Disusun Oleh :
SUPARMI
NIM. P07220420128
A. DEFINISI
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk
sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus
disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus.
(Brunner & Suddarth, 2002).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada
daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau kambuh ( Doenges,
1999).
HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus
yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervetebralis/diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Hernia diskus (cakram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab
utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Herniasi dapat parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra
L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan
mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang
berhubungan dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia nukleus
pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang
mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh.
A. ETIOLOGI
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
B. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot.
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
C. KLASIFIKASI
HNP dapat terjadi di berbagai tempat di sepanjang tulang belakang.
Menurut tempat terjadinya, HNP dibagi atas:
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh
kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada
pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan
nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus
fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan
dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan
tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps,
mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior.
Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai
anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas
pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus
menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya
(kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah
serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat
menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis.
Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang
kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku
kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini
melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4
dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral
mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan
nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada
kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia.
Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang
parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh
bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya
mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang
terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi
menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling bawah atau
tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit
atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
D. PATOFISIOLOGI
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak
menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus puposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang diatas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus
vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus
schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau
siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral
tidak aka nada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah.
Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka
herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami
lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP
sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid,
parestesia , dan retansi urine . sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada
rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-
tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan
ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP
lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah,
bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis.
Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek patella negatif.
Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising ),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi
pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda
laseque positif).
Gejala yang sering muncul adalah :
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan distribusi
saraf skiatik.
b. Sifat nyeri khas dari posisi terbaring ke duduk, nyeri mulai dari
pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke
tungkai bawah.
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan
pinggang saat batuk atau mengejan , berdiri, atau duduk untuk
jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat
berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan ( parostesia) atau baal
bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi
persyarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-L1 (garis antara dua Krista iliaka)
ditekan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen foto lumbosakral :
a. Tidak banyak ditemukan kelainan.
b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda
deformitas vertebra.
c. Penyempitan diskus intervertebralis.
d. Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis,
norplasma, atau infeksi progen.
2. Cairan serebrospinal :
a. Biasanya normal.
b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi.
3. EMG (elektromigrafi)
a. Terlihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu.
b. Kecepatan konduksi menurun.
4. Iskografi : Pemeriksaan diskus di lakukan menggunakan kontras untuk
melihat seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis.
5. Elektroneuromiografi (ENMG) : Untuk mengetahui radiks yang terkena
atau melihat adanya polineuropati.
6. Tomografi scan : Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya
termasuk diskus intervertebralis.
7. MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila
secara klinis tidak didapatkan pada MRImaka pemeriksaan CT scan dan
mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat
gangguan pada diskus vertrebralis.
8. Mielografi. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan
apabila diketahui adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang
mungkin disebabkan HNP.
9. Pemariksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai
komplikasi cidera tulang belakang terhadap orang lain.
F. KOMPLIKASI
1. Kelemahan dan atropi otot
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3. Kehilangan kontrol otot sphinter
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5. Perdarahan
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk ,
tungkai dalam sikap refleks pada sendi panggul dan lutut tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memekai pegas/per, dengan demikian
tempat tidur harus di papan yang lurus dan ditutup dengan lembar
busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik angkut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya
gannguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan
tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien
melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan mengembalikan lagi funsi-fungsi otot.
b. Medikamentosa
1) Simptomatik
a) Analgesik (salisilat, parasetamol),
b) Kortikosteroid (prednison, prednisolon),
c) Anti−inflamasi non−steroid (AINS) seperti piroksikan,
d) Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
e) Obat penenang minor (diazepam,klordiasepoksid).
2) Kausal; Kolagenese.
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata , kambuh berulang, atau terjadi defisit
neurologis.
3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
b. Agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain dalam melakukan
kegitan sehari-hari (the activity of daily living).
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih,
dan sebagainya.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan.
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan
primary survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan
yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah
sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota
tim dapat melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan
anggota yang telah dialokasikan peran tertentu seperti airway,
circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari mengenai
pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of
Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-
ulang pada seluruh tahapan awal manajemen.
a. Airway :
Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera.
Partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahan, permen
karet, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat di sebabkan
oleh lidah atau edema karena trauma jaringan. Jika pasien tidak
sadar, selalu dicurigai adanya fraktur spinal serfikal dan jangan
melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak
ada kerusakan. Gunakan chin lift dan jaws thrust secara manual
untuk membuka jalan napas.
b. Breathing :
Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan
observasi untuk ekspansi bilateral dada. Auskultasi bunyi napas
dan catat adanya krekels, wheezing atau tidak adanya bunyi
napas. Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan
pernapasan pasien dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai.
Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem saraf
spinal thoracal (T1-T12), maka akan terjadi gangguan pada
system pernafasan dan biasanya yang ditemukan pada
pemeriksaan:
a) Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi
pernafasan meningkat.
b) Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang
kanan dan kiri.
c) Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan
(pada klien yang mengalami asma bronchial akibat
gangguan pada saraf spinal thorakal).
c. Circulation :
Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat
irama dan ritmenya dan mengkaji warna kulit Jika nadi karotis
tidak teraba, lakukan kompresi dada tertutup. Kaji tekanan
darah. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena
dengan jarum besar (16-18). Mulai penggantian volume per
protokol. Cairan kristaloid seimbang (0,9 % salin normal atau
ringers lactate ) biasanya di gunakan. Kaji adanya bukti
perdarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan langsung.
d. Disability
Pengkajian yang cepat pada status neurologis pasien
diperlukan pada saat pasien tiba di ruang UGD. Pemeriksaan
meliputi tingkat kesadaran pasien dan status neurologisnya.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengkaji GCS (Glasgow Coma
Scale) pasien, ukuran dan reaksi pupil, dan tanda lateralizing.
Jika GCS kurang, bisa menjadi tanda bahwa pasien akan
mengalami penurunan reflex jalan nafas sehingga pasien tidak
mampu mempertahankan jalan nafas yang paten. Dalam
keadaan ini, penggunaan airway definitive diperlukan. Skor
GCS maksimum (15) mengindikasikan level kedasaran yang
optimal, sedangkan skor minimal (3) mengindikasikan pasien
mengalami koma (Planas, 2017).
e. Exposure
Pasien harus melepaskan/dilepasan pakaiannya untuk
memastikan bahwa tidak ada injuri atau hal lainnya yang
tertinggal. Pasien kemudian harus ditutupi dengan selimut
hangat untuk mengurangi resiko hipotermia
2) Secondary Survey
Setelah primary survey, secondary survey dilakukan untuk
memastikan evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh terhadap
penyakit pasien. Secondary survey care adalah pemeriksaan teliti
dan menyeluruh dari kepala sampai kaki (head to toe examination),
termasuk reevaluasi tanda vital. Secondary survey care baru
dilakukan setelah primary survey care selesai, resusitasi dilakukan
dan ABC dalam keadaan stabil (American College of Surgeons,
2008).
Secondary survey meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,suku bangsa, tanggal, dan
jam masuk rumah sakit, nomor registrasi, diagnosis medis. HNP
terjadi pada umur pertengahan, kebnyakan pada jenis kelamin
pria dan pekerja atau aktifitas berat ( mengangkat benda berat
atau mendorong benda berat).
a) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering alas an klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong
benda berat).
Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-
menerus. Kaji penyebaran nyeri. Apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat
menetap, atau hilang timbul,semakin lama semakin nyeri.
Nyeri bertambah hebat karena adanya faktoe pencetus
seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengedan,
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas
posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai
bawah. Nyeri bertambah bila ditekan L2- S1(Garis antara dua
Kristal iliaka).
R : letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri
dengan setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui
dengan cermat.
S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meradakan
rasa nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga,
menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang
sedang diminum seperti analgesic, berapa lama klien
menggunakan obat tersebut.
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap,
bersifat menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri.
Nyeri pinggang bawah intermiten ( dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun).
b) Riwayat kesehatan
b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan- keluhan klien , pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan persistem dan terarah (B1-B6) dengan focus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone)
dan dihubungkan dengan keluhan klien.
c. Keadaan umum
Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital
meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
a) B1 (BREATHING)
Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem
saraf spinal thoracal (T1-T12), maka akan terjadi gangguan
pada system pernafasan dan biasanya yang ditemukan pada
pemeriksaan:
- Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi
pernafasan meningkat.
- Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang
kanan dan kiri.
- Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan
(pada klien yang mengalami asma bronchial akibat
gangguan pada saraf spinal thorakal).
b) B2 (BLOOD)
Gangguan kardiovaskular dan perubahan tekanan
darah dapat terjadi pada kasus HNP yang mengenai saraf
spinal thoracal (T1-T12) dan saraf spinal cervikal atas (C1-
C2).
c) B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system
lainya.
Inspeksi umum, kurvatura yang berlebihan,
pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring
atau asimetris,muskulaturparavertebral atau pantat yang
asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada
pergerakan punggung. Pelvis dan tungkai selama bergerak.
d. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, biasanya juga
terjadi penurunan kesadaran apabila yang terkena saraf spinal
cervical atas (C1 Dan C2) yang menuju pada area CNS.
b) B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal. Gangguan pada sistem
perkemihan biasa terjadi jika terkena pada saraf spinal
lumbal.
c) B 5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang. Lakukan pemeriksaan rongga
mulut dengan melakukan penilaian ada tidak nya lesi pada
mulut atau perubahan pada lidah.hal ini dapat menunjukkan
adanya dehidrasi. Gangguan sistem pencernaan dapat terjadi
jika terkena saraf spinal thorakal (mempersarafi usus kecil)
dan lumbal (usus besar). Jika area sakral dan koksigeal yang
yang mengalami hernia, biasanya akan menimbulkan
gangguan pada sphinkter karena saraf spinal ini
mempersarafi otot-otot disekitarnya termasuk sphinkter ani
eksternal.
d) B6 (BONE)
Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan
menggerakkan badan karna adanya nyeri, kelemahan,
kehilangan sensorik, dan mudah lelah menyababkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
Inspeksi, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus
lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring serta asimetris,
maskulatur paravertebral atau bokong yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan
dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai
selama bergerak. Palpasi, ketika meraba kolumna vertebralis,
cari kemungkinan adanya deviasi kelateral atau
anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan, rasa
nyerinya kearah yang paling terasa nyeri.
2. Diagnosis Keperawatan
a. D.0077 Nyeri Akut
b. D.0005 Pola Napas Tidak Efektif
c. D.0054 Gangguan Mobilitas Fisik
d. D.0080 Ansietas
e. D.0050 Retensi Urin
f. D.0049 Konstipasi
g. D.0055 Gangguan Pola Tidur
h. D.0007 Gangguan Sirkulasi Spontan
Web Of Causation
Definisi: Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah
penyakit yang disebabkan oleh trauma atau perubahan
NAMA : SUPARMI degeneratif yang menyerang massa nukleus pada
NIM : P07220420128
WOC HNP daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang
menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik
dan berulang atau kambuh ( Doenges, 1999).
Kompresi dan fraksi nukleus Ligamen longitudinal postolateral Respon beban Kadar protein dan
menyempit berat air nucleus
pulposus
Annulus fibrosus robek
Pemeriksaan Penunjang :
Penatalaksanaan :
1.Terapi konservatif Nukleus keluar Ruptur pada annulus
1. Foto Rontgen a. Tirah baring
2. Elektroneuromiografi b. Meredakan nyeri Nukleus pecah
(ENMG) c. Medika mentosa
3. Scan tomografi d. Fisioterapi
HNP
4. RO Spinal e. Traksi Pemisahan lempeng tulang rawan
5. MRI 2 .Terapi Operatif
6. CT Scan dan (pembedahan)
Mielogram a. Disektomi,
b. Laminektomi
3. Rehabilitasi
Kehilangan
MK : Konstipasi Feses kontrol anus &
Gangguan Pola Tidur (D. 0049) keras,distensi
Tidur terganggu atau kandung
(D. 0055) abdomen Gangguan
kemih
MK : Nyeri
Akut saraf otonom
MK : Pola Nafas Tidak
(D.0077):
Referensi Efektif (D.0005)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dysuria/anuria, distensi
Jakarta : PPNI kandung kemih
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : Kemenkes
1.
MK : Retensi Urin
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri Identifikasi lokasi,
menurun karakteristik, durasi,
Definisi : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas
Pengalaman Memb Cukup Seda Cuku Memb nyeri
sensorik atau uruk Memb ng p aik Identifikasi skala nyeri
emosional yang uruk Memb Identifikasi respons nyeri
berkaitan dengan aik non verbal
kerusakan 1 Frekuensi nadi Identifikasi faktor yang
jaringan aktual 1 2 3 4 5 memperberat dan
atau fungsional, 2 Pola nafas
dengan onset 1 2 3 4 5
mendadak atau Menin Cukup Seda Cuku Menur
gkat Menin ng p un
lambat dan
gkat Menu
berintensitas
run
ringan hingga 3 Keluhan nyeri
berat yang 1 2 3 4 5
berlangsung 4 Meringis
kurang dari 3 1 2 3 4 5
bulan. 5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5
1 Pergerakan ekstremitas
1 2 3 4 5
2 Kekuatan otot
1 2 3 4 5
Meningk Cukup Sedan Cukup Menuru
at Mening g Menur n
kat un
3 Nyeri
1 2 3 4 5
4 Kaku sendi
1 2 3 4 5
5 Gerakan terbatas
1 2 3 4 5
6 Kelemahan fisik
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
2. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu) (Poer,2012).
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa: Monica Ester.
Jakarta : EGC.
Herman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI.
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Nama/initial : Tn. B
Umur : 78 tahun
Satus : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
No MR : 197xxxx
Penanggung Jawab.
Nama : Ny. N
Umur : 67 tahun
Klien mengatakan pernah dirawat dengan penyakit yang sama nyeri didaerah
Keluarga klien mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit keturunan, kelainan
Genogram :
Keterangan :
: Klien. : Perempuan.
: Meninggal. : Laki-laki.
: Satu rumah.
IV. PEMERIKSAAN FISIK.
Kesadaran :
Composmentis. GCS : E : 4
V : 5 M : 6 = 15
Tanda Vital.
1. Kepala.
Rambut.
Mata.
I : Simetris kiri dan kanan, pupil isokor, kelopak mata tidak ada kelainan,
Telinga.
I : Simetris kiri dan kanan, sedikit serumen, kelainan tidak ada, fungsi
pendengaran baik.
Hidung.
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada secret, klien terpasang selang NGT.
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran lymphe, kekauan leher tidak
ditemukan.
P : Vena jugularis teraba, tidak ada kalenjer thyroid, kelenjer getah bening (-),
3. Thorak.
Paru-paru.
P: Sonor.
Jantung.
P : Batas kanan : 1
4. Abdomen.
P : Tidak ada teraba pembengkakan, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-).
P : Tympani.
5. Punggung.
Atas.
Bawah.
pembengkakan.
Kekuatan Otot.
555 555
555 555
Reflek.
a. Reflek patella
7. Genitalia.
8. Integumen.
9. Nervus.
V. DATA BIOLOGIS.
2. Eliminasi
BAB Tidak ada
Frekuensi Tidak ada
Warna
Bau
Konsistensi
Kesulitan
BAK
Frekuensi Ada
Ada Kuning
Warna Kuning
Bau Khas Urine
Khas urine
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
6. Ketergantungan
Merokok
Minuman Ada Tidak ada
Obat – obatan Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Klien Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan, minuman, dan obat–
obatan.
2. Prilaku verbal.
4. Persepsi penyakit.
5. Konsep diri.
6. Adaptasi.
di rumah sakit.
1. Pola komunikasi.
Istri dan anak adalah orang yang dapat membuat klien merasa nyaman.
Orang yang paling berharga bagi klien adalah istri dan anaknya.
1. Keyakinan.
2. Ketaatan beribadah.
X. DATA PENUNJANG.
A. Hasil Laboratorium.
Sinus Rhythm
oesteofit. Kurva scoliosis dan malaligment L3-4-5. Pedicle, DIV, serta FIV
Rehab Medik :
Fisioterapi 2 x seminggu
1. Data subjektif.
beraktivitas.
2. Data objektif.
Ku : Lemah
Klien tampak meringis kesakitan.
Skala nyeri : 7
Bising usus : 10 x/i
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/i
Suhu : 37oC
Pernafasan : 22 x/i
BB : 50 kg / TB : 150 cm.
B. ANALISA DATA DAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN
PEMBAHASAN
1. Pengkajian