Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

B DENGAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
Mata Kuliah : Komplementer II

Dosen Pembimbing

I Wayan Surasta, S.Kp., M.Fis

Disusun Oleh :

Nama : Anak Agung Gede Riski Aditya

NIM : P07120121041

Kelas : 2.2

Prodi : D-III Keperawatan

KEMENTERIAN KEMENKES RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari
diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan
tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada
umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada
level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat
dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering
dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang terjadi pada
banyak grup otot (Lotke dkk, 2008).

B. Klasifikasi
1. Hernia Diskus Intervertebra Servikalis
Biasanya terjadi antar ruang C5-C6 dan C6-C7 (sekitar 10%). Nyeri dan kekakuan
dapat terjadi pada leher, bagian atas pundak dan daerah skapula. Kadang-kadang px
menginterpretasikan tanda ini sebagai gejala masalah jantung atau bursitis. Nyeri dapat
juga disertai dengan parestesia dan kebas pada ekstremitas atas.
2. Hernia Diskus Lumbal
Banyak terjadi pada L4-L5 atau ruang antara L5-S1 (70-90%). Hernia diskus
lumbal menimbulkan nyeri punggung bawah disertai berbagai derajat gangguan sensori
dan motorik. Px mengeluh nyeri punggung bawah dengan spare otot yang diikuti
dengan penyebaran nyeri ke dalam satu pinggul dan turun ke arah kaki (skiatika). Nyeri
diperberat oleh kegiatan yang menaikkan tekanan cairan intraspinal (membengkok,
mengangkat/mengejan (batuk dan bersin), dan biasanya berkurang dengan tirah baring.
Jika px dibaringkan terlentang dan diusahakan unguk meninggikan satu kaki dengan
posisi lurus, maka nyeri menyebar ke arah kaki. Karena gerakan yang dilakukan
menegangkan saraf skiatik. Tanda tambahan mencakup kelemahan otot, perubahan
reflek rendah, dan kehilangan sensori.
C. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya usia
terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya nucleus
pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus menerus.
Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah
(Moore dan Agur, 2013)
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat
singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus
kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul
dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
Pengangkatan beban yang berat pada posisi yang tidak benar juga dapat
menyebabkan hernia nukleus pulposus terjadi pada berbagai arah :
1. Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior, hal ini tidak mengakibatkannya munculnya
gejala yang berat kecuali nyeri.
2. Bila menjebolnya nukleus ke arah anterior medial maka dapat menimbulkan penekanan
medulla spinalis dengan akibatnya gangguan fungsi motorik maupun sensorik pada
ektremitas, begitu pula gangguan miksi dan defekasi.
3. Bila menonjolnya ke arah lateral atau dorsal lateral, maka hal ini dapat menyebabkan
tertekannya radiks saraf tepi yang keluar dari sana dan menyebabkan gejala neuralgia
radikuler.
4. Kadangkala protrusi nukleus terjadi ke atas atau ke bawah masuk ke dalam korpus
vetrebal dan disebut dengan nodus Schmorl.
D. Manifestasi Klinis
1. Kompresi Radiks L3
a. Daerah nyeri dan hipestasi samping panggul dan bagian depan paha
b. Kelemahan kuadriseps femoris
c. Refleks tendon patella (RTP) menurun
2. Kompresi Radiks L
a. Daerah nyeri dan hipestasi samping panggul dan bagian depan paha
b. Kelemahan kuadriseps femoris
c. Refleks tendon patella (RTP) menurun
d. Tanda lasseque positif pada 50% penderita
3. Kompresi Radiks L5
a. Daerah nyeri/hipestasi sepanjang samping tungkai sampai ibu jari kaki
b. Otot ekstensi/fleksi ibu jari kaki melemah
c. Tanda lasseque positif
4. Kompresi Radiks S1
a. Daerah nyeri/hipestasi sepanjang samping tungkai sampai ibu jari kaki
b. Refleks tendon patella (RTP) menurun
c. Tanda lasseque positif

E. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial. Karena
adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih besar dan timbul
sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan
trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik
ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat dan
sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang
diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya
sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos
dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh
nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus
pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang
bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi
jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebralis
mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin,
2008).

F. Pathway
annulus fibrosus sobek

Trauma berulang

Sobekan membesar

sobekan radial

nucleus pulposus jebol (HNP)

)
penjepitan saraf pada diskus intervetebralis

Kerusakan saraf yang mengatur Dx kep :Nyeri akut


kordinasi anggota gerak tubuh

Dx kep : hambatan mobilitas fisik

Kurang gerak

Tirah baring
Dx kep : imtoleransi aktifitas

G. Pemeriksaan Penunjang
1. MRI : Untuk melokalisasi protusi diskus
2. CT Scan
3. Mielogram
4. Pemeriksaan Neurologik : Untuk menentukan jika ada kerusakan refleks, sensori,
motorik karena kompresi radiks
5. EMG (elektromiografi) : Untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena

H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah
defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula
dan radiks.
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan
2. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan
beban.
3. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika
perlu kortikosteroid.
4. Terapi Konservatif
a. Tirah baring, berguna untuk mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal.
b. Medikamentosa :
1) Analgetik dan NSAID
2) Muscle relaxant
3) Kortikosteroid oral
4) Analgetik adjuvant
c. Rehabilitasi medik:
1) Traksi pelvis
2) Termoterapi (terapi panas)
3) Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
4) Korset lumbal
5) Latihan dan modifikasi gaya hidup dengan menurunkan berat badan yang
berlebihan.

I. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi HNP berupa kompliksasi pasca operasi
1. Komplikasi potensial untuk pendekatan anterior
a. Cedera arteri karotid atau a vertebral
b. Disfungsi saraf laringeus berulang
c. Perforasi esofagus
d. Obstruksi jalan nafas
2. Komplikasi pendekatan posterior
a. Retraksi/kontusio salah satu struktur
b. Kelemahan otot-otot yang dipersyarafi radiks saraf atau medula
3. Komplikasi bedah diskus
a. Terjadi pengulangan herniasi pada tempat yang sama atau tempat lain
b. Radang pada mebran arachnoid
c. Rasa nyeri seperti terbakar pada derah belakang bagian bawah yang menyebar ke
daerah bokon
d. Sayatan dapat meninggalkan perlekatan dan jaringan parut di sekitar saraf spinal dan
dura, yang akibat radang dapat menyebabkabn neurotik kronik atau neurofibrosi
e. Cedera syaraf dan jaringan
f. Sindrom diskus gagal (pegal berulang pada pinggul setelah disektomi lumbal) dapat
menetap dan biasanya menyebabkan ketidakmampuan

J. Pencegahan
1. Olahraga, hal ini akan menjaga kelenturan dan kekuatan otot
2. Menghindari aktivitas berulang (repetitif)
3. Mengontrol berat badan sehingga tekanan pada tulang belakang tidak besar
4. Duduk dengan sikap tubuh yang benar
5. Hindari mengendara dalam waktu yang lama
6. Mempelajari teknik mengangkat yang benar.

K. Pengkajian Keperawatan yang Diperlukan


1. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan
pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda berat)
2. Keluahan Utama
Nyeri pada punggung bawah P, trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api,
nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat menetap, atau hilang
timbul, makin lama makin nyeri . R, letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan
setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat. S, Pengaruh posisi
tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana
yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang
menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang
mendesak. Obat-oabata yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama
diminumkan. T Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,
hilng timbul, makin lama makin nyeri.
3. Riwayat Keperawatan
a. Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma
multipleks), metabolik (osteoporosis)
b. Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri punggung
bawa
4. Status mental
Pada umumnya klien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak
pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan kemungkinan
adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung (faktor-faktor stres).
5. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru, perut.
a) Inspeksi
- inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan
untuk evalusi neyurogenik
- Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya angulus,
pelvis ya ng miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau pantat yang
asimetris, postur tungkai yang abnormal.
- Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan tungkai selama begerak.
- Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
- Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna
kulit.
b) palpasi dan perkusi
- paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga
tidak membingungkan klien
- Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling
terasanyeri.
- Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke
lateral atau antero-posterior
- Palpasi dan perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh dll
-
2) Neuorologik
a) Pemeriksaan motorik
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan
jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan
ekstensi dengan menahan gerakan.
- atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-
kiri.
- fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
b) Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi)
untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat ditentuakn
pula radiks mana yang terganggu.
c) pemeriksaan reflex
- refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai
menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi fleksi, tumit
diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi
dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5
refleks ini negatif.
d) Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat
nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.

L. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neoromuskular
M. Rencana Keperawatan
➢ Teknik Nonfarmakologis Terapi Komplementer
Pada pasien dengan kondisi parestesia diberikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa kesemutan yaitu diberikan terapi komplementer dengan teknik akupresur
selama 20 – 30 menit, Pemberian terapi komplementer dengan teknik akupresur pada
pasien parestesia yaitu dapat diberikan di beberapa titik sebagai berikut :
1. Nomor 1 (K11 ) adalah titik refleksi kelenjar adrenalin di telapak kaki kanan
dan kiri untuk memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi meningkatkan
pengiriman sinyal antar sel-sel saraf.

2. Nomor 2 (BL-61) adalah titik refleksi lutut yang berada di bawah mata kaki
untuk menyembuhkan nyeri pada daerah tumit.
3. Nomor 3 (ST-36 du bi, hidung anak kuda) adalah titik akupresur yang terletak
di ujung atas tulang kering di bawah lutut untuk menyembuhkan nyeri dan kaku
pada tungkai kaki

4. Nomor 4 (BL 57 yin gu, jurang Yin) adalah titik akupresur yang terletak
dibelakang pada bagian bawah otot gastrconemius (otot betis) untuksakit
pinggang, nyeri betis.
5. LI-4 terkadang dikombinasikan dengan LR-3 Taichong (kombinasi ini disebut
the ‘Four Gates’), untuk mengeluarkan Angin dalam ataupun luar dari kepala,
menghentikan nyeri dan menenangkan pikiran.

6. Gallbladder 20 (GB20), yang juga disebut Feng Chi, adalah titik yang
disarankan untuk mengatasi sakit kepala, migrain, rabun mata atau kelelahan,
kurang energi, serta gejala flu. GB20 terletak di leher

N. Evaluasi Sumatif Kondisi Klien Setelah Diintervensi

Evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
statuskesehatan sesuai waktu pada tujuan yang ditulis pada catatan perkembangan.
Fokus evaluasi sumatif (hasil) adalah kondisi status kesehatan klien setelah
diintervensi pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada
akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
O. Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah :

• Tujuan tercapai / masalah teratasi jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yangtelah ditetapkan
• Tujuan tercapai sebagian / masalah teratasi sebagian jika klien menunjukkan
perubahan sebagiandari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
• Tujuan tidak tercapai / masalah tidak teratasi jika klien tidak menunjukkan
perubahan dankemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru.
• Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi dapat diketahui
dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
• S (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakandiberikan

• O (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,


pengukuran yangdilakukan oleh perawat setelahtindakan dilakukan

• A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan


tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi
• P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisis. Evaluasi sumatif pada klien dengan vertigo setelah
diintervensi terapi komplementer akupresur selama 20 menit, dengan harapan
pergerakkan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, gerakan tidak
terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun,kaku sendi menurun,
kecemasan menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyati, YI. 2015. “HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)”. www.eprints.ums.ac.id diakses


pada tanggal 20 November 2017.

Heather, Herdman T. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi & Klasifikasi 2015-2017


Edisi 10. Jakarta : EGC.

Kuswaya, Fajar. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS).


http://healthyroom.weebly.com/nurse/asuhan-keperawatan-hnp-hernia-nukleus-pulposus
diakses pada tanggal 20 November 2017.

Lestari, Cindy. 2017. “Hernia Nukleus Pulposus (HNP)”. www.tanyadok.com diakses pada
tanggal 6 November 2017.

Nurarif, Huda dan Hardhi Kusuma.2015. Aplikasi Asuhan Keperawayan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Putra, Juniartha Semara. 2013. “ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA NUCLEUS


PULPOSUS (HNP)”.https://semaraputraadjoezt.wordpress. com /2013/ 03/23/asuhan-
keperawatan-hernia-nucleus-pulposus-hnp/ diakses pada tanggal 20 November 2017.
Lembar Pengesahan

Nama Pembimbing/CI Bangli, 22 April 2023


Nama Mahasiswa

Ns. I Made Mahardika, S.Kep, M.M Anak Agung Gede Riski Aditya
NIM. P07120121041

Nama Pembimbing/CT

I Wayan Surasta, S.Kp., M.Fis

NIP. 196512311987031015

Anda mungkin juga menyukai