Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Low Back Pain

2.1.1 Pengertian Low Back Pain

Low Back Pain merupakan sakit pinggang atau punggung bawah, yang

mengakibatkan rasa sakit dan nyeri di daerah tulang rusuk bawah sampai di daerah

kaki. rasa nyeri pada punggung bawah atau pinggang disebabkan sifat pekerjaan

yang dilakukan dengan gerakan yang berulang-ulang (Purnamasari, 2010). Low

Back Pain adalah sensasi yang dirasakan pada punggung bawah mengacu rasa nyeri

atau sakit didaerah mana pun antara tulang rusuk bawah dan di atas kaki. Rasa nyeri

pada Low Back Pain yang disebabkan dari cidera atau ketegangan otot, atau bisa

juga disebabkan karena kondisi yang lebih spesifik, seperti herniated disc (Tarwaka,

2015). keluhan Low Back Pain atau Nyeri punggung bawah terjadi pada siapa saja

tetapi paling besar beresiko Low Back Pain yaitu perawat (WHO,2018).Dapat

disimpulkan Low Back Pain merupakan rasa nyeri pada area tulang rusuk bawah

sampai di atas kaki atau tungkai yang dapat dialami oleh setiap orang,yang bila tidak

diobati atau ditangani akan menimbulkan kerusakan atau kecacatan.

2.1.2 Anotomi Fisiologi

Low Back Pain diakibatkan asimetri minor columna vertenralis, terutama

regio lumbosacral (Gibson, 2012). Menurut riset Depdiknas dalam Sari (2016),

tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk sejumlah tulang yang
disebut Vertebra atau ruas tukang belakang. Di antara tiap dan ruas tulang belakang

untuk orang dewasa mencapai 57 cm sampai 67 cm. Tulang belakang memiliki

sejumlah 33 ruas yang terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang yang

terpisah dan 9 ruas lainnya tergabung membentuk 2 tulang, yaitu tulang vertebra

anterior dan posterior.

2.1.2.1 Vertebra dan Sendi Tipikal

Vertebra menunjukkan kelompok perbedaan Menurut (Gibson,2015)

• Corpus : tulang lempengan yang berukuran tebal, sedikit

melengkung di permukaan atas dan bawah.

• Arcus vertebrae : tersusun dari pediculus di bagian depan (tulang

berjalan kea rah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di

dekatnya membentuk foramen intervertebralis) dan lamina di bagian

belakang (bagian tulang pipih berjalan kea rah belakang dan ke

dalam tujuannya untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang

berlawanan)

• Foramen Vertebrale : pada lubang yang besar dibatasi dengan corpus

dibagian depan, pediculus di arah samping dan lamina dibagian

samping dan belakang

• Foramen Invertebrale : lubang pada arah samping, dua diantara

vertebra tempat yang berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang

sesuai.

• Processus Articularis superior dan inferior : persendian membentuk

oleh processus sama dengan vertebra dibawah dan diatasnya.


• Spina : penononjolan mengarah ke belakang dan ke bawah

• Diskus Intervertebralis : cakram yang melekat pada permukaan

corpus dua vertebrae berdekatan. Yang terdiri annulus fibrosus

(cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar) dan nucleus

pulposus (zat semi cair yang mengandung sedikit serat dan tertutup

di dalam annulus fibrosus)

2.1.2.2 Ligamentum

Ada beberapa sejumlah ligamentum yang menghubungkan vertebra, antara

lain : ligamentum longitudinalis anterior sebagai yang berfungsi Gerakan ekstensi

lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat, Ligamen longitudinal

posterior sebagai gerakan fleksi lumbal yang mengandung saraf afferent nyeri

bersifat sensitive dan ligament ini memiliki sirkulasi darah, ligament supraspinosus

dan interspinosus sebagai berperan gerakan fleksi lumbal. (Anshar dan Sudaryanto,

2011).

2.1.2.3 Vertebra Cervikal

Struktur umum tulang cervical mempunyai bentuk tulang kecil dengan spina

atau tonjolan tulang yang memanjang dan procecus spinosus (seperti bagian sayap

pada belakangnya) tulang yeng pendek terdiri dari 7 tulang cervical mempunyai

fungsi menahan kepala agar terus stabil, menggerakkan kepala ke arah kiri, arah

kanan, arah atas, dan arah bawah (Imelda,2015).


2.1.2.4 Vertebra Thoracica

Vertebra lumbalis merupakan menyerupai tempat vertebra ke dua belas.

Vertebra ini menjdai lebih besar dari atas ke arah bawag kerena menopang berat

badan yang semakin lama semakin besar (Gibson,2015).

2.1.2.5 Vertebra Lumbalis

Menurut Gibson 2015 Vertebra lumbalis merupakan tulang yang pasif

seperti processus lateralis dan spinosus yang sangat kuat Canalis Vertebra dibentuk

oleh sambungan foramen vertabrale dan dibentuk oleh discus intervertebralis dan

ligamentum yang menghubungkannya. Medulla spinalis, nervus spinalis, Pembuluh

darah dan meningen ini berada dalam Canalis. Vertebra lumbal merupakan vertebra

yang mempunyai ukuran terpanjang dan terkuat. Prosesus spinosanya mempunyai

ukuran pendek dan tebal serta menonjol searah garis horizontal (Sloane, 2003).

2.1.2.6 Os Sacral

Menurut penelitian Imelda, 2015 Tulang sacral adalah tulang belakang yang

terhubung langsung dengan tulang pelvis membentuk dorsal panggul pada

manusia.

2.1.2.7 Os Coccygeus

Os Coccygeus merupakan tulang kecil berbentuk segitiga, dibentuk dari

empat os coccygeus yang bergabung menjadi satu. Tulang yang ini terjadi perubahan

rongga atau berartikulasi oleh sakrum dan membentuk Sebagian tulang posterior

pelvis (Gibson, 2015).


2.1.2.8 Gerakan Columna Vertebralis

Gerakan-gerakan Columna Vertebralis bisa melakukan flexi, ekstensi,

fleksi, lateral, rotasi, dan sirkumduksi . Fleksi adalah gerakan ke depan, dan

ekstensi adalah gerakan ke arah belakang keduannya dapat melakukan dengan

leluasa di daerah cervical dan lumbal, tetapi terbatas pada daerah thoracal. Fleksi

lateral adalah berbentuk melengkungnya tubuh ke salah satu sisi. Gerakan yang

mudah dilakukan di daerah cervical dan lumbal, tetapi terbatas di daerah thoracal.

Rotasi adalah gerakan yang dilakukan memutar columna vertebralis. Gerakan yang

dilakukan sangat terbatas didaerah lumbal. Sirkumduksi adalah campuran dari

semua gerakan-gerakan di atas (Snell,2012).

2.1.3 Patofisiologi Low Back Pain

Karakteristik nyeri punggung bawah adalah nyeri punggung bawah

miogenik yang disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot, dan

hipersensitif. Ketegangan otot disebabkan karena tegang yang konstan atau selalu

berulang-ulang pada posisi yang sama sehingga terjadi memendekkan otot yang

menyebabkan rasa nyeri. Pada struktur yang normal, kontraksi otot mengurangi

beban pada ligamentum dalam waktu yang wajar. Jika otot-otot menjadi Lelah,

ligamentum kurang elastis akan menerima sebuah beban yang lebih berat. rasa nyeri

timbul karena terjadinya iskemia ringan pada jaringan otot, terjadi regangan yang

berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, dan terjadi regangan kapsula

(Harsono dan Soeharso 2009). Spasme otot atau kejang otot, yang disebabkan oleh

gerakan yang tiba-tiba di jaringan otot sebelumnya kondisi yang tegang atau kurang

pemanasan atau terjadi kaku pada otot. Spasme otot memberikan gejala khas yaitu
adanya kontraksi otot disertai nyeri yang sangat hebat atau ketidaknyamanan. Setiap

terjadi gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambahkan kontraksi.

Akan terjadi lingkaran antara rasa nyeri, kejang atau spasme dan ketidakmampuan

bergerak (Harsono dan Soeharso 2009). Setiap gerakan otot akan menimbulkan

nyeri sehingga terjadinya spasme otot yang menyebabkan gerak punggung bawah

menjadi sangat terbatas. Gerakan atau mobilitas lumbal menjadi tidak leluasa,

terutama gerakan ke arah membungkuk (flekasi) dan ke arah memutas (rotasi).

Konstruksi pada punggung yang unik memungkinkan terjadinya fleksibilitas

dan memberi perlindungan terhadap sumsum tulang belakang. Otot-otot abdominal

sangat berperan pada terjadinya aktivitas mengangkat beban dan sarana pendukung

tulang belakang. Perubahan degenerasi diskus intervertebrae akibat usia menjadi

fibrokartilago menyebabkan terjadinya padat dan terjadinya tidak teratur merupakan

penyebab nyeri punggung biasa, Di L4-S1 akan mengalami mekanis stress dan

terjadi penekanan sepanjang saraf tersebut. Terjadinya keluhan Low Back Pain dan

keterbatasan aktivitas atau kegiatan menimbulkan masalah atau keluhan pada

seseorang mengalaminya terjadinya Low Back Pain (Mutaqqin,2011).

2.1.4 Manifestasi Klinis Low Back Pain

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari Low Back Pain menurut Wiarto,

Giri (2017) : Nyeri punggung akut atau kronis, nyeri akut yang kurang dari 3 bulan

dan nyeri kronis berlangsung lebih dari 3 bulan tanpa pengobatan) dan kelelahan.

a) Gaya berjalan, gerakan atau mobilitas tulang belakang , reflex, dan persepsi

sensori terganggu.
b) Spasme otot paravertebral yang menyebabkan peningkatan dratis tonus postural

panggung yang disertai dengan hilangnya lengkungan normal lumbal dan

kemungkinan deformitas tulang belakang.

c) Terjadinya ketidaknyaman rasa nyeri tungkai menjalan ke arah bawah yaitu

radikulopati dan skiatika dan gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada

radiks saraf.

2.1.5 Klasifikasi Low Back Pain

Menurut Internasional Association for the Study of pain, dalam Yuliana

(2011), membagi Low Back pain ke dalam :

2.1.5.1 Low Back Pain Akut, rasa nyeri pada punggung bawah kurang dari 3

bulan.

2.1.5.2 low back Pain Subakut, rasa nyeri pada punggung bawah minimal 5-7

minggu, tetapi waktunya tidak lebih dari 12 minggu.

2.1.5.3 Low Back Pain Kronik. rasa nyeri pada punggung bawah lebih dari 3 bulan..

2.1.6 Diagnosis Low Back Pain

Untuk mengetahui diagnosis suatu penyakit sangat perlu melakukan

anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus, dn pemeriksaan penunjang.

2.1.6.1 Anamnesis

Anamnesis melakukan tanya jawan perihal mengenai penyakit yang

diderita. Isi pertanyaan tersebut yaitu letak atau lokasi nyeri, penyebaran

nyeri, sifat nyeri, pengaruh aktivitas terhadap nyeri, pengaruh posisi atau
anggota tubuh, trauma, proses terjadinya dan perkembangan nyeri, obat-obat

analgetik yang pernah dikonsumsi atau diminum. Kondisi mental emosional.

2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Melakukan Obeservasi penderita Low Back Pain saat berdiri, duduk,

berbaring atau bangun dari berbaring. Observasi punggung, pelvis dan

tungkai selama bergerak. Observasi kurvatuna yang berelebihan,

pendataran arkus lumbal, adanya angulasi, pelvis yang miring atau

asimetris dan postur tungkai yang abnormal.

b) Palpasi dan perkusi

Melakukan palpasi terlebih dahulu diraba daerah sekitar paling

ringan rasa nyerinya dan menuju ke daerah yang paling berat rasa nyerinya.

Melakukan meraba kolumna vertebralis untuk menentukan kemungkinan

adanya deviasi.

2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Meliputi periksaan radiologi, MRI, CT, Scan, dan periksaan Laboratorium.

a) Foto Rontgen

Untuk mengetahui gambar faktur korpus vertebra, prosesus spinosus,

spondilolistesis, bamboo spine, destruksi vertebra, osteofit, scoliosis,

hiperlordosis dan spondilosis.

b) ENMG/EMG

Mengetahui radiks mana yang terkena dan apakah ada terdapat

polineuropati.
2.1.7 Tata Laksana Low Back Pain

Menurut Ullrich (2012) Penatalaksanaan mengenai nyeri punggung bawah

tergantung riwaya klien dan skala keparahan dalam nyerinya. Kasus nyeri punggung

bawah akan baik dalam waktu enam minggu tanpa operasi, dan Latihan (exercises)

untuk nyeri punggung bawah hampir selalu menjadi rencana dari

penatalaksanaannya. Jika skala nyeri tetap atau memburuk prosedur diagnostic dan

operasi dianjurkan.

Menurut Ullrich (2012), yaitu :

2.1.7.1 Istirahat, Meliburkan aktivitas selama beberapa hari akan memberikan

istirahat pada jaringan yang cedera dan saraf agar sembuh atau pulih untuk

meringankan nyeri punggung bawah. Tetapi istirahat yang berlebihan dapat

melemahkan otot, sehingga otot harus melakukan menyangga tulang belakang

Seseorang Penderita LBP yang tidak melakukan olahraga teratur biasanya

mengalama ketidaknyamanan rasa nyeri punggung bawah berulang-ulang atau

berkepanjangan.

2.1.7.2 Heat and Ice Packs, tujuannya untuk meringankan Low Back Pain dengan

mengurangi inflamasi. Ada yang lebih banyak menggunakan es (ice) tetapi ada yang

lain memilih panas (heat). Digunakan dalam bergantian.

2.1.7.3 Obat-obatan yang dikonsumsi, seperti analgesik yaitu acetaminophen,

duloxetine, untuk obat anti inflamatori non-steroid (aspirin,naprosyn),

cyclooxygenase II inhibitors (celecoxid), muscle relaxant ( cyclobenzaprine,

orphenadrine, carisoprodol), opioid (oxycodone).


Menurut riset penelitian Hadyan (2015) pengobatan LBD ada dua tahap

yaitu tahap kedatangan pertama dan tahap kedatangan kedua. Pada tahap kedatangan

pertama klien dilakukan edukasi untuk menghindari tidur yang terlalu lama dan

segera melakukan aktifitas normal sehari-hari atau melakukan kegiatan olahraga,

mengingatkan klien untuk menghindari posisi membungkuk saat melakukan

pekerjaan atau kegiatan. Untuk mengobati rasa nyeri, diberikan obat NSAID seperti

obat asetominofen atau ibuprofen. Pertimbangkan pemberia terapi opioid jangka

pendek bila nyeri semakin parah dan rujukan untuk stabilisasi tulang dengan metode

terapi fisik McKenzie. Pada tahap kedatangan kedua untuk waktu dua sampai empat

minggu setelah kunjungan pertama dan keluhan belum membaik juga maka

pertimbangan pemberian analgesic yang lebih kuat atau diberikan rujukan kepada

dokter spesialis atau subspeasialis jika keluhan tulang semakin memburuh.

2.1.8 Alat Ukur Menilai Low Back Pain

Alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai disability pada nyeri punggung bawah

yaitu:

2.1.8.1 The Roland-Morris Disability Questionaire (RMDQ)

Menurut Longan, dkk (2010) ,Martin Ronald yang mengembangkan

Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ). RMDQ merupakan salah

satu kuesioner yang paling banyak digunakan untuk mengukur sakit

punggung. Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) adalah

kuesioner yang berisi teridiri dari 24 pertanyaan dimana dalam isi proses

pengerjaannya diberikan langsung untuk diisi sendiri (self-administered)

oleh responden langsung. 24 pertanyaan ini mengenai gangguan hubungan


fisik yang ketidaknyamanan rasa nyeri punggung bawah. Setiap item yang

ada dalam 24 pertanyaan terdapat syarat kalimat “karena sakit punggung

saya” tujuannya untuk membedakan kecacatan akibat nyeri punggung atau

penyebab lainnya. Responden yang mengisi koesioner memberikan tanda

centang pada bagian akhir pertanyaan jika responden mengalami pada waktu

hari itu juga.

Skor pada koesinoer penilain RMDQ yaitu 0 (tidak ada kecacatan)

sampai skor 24 (kecacatan maksimun). Koesioner ini memiliki kelebihan

adalah sederhana, pendek, dan mudah dimengerti oleh responden, koesinoer

ini memiliki kekurangan adalah hanya mengukur masalah fisik saja dan

masalah psikologis atau masalah sosial yang dialami oleh responden tidak di

ukur. RMDQ juga berguna untuk memantau pasien dalam praktek klinis.

Kuesioner RMDQ terbukti menghasilkan pengukuran akurat dapat

menyimpulkan kejadian tingkat kecacatan serta sensitive terhadap

perubahan waktu ke waktu untuk mengetahui kelompok responden atau

pasien penderita nyeri punggung bawah (Longan, dkk 2010).

2.1.8.2 Numeric Pain Rating Scale (NPRS)

Numeric Pain Rating Scale (NPRS) adalah alat ukur untuk

mengetahui skala intensitas nyeri yang dirasakan oleh orang dewasa. Pada

kuesioner NPRS ini responden diinstruksikan untuk memilih bilangan bulat

antara 0 sampai 10 yang paling mencermikan presepsi ekstrimitas rasa sakit

yang diderita responden, angka skala 0 artinya tidak ada rasa sakit sedangkan

skala 10 melambangkan rasa paling sakit (Roddriquez, 2001). Kelebihan


NPRS yaitu metode ini membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk

menyelesaikan , mudah, dan sederhana untuk dikerjakan, skala ini sangat

valid dan reliable untuk mengukur skala intensitas nyeri. Kekurangan NPRS

yaitu hanya bisa mengevaluasi satu komponen bagian rasa nyeri, tidak dapat

mengidentifikasi kompleksitas dan Riwayat rasa sakit yang d iderita atau

perkembangan gejala (Langley dan Sheppeard, 1985).

2.1.8.3 Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ)

Pain Self Effecacy Questionnaire (PSEQ) dikembangkan oleh Michel

Nicholas pada tahun 1980. Menurut Bandura (1997) Self efficacy artinya

untuk penilaian orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan

melaksanakan Tindakan yang diperlukan mencapai Tindakan yang ingin

dicapai. Self efficacy PSEQ untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang

melakukan aktivitas dengan rasa nyeri. Kelebihan pada PSEQ sederhana,

waktu singkat dalam dikerjakan, dan hasil yang akurat (Nicholas, dkk.

2007). Kegiatan sosial, bekerja, kegiatan rumah tangga saat menghadapi

nyeri tanpa pengobatan. PSEQ mempunyai 10 pertanyaan yang

menggunakan skala differensial semantic dengan skor antara 0 samapai skor

6. Skor 0 artinya pasien diminta untuk menunjukkan skala seberapa klien

yakin mampu melakukan hal yang disebutkan dalam kuesioner setiap

pernyataan menurut Tonkin (2008).

2.1.8.4 Oswestry Disability Index (ODI)

Menurut (Longan, dkk.2010) ODI mempunyai 10 item pertanyaan

mengenai aktivitas sehari-hari yang mungkin mengalami gangguan atau


hambatan pada pasien yang mengalami nyeri punggung bawah. Faktor

utama yang terjada pada metode pengukuran ODI ada beberapa yaitu faktor

utama seperti intensitas nyeri, perawatan diri, berjala, mengangkat. Duduk,

tidur, kegiatan seksual, rekreasi, dan kehidupan sosial. Ada setiap pertanyaan

mempunyai enam respon alternative mulai dari “no problem” sampai “not

possible. Cara menghitung Skor ODI dengan cara dijumlahkan setiap

itemnya 0-5 jadi total nila maksimal adalah 50, lalu dikalikan 100. Jika ada

pertanyaan yang tidak dijawab maka yang dihitung hanya yang

pertanyaannya yang dijawab saja. Total skor antara 0-100%, artinya skor 0

mengartikan tidak ada ketidakmampuan dan 100 artinya ketidakmampuan

maksimal.

Skor Kategori Kemampuan kegiatan


Pasien dapat menjalankan hampir semua
Minimal aktivita sehari-hari dan tidak memerlukan
0% -20%
disability tindakan pengobatan hanya anjuran
bagaimana cara mengangkat, posisi duduk,
latihan, dan diet.
Pasien merasa sakit dan kesulitan dengan
21%-40% Moderate duduk, mengangkat, dan berdiri. Mereka
disability mungkin tidak bekerja. Perawatan pribadi,
aktivitas seksual dan tidur yang tidak terlalu
berpengaruh dan biasanya dapat dikelola
dengan konservatif.
Pasien mengalami nyeri sebagai keluhan
41%-60% Severe utama padaaktivitas sehari-hari,sehingga
disability memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sakit punggung ini membebani pada semua
61%-80% Crippled
aspek kehidupan pasien sehingga
memerlukan intervensipositif.
81%-100% Pasien ini baik tidur-terikat atau melebih-
Bed Bound lebihkan gejala mereka, sehingga
memerlukan perawatan dan pengawasan
khusus selama pengobatan.
Tabel 2.1 Skor, Kategori, dan Kemampuan Kegiatan Berdasarkan
Oswestry Disability Index (ODI)
Sumber : Longan, dkk. 2010.

2.1.8.5 REBA ( Rapid Entire Body Assesment)

Metode REBA adalah suatu alat analisa postural yang sangat sensitif

terhadap pekerjaan yang melibatkan perubahan mendadak dalam posisi,

biasanya sebagai akibat dari penanganan kontainer yang tidak stabil atau

tidak terduga. Metode ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resiko cedera

yang berkaitan dengan posisi, terutama pada otot-otot skeletal. Metode ini

berguna untuk pencegahan risiko dan dapat sebagai peringatan terjadi

kondisi kerja yang tidak tepat di tempat kerja (Tarwaka, 2010).

Tahapan aplikasi metode REBA membagi segmen tubuh dua grup: Grup

A meliputi badan, leher dan kaki. Grup B meliputi anggota tubuh bagian atas

(lengan, lengan bawah, dan pergelangan tangan). Skor individu untuk

masing-masing grup diambil dari tabel secara berurutan.Tabel A untuk

mendapatkan niali awal pada grup A untuk skor individu terhadap badan,

leher dan kaki. Grup B diambil dari rating lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan pada Tabel B. Modifikasi skor dari grup A (badan, leher

dan kaki), tergantung pada beban atau force yang dilakukan, yang

selanjutnya disebut “Skor A”. Koreksi skor pada grup B (lengan atas, lengan

bawah, dan pergelangan tangan) berdasarkan pada jenis pegangan kontainer,

yang selanjutnya disebut “Skor C”. Memodifikasi “Skor C” tergantung pada

jenis aktivitas otot yang dikerahkan untuk mendapatkan skor akhir pada

metode REBA. Periksa tingkat aksi (action level), resiko dan urgensi

tindakan perbaikan yang harus dilakukan berdasarkan nilai akhir


perhitungan (Tarwaka, 2010).

Kelebihan aplikasi metode REBA membantu mempermudah

implementasi di lapangan, yaitu : (Tarwaka, 2010)

a. Metode REBA merupakan sangat efektif untuk mengevaluasi resiko,

khusunya pada sistem musculoseletal.

b. Penilaian dilakukan terhadap aktivitas otot yang disebabkan oleh

posisi tubuh statis, dinamis, atau karena terjadinya perubahan postur

yang salah.

c. Metode REBA dianggap relevan untuk jenis kontainer yang

mempunyai pegangan.

2.1.8.5 The Quebec Back Pain Disability Scale (QBPDS)

Menurut christakau (2011) Scala Kecacatan Nyeri Punggung adalah

instrumen mandiri yang berisi dari 20 item yang dirancang untuk menilai

tingkat kecacatan fungsional pada individu dengan nyeri punggung. Dua

puluh item dikelompokkan menjadi enam area : istirahat / tempat tidur,

duduk / berdiri, ambulasi, penanganan benda besar / berat, gerakan dan

membungkuk / membungkuk. Pengukuran dilakukan dengan cara

memberikan tanda ceklis (√) responden diminta untuk menjawab pertanyaan

salah satu jawaban menurut Bapak/Ibu/Sdr paling sesuai kondisi yang

dialami. Low Back Pain yang terdiri dari 20 pertanyaan skala likert dengan

rentang nila 0-5, dimana 0 = “tidak mengalami kesulitan”, 1 = “kesulitan

minimal”, 2 = “agak kesulitan”, 3 = “cukup kesulitan”, 4 = “sangat

kesulitan”, 5 = “tidak mampu melakukan”. Hasil total yang diperoleh berada

di rentang 0-100 scale dengan rentang nilai dari 0 sampai dengan 5, dimana
0 = “tidak ada kesulitan sama sekali”, 1 = “kesulitan minimal”, 2 = “agak

kesulitan”, 3 = “cukup kesulitan”, 4 = “sangat kesulitan”, 5 = “tidak mampu

melakukan. Hasil total yang diperoleh berada direntang 0-100, dimana

semakin tinggi nilainya, artinya semakin rendah kemampuannya dan dapat

diinterpretasikan sebagai berikut: rentang 0 = “tidak mengalami kesulitan”

1-20 = “disabilitas minimal”, rentang 21-40 = “disabilitas sedang”, 41-60 =

“disabilitas berat”, 61-80 = “cacat, nyeri mempengaruhi semua aspek

hidupnya”, 81-100 = “hanya bisa berbaring, tidak dapat melakukan apapun.”

Pengumpulan data menggunkan instrument peneliti, akan dilakukan uji

statistik menggunakan uji korelasi dn regresi kemaknaan 5% (𝛼 = 0,05).

Yaitu dimana akan menunjukkan adanya hubungan jika nilai p <0,05.

2.2 Faktor Risiko pada Low Back Pain

2.2.1 Faktor Individu

2.2.1.1 Umur

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Helmina (2019) berjudul Hubungan

Umur, Jenis, Masa Kerja Dan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan

Musculoskeletal Disorder (MSDs) Pada Perawat mengataka bahwa ada hubungan

Usia dengan Musculoskeletal Disorders pada perawat dengan nilai P value <a

(0,05).

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Helmina (2019) berjudul Hubungan

Umur, Jenis, Masa Kerja Dan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan


Musculoskeletal Disorder (MSDs) Pada Perawat mengataka bahwa ada hubungan

Usia dengan Musculoskeletal Disorders pada perawat dengan nilai P value <a

(0,05).

Umur akan mempengaruhi keluhan Low Back Pain yang dirasakan

terjadinya perubahan umur menimbulkan perubahan fisik. Secara teori, LBP mulai

dirasakan pada decade kedua kehidupan dan insiden LPB tertingg ditemui decade

kelima (Tarwaka, 2004). Menurut penelitian Hardi (2018) ada hubungan antara

umur dengan keluhan pada perawat di rumah sakit X Jakarta dengan nilai p =0,018

atau p < 0,05 responden yang berumur >33 tahun berisiko lebih besar untuk

memiliki keluhan LBP dibandingkan responden berumur < 33 tahun.

Menurut Penelitian Helmina (2019) mengatakan karena semakin bertambah

tua umur seseorang maka proses degenerative akan terjadi regenerasi jaringan

menjadi jaringan parut, kerusakan jaringan, penurunan cairan yang bisa

berakibatkan berkurangnya stabilitas di otot dan tulang.

2.2.1.2 Jenis Kelamin

Menurut Poltras dalam Sugeng (2009) bahwa laki-laki dan perempuan

bekerja sesuai dalam kemampuan fisiknya. Pada Kekuatan fisik tubuh perempuan

rata-rata 2/3 dari kekuatan fisik laki-laki yang mempunyai kekuatan 65%. Karena

perempuan mempunyai siklus biologis reproduksi pada perempuan yaitu siklus haid,

kehamilan,menyusui, nifas, dan menopause, gambaran ini kekuatan fisik perempuan


yang sangat jelas perempuan muda dan laki-laki tua kemungkinan mempunyai

kekuatan fisik tubuh yang hampir sama. Menurut Penelitian, Hadyan (2015) wanita

dan laki-laki mempunya risiko yang sama terhadap keluhan Low Back Pain atau

nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun, pada timbulnya keluhan Low Back

Pain mempengaruhi pada jenis kelamin seseorang. pada wanita keluhan nyeri

punggung bawah lebih sering dirasakan atau sering terjadi pada saat mengalami

waktu siklus menstruasi, dan proses menopause dapat penurunan hormone estrogen,

sehingga terjadinya Low Back Pain atau Nyeri Punggung Bawah. Berdasarkan riset

yang dilakukan oleh Rasyidah (2019) mengenai Hubungan Jenis Kelamin dengan

Keluhan Nyeri Low Back Pain di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Royal Prima Jambi

menunjukkan bahwa keluhan Low Back Pain lebih banyak pada jenis perempuan

dibandingkan jenis kelamin pada laki-laki, karena perempuan banyak melakukan

jenis pekerjaan seperti intensitas membungkuk dibandingkan jenis kelamin laki-laki

dengan nilai P value 0,012. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Helmina (2019)

berjudul Hubungan Umur, Jenis, Masa Kerja Dan Kebiasaan Olahraga Dengan

Keluhan Musculoskeletal Disorder (MSDs) Pada Perawat mengataka bahwa ada

hubungan jenis kelamin dengan Musculoskeletal Disorders pada perawat dengan

nilai P value <a (0,05). Menurut Penelitian Helmina (2019) mengatakan Hormon

perempuan mengakibatkan perempuan lebih halus, Pertumbuhan kelengkapan tubuh

perempuan serta adannya jaringan lipid di bagian-bagian tubuh yang tak dimiliki

laki-laki dan aspek fisiologs kekuatan otot laki-laki lebih kuat dari kekuatan otot

pada perempuan sehingga lebih banyka mengalami keluhan Muscoleskeletal

Disorders.
2.2.1.3 Sikap Kerja

Sikap kerja yang dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan yaitu

berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, dan berjalan. Sikap kerja tersebut dilakukan

tergantung dari kondisi system kerja yang ada dilakukan. Saat kondisi system kerjanya

tidak benar akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan

yang tidak benar. Menurut Tarwaka (2014) Sikap kerja yang tidak ergonomis dapat

menyebabkan kelelahan dan Low Back Pain. Sikap kerja yang tidak alamiah adalah

sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi alamiah. Contoh

saat melakukan pergerakan tangan terangkat, semakin jauh bagian tubuh dari pusat

gravitasi tubuh makan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.

2.2.1.4 Kebiasaan Merokok

Seseorang yang kebiasaan perokok lebih merasakan Low Back Pain

dibandingkan yang tidak perokok. Setiap 10 batang rokok perhari memiliki risiko

Low Back Pain sejumlah 20%. Karena kapasitas pada paruparu bisa menurun pada

seseorang Kebiasaan merokok. Sebab Nikotin pada dibatang rokok bisa

menurunkan kualitas fungsi organ dalam tubuh dan kualitas darah di dalam tubuh

terjadinya menghambatkan aliran darah ke jaringan sehingga menimbulkan

kekurangan mineral pada tulang yang bisa menyebabkan nyeri karena terjadinya

retakan pada tulang. Menurut penelitian Patrianingrum (2015) ada hubungan

Relative Risk Merokok dan Kurang olahraga terhadap NBP bahwa menyatakan

bahwa faktor personal yaitu merokok dan juga kurang olahraga meningkatkan risiko

nyeri punggung bawah atau Low Back Pain berdasarkan nilai (p<0,05) dalam

perhitungan statistika variable merokok nilai RR sejumlah 1,348 kecenderungan


merasakan LBP Rpada esponden yang merokok berjumlah 1,348 kali lipat bila

dibandingkan dengan responden yang tidak merokok karena rokok menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplai nutrisi ke dalam sel-sel diskus

intervebralis, jika terjadi pemasukan nutrisi terganggu sel-sel akan mengalami

malnutrisi sehingga terjadi kerusakan.

2.2.1.5 IMT (Indeks Massa Tubuh)

IMT dikategorikan menjadi tiga yaitu kategori kurus dengan IMT kurang

dari 18.5, Normal dengan IMT 18.6-26, dan gemuk dengan IMT lebih dari 25. Pada

seseorang yang mempunyai berat bada berlebih beresiko timbulnya nyeri punggung

lebih besar dirasakan karena adanya beban pada sendi punumpuan berat badan yang

meningkat sehingga terjadinya ketidaknyamanan rasa nyeri punggung bawah atau

pinggang. Berlebihan berat badan menyebabkan adanya tarikan pada jaringan lunak

punggung menurut penelitian (Tarwaka dkk, 2004). Berdasarkan penelitian

dilakukan oleh Djadjang (2017) mengenai hubungan Indeks Massa Tubuh dengan

Kejadian Low Back Pain menyatakan bahwa 27 responde dengan IMT 17-22,9

sebanyak 2 orang (7,4%) yang menderita LBP dan 25 orang (92,4%) tidak menderita

LBP dan 41 responden dengan IMT > 23 terdapat 16 orang (39,0%) yang merasakan

atau menderita LPB dan 25 orang (61,0%) tidak menderita LBP ada hubungan yang

signifikan antara IMT dengan kejadian LBP Di Instalasi Gawat Darurat RSUPN DR.

CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA TAHUN 2017.

Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)


𝐼𝑀𝑇 = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚2 )
2.2.1.6 Tingkat Pendidikan

Menurut undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menjelaskan semua tingkat Pendidikan bisa terkena LPB, yaitu

Pendidikan dasar, Pendidikan menengah, dan Pendidikan tinggi (Depkes RI,

2007).

2.2.1.7 Massa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja

bekerja di suatu tempat. Masa kerja merupakan dapat mempengaruhi

kemampuan seseorang dengan melihat lamanya kerja kita dapat mengetahui

beberapa lama seseorang bekerja dan kita dapat menilai sejauh mana

pengalamannya.

2.2.2 Faktor Lingkungan

2.2.2.1 Kebisingan

Menurut Penelitian Andini (2015) secara tidak langsung kebisingan

dapat memicu yang meningkatkan rasa nyeri LBP yang dirasakan para

pekerja bisa menimbulkan stress saat berada di lingkungan yang bising atau

lingkungan yang tidak baik atau nyaman. Kebisingan yang ada di

lingkungan kerja juga bisa mempengaruhi performa kerja.

2.2.2.2 Getaran

Getaran merupakan faktor risiko yang mempengaruhi untuk

terjadinya Low Back Pain karenan getaran menyebabkan kontraksi otot yang

meningkat sehingga terjadinya peredaran darah tidak lancer,penumpukkan

asam laktat yang meningkat akhirnya menimbulkan ketidaknyamanan rasa

nyeri. Menghabiskan waktu yang lebih banyak di kendaraan atau di


lingkungan kerja yang memiliki hazard getaran berpotensi menimbulkan

keluhan nyeri punggung bawah atau Low Back Pain ( Andini, 2015).

2.2.3 Faktor Pekerjaan

Menurut Peneliti Andini (2015) yaitu :

2.2.3.1 Beban Kerja

Pekerjaan atau gerakan yang melakukan tenaga besar dengan beban

mekanik yang sangat besar terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi.

Inflamasi, kerusakan otot, kelelahan otot, iritasi, dan jaringan lainnya

terjadinya inflamasi karena beban berat yang dilakukan dalam pekerjaan.

Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang diselesaikan oleh sekelompok

dan seseorang dalam waktu periode keaadaan normal.

a) Posisi kerja

Posisi janggal adalah posisi tubuh menyimpang secara signifikan dari

posisi tubuh normal pada saat melakukan sesuatu Tindakan atau pekerjaan.

Posisi janggal ini mudah menimbulkan kelelahan karena dalam kondisi

dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka yang tidak efisien.

Pengulangan atau waktu lama yang dalam posisi menggapai, memiringkan

badan, berputar, berlutut, jongkok, memegang dalam psosisi statis,

melakukan menjepit dengan menggunakan tangan semua ini termasuk

kedalam posisi janggal. Posisi Tubuh yang sering mengalami cedera yaitu

bahu, punggung dan lutut dan yang melibatkan posisi kerja beberapa area

tubuh ini seperti bagian tubuh, punggung dan lutut.


b) Repitisi

Repetisi adalah gerakan yang berulang-ngulang dengan pola yang

sama. Frekuensi gerakan yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan

ketegangan otot tendon. Cara melakukan untuk pemulihan ketegangan otot

tendon yaitu melakukan jeda waktu istirahat yang baik digunakan dalam

melakukan peregangan otot.

c) Durasi

Durasi adalah jumlah waktu yang terpanjang faktor risiko. Ukuran

waktu durasi didefinisika yaitu durasi singkat jika < 1 jam perhari, durasi

sedang yaitu 1-2 jam perhari dan durasi lama yaitu > 2 jam perhari. Durasi

yang dipertahankan postur tersebut Lebih dari 10 detik beresiko terjadinya

postur janggal. Menyebabkan kelelahan otot karena Gerakan yang sering

berulang-ulang. Terjadinya berkontraksi otot sangat memerlukan oksigen,

saat melakukan pekerjaan atau Tindakan yang berulang-ulang dari otot

menjadi terlalu cepat sehingga menyebabkan oksigen belum mencapai

jaringan makn akan terjad kelelahan otot.

2.3 Ergonomi

2.3.1 Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari kata latin ergon artinya kerja dan nomos artinya

hukum alam. Definisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkugan

kerjanya yang ditinjau anotomi, fisiologi, psikologi, engineering/teknik, manajemen

dan perancangan. Ergonomi bersangkutan dengan optimis, efisiensi, Kesehatan,

keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat lingkungannya seperti tempat kerja,


dirumah dan tempat rekreasi. Di dalam Internasional Ergonomic Asosiation,

ergonomi bersangkutan dengan studi mengenai sitem manusia, fasilitas dan

lingkungan kerja yang saling berinteraksi dengan tujuan utama menyesuaikan

suasana kerja dengan manusiannya. Ergonomi disebut Human Faktor (Nurmianto,

2008). Menurut Nurmianto (2008) Ergonomi diterapkan pada bidang fisiologi,

psikologi, perancangan, analisi, sintesis, evaluasi proses kerja dan produk untuk

wiraswastawan, manger, militer, dosen, mahasiswa, dan pemerintah.

Tujuan Ergonomi untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dalam

pencegahan cedera akibat penyakit kerja, mengurangin beban kerja fisik dan mental,

mengupayaka promosi dan kepuasan kerja.,untuk Meningkatkan kesejahteraan

social melalui peningkatan kontak sosial, mengatur kerja secara tepat guna,

memperbaiki jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah

tidak produktif, terakhir untuk menciptakan keseimbangan rasional antara beberapa

aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya system kerja yang

selalu dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Aspek- aspek dalam ergonomi Menurut Pusparini (2005), yaitu :

2.3.1.1 Faktor manusia

ada dua faktor yaitu faktor dari luar manusia dan dari dalam manusia.

Dari luar manusia yaitu penyakit, gizi, lingkungan kerja, adat istiadat, dan

sosial ekonomi. Faktor dari dalam yaitu umur, jenis kelamin, kekuatan otot,

bentuk, dan ukuran tubuh lainnya.


2.3.1.2 Antropomentri

Cabang dari ilmu ergonomic yang mempelajari karakteristik tubuh

manusia seperti volume, tidak berat, dan masa dari bagian-bagian tubuh.

Ukuran alat harus sesuai dengan ukuran yang tubuh tenaga kerja. Jika alat

ukur kerja tidak sesuai dengan tubuh tenaga kerja akan menimbulka

ketidaknyamanan sehingga mempengaruhi produkvitas. Menyebabkan

gejala penyakit otot akibat melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dengan

cara yang tidak tepat dan timbul kelelahan kerja.

2.3.2 Sikap tubuh dalam bekerja

Menurut teori sikap kerja yang tidak ergonomis dapat menyebabkan

kelelahan dalam bekerja sehingga terjadinya cedera pada otot. Sikap kerja yang tidak

sesuai alamiah adalah sikap kerja menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak

menjauhi posisi sesuai alamiah. Contoh saat melakukan gerakan tangan terangkat,

semakin jauh bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula

resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja seperti selalu membungkuk,

berdiri, dan duduk terlalu lama menyebabkan peningkatkan resiko terjadinya Low

Back Pain. Sebaiknya saat bekerja selalu memperhatikan sikap tubuh yang benar

untuk menghindari terjadinya cidera yang dapat mengakibatkan keluhan nyeri

punggung bawah (Rasyidah,2019).

Sikap bekerja terdapat ada 3 macam, yaitu

2.3.2.1 Sikap kerja berdiri

Menurut penelitian Nastoba (2016) menyatakan bahwa berdiri dalam

waktu lama, tubuh hanya bisa mentolerir saat berdiri dengan satu posisi
selama waktu 20 menit. Jika lebih dari 20 menit perlahan-lahan elastisitas

jaringan akan berkurang yang menyebabkan tekanan otot meningkat

sehingga timbul ketidaknyamanan rasa pada daerah panggul.

2.3.2.2 Sikap Kerja duduk

Menurut penelitian Koesyanto (2013) menyatakan bahwa Sikap

Kerja duduk meminimalkan beban yang ditopang oleh tubuh, bisa

mengurangi beban otot statis pada kaki, bisa untuk meregangkan otot otot

pada sendi, dan tidak membutuhkan energi banyak saat sikap kerja duduk

dibandingkan dengan sikap kerja berdiri.

Bekerja dengan sikap duduk dapat mengurangi tekanan langsung pada

jaringan otot lunak, contoh pada posisi duduk tulang punggung menopang

tubuh dimana otot lunak pada tubuh tidak terjadinya penekanan beban berat

langsung dari berat tubuh (koesyanto , 2013).

2.3.2.3 Sikap kerja Membungkuk

Menurut penilitian Kurniawidjaja (2014) Membungkuk adalah posisi

membelokkan tulang punggung ke arah frontal yang membebani diskus

intervertebralis dan meningkatkan kontraksi ligamen dan otot-otot

penyangga tulang belakang. Postur membungkuk adalah postur yang sangat

berisiko atau berbahaya, karena saat fleksi terjadinya ketegangan otot

(strain) terutama pada bagian ligamentum interspinosus dan supraspinosus,

diikutin dengan ligamentum intrascapular dan ligamentum flavum. Jika

pekerjaan membungkuk itu sering dilakukan saat melakukan Tindakan

pekerjaan maka terjadinya ligament dan otot-otot penyangga tulang

belakang dapat melemah dan terjadinya peningkatan tekanan pada diskus


intervertebral. Tetapi Membungkuk posisi pekerjaan perawat yang tidak

mungkin dihindari terutama saat memberikan pelayan kepada klien pada

saat klien berbaring di tempat tidur.

Dari segi otot, sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit

membungkuk, sedangkan dari aspek tulang penentuan sikap kerja yang baik

adalah sikap kerja duduk yang posisi tegak agar punggung tidak terjadi

bungkuk yang menyebabkan otot perut tidak menjadi kelelahan. Sangat

dianjurkan dalam kita bekerja dengan menggunakan sikap kerja duduk yang

tegak harus diselingi dengan istirahat dalam bentuk sedikit posisi

membungkuk menurut Suma’mur (2013).

2.3.3 Sikap kerja perawat

Menurut Gibson (1997) bahwa sikap kerja perawat sebagai perasaan positif

atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang. Sikap lebih

merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian

dan motivasi.

Sikap kerja perawat mempunyai peran besar dalam meningkatkan kinerja

perawat dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Sikap yang dimiliki perawat

merupakan respon batin yang timbul dan diperoleh pengetahuan yang dimiliki.

Sikap merupakan suatu pola perilaku tendesi atau kesiapan antisipatif, predisposisi

untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah

respons terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2015). Menilai

sikap kerja perawat dengan cara menggunakan kuesioner dengan menilai ergonomi

atau tidak ergonomi saat bekerja.


2.3.4 Kerangka Teori Low Back Pain

Skema 2.1

Faktor Individu :
• Umur
• Jenis Kelamin Faktor Lingkungan :
• Sikap kerja
• Kebiasaan • Kebisingan
merokok • Getaran
• IMT
• Tingkat Tingkat
Pendidikan Resiko Low
• Massa Kerja Back Pain
Faktor Pekerja :

• Beban kerja

Keluhan
Low Back
Pain
Faktor ergonomi :
• Faktor
manusia
• Antropometri
Sikap Tubuh dalam
bekerja :
• Sikap kerja
berdiri
• Sikap kerja
duduk
• Sikap kerja
Membungkuk

Sumber : (Tarwaka,2004), (Patrianingrum,2015), (Pusparini,2005),

(Nurmianto, 2008), (Rasyidah,2019).

Anda mungkin juga menyukai