Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Anestesiologi dan Terapi Intensif
Periode 28 Februari – 26 Maret 2022
Pembimbing:
Laporan Kasus
Oleh:
Dosen Pembimbing:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang periode 28 Februari – 26 Maret 2022.
II
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapakan atas kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Stabilisasi dan Trasport Pasie
SOL Intracranial ec Susp Medulla Blastoma + Post VP Shunt ec
Hidrosefalus” dapat disusun. Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Departemen Anestesiologi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini,
terutama kepada yang terhormat dr. Andi Miarta, Sp.An, KIC dan dr. Anang
atas bimbingan serta arahan yang telah diberikan dalam pembuatan laporan kasus
ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan. Hal ini didasarkan atas keterbatasan dan kekurangan
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran
sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat baik bagi semua pihak. Akhir kata, semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan meridhai segala usaha kita.
Rahma Adellia
III
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
A. Identitas......................................................................................................6
C. Survei Sekunder..........................................................................................7
D. Pemeriksaan Fisik.......................................................................................8
E. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................9
F. Diagnosis..................................................................................................12
G. Tatalaksana...............................................................................................12
H. Planning Anestesi.....................................................................................12
I. Prognosis..................................................................................................12
J. Follow Up.................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................16
BAB IV..................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
IV
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas
Nama : Nn. NSP
No. Rekam Medis : 0001248893
Umur : 9 tahun (18 Juli 2012)
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
BB : 24 kg
Alamat : Jl. Kancil Putih Pulau No. 119 A, Palembang
MRS : Senin, 28 Februari 2022
B. Survei Primer
Tabel 1. Survei primer
6
Pupil bulat, isokor,
diameter pupil kanan dan circulation dengan baik sehingga
Penurunan
kiri 3 mm, refleks cahaya perfusi jaringan adekuat, dan memasang
Disability Kesadaran
pupil kanan dan kiri (+), monitor.
urin bag terisi 120ml
C. Survei Sekunder
Aloanamnesis pada tanggal 28 Februari 2022 pukul 15.10
Keluhan Utama
Nyeri Kepala sejak 1 tahun SMRS
7
D. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Sens : E4M6V5
TD : 90/60 mmHg
HR : 100 kali per menit
RR : 24 kali per menit
Suhu : 36,4oC
SpO2 : 99%
Status Fisik : ASA II
Keadaan Spesifik
Kepala : normosefali,
Leher : terpasang cervical collar
Thorax : Pulmo
I: statis & dinamis simetris, jejas (-)
P: simetris, RR 14x/menit
P: sonor kedua hemithorax
A: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas jantung normal
A: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), HR 105x/menit
Abdomen
I : datar, lemas, jejas (-)
P: hepar dan lien tidak teraba
P: timpani
A: bising usus (+)
8
Ekstremitas: terpasang bidai pada kaki kanan, akral hangat, pucat (-)
Genitalia: tidak ada kelainan
E. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2. Pemeriksaan Penunjang laboratorium (2 Maret 2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 12,3 11,40-15,00
Eritrosit 4,45 4-5,7
Leukosit 18,45 4,73-10,89
Hematokrit 34% 35-45
Trombosit 365 189-436
MCV 77,3 85-95
MCH 28 28-32
MCHC 36 33-35
RDW-CV 12,6 11-15
Diff Count 0/0/89/10/1 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
LED 34 <20
Ureum 17 16,6-48,5
Kreatinin 0,62 0,73
Natrium 140 135-155
Kalium 4,4 3,5-5,5
Analisa Gas Darah
pH 7,465 7,35-7,45
pCO2 26,6 35-45
pO2 133,6 83-108
Bikarbonat 19,3 21-28
Pemeriksaan Radiologi
CT Scan Kepala di RSMH Palembang (19/11/2021)
9
Kesan : Massa solid kistik bentuk lobulated intraventrikel ukuran 6,5 x 5,5 x 5,8
cm yang heterogenous contrast enhancement pada bahan solid dan meluas ke
foramen dan menyebabkan pendesakan pada cerebellum posterior serta aspek
posterior midbrain, pons dan medulla oblongata.
10
Rontgen di RSMH Palembang (24/11/2021)
Gambar (A) rontgen pelvis, (B) rontgen servikal, dan (C) ronten tibia-fibula
Kesan : Terdapat fraktur inkomplit pada os. Coxae dextra. Terdapat fraktur
komplit pada os tibia dan os fibula dextra. Tidak terdapat kelainan pada foto
rontgen servikal.
F. Diagnosis
Post CTR a.i. SOL Intracranial + Post VP Shunt a.i Hidrosefalus
G. Tatalaksana
Non Farmakologi :
Head up 30
Monitoring TTV, urin
Jaga suhu hipotermi
Farmakologi :
IVFD NaCl 0,9% gtt XX/menit
11
O2 kanul 21 pm tercapai SpO2 98%
Dexametason 3 x 3 mg
Paracetamol 3 x 500 g (15g/kgBB)
Ceftriaxon 1 x 2 gr
Midazolam 1 mg
H. Planning
Cek AGD, DPL, DK, elektrolit, albumin, hemostasis darah, GDS
I. Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
12
J. Follow Up
Hari S Respiratory Failure fraktur linear temporal +
rawat ICH lobus frontemporal kiri
–0
O A: terpasang intubasi
B: RR 11x/min (nafas spontan), SpO2 99%
20/11/
C: TD 120/70mmHg, HR 50 x/min, tegangan kuat,
2021
irama regular, isi cukup
D: E1M1Vt; diameter pupil kanan dan kiri 4 mm, refleks cahaya tidak ada, urin bag
Pukul
300ml (urin 175cc)
03.00
A
Gagal nafas tipe 1 e.c penurunan kesadaran GCS E1M1Vt e.c cedera kepala +
Fraktur komplit os. tibia-fibula dextra + fraktur os. Coxae dextra + asidosis
P IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
O2 10 L/menit via NRM
Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
Mannitol 100 cc/6 jam IV
Asam traneksamat 50 g/8 jam PO
Dexmedetomidin 10 ug/jam i.v kontinius
13
Hari S Respiratory Failure fraktur linear temporal +
rawat ICH lobus frontemporal kiri
–0
O A: terpasang intubasi
B: RR 7x/min (nafas spontan), SpO2 99%
20/11/
C: TD 120/70mmHg, HR 60 x/min, tegangan kuat,
2021
irama regular, isi cukup
D: E1M1Vt; diameter pupil kanan dan kiri 4 mm, refleks cahaya tidak ada, urin bag
Pukul
340ml (urin 40cc)
04.00
A
Gagal nafas tipe 1 e.c penurunan kesadaran GCS E1M1Vt e.c cedera kepala +
Fraktur komplit os. tibia-fibula dextra + fraktur os. Coxae dextra + asidosis
P IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
O2 10 L/menit via NRM
Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
Mannitol 100 cc/6 jam IV
Asam traneksamat 50 g/8 jam PO
Dexmedetomidin 10 ug/jam i.v kontinius
14
Hari S Respiratory Failure fraktur linear temporal +
rawat ICH lobus frontemporal kiri
–0
O A: terpasang intubasi
B: RR 16x/min (On Mechanic Ventilator), SpO2 99%
20/11/
C: TD 90/60mmHg, HR 71 x/min, tegangan kuat,
2021
irama regular, isi cukup
D: E1M1Vt; diameter pupil kanan dan kiri 4 mm, refleks cahaya tidak ada, urin bag
Pukul
400ml (urin 60cc)
05.00
A
Mati batang otak e.c cedera kepala + Fraktur komplit os. tibia-fibula dextra + fraktur
os. Coxae dextra + asidosis
P IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
O2 10 L/menit via NRM
Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
Mannitol 100 cc/6 jam IV
Asam traneksamat 50 g/8 jam PO
Dexmedetomidin 10 ug/jam i.v kontinius
Breaking bad news kepada keluarga pasien
15
16
BAB III
ANALISIS KASUS
Nn. NSP, perempuan, usia 9 tahun, mengeluh nyeri kepala sejak kurang
lebih 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Awalnya dirasakan 2 bulan sekali,
namun saat ini nyeri dirasakan semakin sering dalam 1 bulan. Intensitas nyeri
dirasakan semakin lama semakin berat. Pasien juga mengeluh telinga terasa
berdenging. Keluhan disertai mual dan muntah yang menyemprot. Tidak ada
demam, Tidak ada kejang. Pasien juga mengeluh terdapat penurunan berat badan.
17
optik. Peningkatan tekanan jaringan ini akan menyebabkan gangguan proses
metabolisme yang memediasi aliran aksoplasma. Selain itu, pada anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan pengelihatan secara progresif
yang merupakan salah satu manifestasi klinis dari SOL. Selain itu, peningkatan
tekanan intrakranial juga dapat menyebabkan nyeri kepala pada pasien. 6 Pasien
lalu diajukan untuk dilakukan tindakan pembedahan yaitu craniotomy tumor
removal.
Pada pasien dilakukan manajemen anestesi perioperatif yang terdiri dari
evaluasi pasien preoperatif, monitoring intraoperatif dan monitoring pasca
operatif. Pada pasien, teknik anestesi yang dilakukan adalah anestesi umum
dengan menggunakan obat-obat induksi yaitu Fentanyl 200mcg IV, Thiopental
500 gram IV dan Rocuronium 50 mg IV.
Ketika operasi telah selesai, pasien yang telah dianestesi tidak boleh
meninggalkan ruangan operasi hingga patensi saluran napas, ventilasi dan oksigenasi
adekuat, dan hemodinamik yang stabil tercapai. Setelah itu, anesthetist dapat mengambil
keputusan apakah pasien ini dapat dipindahkan ke recovery room atau langsung menuju
ICU.7 Adapun kriteria masuk dan prioritas ICU adalah sebagai berikut: 8
1. Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/ bantuan ventilasi dan alat bantu suportif
organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinu, obat anti aritmia
kontinu, pengobatan kontinu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien pada
kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
2. Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien seperti ini
antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut
dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor.
2. Prioritas 3
18
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian
atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada
golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas,
atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat.
Umumnya pasien setelah kraniektomi dirawat di ICU. Tidak ada kriteria
yang menspesifikasi pasien kraniektomi untuk dilakukan perawatan di ICU.
Namun, lamanya operasi dan kerumitan prosedur tampaknya menjadi salah satu
alasan. Pasien yang menjalani prosedur lama yang didefinisikan sebagai operasi
yang berlangsung lebih dari sama dengan 4 jam, lebih mungkin untuk langsung
dipindahkan ke ICU. Pasien dirawat di ICU untuk memungkinkan identifikasi
secara cepat jika terjadi komplikasi pasca-operasi ataupun kegawatdaruratan yang
tepat waktu. Selain itu, faktor risiko pasien seperti diabetes, usia lanjut,
kehilangan darah intraoperatif yang besar telah diidentifikasikan sebagai prediksi
kebutuhan intervensi ICU setelah kraniektomi. Sementara itu, salah satu jurnal
menyebutkan bahwa prediktor tertentu dari kehilangan darah yang masif, di
antaranya jenis kelamin perempuan, ukuran tumor >5 cm, vaskularisasi tumor
yang tinggi dinilai berdasarkan pencitraan pra-operasi serta intraoperatif, dan
durasi operasi > 300 menit sehingga pada pasien dengan faktor risiko tersebut
sebaiknya dilakukan perawatan postoperatif di ICU.9,10
Komplikasi yang paling umum terjadi pada kraniektomi antara lain adalah
formasi hematoma, hidrosefalus, dan kejang. Berbeda dari pasien lain, pasien
postneurosurgical memiliki banyak kemungkinan komplikasi, seperti komplikasi
kardiopulmonal dan neurologis. Peningkatan TIK, hiperkapnia, dan hipoksia
dapat menyebabkan cedera saraf yang lebih berat, sehingga penggunaan ventilasi
elektif dibutuhkan untuk mencegah komplikasi tersebut. Selain itu, ventilasi
elektif juga menyingkirkan kemungkinan untuk re-intubasi, dikarenakan re-
intubasi dapat meingkatkan risiko terjadinya hipertensi intrakranial sekunder.
Post-operatif edema biasanya sangat berat pada pasien dengan massa intrakranial
19
yang sengaja untuk tidak diangkat. Sehingga pada pasien dengan kraniektomi
sebaiknya diberikan ventilasi elektif.11,12 Pada kasus ini, pasien termasuk prioritas
1 dimana pasien memerlukan ventilasi, dan berdasarkan pertimbangan lainnya
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pasien langsung dipindahkan ke ICU
untuk perawatan postoperatif.
Persiapan dan stabilisasi pasien yang tepat dan teliti harus dilakukan
sebelum transfer untuk mencegah efek samping atau penurunan kondisi klinis
pasien. Pasien harus ter-resusitasi secara adekuat dan distabilkan semaksimal
mungkin dengan waktu yang sesuai. Selama persiapan, A, B, C dan D, yaitu
airway, breathing, circulation, dan disability harus diperiksa, dan masalah terkait
yang dapat dicegah harus diperbaiki.
1) Airway
Pastikan jalan napas paten dan tidak ada risiko aspirasi saat sebelum
melakukan transfer. Pasien dengan gangguan napas, pasien dengan status
kesadaran comatose ataupun GCS <8, atau pasien dengan hilangnya refleks batuk
dan muntah harus di intubasi sebelum transfer. Dalam beberapa kasus
kemungkinan terdapat kompromi jalan napas selama transfer (misalnya, luka
bakar jalan napas, cedera kepala berat), intubasi endotrakeal elektif harus
dilakukan. Posisi pipa endotrakeal harus diperhatikan dan diamankan dengan
kuat. Pasien yang diintubasi selama operasi harus ditentukan apakah akan
dilakukan sebelum akhir pembedahan harus diputuskan apakah akan dilakukan
pemulihan dini dan ekstubasi segera setelah operasi. Penundaan pemulihan
diperlukan pada proses prosedur operasi yang lama, operasi pada tumor yang
besar dengan midlineshift, perdarahan intraoperatif yang masif, operasi yang
berkomplikasi, tingkat kesadaran menurun, atau gangguan kardiorespirasi yang
berat. Idealnya ekstubasi dilakukan bila pasien dapat menjawab perintah verbal,
nadi dan tekanan darah yang stabil, dan bernapas spontan. Saat pasien ditentukan
20
untuk tidak dilakukan ekstubasi, maka pastikan bahwa jalur napas paten atau
aman dengan intubasi.
Pada kasus ini, pasien ditunda pemulihannya sehingga pasien tidak dilakukan
ekstubasi. Jalan napas pasien aman dengan penggunaan intubasi sebelum transfer.
Tidak terdapat suara napas tambahan.
2) Breathing
Lihat apakah pasien bernapas spontan secara adekuat atau target ventilasi
tecapai dengan ventilator transport, pantau laju napas, apakah ada usaha napas
tambahan, dan saturasi oksigen. Jika pasien terintubasi, lihat apakah pasien
tersedasi secara tepat. Pastikan pasien dierikan 100% oksigen dan perhitungkan
dengan tepat FiO2 yang dibutuhkan oleh pasien. Saturasi oksigen yang ingin
dicapai adalah >98% Atur parameter ventilasi untuk mendapatkan PCO2 sekitar
35mmHg.
Pada kasus ini, pasien terintubasi dan target ventilasi tercapai. Tidak ada
retraksi dinding dada, pergerakan dinding dada normal. Saturasi oksigen cukup
sebelum, selama, dan setelah transfer.
3) Circulation
● Pantau Capillary Refill Time, warna kulit, akral untuk melihat perfusi perifer baik
atau tidak
Indikasi transfusi darah apabila Hb<8 g/dl atau kehilangan darah pada bedah
>20% dari volume darah. Pada pasien ini, terdapat perdarahan sebanyak 700ml.
21
Sehingga pasien diberikan transfusi darah sebanyak 1 kolf atau sekitar 200 ml.
Hemodinamik pasien stabil dengan pemberian cairan intravena dan pemberian
komponen darah.
4) Disability
Status neurologis pasien, sperti Glasgow Coma Score (GCS) dan respon
pupil terhadap cahaya harus didokumentasikan sebelum memulai transfer atau
pemberian agen paralitik dan obat penenang. Pasien harus dievaluasi untuk cedera
kepala atau tanda-tanda neurologis fokal. Bila diperlukan, kepala pasien, tulang
belakang leher, dada dan lumbar harus diamankan dengan perangkat imobilisasi.
Pada kasus, kesadaran pasien dalam pengaruh obat dan terdapat refleks
cahaya pada kedua pupil.
5) Environment
Pada kasus ini, didapatkan suhu tubuh pasien normal. Pasien telah diselimuti
untuk mencegah terhadap hipotermia. Setelah menentukan ABCDE, pasien
dinyatakan stabil, dan dapat dilakukan transfer.
22
● Tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, perawat, staf medis dan koordinator
transportasi diperlukan untuk merencanakan dan mengkoordinasi proses transfer
Transfer pasien tidak boleh dilakukan bila dalam kondisi dibawah ini:
● Tidak mampu menyediakan oksigenasi dan ventilasi yang memadai selama
pengangkutan atau di tempat tujuan, baik dengan tas resusitasi manual, ventilator
portabel, atau standar ventilator unit perawatan intensif.
● Tidak mampu mempertahankan parameter hemodinamik selama pemindahan
hingga di tempat tujuan
● Tidak mampu memantau status kardiopulmoner pasien secara memadai selama
pemindahan
● Tida mampu mempertahankan kendali jalan napas selama pemindahan atau di
tempat tujuan
● Semua anggota tim transportasi yang diperlukan tidak hadir
● Tim penerima belum siap.
Pada pasien, seperti telah dijelaskan sebelumnya, memiliki lebih banyak
keuntungan untuk dipindahkan ICU. Pasien siap dipindahkan dari ruang operasi
ke ICU pukul 13.10 dengan tim yang tersedia beserta peralatan yang dibutuhkan.
2) Koordinasi dan komunikasi sebelum transportasi
● Komunikasi antar dokter dan antar perawat diperlukan untuk membuat rencana
transfer pasien
● Tim memastikan bahwa lokasi penerimaan siap menerima pasien
● Dokumentasi dalam rekam medis perlu dibuat, termasuk indikasi transportasi dan
status klinis pasien.
3) Personel pendamping
● Untuk personel pendamping disarankan minimal dua orang, salah satunya
dianjurkan dari tim ICU
● Tenaga klinis yang terlatih untuk manajemen airway dan ACLS
● Tim transport harus menemani pasien sampai pasien di ICU
Pada kasus ini, pasien diantarkan oleh petugas ICU, perawat ruang operasi,
beserta dokter anestesi.
4) Persyaratan peralatan
23
● Peralatan yang akan digunakan selama pemindahan bersifat khusus dan tidak
boleh digunakan di tempat lain
o Monitor tekanan darah, pulse oksymeter, ventilator invasif dan noninvasif, dan
defibrilator
o Obat resusitasi dasar termasuk epinefrin, norepinefrin, obat-obatan antiaritmia,
vasopresin, muscle relaxan, sedatif, narkotika, analgesik, dekstrosa ampul, dan
cairan IV ataupun obat drip yang sesuai
o Semua peralatan yang dioperasikan dengan baterai harus terisi penuh dan harus
memadai penyediaan cadangan baterai
● Pada pasien dengan ventilasi mekanis, posisi pipa endotrakeal dicatat dan
diamankan sebelum dan selama pengangkutan.
● Lakukan pemantauan kecukupan oksigenasi dan ventilasi
● Tidak ada peralatan atau obat yang ditempatkan di atas pasien. Sebagian besar
unit akan memiliki pengangkut yang dibuat khusus
● Troli monitor dan/atau ventilator harus dikencangkan dengan tali ke tempat tidur
atau troli agar tidak menimpa pasien
5) Mengidentifikasi pasien berisiko tinggi
Pasien dalam kategori berikut memiliki risiko yang sangat tinggi untuk
mengalami perburukan selama atau setelah proses transfer:
● Pasien dengan ventilasi mekanis, terutama yang berkebutuhan tinggi tekanan
ekspirasi akhir positif dan FiO2>0,5. Cadangan oksigen ekstra untuk pasien
dengan kebutuhan oksigen tinggi harus dijaga
● Pasien dengan skor keparahan cedera terapeutik yang tinggi
● Pasien cedera kepala
● Pasien yang secara hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan infuse
dobutamin terus menerus, atau infuse terus menerus norepinefrin atau vasoaktif
lainnya
Selain itu menurut Intensive Care Society, risiko pasien dapat dibagi menjadi:
a. Low Risk
o NEWS2 1-4
o Dapat mempertahankan jalan napas
24
o FiO2 <0,4/ base deficit 0 sampai -4 mmol/L
o Tidak membutuhkan inotropic dan vasopressor
o GCS 14
o Normotermik
Pada pasien low risk: tim dapat berisi perawat dan praktisi klinis
b. Medium Risk
o NEWS2 5-6
o Dapat mempertahankan jalan napas
o FIO2 <0,6/ base deficit -4 sampai -8 mmol/L
o Membutuhkan dosis rendah inotropic atau vasopressor <0,2 mg/kg/min
o GCS 9-13
o Hipotermia atau hipertermia ringan
Pada pasien medium risk: diperlukan dokter atau klinisi tingkat lanjut untuk
menemani transfer pasien
c. High risk
o NEWS2 7 atau lebih
o Terintubasi
o FiO2 >0,6/ base deficit lebih dari -8 mmol/l
o Sistem kardiovaskular yang tidak stabil atau membutuhkan obat inotropic ataupun
vasopressor >0,2 mg/kg/min
o Hipotermia atau hipertermia seang
o Major trauma, seperti cedera kepala, toraks, abdomen, atau pelvis
Pada pasien high risk: Perlu dokter yang terlatih dalam critical care dan terlatih
manajemen airway
25
Gambar 1. NEWS2 Score15
Pada kasus ini, nilai NEWS2 pasien adalah 5 namun pasien terintubasi,
sehingga pasien berada pada high risk dan memerlukan dokter yang terlatih dalam
critical care dan manajemen airway.
6) Pemantauan selama pemindahan
● Monitor EKG
● Pulse oxymetri
● Penialaian sevara berkala tekanan darah, laju nadi, dan laju napas
● Beberapa pasien membutuhkan capnography, monitoring continuous intraarterial
blood pressure, dan monitoring tekanan intrakranial
Pada saat monitoring selama pemindahan, tanda-tanda vital pasien dalam batas
normal.
7) Perawatan selama transfer
● Idealnya, pasien harus mendapatkan tingkat perawatan yang sama seperti saat
sebelum transportasi.
● Pantau selalu tanda vital menggunakan monitor dengan interval yang telah
ditentukan
26
● Kejadian yang tidak diinginkan atau efek samping juga perlu dicatat dan segera
ditindaklanjuti.
27
III. Dokumentasi Pemindahan Pasien
28
Menurut Rajeev Cauhan, dkk. monitoring postoperatif pada pasien
neurosurgery dapat dilakukan selama 24 – 48 jam, dan pemantauan 24 jam
setelah ekstubasi.11,12
BAB IV
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Centers for Disease Control and Prevention.. Traumatic Brain Injury. JAMA.
2020. Vol 323; p.1544
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Kementerian RI tahun 2018.
3. Dinsmore, Judith. Traumatic Brain Injury: an Evidence-Based review of
management. British Journal of Anaesthesia. 2017: 1-7
4. American College of Surgeons Committe on Trauma. Head Trauma. In:
Advanced Trauma Student Course Manual. Edisi 9. Chicago: American
College of Surgeons. 2018; p102-125
5. Taylor CA, Bell JM, Breiding MJ, Xu L. Traumatic Brain Injury-Related
Emergency Department Visits, Hospitalizations, and Deaths – United States,
2007 and 2013. MMWR Surveill Summ. 2017;66(9):p1-16
6. Dewanto G. Suwono WJ. Riyanto B. Turana Y. Diagnosis dan tatalaksana
penyakit saraf. Jakarta: 1enerbit buku kedokteran EGC
7. Toma AK. Intracranial pressure and cerebral haemodynamics. Anaesth
Intensive Care Med. 2017;p.1–5
8. John F. Butterworth, David C. Mackey, John D. Wasnick. Morgan & Mikhail’s
Clinical Anesthesiology. Edisi Ke-6. New York: McGraw-Hill Education;
2019.
9. Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta
10. Mathews, Letha. "Management of Patient with Traumatic Brain Injury:
Epidural Hematoma." Problem Based Learning Discussions in Neuroanesthesia
and Neurocritical Care. Springer, Singapore, 2020. 235-244.
11. Jagannatha, Aniruddha Tekkatte, et al. "Urinary sodium loss following
hypertonic saline administration curtails its superior osmolar effect in
comparison to mannitol in severe traumatic brain injury: a secondary analysis
of a randomized controlled trial." Journal of Neuroanaesthesiology and Critical
Care 5.03 (2018): 164-167.
30
12. Godoy, Daniel Agustín, Santiago Lubillo, and Alejandro A. Rabinstein.
"Pathophysiology and management of intracranial hypertension and tissular
brain hypoxia after severe traumatic brain injury: an integrative approach."
Neurosurgery Clinics 29.2 (2018): 195-212
31
32