Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)

DI RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA LUMAJANG

Disusun oleh :

UMMATUS SALAMAH

(14201.11.19048)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

“CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)”

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Dasar panggul terdiri dari otot, ligamen, fasia, yang bertindak sebagai sling untuk
menunjang kandung kemih, organ reproduksi dan rektum. Sling ini dari jaringan lunak
yang tertutup oleh tulang panggul. (Eickmeyer, 2017).
1. Tulang Panggul
Tulang panggul terdiri dari dua buah tulang os coxae, os sacrum dan os
coccygeus. Os coxae atau tulang panggul dextra dan sinistra merupakan tulang yang
berbentuk besar, irregular dan masing-masing berkembang dari fusi tiga tulang
ilium, ischium, dan pubis. Setelah pubertas tiga tulang tersebut menyatu membentuk
tulang panggul (Moore et al., 2013).
Ilium merupakan tulang yang paling besar mebentuk bagian atas dan belakang
panggul. Ditulang tersebut terdapat linea terminalis sebagai batas panggul mayor
dan minor. Pinggir atas paling tebal disebut crista iliaca. Bagian ujung depan crista
iliaca disebut spina iliaca anterior superior (SIAS). Di bagian ujung belakang crista
iliaca adalah spina iliaca posterior superior (SIPS) (Sumiasih & Budiani, 2016).
Ischium memiliki corpus ossis ischii yang membentuk acetabulum dan ramus
ossis ischii membentuk bagian foramen obturatorium. Tonjolan bawah tulang ilium
disebut spina ischiadica. Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, yang mendukung
badan saat duduk disebut tuber ischiadicum. Cekungan antara spina ischiadica dan
tuber ischiadicum adalah incisura ischiadica minor. Cekungan yang lebih besar,
incisura ischiadica major, terletak di atas spina ischiadica dan terbentuk oleh ilium.
Pubis disebelah bawah dan depan tulang ilium. Pubis adalah suatu tulang bersudut
dengan ramus superior ossis pubis, yang membantu membentuk acetabulum, dan
ramus inferior ossis pubis, yang membantu membentuk foramen obturatorum. Suatu
penebalan pada bagian anterior corpus ossis pubis adalah crista pubica, yang
berakhir dibagian lateral sebagai knop yang menonjol, tuberculum pubicum.
Os sacrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga, terdiri dari lima ruas tulang
yang bersatu. Permukaan depan cekung, kiri dan kanan dari garis tengah terdapat
lubang disebut foramina sacralia anterior. Lubanglubang ini sebagai tempat
masuknya plexus sacralis. Os coccygeus yang berbentuk segitiga, terdiri dari 3-5
ruas tulang dan bersatu. Saat persalinan dapat ditolak ke belakang 1-2 cm untuk
memperluas jalan lahir (Moore et al., 2013; Sumiasih & Budiani, 2016).
2. Persendian dan Ligamen
Sendi–sendi utama gelang panggul adalah articulatio sacroiliaca dan symphysis
pubis. Articulatio lumbosacralis dan sacrococcygea secara langsung dihubungkan
dengan gelang panggul. Ligamentum yang kuat menopang dan memperkuat sendi–
sendi tersebut.
a. Symphysis Pubis
Merupakan artikulasi dari fibrocartilaginosa diantara dua tulang pubis.
Pada wanita umumunya, sendi ini lebih luas dan lebih pendek dari laki-laki.
Ligamen-ligamen yang menyatukan tulang tebal di tepi superior dan inferior,
yang membentuk ligamentum pubicum superius dan ligamentum pubicum
inferius (arcuata). Secara fungsional, untuk menahan ketegangan, pergeseran,
kompresi, dan tergantung pada besar stres mekanik seperti melebar pada saat
kehamilan (Moore et al., 2013; Irion & Irion, 2010).
b. Articulatio Sacroiliaca
Merupakan sendi sinovial yang kuat menahan berat badan, terdiri dari
sendi sinovial anterior dan syndesmosis posterior. Permukaan artikulasi ditutupi
oleh kartilago dan kapsul artikular fibrosa. Sendi ini mobilitasnya terbatas
karena perannya mentransmisi besar berat tubuh ke tulang panggul. Persendian
ini diperkuat oleh ligamen sacroiliaca anterior yang berfungsi menstabilkan
sendi dengan menahan gerakan sacrum ke atas dan gerakan ilium ke lateral.
Ligamen sacroiliaca interosseous merupakan struktur primer yang terlibat dalam
memindahkan berat tubuh bagian atas dari skeleton aksial ke dua ilium skeleton
apendikular, dan ligamen sacroiliaca posterior berfungsi menahan gerakan
sacrum ke bawah dan ke atas dan gerakan ke arah medial ilium. Selain itu
terdapat ligamen aksesoris yaitu ligament sacrospinosus dan sacrotuberus yang
menghubungkan sacrum dan ischium (Moore et al., 2013; Irion & Irion, 2010).
c. Articulatio Lumbosacralis
Vertebra L5 dan S1 berartikulasi pada articulatio intervertebralis (IV)
anterior yang terbentuk oleh discus IV di antara corpus-corpusnya dan facet joint
diantara processus articularis vertebra-vertebra tersebut. Persendian ini diperkuat
oleh ligamen iliolumbalis seperti kipas yang menjalar dari processus transversus
vertebra L5 ke ilia (Moore et al., 2013). Articulatio Sacrococcygea Merupakan
suatu sendi kartilaginosa sekunder dengan discus IV. Diperkuat oleh ligamentum
sacrococcygeum anterior dan posterior (Moore et al., 2013).

3. Otot Dasar Panggul


Otot-otot dasar panggul mendukung visera: menghasilkan fungsi sfingter pada
rektum dan vagina serta membantu meningkatkan tekanan intraabdomen saat
meengggeliat. Rektum, uretra, dan vagina (pada wanita) melewati dasar panggul
dan menuju ke luar. M. Levator ani dan m.koksigeus membentuk dasar panggul,
sedangkan m.piriformis menutupi bagian sakrum.
Koksigeus keluar dari spina iskiadika dan masuk ke bagian bawah sakrum dan
koksigis. Levator ani keluar dari aspek posterior pubis, fasia yang menutupi
obturatorius internus di dinding dalam pelvis dan spina iskiadika. Dari origo yang
lebar ini serabut-serabut otot menyapu ke belakang ke arah garis tengah sebagai
berikut : serabut-serabut anterior (sfingter vagina atau m.levator prostat)- serabut-
serabut ini mengelilingi vagina pada (prostat pada pria) dan masuk ke korpus
perineum. Korpus perineum merupakan nodus fibromuskular yang terletak di
anterior kanalis analis. Serabut-serabut intermedia (puborektalis)- serabut-serabut
ini mengelilingi sambungan anorektalis dan juga masuk ke bagian dalam sfingter
ani. Serabut ini memiliki fungsi sfingter yang penting pada sambungan anorektalis.
Serabut-serabut posterior (iliokoksigeus)-serabutserabut ini masuk ke aspek lateral
koksigis dan raphe fibrosa median (korpus anokoksigeus) (Faiz & Moffat, 2002).

4. Fasia Pelvis
Fasia pelvis adalah istilah untuk menyebut jaringan ikat yang membatasi
panggul, melapisi m. Levator ani dan m. Obturatorius internus. Fasia ini menyatu
dengan lapisan fasia dinding abdomen di atas dan perineum di bawah. Fasia
endopelvis adalah istilah untuk menyebut jaringan ikat longgar yang melapisi visera
pelvis. Fasia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang fungsinya
menunjang serviks dan vagina. Ligamentum-ligamentum ini di antaranya:
ligamentum kardinale yang melewati sebelah lateral serviks dan bagian atas vagina
ke dinding pelvis, ligamentum utero-sakrale yang melewati bagian belakang serviks
dan forniks vagina ke fasia yang melapisi sendi sakroiliaka, ligamentum
puboservikale yang meluas ke anterior dari ligamentum kardinale ke pubis
(puboprostatika pada pria), dan ligamentum pubovesikale dari belakang simfisis
pubis menuju leher kandung kemih (Faiz & Moffat, 2002).
2. DEFINISI
Disproporsi kepala panggul yaitu suatu keadaan yang timbul karenatidak adanya
keseimbangan antara panggul ibu dengan kepala janindisebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar sehingga tidak dapat melewati panggul ataupun kombinasi keduanya
(Cunningham, 2014).
Dalam kasus DKP, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul
pada saat term, mungkin akan dilakukan seksio sesarea karena risiko terhadap janin
semakin besar apabila persalinan tidak semakin maju. Apabila kepala janin telah masuk
ke dalam pintupanggul, pilihannya adalah seksio sesarea elektif atau percobaan
persalinan (Mochtar, 2011).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang – tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggulpatologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimtris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal. (Lestari, 2019)

3. ETIOLOGI
Faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk panggul Perkembangan: bawaan
lahir atau keturunan, suku bangsa. nutrisi: gangguan gizi (malnutrisi), faktor hormon:
kelebihan androgen menyebabkan panggul jenis android, Metabolisme: ricketsia dan
osteomalasia, trauma, penyakit atau tumor tulang panggul, kaki dan tulang belakang,
wanita dengan tinggi kurang dari 1,5 meter dicurigai panggul sempit (ukuran barat). Pada
pemeriksaan kehamilan, terutama kehamilan anak pertama, kepala janin belum masuk
pintu atas panggul di 3-4 minggu terakhir kehamilan. Bisa juga ditemukan perutnya
seperti pendulum serta ditemukan kelainan letak bayi (Manuaba, 2010).
Derajat panggul sempit ditentukan oleh ukuran/jarak antara bagian bawah tulang
kemaluan (os pubis) dengan tonjolan tulang belakang (promontorium). Jarak ini
dinamakan konjugata vera. Dikatakan sempit Ringan: jika ukurannya 9-10 cm, Sempit
sedang: 8-9 cm, sempit berat: 6-8 cm dan sangat sempit jika kurang dari 6 cm (Mochtar,
2011).
Untuk panggul sempit ringan masih bisa dilakukan persalinan percobaan
sedangkan mulai sempit sedang dan seterusnya dilakukan persalinan dengan operasi cesar
(Manuaba, 2010) .

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Kepala belum masuk pintu atas panggul pada usia kehamilan 36 minggu pada
primigravida
b. Osborn test+ (kepala menonjol 2 jari diatas symphisis)
c. Tinggi badan <145 cm
d. Selisih distansia spinarum dan distansia cristarum <1,6 cm
e. Conjugata eksterna <16 cm
f. Pemeriksaan panggul dalam:
- Promontorium teraba
- Linea inominata teraba
- Sakrum tidak teraba
- Spina iskhiadika menonjol

5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebab cpd itu
sendiri yaitu, kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan ukuran janin terlalu
besar. Klien atas indikasi CPD denga CV <8 perlu di lakukan pembedahan yang biasa
disebut setio caesaria. Setio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan
janin dari dalam Rahim. Dari sini pasien akan beradaptasi dengan keadaan akibat post
anastesi dan lukan post SC.
Post anastesi dapat berdampak pada penurunan medulla oblongata sehingga
menyebabkan penurunan refleks batuk yang akan berdampak pada akumulasi sekret,
pada keadaan ini pasien kemungkinan akan mengalami bersihan jalan napas tidak efektif.
Post anastesi juga dapat berdampak pada penurunan kerja pons yang dapat
mengakibatkan penurunan kerja otot eliminasi dan penurunan pristaltik usus sehingga
mengakibatkan kostipasi.
Luka post SC dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga akan terjadi
rangsangan pada area sensori yang akan berdampak pada gangguan rasa nyaman berupa
nyeri. Luka post SC dapat mengkibatkan terbukanya jaringan sehingga beresiko tinggi
terjadinya infeksi yang disebabkan oleh kurangnya proteksi terhadap invasi bakteri.
Sedangkan pasien yang memiliki CV >8-10 cm, dapat dilakukan persalinan
percobaan, jiaka persalinan berhasil maka pasien akan mengalami periode postpartum
atau nifas. Pada periode ini dapat terjadi distensi kandung kemih yang dapat
mengakibatkan odem dan memahr di uretra. Keadaan ini mengakibatkan penurunan
sensitivitas dan sensasi kandung kemih dan pasien dapat mengalami gangguan eliminasi
urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal maka penanganan selanjutnya adalah
dilakukan SC.
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang.
Setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis
yaitu produk oksitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah hal utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2012)
6. PATHWAY
Ukuran panggul yang sempit ukuran janin terlalu besar. Komplikasi keduanya

CPD

CV > 8 -10 CV < 8

Persalinan SC
percobaan
Post
Berhasil Gagal
anastesi
Luka post SC

Post partum Penurunan Penurunan


medulla Jaringan Jaringan
nifas kerja pons
oblongata terputus terbuka

Distensi kandung
kemih Penurunan Penurunan Jaringan Proteksi
refleks batuk kerja otot kurang
terputus
eliminasi

Odem dan
memar di Akumulasi Merangsang Invasi
sekret Penurunan
uretra pristaltik usus
area sensori bakteri

Penurunan Gangguan
Bersihan Risiko
sensitivitas & konstipasi rasa
jalan infeksi
sensasi kandung nyaman
kemih napas

Gangguan eliminasi Nyeri


urine
7. KLASIFIKASI
a. Bentuk bentuk panggul :
Panggul ginekoid dianggap sebagai panggul normal wanita, sementara panggul
android merupakan varian dari panggul pria. Panggul android lebih sering ditemukan
pada wanita dengan akitvitas fisik yang berat selama masa remaja. Panggul android juga
ditemukan pada wanita yang mengalami keterlambatan dalam posisi tegak, yaitu setelah
usia 14 bulan, sementara panggul platipeloid lebih sering ditemukan pada wanita yang
memiliki kemampuan posisi tegak sebelum umur 14 bulan (Cunningham, 2014).

b. Klasifikasi Panggul Sempit


a) Kesempitan Pintu Atas Panggul (Pelvic Outlet)
Pembagian tingkatan panggul sempit
(1) tingkat I : CV = 9 – 10 cm = borderline
(2) tingkat II : CV = 8 – 9 cm = relative
(3) tingkat III : CV = 6 – 8 cm = ekstrim
(4) tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak (absolut)
Pembagian menurut tindakan
(1) CV = 8 – 10 cm = partus percobaan
(2) CV = 6 – 8 cm = SC primer
(3) CV = 6 cm = SC mutlak (absolut)
(4) Inlet dianggap sempit bila CV
b) Kesempitan Pintu Tengah Panggul (Mid Pelvis) 38
Terjadi bila diameter interspinorum 9 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat
dipastikan dengan rontgen pelvinometri. Ada kesempitan outletMid pelvic
contraction dapat memberi kesulitan sewaktu partus sesudah kepala melewati pintu
atas panggul.
c) Kesempitan outlet
Adalah bila diameter tranversal dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15
cm. Kesempitan outlet, meskipun tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
menyebabkan perineal ruptur yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga
kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya:
a. Darah rutin (mis, Hb), urinalis
b. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
c. Pelvimetri : menentukan CPD, USG abdomen, gula darah sewaktu (Puteri, 2013
dalam KTI Nurfaikoh, 2017)
9. KOMPLIKASI
a. Pada ibu
- Partus lama dengan KPD, menimbulkan dehidrasi dan infeksi inpartum.
- Ruptur uteri
- Tekanan kepala janin yang lama pada jalan lahir akan menimbulkan
gungguan sirkulasi setempat sehingga timbul ischaemia, kemudian timbul
nekrosis dan beberapa hari kemudian akan timbul fistula vesiko-vaginal atau
recto-vaginal
- Ruptur simfisis
b. Pada bayi
- Kematian perinatal akibat infeksi intra partum
- Prolaps tali pusat.
- Moulage yang berat pada kepala, sehingga menimbulkan perdarahan intra
cranial
- Fraktur pada tulang kepala bayi

10. PENATALAKSANAAN
Sectio Caesaria dan partus percobaan merupakan tindakan utama untuk menangani
persalinan pada disproporsi sefalopelvik. Di samping itu kadangkadang ada indiksi untuk
melakukan simfisiofomia dan kraniotomia akan tetapi simfisiotomia jarang sekali
dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dikerjakan pada janin mati
(Wiknjosastro, 2009).
a. Sectio Caesaria
Sectio caesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yaitu sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yaitu sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
1) Sectio caesaria elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan
cukup bulan karena kesempatan panggul yang cukup berat, atau kerana terdapat
disproporsi sefalopelvik yang nyata.
2) Sectio sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang
syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum terpenuhi.
b. Persalinan Percobaan
Berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan penilaian
tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan
antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada
harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat
diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan.
c. Simfisiotomi
Simfisiotomi adalah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dan
tulang panggul kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggul
menjadi lebih luas.
d. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibicarakan berlarut-larut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi (Wiknjosastro,
2009).

11. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas Klien
Menurut Kozier (2010) Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama,
jenis kelamin, tanggal lahir, nomor register, usia, agama, alamat, status
perkawinan, pekerjaan, dan tanggal masuk rumah sakit.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien post SC hari 1-3
adalah adanya rasa nyeri (Sujana, 2014).
c) Riwayat Kesehatan
1. Pada umumnya klien dengan post SC dengan indikasi CPD akan mengalami
keterbatasan aktifitas karena adanya nyeri pada bagian abdomen yang ada
bekas luka sayatan, nyeri seperti diiris-iris atau ditusuk dengan skala 1-10.
(1) P : Provokatif / paliatif Pasien post SC merasakan nyeri akibat dari insisi.
(2) Q : Quality / quantitative Pasien post SC akan merasakan nyeri seperti di
iris-iris atau tertusuk.
(3) R : Region / radiasi Pasien post SC akan merasakan nyeri didaearah
abdomen
(4) S : Skala Seviritas Sakala nyeri pada pasien post SC yaitu antara 1-10.
(5) T : Timing Pasien post SC akan merasakan nyeri terus-menerus terutama
saat bergerak atau menggerakkan perutnya.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu mempunyai riwayat chepalo pelvic disproportion pada kehamilan
sebelumnya, ibu bertinggi badan kurang dari 145 cm, faktor bawaan, adanya
kerusan panggul, misalnya ibu memiliki riwayat patah tulang panggul atau ibu
mengalami penyakit tulang seperti polio, atau kelainan tulang belakang
(Nuramdani, 2018).
3. Riwayat kesehatan sistemik
Untuk mengetahui apakah pasien menderita panyakit seperti jantung, asma,
hipertensi, ginjal, DM, dan epilepsi atau penyakit lainnya (Sujiyatini, 2009
dalam KTI Nurfaikoh, 2017).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
menular seperti TBC dan hepatitis, menurun seperti jantung dan DM
(Sujiyatini, 2009 dalam KTI Nurfaikoh, 2017).
5. Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui menarche, siklus, lama, banyaknya, haid teratur atau tidak,
sifat darah, disminorhoe atau tidak.
6. Riwayat keturunan kembar
Untuk mengetahui ada tidaknya keturunan kembar dalam keluarga (Sujiyatini,
2009 dalam KTI Nurfaikoh, 2017).
7. Riwayat operasi
Untuk mengetahui riwayat operasi yang pernah dijalani. Biasanya pasien
dengan panggul sempit kehamilan pertama dan seterusnya akan melahirkan
secara SC (Sujiyatini, 2009 dalam KTI Nurfaikoh, 2017).
8. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
1) Kehamilan: untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil
pemeriksaan kehamilan.
2) Persalinan: spontan atau bantuan lahiran aterm atau premature ada
perdarahan atau tidak, waktu persalinan ditolong siapa, dimana tempat
persalinan.
3) Nifas: untuk mengetahui hasil akhir dari persalinan (abortus, lahir hidup,
apakah dalam keadaan sehat yang baik) apakah terdapat komplikasi atau
intervensi pada masa nifas dan apakah ibu tersebut mengetahui
penyebabnya. Normalnya jumlah lochea < 500cc. Kaji jenis lochea yaitu:
- Lochea rubra terjadi pada hari ke 1-2 warnanya merah kehitaman berisi
darah segar, sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernix caseosa,
lanugo dan meconium.
- Lochea sanguinolenta terjadi pada hari ke 3-7 warnanya merah kekuningan
berisi darah dan lendir.
- Lochea serosa terjadi pada hari ke 8-14 warnanya kekuningan atau
kecoklatan cairan ini lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
- Locha alba terjadi setelah 14 hari pasca persalinan berwarna putih
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut mati. (Sujiyatini,
2009 dalam KTI Nurfaikoh, 2017).
d) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
 Tanda-tanda vital (TTV) : Suhu, Nadi, Tekanan darah & Respirasi Rate.
 Kesadaran : Composmentis, Apatis, Somnolen, Stupor & Coma.
 Head To Toe :
Menurut Hani (2010), untuk pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah sebagai
berikut: (1) Kepala dan leher
(a) Apakah ada oedema pada wajah, adakah cloasma gravidarum
(b) Pada mata: adakah pucat pada kelopak mata bawah, adakah kuning /
ikterus pada sklera
(c) Hidung: adakah pernafasan cuping hidung, adakah pengeluaran sekret
(d) Apakah wajah pucat, keadaan lidah adakah gigi yang berlubang
(e)Telinga: ketajaman pendengaran secara umum, luka dan pengeluaran dari
saluran telinga (bentuk dan warna)
(f) Leher: adakah pembesaran kelenjar tyroid, adakah pembesaran pembuluh
limfe.
(2) Payudara
(a) Memeriksa bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
(b) Puting payudara menonjol, datar atau masuk ke dalam
(c) Adakah kolostrum atau cairan lain dari puting susu
(d) Pada saat klien mengangkat tangan ke atas kepala, periksa mengetahui
adanya retraksi atau dimpling
(e) Pada saat klien berbaring, lakukan palpasi secara sistematis dari arah
payudara dan aksila, kemungkinan terdapat: massa atau pembesaran
pembuluh limfe.
(3) Abdomen
(a) Bentuk dan pembesaran perut (perut membesar ke depan atau ke
samping, keadaan pusat, tampakah gerakan janin atau kontraksi rahim)
(b) Adakah bekas operasi
(c) Linea nigra, striae abdomen
(d) Ukur TFU, hitung TBJ
(e) Letak, presentasi, posis dan penurunan kepala janin (f) DJJ dan gerakan
janin
(4) Ekstremitas Periksa adanya oedema yang paling mudah dlakukan pretibia
dan mata kaki dengan cara menekan jar beberapa detik. Apabila terjadi
cekung yang tidak lekas pulih kembali, berarti oedema positif.
(5) Genetalia Lihat adanya tukak/ luka, varises, cairan (warna, konsistensi,
jumlah dan bau)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dari post section caesarea indikasi chepalo pelvic
disproportion (CPD):
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri
b. Risiko gangguan integritas kulit d.d kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan
c. Risiko infeksi d.d efek prosedur invasive
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN

Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. perawatan integritas kulit


kulit d.d kurang terpapar keperawatan selama 1 x 24 jam a. observasi
informasi tentang upaya Masalah risiko gangguan integritas - Identifikasi penyebab
mempertahankan/melindungi kulit dapat diatasi dengan Kriteria gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi,perubahan
integritas jaringan Hasil :
status nutrisi,penurunan
kelembaban, suhu lingkungan
INDIKATOR SA ST
ekstrem, penurunan mobilitas

1) Kerusakan 4 5 b. terapeutik
jaringan
- Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
2) Kerusakan 3 5
- Lakukan pemijatan pada
lapisan kulit
area penonjolan tulang, jika
perlu
3) Nyeri 3 5
- Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
4) Perdarahan 3 5 periode diare

- Gunakan produk berbahan


ringan /alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive

- Hindari produk berbahan


dasar alkohol pada kulit
kering

- Hindari produk berbahan


dasar alkohol pada kulit
kering

c. edukasi

- Anjurkan menggunakan
pelembab(mis.lotion,serum)
- Anjurkan minum air yang
cukup

- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur

- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem

- Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah

- Anjurkan mandi dan


menggunakan sabun
secukupnya

Nyeri akut b.d pencedera Setelah dilakukan tindakan 2. Nyeri Akut


fisik (mis. Trauma) keperawatan selama 1 x 24 jam a. Observasi :
Masalah Nyeri Akut dapat  Identifikasi
diatasi dengan Kriteria Hasil : karakteristik nyeri
(mis. pencetus,
NO INDIKATOR SA ST
pereda, kualitas,
1)Keluhan 2 5 lokasi, intensita,
Nyeri frekuensi, durasi).

2)Meringis 2 5  Identifikasi riwayat


alergi obat.
3)Gelisah 3 5
 Identifikasi
4)Anoreksia 3 5 kesesuaian jenis
analgesik (mis.
5)Nafsu makan 3 5
Narkotika, non-
narkotik atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri.
 Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik.
 Monitor efektivitas
analgesik
b. Terapautik
 Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, Jika perlu.
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu atau bolus
opioid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum.
 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon pasien.
 Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak
diinginkan.
c. Edukasi
 Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat.
d. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgesik,
sesuai indikasi.

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dan proses keperawatan dimana rencana
keperawatan diilaksanakan.
5. Evaluasi
Tahap Evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap hasil yang diinginkan
respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan. Evaluasi terhadap
Cephalopelvic Disproportion (CPD) Komplikasi dapat dicegah / diminimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Saifudin AB. Ilmu Kebidanan, 6th ed. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010

Sihombing. 2020. ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG


PERDARAHAN ANTEPARTUM. Jurnal Ilmiah Akperkesdam

Silaen, Mangatas. 2020. PENYULUHAN TENTANG PERAWATAN IBU YANG


MELAHIRKAN DENGAN SEKSIO SESAREA. Jurnal Mitra Keperawatan dan Kebidanan
Prima. Vol.2 No.2

Anda mungkin juga menyukai