Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DENGUE SHOCK SYNDROME

Disusun Oleh :
dr. Putri Maulidasari
Pembimbing :
dr. Wayan Sulaksmana Sandhi Parwata, M.Biomed, Sp.A

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT RISA SENTRA MEDIKA
MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT
FEBRUARI – MEI 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus di Rumah Sakit Sentra Medika periode 22 Februari – 21 Mei 2021
dengan judul “Dengue Shock Syndrome” yang disusun oleh :
Nama : dr. Putri Maulidasari
NIP : 503/254/KES/II/2020
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing : dr. Wayan Sulaksmana Sandhi Parwata, M.Biomed, Sp.A

Menyetujui,

(dr. Wayan Sulaksmana Sandhi Parwata, M.Biomed, Sp.A)


BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO, pada tahun 2013 diestimasikan bahwa 390 juta kasus infeksi dengue
terjadi setiap tahunnya, dengan 96 juta diantaranya bermanifestasi klinis. Berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2015 dilaporkan terdapat sebanyak
126.675 kasus DBD dengan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia.1
Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di wilayah tropis
–subtropis di dunia. Insiden dengue dalam 50 tahun terakhir meningkat 30 kali lipat.
Epidemic dengue menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta dampak social
dan ekonomi yang sangat besar. World Health Organization (WHO ) menargetkan penurunan
angka mortalitas akibat dengue sebesar ≥ 50% dan morbiditas ≥ 25% pada tahun 2020.2
Dengue Shok Syndrome adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue
Hemorrhagic Fever menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan
klinis. Karena 30 – 50% penderita dengue haemoragic fever akan mengalami renjatan dan
berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat. Ada
beberapa factor yang dicurigai menyebabkan pasien dengue haemoragic fever mengalami
syok yaitu usia, status nutrisi, jenis kelamin, kadar trombosit, dan kadar hematocrit.3
Virus dengue diperkirakan menginfeksi sebanyak 50-100 juta penduduk dunia setiap
tahun. Usia terbanyak pasien rawat inap merupakan usia anak dengan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 2,5%. Data tahun 2015, terdapat 126.675 penderita Dengue Hemmoragic
Fever di Indonesia. DHF mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tapi jika
berkembang menjadi Dengue Syok Sindrom angka kematian meningkat menjadi 40-50%.4
Menurut WHO, Asia Pasifik menanggung 75 persen dari beban dengue di dunia
antara tahun 2004 dan 2010. Sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan
kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis.5
BAB II
LANDASAN TEORI

Dengue shock syndrome

Dengue shock syndrome terjadi ketika kondisi dengue haemoragic fever disertai
dengan manifestasi kegagalan sirkulasi atau syok atau renjatan. Dengue shock syndrome
(DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita dengue haemoragic fever (DHF) yang
meluas dan tiba-tiba serta dapat berakhir dengan kematian apabila tidak ditangani dengan
adekuat.4 Kasus Ini merupakan fonema endemik di daerah tropis Amerika, Asia, Kepulauan
Pasifik dan sebagian daerah Afrika yang memiki temperatur hangat , tempat penyimpanan air
di rumah, tempat memberi makan hewan ternak yang merupakan tempat hidupnya A.
aegypty. Infeksi yang pertama kali terjadi disebut dengan infeksi primer, lalu apabila terjadi
infeksi kedua oleh virus yang berbeda maka disebut infeksi sekunder yang mana biasanya
lebih ringan, mulai dari infeksi yang tidak jelas sebagai infeksi saluran pernapsan atas atau
dengue-like disease namun juga dapat berkembang menjadi dengue haemoragic fever.6

Etiologi dan cara penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk.
Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus
dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh
manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue
(infektif) merupakan sumber penular DBD. 7
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam
(masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam
darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar
saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah
menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.
Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari
satu individu ke individu lain (multiple biter).1,5

Patogenesis

Pada tahap awal stadium akut dari infeksi sekunder dengue terjadi aktivasi sistem
komplemen secara cepat. Sesaat sebelum atau selama shock, jumlah dari TNF, interferon-ɣ,
interleukin-2 meningkat. Sedangkan C1q, C3,C4,C5,C8, C3 proaktivator tertekan, dan laju
katabolic C3 meningkat. Patofisiologi yang utama pada dengue shock syndrome ialah reaksi
antigen-antibodi dalam sirkulasi yang mengakibatkan aktifnya sistem komplemen C3 dan C5
yang melepaskan C3a dan C5a dimana 2 peptida tersebut sebagai histamine tubuh yang
merupakan mediator kuat terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah yang
mendadak sebagai akibat terjadinya perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel
dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam ruang interstitial sehingga menyebabkan
hipotensi,peningkatan hemokonsentrasi,hipoproteinemia dan efusi cairan pada rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan/shock berat maka volume plasma dapat berkurang sampai
kurang lebih 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Renjatan hipovolemia ini bila tidak
ditangani segera akan berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic sehingga terjadi
pergeseran ion kalsium dari intraseluler ke extraseluler. Mekanisme ini diikuti oleh
penurunan kontraksi otot jantung sehingga lebih memperberat kondisi shock. Selain itu
kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat.6
Mekanisme perdarahan pada demam berdarah dengue tidak diketahui namun proses
kerusakan hati, dan trombositopenia dapat bekerja secara sinergis. Kerusakan kapiler
memungkinkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan dalam beberapa kasus, sel darah merah
bocor ke ruang ekstravaskuler. redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisit yang
disebabkan oleh puasa, haus, dan muntah, menyebabkan hemokonsentrasi, hipovolemia,
peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik, dan hiponatremia. Biasanya
tidak ada lesi patologis yang ditemukan yang menyebabkan kematian. dalam kasus yang
jarang terjadi, kematian mungkin disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal atau
intrakranial. perdarahan minimal sampai sedang terlihat di saluran pencernaan bagian atas,
dan perdarahan petekie sering terjadi di septum interventrikular jantung, pada perikardium,
dan permukaan subserosal mayor viscera. perdarahan fokal kadang-kadang terlihat di paru,
hati, adrenal, dan ruang subaracnoid. virus dengue sering tidak ada di jaringan pada saat
kematian, antigen virus atau RNA telah terlokalisasi ke hepatosit dan magrofag di hati, limpa,
paru-paru, dan jaringan limfatik. 6

Manifestasi klinis 6,7,8,9


Setelah periode inkubasi maka penyakit akan memasuki tiga fase yaitu:
1. Fase demam : dehidrasi, demam tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologis dan
kejang demam pada anak.
2. Fase kritis : yakni terjadi syok akibat kebocoran plasma, perdarahan hebat, dan
kerusakan organ.
3. Fase pemulihan : hipervolemi (terjadi jika terapi cairan diberikan secara berlebihan).
Dengue without warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah
terus-menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan
parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan
penurunan jumlah trombosit dan leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis
lebih mengarah kepada infeksi dengue. Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau
harian dalam rawat jalan. Namun apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan
intravena harus dilakukan untuk mencegah terjadi syok hipovolemik.
Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung ke
arah terjadinya penurunan volume intravaskular. Hal ini menjadi pegangan bagi klinisi di
tingkat kesehatan primer untuk mendeteksi pasien risiko tinggi dan merujuk mereka ke
tempat perawatan yang lebih lengkap fasilitasnya. Pasien dengan warning signs harus
diklasifikasi ulang apabila dijumpai salah satu tanda severe dengue.
Severe dengue
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma
leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ
impairment (keterlibatan organ yang berat). Severe plasma leakage akan menyebabkan syok
hipovolemik dengan atau tanpa perdarahan dan atau penimbunan cairan disertai distres
respirasi. Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik
yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi darah.
Yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti hematemesis,
melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.

Diagnosis

Tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai tanda dan gejala pada
demam dengue. Tanda dan gejala berupa kebocoran plasma baru timbul beberapa hari
kemudian.
Kriteria WHO untuk dengue haemoragic fever berupa :
 Demam tinggi 2-7 hari yang timbul mendadak tanpa sebab yang jelas, terus
menerus, dan bifasik.
 Manifestasi perdarahan minor atau manyor termasuk uji tourniquet positif,
trombositopenia (≤100,000/µL), peningkatan jumlah hematocrit ≥20%, efusi pleura
ataupun asites yang telihat dari radiologi dan USG, ataupun hypoalbuminemia.
Kriteria dengue shock syndrome termasuk dengue haemoragic fever disertaii
hipotensi, takikardi-tidak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmhg, dan tanda hipoperfusi
seperti akral dingin.6
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi) WHO 2009:
Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan ialah dari uji torniquet
Derajat 2 Seperti pada derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain
Derajat 3 Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun ≤ 20 mmHg, atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin & lembab, dan anak tampak gelisah
Derajat 4 Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
terukur

Tatalaksana Dengue Shock Syndrome14

1. Penimbangan berat badan. Berat badan perlu ditimbang saat pasien datang sebagai
dasar perhitungan pengobatan dan untuk menilai perjalanan penyakit.
2. Terapi pertama yang harus diberikan pada kegawatan DBD adalah oksigen baik nasal
maupun masker. Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Dimulai dengan resusitasi
jantung paru yang memastikan jalan napas terbuka dan pernafasan adekuat. Saturasi
oksigen dipertahankan antara 95–100% dan kadar hemoglobin cukup.
3. Mulailah resusitasi cairan intravena dengan isotonik larutan kristaloid 20ml / kg
dengan cara dibolus diberikan pelan lebih dari 15 menit agar pasien tidak shock.
4. Jika kondisi pasien membaik, berikan kristaloid /infus koloid 10 ml / kg / jam selama
satu jam. Kemudian lanjutkan dengan infus kristaloid dan kurangi secara bertahap
menjadi 5–7 ml / kg / jam selama 1–2 jam, kemudian menjadi 3–5 ml / kg / jam untuk
2–4 jam, lalu ke 2–3 ml / kg / jam atau kurang, yang bisa dipertahankan hingga 24-48
jam.
5. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (yaitu syok berlanjut), perhatikan hematokrit
yang diperoleh sebelum bolus pertama. Jika hematokrit rendah (<40% pada anak-anak
dan dewasa wanita, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan perdarahan dan
kebutuhan untuk cross match dan transfusi darah.
Komplikasi6
Hipervolemi selama fase reabsorbsi cairan dapat mengancam jiwa dan disebabkan
oleh penurunan hematocrit. Diuretik mungkin diperlukan pada kasus seperti ini. Kehilangan
cairan dan elektrolit, hiperpireksia dan kejang demam adalah komplikasi yang paling sering
terjadi pada bayi dan anak. Epistasis, petechie dan purpura jarang terjadi, taetapi dapat terjadi
pade fase mana saja. Darah dari epistaksis yang tertelan, muntah, sering disalah artikan
sebagai perdarahan gastrointestinal.
Monitoring1
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah :
(1) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
(2) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.
(3) Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
(4) Jumlah dan frekuensi diuresis Pada pengobatan renjatan/ syok, kita harus yakin benar
bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum cukup 1ml/kgBB/jam, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan
diperkuat dengan kantanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furosemid 1 mg/kgBB dapat diberikan.
Kriteria Memulangkan Pasien1
Pasien dapat dipulangkan, apabila memenuhi semua keadaan
dibawah ini:
(1) Tampak perbaikan secara klinis
(2) Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
(3) Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
(4) Hematokrit stabil
(5) Jumlah trombosit >50.000/μl dan menunjukan kecenderungan meningkat
(6) Tiga hari setelah syok teratasi (hemodinamik stabil)
(7) Nafsu makan membaik

Prognosis6
Prognosis dari demam berdarah dengue dipengaruhi diagnosis dan pengobatan ya g
terlambat atau tidak adekuat. Kematian terjadi pada 40-50% kasus syok, tetapi dengan
perawatan intensif yang memadai yakni <1%. Kasus kerusakan otak atau perdarahan
intracranial jarang terjadi, kebanyakan korban jiwa disebabkan oleh overhidrasi.
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Identitas Pasien
1. Nama : An. RF
2. No. RM : 00318723
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Tanggal Lahir : 11 April 2008
5. Usia : 12 Tahun 11 Bulan 8 hari
6. Alamat : Graha Permata Selagalas
7. Masuk RS : 29 Maret 2021

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 29 maret 2021 di UGD
1. Keluhan Utama
 Sakit perut, lemas, tangan dan kaki dingin
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar orang tuanya ke UGD dengan keluhan sakit perut, lemas,
serta tangan dan kaki dingin. Pasien merasa tidak enak badan sejak kurang lebih 3
hari yang lalu dan dirasakan memberat sejak 1 hari SMRS. Menurut ibu pasien
anaknya sempat demam 3 hari yang lalu, demam tinggi dan turun dengan obat
penurun panas. Batuk-pilek tidak dikeluhkan, Selain itu pasien juga mengeluh nyeri
kepala, ulu hati, mual-muntah juga dirasakan pasien, muntah kurang lebih 2 kali.
Pasien merasa semakin lemas dan nafsu makan berkurang. Tidak ada bintik
perdarahan, atau perdarahan gusi atau mimisan, dan BAB hitam tidak ada. Pasien
belum BAB dan BAK.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat kejang demam : disangkal
• Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penggunaan Obat

• Paracetamol sirup

5. Riwayat Penyakit Keluarga


• Riwayat Kejang Demam : disangkal
• Riwayat Alergi : disangkal
• Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
• Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
• Riwayat Tuberkulosis : disangkal
• Riwayat epilepsi : disangkal

6. Riwayat Makan
• 0 bulan – 6 bulan  ASI eksklusif
• 6 bulan – 12 bulan  ASI, susu formula, MPASI (makanan lunak)
• 13 bulan –18 bukan  ASI, Makanan keluarga, susu formula
• 18 bulan – sekarang  Makanan Keluarga, susu formula

7. Riwayat Persalinan
• Antenatal Care
- Kunjungan ANC selama kehamilan dilakukan rutin (>4 kali)
• Riwayat penyakit saat hamil
- Sakit saat masa kehamilan (-), muntah berlebih (-), bintik-bintik merah
(-), kejang (-), hipertensi (-), diabetes (-), demam (-), obesitas (-),
riwayat jatuh saat hamil (-), infeksi TORCH (-), vaksin TT (+)
• Post-Natal Care
Ibu rutin membawa anak kontrol ke dokter untuk pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan. Pasien juga mengikuti program imunisasi. Tidak ada
riwayat kuning, tidak tampak biru, tidak ada sesak napas, dan peningkatan
berat badan sesuai usia.
8. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien menyatakan bahwa anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
• Hepatitis B : 4 kali, umur 0, 2, 3, 4 bulan.
• BCG : 1 kali, umur 1 bulan.
• Polio : 4 kali, umur 0, 2, 3, 4 bulan.
• DPT : 3 kali, umur 2, 3, 4 bulan.
• Campak : 1 kali, umur 9 bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Vital sign
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4 V5 M6)
3. Vital Sign
 Denyut nadi : tidak teraba
 RR : 20 x/menit, pemakaian otot bantu nafas (-)
 Suhu : 36,7oC
 Tekanan darah : tidak terukur

Data antropometri dan status gizi


1. Berat Badan : 50 kg
2. Tinggi Badan : 150 cm
3. Berat Badan Ideal : 40 kg
4. BB/U : 50/45 = 111 %
5. TB/U : 150/ 155 = 96 %
6. BB/BBI : 50/40 = 125 %
Kesan : obesitas
Gambar 1. Kurva CDC 2000 (anak laki-laki, 12 tahun 11 bulan 18 hari
BB 50 kg , TB 150 cm)
Status generalisata
 Kepala
Kepala : Normocephali
Mata : Hematoma (-), Sklera Ikterik (-/-), Conjungtiva Anemis (-/-),
pupil isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-), Edema
palpebra (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge (-)
Mulut : Mulut sianosis (-), mukosa bibir kering
Telinga : discharge telinga (-), kelainan anatomis (-)

 Leher
Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
 Thorax (Pulmo)
Inspeksi :Gerakan dada simetris, pernapasan cupping hidung (-)
ketinggalan gerak (-), retraksi interkosta (-), jejas (-)
Palpasi : fremitus (+/+), nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Thorax (Cor)
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, tanda inflamasi (-), jejas (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC 4 linea mid axilaris sinistra
Perkusi : Batas/kontur jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), tanda inflamasi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, batas pekak hepar ± 6 cm pada linea mid clavicularis
dekstra, nyeri ketok ginjal (-).
Palpasi :distensi, turgor kulit normal, nyeri tekan epigastrium (+), massa
intra abdomen (-).
 Ekstremitas
Atas : Gerakan bebas, akral teraba dingin, lembab, perabaan nadi
lemah, capillary refill >2 detik, edema (-), sianos.is (-), petechi
(-).
Bawah : Gerakan bebas, akral teraba dingin, lembab, perabaan nadi
lemah, capillary refill >2 detik, edema (-), sianosis (-), petichi
(-).

IV. Pemeriksaan Darah Lengkap (29-3-2021, 00;36)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 5.87 5.50-13.50
NEUT 2.56 1.50-7.00
LYMPH 2.62 1.00-3.70
MONO 0.66 0.00-0.70
EO 0.00 0.00-0.40
BASO 0.03 0.00-0.10
IG 0.06 0.00-7.00

NEUT% 43.7 25.0-60.0


LYMPH% 44.6 25.0-50.0
MONO% 11.2 1.0-6.0
EO % 0.0 1.0-5.0
BASO% 0.5 0.00-1.0
IG% 1.0 0.0-72.0

HGB 18.8 9.2-16.8

RBC 6.86 2.80-5.80


HCT 51.5 30.0-46.0
MCV 75.1 74.0-121.0
MCH 27.4 24.0-34.0
MCHC 36.5 26.0-36.0
PLT 24 150-450

(29-3-2021, 00;42)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Gula darah sewaktu 264 70-140 mg/dl

Golongan darah B rhesus (+)

Chloride 92 94-111 mmol/L


Kalium 3.1 3.5-5.0 mmol/L
Natrium 125 135-147 mmol/L

Antigen SARS-Cov 2 NEGATIF NEGATIF

Pemeriksaan Darah Lengkap (29-3-2021, 02;04)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 5.96 5.50-13.50
NEUT 2.93 1.50-7.00
LYMPH 2.37 1.00-3.70
MONO 0.64 0.00-0.70
EO 0.00 0.00-0.40
BASO 0.02 0.00-0.10
IG 0.06 0.00-7.00

NEUT% 49.2 25.0-60.0


LYMPH% 39.8 25.0-50.0
MONO% 10.7 1.0-6.0
EO% 0.0 1.0-5.0
BASO% 0.3 0.0-1.0
IG% 1.0 0.0-72.0

HGB 15.9 9.2-16.8


RBC 5.75 2.80-5.80
HCT 43.1 30.0-46.0
MCV 75.0 74.0-121.0
MCH 27.7 24.0-34.0
MCHC 36.9 26.0-36.0

PLT 23 150-450

Pemeriksaan Darah Lengkap (29-3-2021, 16;13)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 7.41 5.50-13.50
NEUT 2.13 1.50-7.00
LYMPH 4.49 1.00-3.70
MONO 0.74 0.00-0.70
EO 0.01 0.00-0.40
BASO 0.04 0.00-0.10
IG 0.10 0.00-7.00

NEUT% 28.8 25.0-60.0


LYMPH% 60.6 25.0-50.0
MONO% 10.0 1.0-6.0
EO% 0.1 1.0-5.0
BASO% 0.5 0.0-1.0
IG% 1.3 0.0-72.0

HGB 14.9 9.2-16.8

RBC 5.39 2.80-5.80


HCT 43.7 30.0-46.0
MCV 75.5 74.0-121.0
MCH 27.6 24.0-34.0
MCHC 36.6 26.0-36.0
PLT 19 150-450

Pemeriksaan Darah Lengkap (30-3-2021, 09;06)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 8.25 5.50-13.50
NEUT 2.48 1.50-7.00
LYMPH 2.92 1.00-3.70
MONO 0.83 0.00-0.70
EO 0.01 0.00-0.40
BASO 0.01 0.00-0.10
IG 0.05 0.00-7.00

NEUT% 30.1 25.0-60.0


LYMPH% 59.6 25.0-50.0
MONO% 10.1 1.0-6.0
EO% 0.1 1.0-5.0
BASO% 0.1 0.0-1.0
IG% 0.6 0.0-72.0

HGB 13.4 9.2-16.8

RBC 4.84 2.80-5.80


HCT 36.5 30.0-46.0
MCV 75.4 74.0-121.0
MCH 27.7 24.0-34.0
MCHC 36.7 26.0-36.0

PLT 31 150-450

Pemeriksaan Darah Lengkap (31-3-2021, 06.44)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 6.42 5.50-13.50
NEUT 2.17 1.50-7.00
LYMPH 3.64 1.00-3.70
MONO 0.48 0.00-0.70
EO 0.10 0.00-0.40
BASO 0.03 0.00-0.10
IG 0.03 0.00-7.00

NEUT% 33.7 25.0-60.0


LYMPH% 56.7 25.0-50.0
MONO% 7.5 1.0-6.0
EO% 1.6 1.0-5.0
BASO% 0.5 0.0-1.0
IG% 0.5 0.0-72.0

HGB 11.9 9.2-16.8

RBC 4.32 2.80-5.80


HCT 33.1 30.0-46.0
MCV 76.6 74.0-121.0
MCH 27.5 24.0-34.0
MCHC 36.0 26.0-36.0

PLT 53 150-450

Foto Thorax PA
Interpretasi
Pulmo : coracan bronkovaskular tampak normal, tak tampak adanya infiltrate
Cor : tak tampak adanya kardiomegali, ukuran dan bentuk normal
Sudut kostofrenikus : lancip
Tulang : tak ada fracture
Soft tissue : tak ada swelling
Kesan : pulmo dan cor dalam batas normal

V. Diagnosa awal
Diagnosis kerja : Dengue Shock Syndrom
VI. Tatalaksana
Tatalaksana pasien di UGD
- O2 nasal kanul 2 liter per menit
- Loading RL 1000 ml dalam 30 menit
- Melakukan fluid challenge test dengan meninggikan ekstremitas bawah
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (iv)

Pantauan TTV Setelah dilalukan loading cairan 1000 ml :


- TD : 100/60 mmhg
- Hr : 97 kali/menit , kuat angkat
- Akral dingin
Intruksi lanjutan :
- Infus RL 50 tpm kemudian cek DL ulang
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam (iv)
- Metronidazole 750 mg selanjutnya 400 mg/ 8 jam (iv)
- Rawat ICU

 FOLLOW UP
Tgl S O A P

29/3/202 Pasien masih TD : 110/80 mmhg Dengue Shock - o2 2 liter per


1 mengeluh HR: 125 kali/menit Syndrom menit

nyeri perut, Rr : 29 kali/menit - IVFD RL 500 ml


dalam 1 jam –
mual-muntah T : 36,7 c
evaluasi TTV
tidak ada, Spo2 : 99%
- inj. Ceftriaxone 1
tangan dan
gr/12 jam (iv)
kaki dingin Kepala dan leher :
- inj. Metronidazole
normocephali, Mata
400 mg/8 jam (iv)
cekung(-/-),CA(-/-)
- transfuse FFP 2 x
Thorax:
200 ml
C/ BJI-II reg, m(-),g(-)
- ca gluconas 1
P/ Ves+/+,rh-/-,wh-/-
amp + 50 ml nacl
Abdomen:distensi (+), 0,9% habis dalam
BU(+),turgor baik, NT 1 jam
epigastrium (+) - sanmol infus 500
Ekstremitas: CRT< 2” mg (k/p)
Akral dingin

30/3/202 Pasien TD : 140/80 mmhg Dengue Shock - o2 2 liter per


1 merasa nyeri HR: 100 kali/menit Syndrom menit
perut sudah Rr : 20 kali/menit - IVFD RL 500 ml
berkurang, T : 36,7 c (IWL)

mual-muntah Spo2 : 99% - inj. Ceftriaxone 1


gr/12 jam (iv)
tidak ada,
Kepala dan leher : - inj. Metronidazole
lemas (-)
normocephali, Mata 400 mg/8 jam (iv)
BAK (+)
cekung(-/-),CA(-/-) - Minum ketika
haus (minimal
Thorax:
cairan )
C/ BJI-II reg, m(-),g(-)
- ondancentron 4
P/ Ves+/+,rh-/-,wh-/-
mg /12 jam (K/P)
Abdomen:distensi (+),
- cek DL/ 24 jam
BU(+),turgor baik, NT
- Evaluasi TTV
epigastrium (+)
Ekstremitas: CRT< 2”
Akral hangat
31/3/202 Demam (-) TD : 110/70 mmhg Dengue Shock BPL
1 Nyeri perut HR: 79 kali/menit Syndrom

dan begah Rr : 20 kali/menit


(-), makan T : 36,4 c
dan minum Spo2 : 99%
normal,
keluhan lain Kepala dan leher :

tidak ada. normocephali, Mata


cekung(-/-),CA(-/-)
Thorax:
C/ BJI-II reg, m(-),g(-)
P/ Ves+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:distensi (+),
BU(+),turgor baik, NT
epigastrium (+)
Ekstremitas: CRT< 2”
Akral hangat
Balance cairan pasien selama 24 di hitung di ICU
Input : 5009 ml
Output : 1940 ml
IWL : 500 ml
BC 24 Jam : +2569 ml

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien seorang anak laki-laki usia 12 tahun 11 bulan 8 hari datang
dengan keluhan sakit perut, lemas, serta tangan dan kaki dingin. Pasien merasa tidak enak
badan sejak kurang lebih 3 hari yang lalu dan dirasakan memberat sejak 1 hari SMRS.
Menurut ibu pasien anaknya sempat demam 3 hari yang lalu, demam tinggi dan turun dengan
obat penurun panas. Batuk-pilek tidak dikeluhkan, Selain itu pasien juga mengeluh nyeri
kepala, nyeri ulu hati, mual-muntah juga dirasakan pasien, muntah kurang lebih 2 kali. Pasien
merasa semakin lemas dan nafsu makan berkurang. Tidak ada bintik perdarahan, atau
perdarahan gusi atau mimisan, dan BAB hitam tidak ada. Pasien belum BAB dan BAK. Pada
saat pasien datang ke UGD pada tanggal 29 maret 2021 demam sudah tidak dikeluhkan,
namun pasien merasa lemas, sakit perut dan tangan serta kaki dingin, 3 hari yang lalu pasien
mengalami demam yang berarti pasien memasuki fase demam hari ke-4 dimana pada kasus
infeksi virus dengue pda hari ke-4,5,6 ini adalah fase kritis yang dapat membuat pasien bisa
saja mengalami syok akibat kebocoran plasma (warning sign). Hal ini dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan laboratorium pasien dimana jumlah trombosit 24x103/uL serta terjadi
hemokonsentrasi dilihat dari hb 18.8 g/dl dan hct 51.5 %.1
Pada saat pemeriksaan fisik nadi pasien tidak teraba serta tekanan darah tidak dapat
diukur yang mana sudah terjadi shock hipovolemik yang dapat mengancam nyawa akibat dari
disfungsi sirkulasi karena peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan, sehingga terjadi
plasma leakage, penurunan fungsi organ, penurunan suplai oksigen, dan nutrient untuk sel
yang dapat berlanjut pada gagal organ hingga kematian. Dengue shock syndrome merupakan
respon tubuh dalam mengkompensasi kegagalan perfusi melalui jalur neurohormonal untuk
mencegah hipoperfusi organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui
volume sekuncup, peningkatan detak jantung, dan vasokontriksi perifer. Penurunan tekanan
darah menandakan bahwa sistem haemostasis terganggu, kelainan hemodinamik berat dan
sudah terjadi dekompensasi.10
Pasien mendapat terapi RL 1000 ml habis dalam 30 menit. Kemudian ttv pasien post
resusitasi dinilai kemudian cairan diturunkan menjadi 500 ml per jam, selama 1 jam, 250 ml
per jam selama 1-2 jam, 150 ml per jam selama 2-4 jam, dan seterusnya sambal tetap
menghitung diuresis. Tujuan resusitasi cairan adalah menyelamatkan otak dari gangguan
hipoksik-iskemik dan mengembalikan volume sirkulasi. Cairan kristaloid efektif isotonic
efektif mengisi ruang interstisial, mudah didapat, tidak mahal, dan tidak menimbulkan reaksi
alergi namun hanya seperempat bagian bolus yang tetap berada di ruang intravascular
sehingga diperlukan volume yang lebih besar. Berbeda dengan cairan koloid yang mampu
berada lebih lama di ruang intravascular, namun lebih mahal dan dapat menimbulkan reaksi
sensitivitas dan komplikasi. Pemberian cairan juga harus dibatasi, karena saat fase
penyembuhan permeabilitas kapiler mulai membaik, kelebihan cairan dapat memperburuk
keadaan pasien, misalnya pasien menjadi sesak akibat udem pulmonal. Pada pasien juga
mendapat fresh frozen plasma sebanyak 2 x 200 mg. disini pemberian darah, FFP, dan
komponen darah lain diberikan untuk mempertahankan Hb, menaikan daya angkut oksigen,
memberikan factor pembekuan untuk mengoreksi koagulopati. Dosis tranfusi FFP pada
neonatus dan anak adalah 10-20 mL/Kgbb/ hari.11
Pasien dengan infeksi virus dengue mempunyai imunitas yang buruk yang membuat
pasien mudah terkena infeksi lain oleh karena itu pemberian antibiotic dapat dipertimbangkan
pada pasien infeksi virus berat seperti Dengue shock syndrome. Beberapa pasien infeksi
dengue dapat mengalami manifestasi yang tidak lazim berupa ensefalopati-ensefalitis dengue,
perdarahan masif, infeksi ganda (dual infection), kelainan ginjal dan miokarditis. Di daerah
endemis terdapat laporan infeksi dengue terjadi bersamaan dengan infeksi lain, seperti diare
akut, pneumonia, campak, cacar air, demam tifoid, infeksi saluran kemih, leptospirosis, dan
malaria. Sumber infeksi dapat terjadi sebelum masuk rumah sakit atau pada saat rawat inap
(health care associated infection), misalnya, trombloflebitis, pneumonia, infeksi saluran
kemih dan sepsis. Syok pada demam berdarah dapat menyebabkan iskemia usus dan
menyebabkan translokasi bakteri dari lumen usus ke sirkulasi darah. Endotoksin ini akan
mengaktivasi sitokin terutama TNF-α dan IL-1. Endotoksemia berhubungan erat dengan syok
pada demam berdarah. Endotoksemia terjadi pada 50% sindrom syok dengue dan 50%
demam berdarah non syok. Beberapa literatur menyebutkan keterlibatan Gram negatif jenis
Enterobacteriacaea, dengan hanya satu kasus dilaporkan koinfeksi dengan S. aureus.
Patofisiologi terjadinya dual infektion dikarenakan infeksi virus dengue merusak lapisan
mukosa usus sehingga sebagai pintu masuk bagi flora normal di usus yang berubah menjadi
patogen, dan kemudian invasi ke peredaran darah.12
Selain itu jika dilihat dari status gizi, pasien tergolong obesitas yang mana anak
dengan obesitas 2,29 kali beriko syok dari pada anak non obesitas. Kejadian syok pada anak
dengan obesitas berhubungan dengan respon imun. Reaksi antigen anti dengue menyebabkan
infeksi dengue lebih berat. obesitas meningkatkan white adipose tissue yang mensekresikan
dan melepaskan sitokin pro inflamasi TNF-α, interleukin seperti IL-1β, IL-6, IL-8. Pada
obesitas terjadi peningkatan ekspresi TNF-α dan IL-6. Semakin banyak sel yang terinfeksi,
lebih banyak sitokin yang dihasilkan, semakin terjadi peningkatan permeabilitas vascular
maka akan semakin meningkatkan resiko DSS.13
60

50

40
hb
30
hct
tr
20

10

0
Lab 1 Lab 2 Lab 3 Lab 4 Lab 5

Grafik evaluasi laboratorium pasien


Keterangan :
Lab 1 : diperiksa tanggal 29-3-2021, 00;36
Lab 2 : diperiksa tanggal 29-3-2021, 02;04
Lab 3 : diperiksa tanggal 29-3-2021, 16;13
Lab 4 : diperiksa tanggal 30-3-2021, 09;06
Lab 5 : diperiksa tanggal 31-3-2021, 06;44

Jika dilihat dari grafik diatas, pemeriksaan lab 1 dilakukan tanggal 29-03-2021
dimana pasien pada fase demam hari ke 4 yakni memasuki fase kritis, pada kondisi ini
sebenarnya demam masih berlangsung namun biasanya anak merasa suhu tubuh kembali
normal karena temperatur sedikit menurun. Pada grafik dapat dilihat jelas bahwa pada saat
tersebut terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dilihat dari hematocrit yang sangat
meningkat yang diikuti dengan penurunan cepat trombosit, yang akhirnya pasien jatuh dalam
kondisi syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Pada saat pasien bertahan melewati fase
kritis maka pasien memasuki fase penyembuhan dimana keadaan umum meningkat, nafsu
makan baik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil bisa stabil atau rendah
seperti di grafik yang terjadi akibat efek dilusi dari reabsorbsi cairan, tren trombositpun mulai
terlihat peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hilwana Lutifta. Simposium Penyakit Tropik Pediatrik. PT. Multimedika Digital
Indonesia. 2020; p. 72.
2. Satari HI. Keamanan Vaksin Dengue pada Anak. Sari Pediatri. Agustus. 2019; Vol. 21,
No. 2.
3. Salsabila Oesi. Et.al. Analisis Faktor Resiko Terjadinya Syok Dengue pada Anak di
RSD. Dr. Soebandi Kab. Jember; Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 2017;
Vol.3, No. 1.
4. Batari AD. Et.al. Laporan Kasus Dengue Shock Syndrom pada Anak dengan Obesitas. J.
Ked. Mulawarman. Juni. 2020; Vol.7, No. 1.
5. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia tahun 2017; 2018.
6. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, III JWSG, Behrman RE. Nelson Textbook of
Pediatrics. 21 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2019.
7. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue di Indonesia;2017.
8. Soegijanto S dan Eva C. Update Management Dengue Shock Syndrom In Pediatri Cases.
Indonesian Journal of Tropical Infection Disease. Oktober-Desember. 2013; Vol. 4,
No.4, 9-22.
9. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Recent Advance in Peditric. Jakarta;
2016.
10. Suparyatha, et.al. Profile Hemodinamik Anak dengan Syndrom Shock Dengue
Berdasarkan Pemeriksaan Ultrasonic Cardiac Output Monitor. Sari Pediatri. April. 2020;
Vol. 21, No. 6.
11. Whidiyat, PA. Transfusi Rasional pada Anak. Sari Pediatri. Maret. 2017; Vol. 18, No. 4:
325.
12. Hediyanto, et.al. Profile Hematologi sebagaiPrediktor Sepsis pada Sindrom Syok
Dengue. Sari Pediatri. Desember. 2016; Vol. 18, No.4.
13. Batari, et.al. Laporan Kasus Dengue Shock Syndrom pada Anak dengan Obesitas. J.
Ked. Mulawarman. Juni. 2020; Vo.7, No. 1.
14. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Update Management of Infectious
Disease and Gastrointestinal Disorder. Jakarta. 2012.

Anda mungkin juga menyukai