Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

DISUSUN OLEH :
DAFFA ANDHIKA DHARMA PUTRA
20.0601.0040

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2023
A. Definisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi
penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada nukleus pulposus dalam
diskus intervertebralis. Tulang belakang/kolumna vertebralis tersusun atas
ruas ruang tulang belakang (korpus vertebralis) yang dihubungkan oleh
diskus intervertebralis. Diskus-diskus ini membentuk sendi fibrokartilago
sehingga memungkinkan tulang belakang bergerak fleksibel. Diskus ini
juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam kejut (Tarwoto, 2013).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan
rupture annulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nukleus pulposus
menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal,
menimbulkan nyeri dan mungkin deficit neurologic. Sebagian besar terjadi
antara L4 dan L5, menekan akar saraf L5 atau antara L5 dan S1, menekan
akar saraf (Nurarif, 2015).
Hernia nukleus pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis
spinalis melalui anulus vibrosis yang robek. HNP merupakan suatu nyeri
yang disebabkan oleh suatu proses patologik dikolumna vertebralis pada
diskus intervertebralis/diskogenik (Muttaqin, 2018).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan dimana nucleus
pulposus keluar menonjol atau perubahan bentuk dan kemudian menekan
ke arah kanalis spinal melalui annulus fibrosis yang robek sehingga
menyebabkan nyeri pinggang yang berat, kronik, dan berulang.
B. Etiologi
Faktor Presipitasi dan Predisposisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
menurut Baticaca (2018) adalah sebagai berikut:
a. Presipitasi
1). Pekerjaan dan Aktivitas: duduk yang terlalu lama mengangkat atau
menarik barangatau benda berat,sering membungkuk atau gerakan
memutar pada punggung,latihan fisik yang berat,paparan pada vibrasi
yang konstan seperti supir.
2). Olahraga yang tidak teratur
Mulai latihan setelah lama tidak latihan, latihan yang berat dalam
jangka waktu yang lama.
3). Merokok, nikotin dan racun-racun lain dapat menganggu
kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari
dalam darah.
4). Ketidakstabilan vertebra karenasalah posisi, mengangkat dan lain-
lain.
b. Predisposisi
1). Trauma
2). Degenerasi yang berkaitan dengan proses penuaan dan malformasi
kongentinal. Herniasi dapat berkembang dari beberapa bulan sampai
tahunan, menyebabkan gejala-gejala akut dan kronis.

C. Klasifikasi
Klasifikasi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) menurut Muttaqin (2018)
adalah sebagai berikut :
a. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian
luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa
dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong
ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat
penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang
sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen
dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada
satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai
menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
b. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang
normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps
yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang
belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini
menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal
syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali
gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
c. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia.
Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang
parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian
bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya
mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi
(menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan
penonjolan sendi). Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang
paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong
adalah faktor penyebab yang paling utama.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Setyanegara (2017), manifestasi klinis HNP adalah sebagai
berikut :
a. Hernia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung
dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh
posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang
terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonik
adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2
prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan
tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah
iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil
sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis
lumbal.
Syndrom Perkembangan lengkap syndrom sendi intervertebral
lumbalis yang prolaps terdiri :
1.      Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2.      Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3.      Kombinasi paresthesiasi,  lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1.   Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar
kejurusan tungkai yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2.   Tess Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3.   Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan
Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral
tungkai atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang
terjadi paresis dari muskulus ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor
ibu jari.
b. Hernia servicalis
- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
(sevikobrachialis)
- Atrofi di daerah biceps dan triceps
- Refleks biceps yang menurun atau menghilang
- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
c. Hernia thorakalis
- Nyeri radikal
- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan
kejang paraparesis
- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

E. Patofisiologi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat disebabkan oleh proses
degeneratif dan trauma yang diakibatkan oleh (jatuh, kecelakaan, dan
stress minor berulang seperti mengangkat benda berat) yang berlangsung
dalam waktu yang lama. Diskus intervertebralis merupakan jaringan yang
terletak antara kedua tulang vertebra, yang dilingkari oleh anulus fibrosus
yang terdiri atas jaringan konsentrik dan fibrikartilago dimana didalamnya
terdapat substansi setengah cair. Substansi inilah yang dinamakan dengan
Nukleus Pulposus yang mengandung berkas-berkas serat kolagenosa, sel
jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam-
kejut (shock absorver) antara korpus vertebra yang berdekatan, dan juga
berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan kapiler.
Diskus intervertebra ini membentuk sekitar seperempat dari
panjang keseluruhan kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terletak di
regio lumbalis. Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus
berkurang (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan
diskus menjadi lebih tipis sehingga resiko terjadinya HNP menjadi lebih
besar. Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami
hialinisasi,yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan
HNP melalui anulus disertai penekanan saraf spinalis. Dalam herniasi
diskus intervertebralis, nukleus dari diskus menonjol kedalam anulus
(cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. Kehilangan
protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus
pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan
pertahanan pada herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan
stress minor berulang seperti mengangkat Jbeban berat dalam waktu yang
lama) kartilago dapat cedera, kapsulnya mendorong kearah medulla
spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus
terdorong terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Sebagian besar herniasi diskus (proses bertahap yang ditandai
serangan-serangan penekanan akar saraf) terjadi di daerah lumbal di
antara ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5), atau lumbal kelima (L5 ke S1),
hal ini terjadi karena daerah inilah yang paling berat menerima tumpuan
berat badan kita pada saat beraktivitas. Arah tersering herniasi bahan
Nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf daerah lumbal
miring kebawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus
antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi saraf S1 daripada L5.
Hernia Nukleus Pulposus yang menyerang vertebra lumbalis
biasanya menyebabkan nyeri punggung bawah yang hebat, mendesak,
menetap beberapa jam sampai beberapa minggu, rasa nyeri tersebut
dapatbertambah hebat bila batuk, bersin atau membungkuk, dan biasanya
menjalar mulai dari punggung bawah ke bokong sampai tungkai bawah.
Parastesia yang hebat mugkin terjadi sesudah gejala nyeri menurun,
deformitas berupa hilangnya lordosis lumbal atau skoliosis, mobilitas
gerakan tulang belakang berkurang (pada stadium akut gerakan pada
bagian lumbal sangat terbatas, kemudian muncul nyeri pada saat ekstensi
tulang belakang), nyeri tekan pada daerah herniasi dan bokong
(paravertebral), klien juga biasanya berdiri dengan sedikit condong ke satu
sisi.
Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat meninbulkan
komplikasi antara lain berupa radiklitis (iritasi akar saraf), cedera medulla
spinalis, parestese, kelumpuhan pada tungkai bawah (Muttaqin, 2018).
F. Pathway

Trauma Stress fisik

Nukleus Pulposus
Protusio Diskus
Cincin kosentrik Anulus mengalami
(intake menonjol)
Fibrosus Robek herniasi HNP

Rencana tindakan Menjepit akar saraf Meteri Nukleus


pembedahan ipsilateral menyusup keluar dari
diskus ke dalam kanalis
spinalis

Kurangnya informasi
Nyeri Akut

Anisietas - Perubahan sensasi Gangguan rasa


Deficit Pengetahuan - Penurunan kerja refleks nyaman

Gangguan mobilitas fisik

(Nurarif, 2015)
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Muttaqin (2018), pemeriksaan penunjang HNP sebagai berikut :
a. Rontgent Foto Lumbosakral
1. Tidak banyak ditemukan kelainan
2. Kadang-kadang didapatkanartrosis, menunjang tanda-tanda
deformitas vertebra
3. Penyempitan diskus intervertebralis
4. Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis,
norplasma,atau infeksi progen.
b. Cairan serebrospinal
1. Biasanya normal
2. Jika didapatkan blok akan terjadi prot,indikasi operasi.
c. EMG
1. Telihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu
2. Kecepatan konduksi menurun.
d. Iskografi
Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk
melihat seberapa besar diskus yang keluar pada kanalis vertebralis
e. Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya
polineuropati.
f. Tomografi Scan
Melihat gambaran vertebra dan jaringan di sekitarnya termasuk
diskus intervertebralis.
g. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protruksi diskus kecil.
Apabila secara klinis tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan
Ct-scan dan Mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat
derajat gangguan pada diskus vertebralis.
h. Mielografi
Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus.
Dilakukan apabila diketahui penyumbatan hambatan kanalis spinalis
yang mungkin disebabkan HNP.
i. Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboraturium klinik untuk
menilai komplikasi cedera tulang belakang terhadap organ lain.

H. Komplikasi
Komplikasi HNP menurut Tarwoto (2013), sebagai berikut :
a. Kelemahan motorik di daerah ekstremitas bawah
b. Hilangnya sensori di daerah ekstremitas bawah
c. Gangguan fungsi seksual
d. Inkontensia bowel dan bladder

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HNP menurut Tarwoto (2013), yaitu :
a. Penatalaksanaan Umum
- Bedrest dengan tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi
rasa nyeri dan serusakan saraf.
- Fisioterapi: mengurangi resiko gangguan immobilisasi,
melancarkan peredaran darah.
- Traksi: menstabilkan/memfiksasi lokasi kerusakan diskus.
- Perubahan posisi: mengurangi rasa nyeri dan resiko dekubitus.
- Kebutuhan nutrisi
b. Pengobatan
- Analgetik untuk mengurangi nyeri
- Relaksan otot: Metaxalone, Methacarbamol, Chlorzazone.
- Antiinflamasi: Phanyibutazone
- Antianxietas: Diazepam
c. Operasi
- Laminektomy
Laminectomy merupakan prosedur operasi yang dilakukan
untuk meredakan rasa sakit yang diakibatkan oleh persyarafan yang
terhimpit. Tindakan operasi ini bertujuan untuk “membuang”
bagian kecil dari vertebrae, atau bagian vertebrae yang
menghimpit jaringan syaraf. Tindakan operasi ini dimaksudkan
memberikan sedikit ruang atau jarak bagi jaringan syaraf dengan
cara membuang sedikit bagian dari vertebrae yang menghimpit
jaringan syaraf. Berdasarkan pada jumlah dari vertebrae yang
dihilangkan pada saat laminectomy, maka “Spinal Fusion” atau
operasi perubahan pada vertebrae perlu dilakukan.
Pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus untuk
membebaskan tekanan pada akar saraf.
Operasi tulang punggung dilakukan untuk meringankan tekanan
pada satu akar saraf tulang punggung atau lebih. Tekanan yang
sering disebut dengan kompresi akar atau “saraf terjepit” ini bisa
menjadi penyebab nyeri punggung atau nyeri kaki.
Laminektomi dilakukan dengan pasien dalam posisi
telungkup setelah anestesi. Sebagian dari satu atau lebih tulang
punggung diangkat agar bisa mencapai akar saraf yang tertekan.
Setelah titik tekanan ditemukan; sumber masalah diangkat.
Operasi tulang punggung ini memakan waktu 1,5 sampai 3
jam. Terkadang, pipa plastik dibiarkan di tempat luka selama
beberapa hari setelah operasi untuk mengeringkan darah yang
terkumpul di bagian bawah luka. Setelah operasi, pasien akan
dirawat-inap selama 4-5 hari. Kemampuan pasien untuk menjalani
aktifitas normal bergantung pada kondisi dan umur pasien sebelum
operasi. Pasien dianjurkan untuk melanjutkan berjalan, tetapi
direkomendasikan untuk menghindari menunduk, mengangkat,
atau memutar yang berlebihan selama enam minggu untuk
menghindari tertariknya garis jahitan sebelum sembuh.
Tindakan operasi Laminectomy sangat efektif untuk
mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi pada pasien yang
mengalami “Lumbar Spinal Stenosis”. Spinal Stenosis merupakan
kondisi yang biasanya dialami oleh pasien lanjut usia yang
disebabkan oleh perubahan degenaratif yang mengakibatkan
pelebaran “Facet Joint”. Pelebaran pada sendi ini akan
menyebabkan tekanan berlebih pada persyarafan, dan dapat diatasi
secara efektif dengan tindakan “Lumbar Laminectomy”.
Tindakan Cervical Laminectomy juga dapat dilakukan
untuk menghilangkan obstruksi tulang seperti pengapuran pada
tulang (Osteophytes) dan hernia pada keping vertebrae yang
mengakibatkan nyeri akibat himpitan pada “Spinal Cord”atau
Syaraf Spinal pada daerah Cervical.
- Lumbal/cervical mikrodisrektomi: pengangkatan diskus yang
mengalami degenerasi dengan menggunakan teknik pembedahan
mikro.
- Spinal fusi: menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bone
graf) untuk memfiksasi vertebra.
d. Terapi lain
- Kemunokleolisis: yaitu penyuntikkan 2000-4000 unit kemopapain
(enzim dari lateks pepaya) kedalam diskus hernia yang sakit.
Kimopapain menyebabkan hidrolisis protein, menurunkan
kemampuan mengikat air dalam nucleus pulposus sehingga dapat
membebaskan rasa nyeri radiks saraf.
J. Asuhan Keperawatan
A). Pengkajian
1. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria
dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau
mendorong benda berat)
2. Keluahan Utama
Nyeri pada punggung bawah
- P : trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
- Q : sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-
menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau
nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang
timbul, makin lama makinnyeri .
- R : letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-
tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
- S : Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa
nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu,
gerakan yang mendesak. Obat-oabata yang sedang diminum seperti
analgetik, berapa lama diminumkan.
- T : Sifatnya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri.
3. Riwayat Keperawatan
a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan
(mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis)
b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan
nyeri punggung bawah
4. Status mental
Pada umumnya aklien menolak bila langsung menanyakan tentang
banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita
menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak
langsung (faktor-faktor stres)

5. Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru,
perut.
Inspeksi
- Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan
untuk evalusi neyurogenik
- Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus,
pelvis yang miring/asimitris, muskulatur paravertebral ataupantat yang
asimetris, postur tungkai yang abnormal.
- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama begerak.
- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna
kulit.
Palpasi dan perkusi
- Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga
tidak membingungkan klien
- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling
terasanyeri.Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya
deviasi ke lateral atau antero-posterior
- Palpasi dna perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh dll.
b. Neuorologi
Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari
dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan
ekstensi dengan menahan gerakan.
- Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan
kanan-kiri.
- Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga
dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
Pemeriksaan refleks
- Refleks lutut/patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai
menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi fleksi,
tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam
posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada HNP
lateral 4-5 refleks ini negatif.
Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan
derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya
penyebaran nyeri.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Rontgent
B). Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
4. Intoleransi aktivitas (D.0056)
5. Defisit pengetahuan (D.0111)
C). Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Idenfitikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Dukungan mobilisasi (I.05173)
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi).

3. Pola nafas tidak efektif (D.0005)


Manajemen jalan nafas (I.01011)
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
- Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

4. Intoleransi aktivitas (D.0056)


Manajemen energi (I.05178)
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

5. Defisit pengetahuan (D.0111)


Edukasi kesehatan (I.12383)
Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
- Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2018. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: MediAction.
Setyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang: Gramedia Pustaka
Utama
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Medika Salemba.
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai