. Journal of Orthopaedic Surgery and Research 2011, 6:21

Anda mungkin juga menyukai