Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Low Back Pain

1. Definisi Low Back Pain

Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan gangguan otot di daerah

punggung bawah yang timbul pada saat melakukan aktifitas sehari hari secara

berlebihan seperti duduk lama, berdiri lama, mengangkat beban berat dengan cara

yang salah disertai dengan nyeri yang bersifat tumpul dan tidak ada penjalaran sampai

ke tungkai (Magee,2013).

Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung bawah,

yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang.Nyeri

punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga

dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis,osteoporosis atau

penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau

kelainan bawaan pada tulang belakang.Obesitas, merokok, berat badan saat hamil,

stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan

yangdilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung

bawah (Anonim, 2014).

Penurunan fleksibilitas erector spine yang disebabkan oleh adanya problem

keterbatasan gerak dapat diatasi oleh berbagai intervensi fisioterapi, antara lain

pemberian latihan William Flexion exercise. Latihan William Flexion merupakan

program latihan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan

fleksibilitas. (Mustari Gani, dkk. 2010)


2. Etiologi Low Back Pain

Low Back Pain dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang

belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong

tulang belakang.

Kelainan yang terjadi dapat berupa:

- Kelainan kongenital seperti: kelainan pada facet dan kelainan pada vertebra

(sakralisasi, lumbalisasi, skoliosis)

- Trauma, gangguan metabolik, degenerasi

- Infeksi, tumor, kelainan pada alat viscera

- Kelainan psikogen Kelainan biomekanik, merupakan penyebab terbanyak.

(Djohan Aras, dkk. 2009)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi low back pain, sebagai berikut:

a. Usia

Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami

penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala LBP.

Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu

25-65 tahun.

b. Indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi

badan seseorang. Seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP

dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan
bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang

membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan

bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang

yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah vertebrae lumbal.

c. Beban kerja.

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang

ataupun sekelompok orang, selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal.

Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban

mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi. Beban yang berat

akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon dan

jaringan lainnya.

d. Posisi kerja

Posisi janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan dari

posisi tubuh normal saat melakukan pekerjaan. Posisi janggal dapat menyebabkan

kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga

mudah menimbulkan kelelahan. Termasuk ke dalam posisi janggal adalah

pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan

badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis dan menjepit dengan

tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan

lutut karena daerah inilah yang paling sering mengalami cedera. (Fauzia Andini,

2015)
3. Anatomi dan biomekanik lumbal

a. Struktur vertebra

Columna Vertebra berperan sebagai batang tubuh elastis, (48). Tulang

belakang adalah struktur kompleks sebagai koneksi antaraekstremitas atas dan

bawah (64). Ada 33 tulang belakangdi columnvertebra, 24 di antaranya bergerak

dan berkontribusiuntuk gerakan trunk. Tulang belakang diaturmenjadi empat

kurva yang memfasilitasi dukungan column dengan menawarkan respons beban.

IniKurva memberikan keseimbangan dan memperkuat tulang belakang.Tujuh

vertebra cervical membentuk kurva cembung kesisi depan tubuh. Kurva ini

berkembang sebagai bayimulai mengangkat kepalanya, mendukung kepala

danmengasumsikan kelengkungan sebagai respons terhadap posisi kepala.12

vertebra thoracal membentuk kurva yang cembung kesisi belakang tubuh.

Kelengkungan di dadaTulang belakang hadir saat lahir. Bentuk lima lumbar

vertebra kurva cembung ke sisianterior, yang merespon berat dan dipengaruhi

oleh panggul dan posisi ekstremitas bawah. Kurva terakhir adalah

sacrococcygealmelengkung, dibentuk oleh lima vertebra sakralis danempat atau

lima tulang belakang menyatu dari tulang ekor. Gambar 2.1menyajikan

kelengkungan seluruh tulang belakang seperti yang terlihat darisisi dan belakang

(Palastanga & Soames 2012)


Gambar 2.1Vertebra di setiap regio (cervical, thoracal dan lumbar)
(Palastanga & Soames, 2012)

b. Struktur lumbal

Lima vertebra lumbal jauh lebih kuatdibandingkan dengan yang ada di

daerah thoracal atau cervical. Lumbal tidak memiliki foramina transversariaatau

segi artikular untuk tulang rusuk. Masing-masing memiliki bentuk tulang yang

besartubuh dengan permukaan atas dan bawah yang hampir paralel,kecuali untuk

L5 yang lebih dalam dari sebelum ke belakang.Pedikel pendek yang kuat

melewati hampir langsung ke belakanguntuk bergabung dengan lamina sempit

yang melewati ke belakang dan medialmenujutulang belakang. Lamina yang

berdekatan terpisah jauhdari satu sama lain, meninggalkan ruang berbentuk

diamond yang mengandung ligamen flavum.

Prosesus spinosus vertebra lumbal hampir kebelakang secara horizontal,

sejajar denganyang lebih rendahsetengah dari tubuh. Mereka lebih luas dari atas

ke bawahdengan tepi posterior yang menebal.


Gambar 2.2struktur vertebra: (A) superior view, (B) lateral view
(Palastanga & Soames, 2012)

Prosesus artikular secara superior dan inferiordari daerah di mana pedicle

joint bergabung dengan lamina. Facet artikular pada proses superior adalah

cekungmelintang dan rata secara vertikal: mereka menghadap posteromedially.Di

tepi posterior artikularsuperioradalah proses mamillary yang membulat. Lebih

rendahprosesus artikular diatur lebih dekat bersama daripada yang superiordan

memiliki sisi yang secara melengkung diatas permukaananterolateral. Segi-segi

superior diartikulasikan dengansisi inferiorvertebra tepat di atas.Prosesus artikular

inferior vertebra lumbalis kelimalebih luas terpisah dan lebih rata dari

padavertebra lumbar lainnya. Sisi artikular mereka menghadap anterolateraluntuk

memenuhi segi artikular superiorpada sacrum (Palastanga & Soames, 2012).

Kanal vertebral (neural) segitiga lebih besar dari padadaerah thoracal, tetapi

sedikit lebih kecil dari pada cervical.Dengan pengecualian vertebra lumbal kelima

yang melintangprosesnya pendek dan tipis, memproyeksikan secara lateral

dansedikit mundur dari sisi tubuh vertebraldan dasar pedikel. Yang ketiga adalah

yang terpanjang, sementarayang keempat dan kelima cenderung ke atas.

Melintangproses L5 pendek dan kokoh, dan dapat menyatu denganbagian lateral

sakrum (Palastanga & Soames, 2012)


c. Otot-otot trunk

Berdasarkan perannya, otot-otot pada regio lumbal dibagi menjadi 2 yaitu :

1) CoreMuscle

Core muscle terdiri dari otot silinder yang menyelimuti lapisan dalam

perut, yang terdiri dari 4 grup otot utama yaitu, (1) otot transversus

abdominis, yang berada di bawah otot obliqus internus, otot obliqus eksternus

dan rectus abdominis, (2) otot multifidus, yang berada diantara tulang

vertebra, (3) otot diafragma, merupakan otot primer untuk bernapas, (4) otot-

otot dasar panggul. Keempat grup otot ini bekerja secara harmonis dan

berkontaksi secara bersama-sama , mereka akan menjaga posisi stabil pada

vertebra (the netral zone) (Pramita, 2014).

2) Global Muscle

a) Otot rectus abdominis

Rectus (Gbr 2.3) abdominis berasal dari permukaan luar kartilago

costa V, VI, VII, Prosesus xioideus, dan ligamentum xipoidea. Insersio

pada sisi kranial tulang pubis antara tuberculum pubicum dengan simphisis

pubis. Persarafan dari saraf intercostalis. Sedangkan fungsi otot ini adalah

menarik thorak ke arah pelvis, mengangkat pelvis ke depan dan menekan

perut (Palastanga & Soames, 2012).


Gambar 2.3 Rectus abdominis, anterior view
(Palastanga & Soames, 2012)

b) Otot Obliqus Abdominis Eksternus

Berasal dari permulaan costa V dan VI sampai XII serta berinsersio

di crista illiaca Persyarafannya dari saraf intercostalis lengan caudal,

iliohipogastrikus dan saraf ilionguinal . Otot ini berfungsi menekan perut,

menarik rangka tubuh condong ke depan, menarik pelvis ke atas, dan

pasca kontraksi sepihak membantu rotasi thorak ke sisi berlawanan

(Palastanga & Soames, 2012).

c) Otot Obliqus Abdominus Internus

Berasal dari krista iliaca, Fasia thoracolumbalis, dan pada dua

pertiga ligamen inguinal. Dan berinsersio pada ke-3 atau ke-4 kartilago

kostalis dan linea alba. Persarafannya dari saraf intercostalis bagian

caudal, iliohipogastrikus, dan saraf ilioinguinal. Fungsi otot tersebut

adalah rotasi ke sisi yang sama, membantu otot oblikus abdominus

eksternus pada sisi yang berlawanan untuk menekuk/ fleksi dan rotasi

kolumna vertebralis kesamping (Palastanga &Soames 2012).


Gambar 2.4 Obliqus Abdominis eksternus dan internus
(Palastanga &Soames 2012).

d) Otot Erector Spine

Merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada facia

lumbodoral, serta muncul dari sesuatu aponeurosis pada sacrum, crista

illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal. Otot terdiri atas :

m.transverso spinalis, m.longissimus, m.iliocostalis, m.spinalis,

m.paravertebral. Group otot ini merupakan penggerak utama pada

gerakan ekstensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat

tubuh dalam keadaan tegak (Palastanga &Soames 2012).


Gambar 2.5 M. Erector Spine
(Palastanga &Soames 2012).

e) Deep Muscle

Merupakan grup otot intrinsik pada bagian lateral lumbal yang

terdiri dari m.Quadratus Lumborum, m.Psoas. Group otot ini berperan

pada gerakan lateral fleksi dan rotasilumbal.

Gambar 2.6 Deep Muscle


(Palastanga &Soames 2012).

d. Ligamen

1)Ligamen Longitudinal Anterior

Bagian anterior dari columna vertebral,termasuk diskus intervertebralis

(Gbr. 2.7). Itu antaraTebal 1 dan 2 mm danterdiri dari tiga lapisan tebalserat

kolagen: yang ada di lapisan permukaan meluasbeberapa vertebra, sedangkan

serat terdalam bergabung dengan vertebra yang berdekatan.Secara superior, ia

memiliki ikatan sempit dengan anteriortubercle atlas. Namun, saat turun

menjadilebih luas, berakhir dengan menyebar ke permukaan panggulbagian

atas sakrum. Di daerah lumbar anteriorligamen longitudinal adalah antara 20

dan 25 mmluas, memberikannya luas penampang di wilayah ini20 dan 50


mm2.Di atas tingkat atlas, ligamentum longitudinal anteriorkontinu dengan

atlanto-oksipital anteriormembran (Palastanga & Soames, 2012).

2) Ligamen Longitudinal Posterior

Bagian posterior ke tubuh vertebradan merupakan bagiandari dinding

anterior kanal vertebral. Iniantara 1 dan 1,4 mm tebal, terdiri dari dua

padatlapisan serat kolagen: lagi-lagi serat lebih dangkalmelintasi beberapa ruas,

sedangkan yang lebih dalam bergabung berdekatantulang belakang. Ligamen

longitudinal posterior lebih luasdi atas daripada di bawah.

Berbeda dengan ligamen longitudinal anterior posteriormelekat hanya

pada diskus intervertebralis dan berdekatanmargin tubuh vertebral (Gbr. 2.7);

berlawanan dengantengah setiap tulang belakang itu terpisah dari tulangoleh

interval ke mana vena basivertebralis lewatdari tubuh vertebral. Sebagai

ligamen menyempit didaerah thoracal dan lumbal tepinya tampak

bergerigi(Gbr. 2.7). Di daerah thoracal dan lumbar bawahligamentum

longitudinal posterior adalah antara 11 dan15 mm pada tingkat diskus

intervertebralis, sedangkanpada tingkat tubuh vertebral lebarnya hanya 6-8

mm.Ini memberikan area penampang untuk ligamenantara 3 dan 11 mm2 di

wilayah lumbar, yaitujauh lebih sedikit dari longitudinal anteriorligamen. Itu

memanjang dari permukaan posterior yang pertamasegmen sakral ke belakang

tubuh yang keduavertebra cervical, di mana ia menjadi kontinu

denganmembran tectorial. Ligamen longitudinal posterior umumnya tidak

sekuat ligamen anterior (Nigel & Roger, 2012).


Gambar 2.7 Ligamen longitudinal anterior dan ligamen longitudinal
posterior (a) lateral view, (b) posterior view
(Palastanga &Soames 2012).

3) Ligamen Flavum

Ini melewati antara lamina vertebra yang berdekatan dariantara C1dan

C2 ke antara L4 dan L5 .Penampilannya yang kekuningan ini disebabkan oleh

kehadiran yang besarjumlah jaringan elastis di dalamnya. Faktanya, itulah satu-

satunya yang benarligamen elastis di tubuh manusia. Di setiap

intervertebralIntervalnya ada dua ligamen, kanan dan kiri. Masing-

masingmelekat pada bagian depan batas bawah laminadi atas dan melewati ke

bawah dan ke belakang ke belakangdari batas atas lamina di bawah ini. Batas

medialdari dua ligamen bertemu di akar tulang belakang; jika tidakmereka

dipisahkan oleh celah sempit yang melaluinyalewat vena yang menghubungkan

vena vertebralis internal dan eksternalpleksus. Lateral ligamen memanjang

sejauhkapsul sendi dari sendi zygapophyseal, meskipun mereka tidak menyatu

(Palastanga & Soames, 2012).

4) Ligamen Supraspinous
Sebuah band dari serat memanjang melintang dan menghubungkanujung

proses spinosus. Itu berkelanjutandengan tepi posterior ligamentum

interspinous. Itulebih dalam, lebih pendek serat ligamen terhubung

berdekatanduri, sementara serat lebih dangkal dan lebih panjang

memanjanglebih dari tiga atau empat duri. Di daerah cervical

bergabungdengan, dan sebagian besar digantikan oleh, ligamennuchae

(Palastanga & Soames, 2012).

5) Ligamen Nuchae

Septum segitiga, garis tengah, fibroelastikmemanjang ke atasdari proses

spinosus vertebra cervical ketujuhuntuk melampirkan ke tonjolan oksipital

eksternal danpuncak. Bagian dalam ligamen menempel ke posteriortubercle

atlas dan proses spinosus semua cervical vertebra. Pada manusia,

ligamentumnuchae adalah dasar dari ligamen elastis yang berkembang dengan

baikterlihat di berkaki empat, di mana itu membantu memegang kepalategak.

Peran utamanya pada manusia mungkin dalam menyediakanperlekatan otot

tanpa membatasi ekstensi leher,seperti akan lama prosesus spinosus cervical

(Palastanga & Soames, 2012).

6) Ligamen Interspinous

Selaput tipis, pita yang relatif lemah melewati keduanyadanmenyatukan

proses spinosus vertebra yang berdekatan(Gbr. 2.8). Pada tingkat cervical

mereka tidak signifikan, tetapi padatingkat lumbar mereka lebih panjang dan

lebih kuat (Palastanga & Soames 2012).

7) Ligamen Intertransverse
Band umumnya tidak signifikan menghubungkan melintang yang

berdekatanproses. Mereka cenderung tidak ada di tingkat cervical dan benar-

benar hanya menjadi jelas di daerah pinggang. Dibagian atas dari column

tulang belakang mereka seringdigantikan oleh otot intertransverse (Nigel &

Roger, 2012).

Gambar 2.8 Accessory ligaments of the zygapophyseal joint


(Palastanga & Soames, 2012)

e. Diskus Intervertebralis

Setidaknya ada 24 diskus intervertebralis yang diselingitubuh vertebral: enam

di cervical, dua belas di thoracal dan lima di wilayah lumbar, dengan satu

diantaranya sacrum dan coccygeus . Diskus di daerah lumbartebal setidaknya

10mm, setara dengan sepertiga dariketinggian tubuh vertebra lumbal. Setiap disc

secara struktural ditandai oleh tiga terintegrasijaringan: nukleus pulposus, dan

annulus fibrosus (Hamill.J et al,2015).

1)Nucleus Pulposus
Nucleus pulposus Zat lunak, sangat hidrofilikterdapat di bagian tengah

diskus. Posisi nukleus pulposus dalam diskus letaknya di central

diskuslumbalis(Gbr. 2.9). Inti pulposus terdiri dari tiga dimensikisi serat

kolagen yang di dalamnya tercakup proteoglikangel, yang bertanggung jawab

atas sifat hidrofilik darinukleus. Kehilangan dan hilangnya yang merata dari gel

ini terjadidengan penuaan, yang menurunkan kadar air sampai masuklanjut

degenerasi kolagen mungkin tanpa proteoglikanmaterial. Ini adalah perubahan

besardehidrasi yang mendasari nukleus di kemudian hari. Diawalhidup, kadar

air 80-88% biasa. Namun darisekitar dekade keempat dan seterusnya ini

menurun hingga 70% (Hamill.J et al,2015).

2)Annulus Fibrosus

Tersusun oleh serabut konsentrik jaringan colagen yang tampak menyilang

satu sama lain. Serabut yang saling menyilang secara vertikal sekitar 30 satu

sama lainnya menyebabkan struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi dari

pada beban kompresi. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi

mekanikal dari discus intervertebralis, susunan serabut yang kuat melindungi

nucleus didalamnya. Secara mekanis annulus fibrosus berperan sebagai coiled

spring (gulungan pegas) untuk mempertahankan korpus vertebra ketika

melawan tahanan dari nucleus pulposus yang bekerja seperti bola.


Gambar 2.9 Intervertebral discus
(Hamill.J et al,2015).

f. Biomekanik Lumbal

1) Gerakan fleksi lumbal

Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu otot rectus abdominis

pada saat gerakan fleksi lumbal, mucleus palposus akan bergerak kearah

posterior sehingga mengulur serabut annulus fibrosus bagian posterior. Pada

sat yang sama, prosesus artikularis inferior dari vertebra bagian atas akan

bergeser kearah superior dan cenderung bergerak menjauhi proccssus

artikularis superiordari vertebra bagian bawah sehingga kapsular-ligamenter

sendi facet akan mengalami peregangan secara maksimal serta ligament pada

arcus vertebra bagian (flavum), ligament interspinosus, ligament

supraspinosus dan ligament longitudinal posterior (Hamill.Jet al,2015).

2)Gerakan Ekstensi lumbal

Gerakan ini dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus dorsi

dan iliocostalis lumborum. Pada saat ekstensi lumbal, nucleus pulposus akan

mendorong serabut annulus fibrosus bagian anterior sehingga terjadi


penguluran sementara ligament longitudinal posterior relaks. Pada saat yang

sama, prosesus artikularis dari vertebra bagian bawah dan atas menjadi saling

terkunci, dan prosessus spinosus dapat saling bersentuhan satu sama lain

(Hamill.Jet al,2015).

3) Gerakan rotasi lumbal

Penggerak utama m. iliocostalislumborum untuk rotasi ipsilateral dan

kontralateral, bila otot berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh m.

obliqus eksternus ahdominis. Pada saat rotasi lumbal, vertebra bagian atas

berotasi terhadap vertebra bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya

terjadi di sckitar pusat rotasi antara prosessus spinosus dengan prosessus

articularis. Diskus intervertebralis tidak berperan dalam gerakan axial rotasi,

sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh orientasi sendi facet vertebra

lumbal (Hamill.J et al,2015).

4) Gerakan Lateral Fleksi

Otot penggerak m. obliqus internus adominis, m. Rectus abdominis

(Hislop and Montgomery, 2013). Pada saat gerakan lateral fleksi lunbal,

corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral sementara diskus

sisi kontralateral mengalami ketegangan karena nucleus bergeser kerah

kontralateral. Ligament intertransversal sisi kontralateral mengalami

peregangan sementara sisi ipsilateral relaks. Pada saat yang sama, processus

articular relatif bergeser satu sama lain sehingga processus articularis inferior

sisi ipsilateral dari vertebra atas akan bergerak naik sementara sisi

kontralateral akan bergerak turun(Hamill.J et al,2015).


Gambar 2.10Arah gerak vertebra
(Hamill.J et al,2015)

4. Patofisiologi

Berbagai struktur yang peka terhadap nyeri terdapat di punggung bawah. Struktur

tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula

artikularis, fasia dan otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka

terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang

oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator

inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri,

hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk

memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk

mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi

pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia sekaligus menyebabkan

munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri.

Postur membungkuk yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama disertai

dengan kelemahan otot-otot paravertebral memicu proses adaptasi postur yang

berkontribusi terhadap terjadinya pembebasan abnormal pada tepi anterior dari

korpus vertebra. Pembebanan ini ditransmisikan pada seluruh segmen tulang

belakang termasuk di dalamnya diskus intervertebralis.


Postur hiperekstensi juga berkontribusi terhadap kejadian nyeri punggung bawah.

Ketika posisi tulang belakang dalam keadaan hiperekstensi, terjadi pembebanan yang

sangat besar pada bagian posterior pillar tulang belakang terutama permukaan

processus articularis pada tulang vertebra yang kontak dengan permukaan

pasangannya. Pembebanan ini menyebabkan stress contact yang berlebihan antara

kedua permukaan sendi, meningkatkan gaya friksi pada setiap gerakan artokinematika

lumbal. Nosiseptor pada facet joint merespon terhadap pembeban ini dan

menghasilkan nyeri pada punggung bawah yang dikenal dengan istilah

hyperextension syndrome.

Pengaruh faktor mekanik berupa postur yang jelek dan aktifitas fisik atau gerakan

yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya non spesifik low back pain. Setiap

gerakan pada otot tersebut akan menimbulkan nyeri sekaligus menyebabkan spasme

otot. Adanya spasme pada otot paravertebrae akan membatasi gerakan dari lumbal

terutama pada saat melakukan gerakan membungkuk (fleksi) dan memutar (rotasi).

Adanya nyeri dan spasme otot akan membuat seseorang takut menggunakan otot

punggungnya untuk melakukan gerakan lumbal, selanjutnya akan terjadi adhesion

pada kapsul, ligament, facet joint dan kecendrungan terjadi crosslink pada serabut

otot. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hambatan fungsional pada lumbal. (Indah.

2015)
B. Tinjauan Tentang Alat Ukur

a. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) adalah instrumen pengukuran yang mencoba

mengukur karakteristik atau sikap yang diyakini berkisar di seluruh nilai kontinum

dan tidak dapat dengan mudah diukur secara langsung. Sebagai contoh, jumlah rasa

sakit yang dirasakan oleh pasien berkisar pada sebuah kontinum dari tidak ada hingga

rasa sakit yang luar biasa. Dari sudut pandang pasien, spektrum ini muncul secara

kontinu ± rasa sakit mereka tidak menyebabkan lompatan diskrit, seperti yang

dikategorikan tidak ada, ringan, sedang dan berat. Itu untuk menangkap gagasan dari

rangkaian kontinu yang mendasari bahwa VAS dirancang. (Wewers M.E. & Lowe

N.K. 1990 ).

Instrumen ini digunakan untuk menilai kualitas derajat nyeri yang dialami

penderita. Pengukuran derajat nyeri dengan cara menunjukkan satu titik pada garis

skala nyeri ( 1-10cm). satu ujung menunjukkan tidak nyeri dan ujung lain

menunjukkan nyeri hebat. Panjang garis mulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang

ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.Pasien diminta untuk menunjukkan lokasi nyeri

pada sepanjang garis tersebut kemudian diukur dan dinyatakan dalam centimeter.

Dengan keterangan 0 = tidak nyeri sama sekali, 1-3 = sedikit nyeri, 4-6 = nyeri

sedang, 7-10 = sangat nyeri.


Kriteria nyeri :

0 : Tidak nyeri sama sekali

1-3 : sedikit nyeri

4-6 : nyeri sedang

7-10 : sangat nyeri

b) Schober Test

Modified schober test adalah salah satu metode yang terkenal untuk

mengukur rentang gerak lumbal karena merupakan metode yang sederhana,

pengukuran yang akurat, dapat digunakan dimana-mana dan beban yang valid dan

mudah untuk meraba ( Komal Malik, dkk 2016)

Teknik schober test :

Posisi pasien yang di anjurkan adalah posisi berdiri dengan cervikal,

thorakal, lumbal dalam posisi 0˚ tanpa adanya lateral fleksi dan

rotasi. Stabilisasi regio pelvis untuk mencegah adanya anterior tilting.

a. Metode I :

Untuk menentukan luas gerak sendi pada fleksi thorakal lumbal adalah

mengukur jarak antara procesus spinosus C7 dan S1 dengan alat ukur pita

meteran. Pengukuran awal dibuat saat pasien dalam posisi.

Perbedaan antara pengukuran awal dan akhir menunjukkan besarnya

jarak gerak fleksi thoracal dan lumbal. Magee menjelaskan bahwa perbedaan

10 cm pada pita meteran adalah normal untuk pengukuran. Kemudian

dijelaskan bahwa 4 inchi merupakan suatu pengukuran rata-rata untuk


pengukuran rata-rata orang dewasa yang sehat.Zero starting dan pengukuran

selanjutnya dibuat dalam akhir ROM saat fleksi lumbal.

b. Metode II :

Dalam metode ini yang digunakan oleh beberapa pemeriksa untuk

mengukur fleksi thoracal dan lumbal adalah mengukur jarak antara ujung jari

tengah dengan tanah lantai pada saat akhir ROM fleksi lumbal. Ukuran ujung jari

tangan dengan lantai atau fleksi lumbal merupakan kombinasi untuk fleksi spine

dan fleksi hip sehingga membuat sulit untuk mengisolasi dan mengukur fleksi

spine, oleh karena itu test ini tidak dianjurkan untuk mengukur fleksi thorakal dan

lumbal tetapi dapat digunakan untuk memeriksa fleksibillitas tubuh secara umum.

(Muh. Akraf. 2012)

c. Metode III :

Ada beberapa langkah dalam metode ini yaitu:

(1) Beri tanda pertama pada titik tengah antara SIPS kanan-kiri.

(2) Beri tanda kedua diatas tanda pertama dengan jarak 10cm.

(3) Beri tanda ketiga dibawah tanda pertama dengan jarak 5cm.

(4) Kemudian pasien diminta untuk fleksi trunk semaksimal mungkin kemudian

ukur jarak dari tanda ketiga ke tanda kedua melalui tanda pertama dengan

garis lurus.

(5) setelah pengukuran selesai semua tanda dihapus dengan alkohol. ( Komal

Malik, dkk 2016)


Interpretasi menurut ( Leo Muchamad Dahlan, 2009): hasil pengukuran

dikurangi 15 cm- fleksi lumbal, normal ≥ 5 cm, jika selisih jarak kurang dari 3

cm menunjukkan adanya gangguan fleksi pada lumbal.

Data interpretasi mobilitas spinal di pakai parameter sebagai berikut:

a. Normal atau derajat I apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil

pengukuran ≥ 5cm.

b. Derajat II apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil pengukuran 3,1- 4,9

cm.

c. Derajat III apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil pengukuran 1-3 cm.

d. Derajat IV apabila selisih jarak standar dengan jarak hasil pengukuran ≤ 1 cm

dan saat melakukan fleksi lumbal, yang fleksi hanyalah lututnya.

C. Tinjauan Tentang Modalitas

1. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)

a. Definisi TENS

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah perangsangan

saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda yang berperekat dipasang

pada punggung, dikedua sisi dari tulang punggung. Elektroda ini dihubungkan

dengan sebuah kotak kecil yang mempunyai tombol-tombol putar dan tekan.

Tombol putar mengendalikan kekuatan dan frekuensi denyut listrik yang

dihasilkan oleh mesin. Denyut ini menghambat pesan nyeri yang dikirim ke otak

dari rahim dan leher rahim serta merangsang tubuh mengeluarkan bahan pereda
nyeri alaminya, yaitu endorfin. Penelitian menunjukkan bahwa TENS paling

efektif meredakan nyeri (Nolan, 2004).

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalahpenerapan arus

listrik melalui kulit untuk kontrol rasa sakit,dihubungkan dengan kulit

menggunakan dua atau lebih elektroda,diterapkan pada frekuensi tinggi (>50Hz)

atau frekuensi rendah(<10Hz) dengan intensitas yang menghasilkan sensasi

getar(Robinson, 2008).

Tipe TENS terbagi menjadi 3, yaitu TENS konvensional,Intens TENS, dan

Acupuntur Like TENS (Slamet, 2008). Dari tipeTENS yang beragam, maka

terdapat indikasi dan kontra indikasi daripenggunaan alat tersebut.

b. Indikasi TENS

a. Pada kondisi akut: nyeri pasca operasi, nyeri sewaktu melahirkan,nyeri haid

(dysmenorrhea), nyeri musculosceletal, dan nyeri akibatpatah tulang.

b. Nyeri yang berhubungan dengan penanganan kasus gigi.

c. Pada kondisi kronik: nyeri punggung bawah, arthritis, nyeripunting dan nyeri

phantom, neuralgia pasca herpetic, neuralgiatrigeminal.

d. Injuri saraf tepi.

e. Angina pectoris.

f. Nyeri fascial.

g. Nyeri tulang akibat metastase.

c. kontraindikasiTENS

a. Penyakit vaskuler.

b. Adanyakecenderungan perdarahan.
c. Keganasan pada area yang diterapi.

d. Pasien beralat pacu jantung.

e. Kehamilan, apabila terapi diberikanpada area pungggung dan abdomen.

f. Luka terbuka yang sangatlebar.

g. Kondisi infeksi.

h. Pasien yang mengalami gangguanhambatan komunikasi.

i. Kondisi dermatologi. (Amelia, 2014).

Mekanisme kerja TENS adalah dengan pengaturanneuromodulasi seperti

penghambatan pre sinaps pada medula spinalis,pelepasan endorfin yang

merupakan analgesik alami dalam tubuh danpenghambat langsung pada saraf

yang terserang secara abnormal. Mekanisme analgesia TENS adalah stimulasi

elektrik akanmengurangi nyeri dengan menghambat nosiseptif pada pre

sinaps.Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut saraf bermyelin yangakan

menahan perambatan nosisepsi pada serabut C tak bermyelin kesel T yang berada

di substansia gelatinosa pada cornu posterior yangakan diteruskan ke cortex

cerebri dan talamus. Pada pemberian TENSjuga akan terjadi peningkatan beta –

endorphin dan met – encephalin yang memperlihatkan efek antinosiseptif (Susilo,

2010).

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untukmerangsang

sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus LBPkarena spondilosis dan

scoliosis ini menggunakan TENS denganmekanisme segmental, karena dengan

mekanisme ini akan memblokirnyeri, yang nanti nya akan menghasilkan efek
anagesia dengan jalanmengaktifkan serabut A beta yang selanjutnya akan

menginhibisineuron nosiseptif di kornu dorsalis medula spinalis.

Menurut Parjoto (2006) Spesifikasi mekanisme konvensionalyang merangsang

serabut syaraf segmental yaitu mengaktivasi syarafdiameter besar, yang

mengaktivassi serabut A beta, dan menimbulkanparaestesia yang kuat dan

menimbulkan sedikit kontraksi. Denganmenggunakan frekuensi tinggi (10 – 200

pps/hz), intensitass yang rendah dan berpola kontinyu.

d. Prosedur Pelaksanaan

Posisikan pasien senyaman mungkin sesuai dengan arah yang akan

dipasangkan pad/elektroda. Untuk pasien Low Back Pain akibat Spondylosis Lumbal

pasien dalam posisi tengkurap. Kemudian letakkan pad/electrode pada titik nyeri

yang dirasakan pasien dengan dosisi sebagai berikut:

Dosis : 2x Seminggu

Intensitas : Sesuai toleransi pasien

Waktu : 10 menit

Teknik : Asimetric Bhypasic

2. Terapi Latihan

a. Definisi William Flexion Exercise

William Flexion Exercise diperkenalkan oleh Dr. Paul Williams. Program

latihan ini banyak ditujukan pada pasien-pasien kronik LBP dengan kondisi

degenerasi corpus vertebra sampai pada degenerasi diskus. Program latihan ini

telah berkembang dan banyak ditujukan pd laki-laki dibawah usia 50-an & wanita
dibawah usia 40-an yang mengalami lordosis lumbal yang berlebihan, penurunan

space diskus antara segmen lumbal, & gejala-gejala kronik LBP.

William Flexion Exercise adalah program latihan yang terdiri atas 7

macam gerak yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi

lumbal). William flexion exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri

pinggang bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri

pinggang bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program

latihan ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet joint (kapsul-

ligamen), otot, serta degenerasi corpus dan diskus. Tn. William menjelaskan

bahwa posisi posterior pelvic tilting adalah penting untuk memperoleh hasil

terbaik.

b. Tujuan

Adapun tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk mengurangi

nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada

otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk menigkatkan

fleksibilitas / elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back

(sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan

kerja antara group otot postural fleksor & ekstensor.

c. Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi dari William Flexion Exercise adalah spondylosis,

spondyloarthrosis, dan disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri pinggang


bawah. Kontraindikasi dari William Flexion Exercise adalah gangguan pada

diskus seperti disc. bulging, herniasi diskus, atau protrusi diskus.

d. Prosedur Pelaksanaan

Adapun prosedur pelaksanaan William Flexion Exercise adalah sebagai berikut :

1) Latihan I (Pelvic tilt)

Gambar 2.11 pelvic tilt


(Dapur Fisio, 2015)

Berbaring terlentang dengan lutut ditekuk, kaki rata pada bed/lantai.

Tekan atau luruskan punggung kearah bed, tanpa menekan kaki. Tahan 5

sampai 10 detik. Gerakan pelvic tilt juga memberikan sedikit efek massage

pada punggung sehingga dapat mengurangi spasme otot serta penguatan otot-

otot abdominal.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama satu bulan

Intensitas : 8 kali repetisi

Teknik : pelvic tilt

Time ; 5 sampai 10 detik


2) Latihan II (Single knee to chest)

Gambar 2.12 Single knee to chest


(Dapur Fisio, 2015)

Berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan kaki rata di lantai. Pelan-

pelan lutut kanan ke bahu dan tahan 5 sampai 10 detik. Turunkan lutut dan

ulangi dengan lutut lainnya. Gerakan single and double knee to chest

berfungsi untuk meregangkan otot-otot punggung bawah.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas : 8 kali repetisi

Teknik : single knee to chest

Time : 5 sampai 10 detik

3) Latihan III (Double knee to chest)


Gambar 2.13 Double knee to chest
(Dapur Fisio, 2015)

Mulailah seperti pada latihan sebelumnya. Setelah menarik lutut kanan ke

dada. Tarik lutut kiri ke dada dan tahan kedua lutut selama 5 sampai 10 detik.

Perlahan turunkan satu kaki pada satu waktu. Gerakan single and double knee

to chest berfungsi untuk merenggangkan otot punggung bawah.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas ; 8 kali repetisi

Teknik : double knee to chest

Time : 5 sampai 10 detik

4) Latihan IV (Partial sit-up)

Gambar 2.14 Partial sit-up


(Dapur Fisio, 2015)

Lakukanlah pelvic tilt (latihan 1) dan sambil dalam posisi ini, perlahan

angkat kepala dan bahu dari lantai tahan sebentar selama 8 detik, kembalilah

perlahan ke posisi awal.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas ; 8 kali repetisi

Teknik : partial sit-up

Time : 8 detik
5) Latihan V (Hamstring stretch)

Gambar 2.15 Hamstring stretch


(Dapur Fisio, 2015
Mulailah dengan posisi duduk dengan posisi lutut ekstensi penuh.

Perlahan fleksikan trunk kedepan di atas kaki, dan jaga lutut tetap tegak,

lengan terulur di atas kaki, dan mata focus kedepan.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas ; 8 kali repetisi

Teknik : hamstring stretch

Time : 5 sampai 10 detik

6) Latihan VI (Hip flexor stretch)

Gambar 2.16 Hip flexor stretch


(Dapur Fisio, 2015)

Letakan satu kaki di depan kaki yang lain dengan lutut kiri (depan) dilipat

dan lutut kanan (belakang) tetap tegak lurus. Fleksikan trunk sampai ke lutut

kiri lipatan aksila (ketiak). Ulangi dengan kaki kanan ke depan dan kaki kiri

kembali.
Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas ; 8 kali repetisi

Teknik : hip flexor stretch

Time : 5 sampai 10 detik

7) Latihan VII (Squat)

Gambar 2.17 Squat


(Dapur Fisio, 2015)

Berdiri dengan kedua kaki sejajar, selebar bahu kemudian pertahankan

trunk tegak lurus ke lantai, mata terfokus ke depan, dan kaki rata di lantai,

subjek perlahan menurunkan tubuhnya (jongkok) dengan meregangkan

lututnya. Tahan hingga 8 detik.

Frekuensi : 3 kali seminggu selama 1 bulan

Intensitas ; 8 kali repetisi

Teknik : squat

Time : 8 detik
3. Stretching

a. Pengertian stretching

Stretching (peregangan) adalah istilah umum yang digunakan untuk

menjelaskan semua manuver terapeutik yang dirancang untuk meningkatkan

ekstensibilitas jaringan lunak, sehingga meningkatkan fleksibitas dan ROM

dengan memanjangkan struktur yang mengalami pemendekan adaptif dan

menjadi hipomobil seiring waktu.

Passive stretching adalah teknik stretching (penguluran) yang dilakukan

oleh terapis, atau gaya stretch berasal dari terapis atau orang lain. Passive

stretching adalah metode stretching yang sederhana, yang menggunakan gaya

eksternal dari terapi atau mesin latihan. Pasien harus serelaks mungkin selama

passive stretching. Baik jaringan kontraktil maupun nonkontraktil dapat

dipanjangkan melalui passive stretching.

b. Efek fisiologis

1) Efek terhadap sirkulasi darah

Jika terjadi ketegangan otot (spasme) maka terjadi tekanan intramuscular

yang tinggi sehingga sirkulasi darah di otot akan menurun. Peningkatan

aktivitas siste saraf simpatik juga dapat menyebabkan kontriksi arteoriole yang

kecil di otot sehingga akan menurunkan sirkulasi darah. Selama stretching,

secara actual sirkulasi darah akan menurun akibat dinding pembuluh darah

menjadi lebih tpis sementaratekanan intramuscular tetap meningkat.

Stretching dari posisi rest sampai memanjang sekitar 10-20% akan

menurunkan sirkulasi sampai 40%. Aplikasi intermitten stretching dapat


menyebabkan ganggua sirkulasi yang sementara tapi tidak mengganggu

metabolisme didalam jaringan. Sebaliknya, aplikasi statik stretching pada

beberapa tahap penguluran pada akhirnya akan meningkatkan sirkulasi.

Namun, continous statik stretching selama beberapa menit harus dihindari

karena akan menghasilkan efek yang merugikan.

2) Efek terhadap ligamen:

Ligamen memiliki serabut collagen dan elastic, namun lebih banyak

mengandung serabut collagen daripada elastic, lebih fleksibel daripada tendon

karena serabut colagennya lebih tipis dan kaya dengan serabut elastic diantara

serabut collagen. Semakin bertambah usia maka serabut collagen semakin

meningkat dan menebal sedangkan serabut elastic semakin menurun akibat

deposit mineral dan kalsium yang infiltrasi kedalam ligamen dan bentuknya

eross-bridge diantara serabut. Stretch dapat meminumalkan terjadinya

crossbridgr dan memanjangkan serabut collagen yang menebal atau

memendek.

3) Efek terhadap saraf

Saraf dapat menahan gaya stretch yang kuat. Perubahan mulai terjadi ketika

saraf terstrecth sekitar 5% dari posisi rest, perubahan semakin nampak ketika

terstretch sekitar 10%. Saraf yang terstretch secara linear sekitar 5-20% dari

posisi rest akan meningkatkan gaya stretch pada saraff, setelah itu fleksibilitas

saraf akan lemah. Jika stretch saraf sampai 30% ke atas akan menyebabkan

kerobekan saraf.
c. Indikasi stretching

1) ROM terbatas karena jaringan lunak kehilangan ekstensibilitasnya akibat

perlengketan, kontraktur, dan pembentukan jaringan parut, menyebabkan

keterbatasan kemampuan (disabilitas)

2) Keterbatasan gerak dapat menyebabkan deformitas structural yang seharusnya

dapat dicegah.

3) Kelemahan otot dan pemendekan jaringan yang berlawanan menyebabkan

keterbatasan ROM

4) Dapat menjadi komponen program kebugaran total atau conditioning olahraga

spesifik yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi risiko cedera

musculoskeletal.

5) Dapat digunakan sebelum dan setelah latihan berat untuk mengurangi nyeri

otot pasca latihan.

d. Kontraindikasi Stretching

1) Terdapat bukti inflamasi akut atau proses infeksi (Panas dan pembengkakan),

atau kemungkinan gangguan penyembuhan jaringan lunak pada jaringan yang

terbatas dan daerah sekitarnya

2) Terdapat nyeri tajam dan akut pada gerak sendi atau pemanjangan otot

3) Terdapat hematoma atau indikasi trauma jaringan lain

4) Terjadi hipermobilitas

5) Pemendekan jaringan lunak memberikan stabilisasi sendi yang dibutuhkan

pada stabilitas structural normal atau control neuromuskular


6) Pemendekan jaringan lunak memungkinkan pasien dengan paralisi atau

kelemahan otot berat untuk melakukan keterampilan fungsional spesifik yang

tidak dapat dilakukan orang lain.

e. Manfaat Stretching:

1) Meningkatkan fleksibilitas dan ROM

a) Kebugaran umum

b) Manfaat potensial lainnya

2) Pencegahan cedera dan penurunan nyeri otot pasca latihan

3) Peningkatan performa.

f. Prosedur pelaksanaan Stretching

1) Fleksi lumbal bawa lutut pasien kearah dada dengan tangan dibawah lutut

( fleksi pinggul dan lutut), fleksi tulang belakang terjadi saat pinggul fleksi

penuh dan pelvic mulai berotasi ke arah posterior. Lingkup fleksi yang lebih luas

dapat diacapai dengan mengangkat pada bawah sacrum menggunakan tangan

bawah.

2) Rotasi lumbal : pasien dalam keadaan posisi terlentang, pinggul dan lutut fleksi

serta kaki menapak dimeja terapi, dorong kedua lutut pasien kearah lateral

hingga pelvic disisi berlawanan terangkat dimeja terapi, stabilisasi toraks pasien

dengan tangan atas, ulangi kearah yang berlawanan.

3) Ekstensi pinggul, penempatan tangan dan prosedur

a) Posisikan pasien mendekati tepi meja terapi agar pinggul yang diregangkan

dapat diekstensikan melebihi nertal. Pinggul dan lutut yang berlawanan


difleksikan kearah dada pasien untuk menstabilkan pelvis dan tulang

belakang

b) Stabilisasi tungkai yang berlawanan ke dada pasien menggunakan satu

tangan, atau jika mungkin, minta pasien membantu memegang sekeliling

paha dan menahannya ke dada untuk mencegah kemiringan anterior pelvic

selama perenganan.

c) Gerakan pinggul yang akan memberikan tekanan ke arah bawah pada

hiperekstensi dengan memberikan tekanan ke posisi ekstensi atau aspek

anterior paha distal dengan tangan anda yang lain. Biarkan lutut eksetensi

agar rektus femoris dua sendi tidak menghambat lingkup gerak. (Carolyn

K,Lynn A, 2014).
C. Kerangka Pikir Penelitian

Low back pain atau nyeri punggung bawah, merupakan nyeri yang dirasakan di

punggung bagian bawah. Dalam kasus ini peneliti menggunakan TENS, William Flexion

Exercise dan Stretching guna untuk menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien. Alat

ukur yang digunakan yaitu VAS (Visual Analog Scale) untuk menentukan skala nyeri

yang dirasakan pasien dan metode schober untuk mengetahui meningkatnya atau

menurunnya fleksibilitas pasien.

Etiologi:
 Trauma
 Posisi kerja yang salah
 Usia
 IMT
Assesment Low Back Pain

Intervensi FT:
Problematik FT:
 TENS
 Spasme  Stretching
 Nyeri
   William Flexion Exercise
 Menurunnya Fleksibilitas

Evaluasi Hasil
Fisioterapi

 Spasme berkurang
 Nyeri berkurang
 Meningkatnya Fleksibilitas
RUJUKAN :
Magee, D.J. (2003). Orthopedic Physical Assesment,Condition and Treatment, 6th edition.

Philadelphia: Saunder Company.

Anonim. 2014. Nyeri Punggung Bawah. Diakses 20 Oktober 2014.

http://kamuskesehatan.com/arti/nyeri-punggung-bawah/ .

Mustari Gani, Arpan Jam'an, Hendrik. (2010). Media Fisioterapi. Makassar.

Fauzia Andini. (2015). Risk factors of low back pain in workers. Faculty of Medicine,

Universitas Lampung.

Palastanga.N, Soames.R. 2012. Anatomy and Human Movement structure and function. Edition.

Philadelphia: Churchill Livingstone.

Hamill. J, Knutzen. K. M, and Derrick T. R, 2015. Biomechanical Basis of Human Movement.

Fourth Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health..

Indah Pramita, Alex Pangkahila, Sugijanto. 2015. Core Stability Exercise lebih

baik meningkatkan aktivitas fungsional daripada William’s Flexion

Exercise pada pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik. Thesis

Universitas Udayana Denpasar.

Komal Malik, et al. 2016. Normative Values of Modified- Modified test in

MeasuringLumbar Flexion and extension : A Cross – Sectional Study.

International Journal of Health Science&Research. Vol 6. Issue : 7

Akraf, Muhammad. 2012 . Schober Test. Diakses 28 Maret 2012.

http://akrafpeduli.blogspot.com/2012/03/tes-schober.html
Wewers M.E. & Lowe N.K. (1990) A critical review of visual analogue scales in

themeasurement of clinical phenomena.Research in Nursing and

Health13,227±236.

Robinson, A.J.2008. Electrical Stimulation to Augment Healing of Chronic

Wounds. Clinical Electrophysiology: Electrotherapy and Electrophysical

Testing. A.J Robinson and L.Snyder-Mackler. Philadelphia, Lippincott Williams

& Wilkins: 27.

Amelia, Coryna Rizky. 2014. Perbedaan Efektifitas Antara Metode TENS denganMetode

Akupresure Terhadap Penurunan Intensitas Dysmenorrhea pada Remaja di

Asrama Putri urusan Kebidanan. Malang: Politeknik Kesehatan

Kemenkes Malang.

Susilo, Wahyu Agung. 2010. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan

terhadap penurunan rasa nyeri pada Pasien cervical root syndrome di rsud dr.

Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Nolan, Mary. 2004. Kehamilan & Melahirkan. Jakarta: Arcan.

Suma, Ade Putra. 2013. William Flexion Exercise. Diakses 24 Oktober 2014.

http://terapilatihan.com/2013/07/william-flexion-exercise.html.
Kisner Carolyn, dan Lynn Allen Colby. (2014). Terapi Latihan Dasar Edisi 6

Vol.2. jakarta EGC

Anda mungkin juga menyukai