Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PENDAHULUAN: HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

Asmelya Dini Nurjannah

1806139916

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS

DEPOK, SEPTEMBER 2022


LAPORAN PENDAHULUAN

I. Anatomi dan fisiologi Tulang Belakang (LeMone & Burke, 2017; Hines, 2018)
Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang
disebut vertebrata atau ruas tulang belakang.
Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat
bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang
belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai
67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9
ruas sisanya dikemudian hari menyatu menjadi
sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah.
Tulang vertebra dikelompokkan sebagai berikut:
1. Servikal (leher)
Fungsi utama tulang belakang leher adalah
untuk menopang berat kepala (sekitar 10
pon). Tujuh vertebra serviks diberi nomor C1
hingga C7. Leher memiliki rentang gerak
terbesar karena dua vertebra khusus yang terhubung ke tengkorak. Vertebra pertama
(C1) adalah atlas berbentuk cincin yang menghubungkan langsung ke tengkorak.
Sendi ini memungkinkan untuk mengangguk atau "ya" gerakan kepala. Vertebra
kedua (C2) adalah sumbu berbentuk pasak, yang memiliki proyeksi yang disebut
odontoid, yang berputar di sekitar atlas. Sendi ini memungkinkan gerakan kepala dari
sisi ke sisi atau "tidak".
2. Thorakal (punggung tengah)
Fungsi utama tulang belakang dada adalah untuk menahan tulang rusuk dan
melindungi jantung dan paru-paru. Dua belas vertebra toraks diberi nomor T1 hingga
T12. Rentang gerak di tulang belakang toraks terbatas.
3. Lumbar (punggung bawah)
Fungsi utama tulang belakang lumbar adalah untuk menahan beban tubuh. Lima
vertebra lumbalis diberi nomor L1 sampai L5. Vertebra ini berukuran jauh lebih besar
untuk menyerap tekanan mengangkat dan membawa benda berat.
4. Sakrum
Fungsi utama sakrum adalah untuk menghubungkan tulang belakang ke tulang
pinggul (iliac). Ada lima vertebra sakral yang menyatu bersama.
5. Coccyx (daerah tulang ekor)
Empat ruas ulang ekor yang menyatu memberikan perlekatan untuk ligamen dan otot-
otot dasar panggul.
Diskus intervertebralis
Setiap vertebra di tulang belakang dipisahkan dan dilapisi oleh cakram/diskus
intervertebralis, yang menjaga tulang agar tidak saling bergesekan. Cakram didesain
seperti ban mobil radial. Cincin luar, yang disebut anulus, memiliki pita berserat yang
saling bersilangan, seperti tapak ban. Pita ini menempel di antara tubuh setiap vertebra. Di
dalam cakram terdapat pusat berisi gel yang disebut nukleus.

Sumber gambar: https://mayfieldclinic.com/pe-anatspine.htm

Cakram berfungsi seperti pegas melingkar. Serabut-serabut anulus yang bersilangan


menarik tulang-tulang vertebra bersama-sama melawan tahanan elastik dari nukleus yang
berisi gel. Nukleus bertindak seperti bantalan bola saat seseorang bergerak. Nukleus berisi
gel sebagian besar berbentuk cairan. Cairan ini diserap pada malam hari saat seseorang
berbaring dan didorong keluar pada siang hari saat bergerak tegak. Seiring bertambahnya
usia, cakram semakin kehilangan kemampuan untuk menyerap kembali cairan dan
menjadi rapuh dan rata. Hal inilah mengapa seseorang menjadi lebih pendek seiring
bertambahnya usia dan juga munculnya penyakit, seperti osteoartritis dan osteoporosis.
Cedera dan ketegangan dapat menyebabkan cakram menonjol atau herniasi, suatu kondisi
di mana nukleus didorong keluar melalui anulus untuk menekan akar saraf yang
menyebabkan sakit punggung.

II. Definisi, faktor resiko, dan etiologi penyakit


a. Definisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Hernia Nukleus Pulposus atau disebut juga sebagai rupture diskus vertebra/ diskus
intervertebralis yang mengalami hernia merupakan ruptur tulang rawan yang
mengelilingi diskus intervertebralis dengan penonjolan nukleus pulposus (LeMone &
Burke, 2017). Diskus intervertebralis adalah lempeng tulang rawan yang membentuk
bantalan di antara korpus vertebra. Bahan yang keras dan berserat ini tergabung dalam
sebuah kapsul. Bantalan seperti bola di tengah cakram disebut nukleus pulposus. Pada
herniasi diskus intervertebralis (diskus pecah), nukleus diskus menonjol ke dalam
anulus (cincin fibrosa di sekitar diskus), dengan kompresi saraf berikutnya (Hinkle &
Cheever, 2018). Penonjolan atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului oleh
perubahan degeneratif yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Hilangnya
polisakarida protein dalam cakram menurunkan kadar air nukleus pulposus.

Sumber gambar: (Hinkle & Cheever, 2018)


(A) Tulang belakang lumbar, cakram invertebralis, dan akar saraf tulang belakang
yang normal. (B) Ruptur diskus vertebra/HNP.
b. Etiologi dan Faktor Risiko HNP
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat dihasilkan dari degenerasi alami seiring
bertambahnya usia, stres, atau trauma berulang pada tulang belakang. Nukleus
pulposus awalnya dapat menonjol dan kemudian menimbulkan herniasi dan memberi
tekanan pada saraf di dekatnya (Lewis & Dirksen, 2014). Penonjolan ini dapat terjadi
di mana saja di sepanjang kolumna vertebralis, tetapi herniasi pada diskus thoraks
jarang terjadi (LeMone & Burke, 2017). Area herniasi yang paling umum adalah
cakram lumbosakral, khususnya L4-5 dan L5-S1 (Lewis & Dirksen, 2014). HNP juga
dapat terjadi pada C5-6 dan C6-7. HNP juga dapat disebabkan stenosis tulang
belakang, dimana penyempitan kanal tulang belakang memaksa diskus
intervertebralis menonjol. Tonjolan dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat
dari trauma seperti mengangkat benda berat atau jatuh. Saraf tulang belakang muncul
dari tulang belakang melalui lubang (foramen intervertebralis) antara vertebra yang
berdekatan. Cakram hernia dapat menekan saraf ini (saraf terjepit) yang menyebabkan
radikulopati (nyeri yang menjalar, mati rasa, kesemutan, dan berkurangnya kekuatan
dan/atau rentang gerak).

Herniasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap (LeMone & Burke, 2017).
Mengangkat tulang belakang secara tidak benar atau tiba-tiba dapat menyebabkan
kejang otot dan ruptur dengan rasa sakit yang intens. Herniasi bertahap adalah hasil
dari perubahan degeneratif, osteoarthritis atau ankylosis spondylitis. Orang dengan
herniasi bertahap memiliki onset rasa sakit yang lambat disertai defisit neurologis.
Diskus intervertebralis yang mengalami herniasi lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita dan usia antara 30 dan 50 tahun (LeMone & Burke, 2017).
Faktor risiko HNP antara lain (Herliana, Yudhinono , & Fitriyani, 2017):
 Aktivitas mengangkat benda berat dengan posisi awalan yang salah seperti posisi
membungkuk sebagai awalan
 Kebiasaan sikap duduk yang salah dalam rentang waktu yang sangat lama
 Melakukan gerakan yang salah baik disengaja maupun tidak yang sangat
berpengaruh pada tulang dan menyebabkan tulang punggung mengalami
penyempitan sehingga terjadi trauma
 Kelebihan berat badan (obesitas)
III. Manifestasi Klinis
Tekanan yang dihasilkan pada saraf tulang belakang yang berdekatan menyebabkan
berbagai karakteristik manifestasi yang bervariasi dengan lokasi. Berikut adalah
manifestasi klinis dari HNP (LeMone & Burke, 2017):
1. Manifestasi diskus lumbar
- Nyeri berulang di punggung bawah
Nyeri biasanya menyebar ke seluruh pantat sampai ke bawah kaki posterior.
Nyeri punggung lumbal yang menyebar ke kaki posterior dan meningkat dengan
bersin atau batuk (akibat tekanan pada akar saraf L4, L5, S1, S2 atau S3, yang
menimbulkan linu saraf panggul). Linu panggul dapat ditimbulkan ketika pasien
merasakan sakit saat mengangkat satu kaki (dorsofleksi). Nyeri linu panggul
bervariasi dalam intensitas. Hal ini diperparah oleh berbagai posisi dan aktivitas,
termasuk duduk, mengejan, batuk, bersin, menaiki tangga, berjalan dan
mengendarai mobil.
- Deformitas postural, defisit motorik, defisit sensorik dan perubahan reflex
Saat berdiri, pasien biasanya memiliki sedikit kemiringan ke depan, skoliosis
tulang belakang lumbar, sedikit fleksi pinggul dan lutut pada sisi yang sakit dan
kejang otot paravertebral. Defisit motorik termasuk kelemahan, masalah fungsi
seksual dan eliminasi urin. Defisit sensorik termasuk parestesia dan mati rasa.
Selain itu, refleks lutut dan pergelangan kaki menurun atau tidak ada.
2. Manifestasi diskus servikal
- Nyeri pada bahu, leher dan lengan
- Tetraparesis/tetraplegia
Kelemahan/kelumpuhan otot pada kedua lengan dan kedua tungkai
- Parestesia, kejang otot dan kaku leher
- Penurunan atau tidak adanya refleks lengan
- Herniasi servikal sentral menyebabkan nyeri ringan dan intermiten. Namun,
pasien mungkin juga mengalami kelemahan ekstremitas bawah, gaya berjalan
tidak stabil, kejang otot, masalah eliminasi urin, perubahan fungsi seksual dan
refleks ekstremitas bawah yang hiperaktif.
Manifestasi klinis berdasarkan lokasi ruas tulang belakang (LeMone & Burke, 2017):
a. Tingkat L4 - L5 (mempengaruhi akar saraf lumbal kelima)
- Nyeri di pinggul, punggung bawah, paha posterolateral, kaki anterior, permukaan
punggung kaki, kejang otot jempol kaki di daerah yang terkena
- Paraestesia pada tungkai lateral dan tidak adanya refleks pergelangan kaki
- Sindrom cauda equina (dengan kompresi akar saraf lengkap): inkontinensia usus
dan kandung kemih, kelumpuhan ekstremitas bawah
b. Tingkat L5- S1 (mempengaruhi akar saraf sakral pertama)
- Nyeri di daerah midgluteal, paha posterior, betis sampai tumit, permukaan plantar
kaki hingga jari kaki keempat dan kelima
- Paraestesia di betis posterior, tumit lateral, dan kaki
- Kesulitan berjalan dengan jari kaki
c. Tingkat C5 Sampai C6 (mempengaruhi akar saraf servikal keenam)
- Nyeri di leher, bahu, lengan atas anterior, area radial lengan bawah, ibu jari
- Paraestesia lengan bawah, ibu jari, jari telunjuk dan lengan lateral menurunkan
refleks biseps dan supinator
- Refleks trisep normal hingga hiperaktif
IV. Patofisiologi

V. Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan herniasi nukleus pulposus dapat terjadi akibat efek
kompresi pada akar saraf yang mengakibatkan defisit motorik. Pada tulang belakang
leher dan dada juga ada risiko kompresi sumsum tulang belakang pada kasus yang parah.
 Sindrom cauda equina adalah komplikasi lain yang dihasilkan dari kompresi akar
saraf lumbosakral dengan kemungkinan disfungsi usus atau kandung kemih (De
Cicco & Camino, 2022).
 Inkontinensia urine dan inkontinensia tinja
 Hilang sensasi di area sekitar dubur dan paha bagian dalam
 Kerusakan saraf permanen yang menyebabkan kelumpuhan

VI. Pengkajian
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
HNP sering terjadi pada usia 30 – 50 tahun, kebanyakan pada jenis kelamin pria
dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda
berat)
2. Keluahan Utama
- P: Nyeri pada punggung bawah, trauma (mengangkat atau mendorong benda
berat)
- Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Kaji penyebaran
nyeri.
- R: Lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga letak
nyeri dapat diketahui dengan cermat.
- S: Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh.
Posisi seperti apa yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri.
Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun
tangga, menyapu, gerakan yang mendesak.
- T: Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,
hilang timbul, semakin lama makin nyeri.
3. Riwayat Keperawatan
- Apakah klien pernah mengalami cedera leher, pernah menderita Tb tulang,
osteomilitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis).
4. Status mental
kaji adanya stress atau ketidakseimbangan mental
5. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
- Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan
untuk evalusi neurogenik
- Hambatan pada pegerakan punggung, pelvis dan tungkai selama begerak.
- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna
kulit
 Palpasi dan perkusi
- Palpasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa
nyeri
- Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke
lateral atau antero-posterior
- Palpasi dan perkusi abdomen, kaji adanya distensi abdomen, kandung kemih
penuh
6. Neuorologik
 Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan
jari lainnya dengan menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi
dengan menahan gerakan.
- Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-
kiri.
- Faskulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
 Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan sensorik (kemampuan merasakan sensasi, nyeri, suhu, getaran)
(vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat
ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
 Pemeriksaan reflex
- Refleks lutut/patela/hammer (klien bebraring duduk dengan tungkai
menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit achiles (klien dalam posisi berbaring, lutut posisi fleksi, tumit
diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi
dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada HNP lateral di L4-5
refleks ini negatif.
 Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat
nyeri atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnosa HNP:
1. Foto polos Lumbosacral
Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan untuk melihat penyebab
penyakit punggung, seperti adanya patah tulang, degenerasi, dan penyempitan. Pada foto
lumbosacral akan terlihat susunan tulang belakang yang terdiri dari 5 ruas tulang belakang,
sacrum dan tulang ekor (Maksum & Hanriko, 2016).
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computered Tornografi Scan (CT Scan)
Direkomendasikan pada pasien dengan kondisi yang serius atau deficit neurologis yang
progresif, seperti infeksi tulang, cauda equine syndrome atau kanker dengan penyempitan
vertebra. Pada kondisi tersebut keterlambatan dalam diagnosis dapat mengakibatkan
dampak yang buruk (Maksum & Hanriko, 2016).
3. Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)
Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam mengevaluasi gejala neurologis dan
atau deficit neurologis yang terlihat selama pemeriksaan fisik. Pada pasien HNP dengan
gejala dan tanda neuroligis EMG dan NCS dapat membantu untuk melihat adanya
lumbosacral radiculopathy, pepipheral polyneuriphathy, atau myopathy.
VII. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. D.0077 Nyeri akut L.08066 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen Setelah diberikan
pencedera fisiologis intervensi selama 3x24 1. Observasi
DS: jam diharapkan tingkat  lokasi, karakteristik, durasi,
 Mengeluh nyeri nyeri pasien menurun frekuensi, kualitas,
DO: dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
 Tampak meringis - Kemampuan  Identifikasi skala nyeri
 Bersikap protektif menuntaskan  Identifikasi respon nyeri
 Gelisah aktivitas meningkat non verbal
 Frekuensi nadi meningkat - Keluhan nyeri  Identifikasi faktor yang
 Sulit tidur menurun memperberat dan
- Meringis menurun memperingan nyeri
 Tekanan darah meningkat
- Sikap protektif  Identifikasi pengetahuan
 Pola nafas berubah
menurun dan keyakinan tentang nyeri
 Nafsu makan berubah - Gelisah menurun  Identifikasi pengaruh
 Proses berpikir terganggu - Kesulitan tidur budaya terhadap respon
 Menarik diri menurun nyeri
 Berfokus pada diri sendiri - Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh nyeri
 Diaforesis membaik pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. D.0054 Gangguan mobilitas L.05042 Mobilitas Dukungan Ambulasi (1.06171)


fisik berhubungan dengan Fisik
gangguan neuromuscular Setelah diberikan 1. Observasi
DS: intervensi selama 3x24  Identifikasi adanya nyeri
 Mengeluh sulit jam diharapkan atau keluhan fisik lainnya
menggerakan ekstremitas mobilitas fisik pasien  Identifikasi toleransi fisik
 Nyeri saat bergerak meningkat dengan melakukan ambulasi
 Enggan melakukan kriteria hasil:  Monitor frekuensi jantung
pergerakan - Pergerakan dan tekanan darah sebelum
 Merasa cemas saat ekstremitas memulai ambulasi
bergerak meningkat  Monitor kondisi umum
DO: - Kekuatan otot selama melakukan ambulasi
 Kekuatan otot menurun meningkat 2. Terapeutik
 ROM menurun - ROM meningkat  Fasilitasi aktivitas ambulasi
 Sendi kaku - Nyeri, kecemasan, dengan alat bantu (mis.
 Gerakan tidak kaku sendi, gerakan tongkat, kruk)
terkoordinasi tidak terkoordinasi,  Fasilitasi melakukan
 Gerakan terbatas gerakan terbatas, dan mobilisasi fisik, jika perlu
 Fisik lemah kelemahan fisik  Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

3. D.0005 Pola nafas tidak L.01004 Pola Nafas Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif berhubungan dengan Setelah diberikan
hambatan upaya nafas intervensi selama 3x24 1. Observasi
(kelemahan otot pernafasan) jam diharapkan pola  Monitor pola napas
DS: nafas pasien membaik (frekuensi, kedalaman,
 Dispnea dengan kriteria hasil: usaha napas)
 Ortopnea - Dispnea menurun  Monitor bunyi napas
DO: - Penggunaan otot tambahan (mis. Gurgling,
 Penggunaan otot bantu bantu nafas menurun mengi, weezing, ronkhi
pernafasan - Pemanjangan fase kering)
 Fase ekspirasi memanjang ekspirasi menurun  Monitor sputum (jumlah,
 Pola nafas abnormal - Frekuensi nafas warna, aroma)
 Pernafasan pursed-lip membaik 2. Terapeutik
- Kedalaman nafas  Pertahankan kepatenan jalan
 Pernafasan cuping hidung
membaik napas dengan head-tilt dan
 Diameter thoraks
chin-lift (jaw-thrust jika
anterior-posterior
curiga trauma cervical)
meningkat
 Posisikan semi-Fowler atau
 Ventilasi semenit Fowler
menurun  Berikan minum hangat
 Kapasitas vital menurun  Lakukan fisioterapi dada,
 Tekanan ekspirasi jika perlu
menurun  Lakukan penghisapan lendir
 Tekanan inspirasi kurang dari 15 detik
menurun  Keluarkan sumbatan benda
 Ekskursi dada berubah padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

IX. Treatment/pengobatan dan terapi/medikasi (LeMone & Burke, 2017; Lewis &
Dirksen, 2014)
Diskus intervertebralis yang pecah dapat diobati secara konservatif atau dengan pembedahan.
Pasien dengan kerusakan diskus biasanya pertama kali ditangani dengan terapi konservatif.
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit dan penyembuhan diskus yang terlibat
dengan fibrosis. Perawatan konservatif biasanya diresepkan selama 2 sampai 6 minggu.
Rejimen pengobatan tergantung pada tingkat keparahan manifestasi. Penurunan tingkat
aktivitas dengan tirah baring tidak lagi direkomendasikan dan dalam banyak kasus, pasien
disarankan untuk melanjutkan aktivitas normal sambil meminum obat yang diresepkan untuk
nyeri, peradangan, dan kejang otot. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati sakit
punggung termasuk analgesik non-narkotika, obat anti-inflamasi seperti NSAID, relaksan
otot dan obat penenang-penenang.
Perawatan konservatif:
a. Terapi fisik
Hal ini termasuk pembatasan gerakan tulang belakang yang ekstrem (penyangga, korset, atau
ikat pinggang), ultrasound dan pijatan, traksi, dan stimulasi saraf listrik transkutan (TENS).
b. Terapi obat
- Analgesik (mis., tramadol [Ultram, Ryzolt])
- Obat antiinflamasi nonsteroid
- Relaksan otot (mis., cyclobenzaprine [Flexeril])
- Obat anti kejang (mis., gabapentin [Neurontin])
- Antidepresan (misalnya, pregabalin [Lyrica])
- Injeksi kortikosteroid epidural
Pembedahan
Pembedahan diindikasikan untuk pasien yang tidak merespon manajemen konservatif atau
memiliki defisit neurologis yang serius. Beberapa intervensi bedah digunakan untuk
mengobati diskus intervertebralis yang pecah. Jenis operasi yang dipilih tergantung pada
lokasi diskus dan stabilitas tulang belakang.
• Laminektomi
Laminektomi merupakan jenis operasi yang paling sering dilakukan yaitu berupa
pengangkatan sebagian lamina vertebra. Operasi dilakukan untuk mengurangi tekanan
pada saraf. Hal ini sering dikombinasikan dengan pengangkatan nukleus pulposus
yang menonjol (nuclectomy).
• Foraminotomi adalah pembesaran lubang antara cakram dan sendi facet untuk
menghilangkan pertumbuhan berlebih tulang yang menekan saraf. Lokasi dan ukuran
sayatan bervariasi sesuai dengan preferensi ahli bedah dan lokasi serta ukuran cakram
yang pecah.
• Mikrodisektomi
Dilakukan melalui sayatan yang sangat kecil. Jenis operasi ini mengurangi
kemungkinan trauma pada struktur di sekitarnya selama operasi dan memungkinkan
mobilitas pasca operasi dini dan rawat inap yang singkat di rumah sakit.
• Fusi tulang belakang
Fusi tulang belakang adalah penyisipan sepotong tulang berbentuk baji atau serpihan
tulang di antara tulang belakang untuk menstabilkannya. Tulang biasanya diambil dari
situs donor seseorang, seperti krista iliaka. Fusi tulang belakang juga dapat dilakukan
melalui implan tulang belakang dengan alat yang disebut BAK (silinder titanium
berongga dengan lubang), yang dikemas dengan tulang cangkok dari situs donor dan
ditempatkan di tempat disk dikeluarkan.
• Diskektomi
Diskektomi adalah pengangkatan nukleus pulposus dari diskus intervertebralis.
Diskektomi dapat dilakukan sendiri atau dengan laminektomi.
• Elektrotermoplasti Intradiskus (IDET)
Terapi elektrotermal intradiscal (IDET) menggunakan energi panas untuk mengobati
rasa sakit dari cakram tulang belakang yang menonjol. Jarum khusus dimasukkan ke
dalam disk dan dipanaskan hingga suhu tinggi. Panas mengental dan menutup dinding
disk dan mengurangi penonjolan disk.

Daftar Pustaka

De Cicco, F. L & Camino, W. G. O. (2022). Nucleus Pulposus Herniation. In: StatPearls


[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542307/
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan IndikatorDiagnostik.
[Edisi 1]. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. [Edisi 1]. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan KriteriaHasil
Keperawatan. [Edisi 1]. Jakarta: DPP PPNI.
LeMone, P. (2017). Medical-surgical nursing: critical thingking for personcentred care (3th
ed.). Australia: Pearson
Lewis, S.L., Dirksen, S.R. (2014). Medical Surgical Nursing: Assessment andManagement of
Clinical Problem. (9th edition). St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2018). Brunner & Suddarth's: Textbook of medical-surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai