Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Space Occupying Lesion (SOL) Intrakranial


Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh :
Edy Sutrisno Siregar 19360241
Nabella Putri Munggaran 20360088
Nabilah Tarisa 20360089

Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul “Space Occupying Lesion (SOL) Intrakranial“. Laporan kasus ini
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian
Neurologi di Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF bagian Neurologi, khususnya dr. Luhu A. Tapiheru Sp. S atas bimbingannya
selama berlangsungnya pendidikan di bagian Neurologi ini sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari bahwa laporan kasus
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Mei 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Space-occupying lesion (S.O.L) intrakranial merupakan merupakan istilah


yang digunakan untuk generalisasi masalah tentang adanya lesi misalnya
neoplama, baik jinak maupun ganas, primer atau sekunder, dan masalah lain seperti
parasit, abses, hematoma, kista, ataupun malformasi vaskular. Tumor-tumor SOL
intrakranial merupakan sekitar 9% dari seluruh tumor primer yang terjadi pada
manusia. Karena tumor-tumor ini berada pada sistem saraf pusat maka tumor ini
menjadi masalah kesehatan yang serius dan kompleks. Tumor-tumor ini umumnya
berasal dari bagian parenkim dan neuroepitel sistem saraf pusat kecuali mikroglia
dan diperkirakan sekitar 40%-50% SOL intrakranial disebabkan oleh tumor
(Muttaqin, 2008).
Tumor dan abses serebral merupakan contoh dari space occupying lesion yang
menimbulkan nyeri kepala oleh karena terjadinya kompresi jaringan otak terhadap
tengkorak sehingga meningkatkan tekanan intrakranial. Mual dengan atau tanpa
muntah dapat menyertai nyeri kepala yang disebabkan oleh migrain, glaukoma, space
occupying lesion,dan meningitis (AANS, 2012). Tumor intrakranial atau yang juga
dikenal dengan tumor otak, ialah massa abnormal dari jaringan di dalam kranium,
dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh
mekanisme yang mengontrol sel-sel normal (Dorland, 2019). Terdapat lebih dari 150
jenis tumor intrakranial yang telah ditemukan, namun menurut asalnya, tumor
intrakranial atau tumor otak dikelompokan menjadi tumor primer dan tumor sekunder.
Tumor otak primer mencakup tumor yang berasal dari sel-sel otak, selaput otak
(meninges), saraf, atau kelenjar. Tumor otak sekunder merupakan tumor yang berasal
dari tumor ganas jaringan tubuh lain (University of Pittsburg, 2014). Berdasarkan
lokasi tumor, terdapat dua jenis utama tumor intrakranial, yaitu tumor supratentorial
dan infratentorial (Harsono, 2015). Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak
ruang (space occupied lession) (Price & Wilson, 2005). Space occupied lession (SOL)
ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang
menempati ruang (Fynn et al, 2004).
SOL Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer
atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam
rongga tengkorak (Butt et al, 2005). SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan
2
intrakranial, intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan
‘brain death’ (Satyanegara, 2014). Tumor intrakranial menyebabkan timbulnya
gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak disebabkan
oleh gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi
atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor menyebabkan nekrosis jaringan otak dan
bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut. Serangan kejang merupakan
manifestasi aktivitas listrik abnormal yang dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal (Price & Wilson,
2005).
Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor, dan perubahan cairan
serebrospinal (Price & Wilson, 2005). Pertumbuhan tumor akan mendesak ruang yang
relatif tetap pada tengkorak (Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Mekanisme terbentuknya
oedema pada kanker diduga karena selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan
cairan otak. Menurut National Cancer Institute USA, berdasarkan data tahun 2006 s.d.
2010, jumlah kasus baru kanker otak dan sistem saraf lainnya adalah 6,5 per 100.000
pria dan wanita per tahun. Jumlah kematian diperkirakan 4,3 per 100.000 pria dan
wanita per tahun. Tumor metastasis ke otak terdapat pada sekitar satu dari empat
pasien dengan kanker, atau sekitar 150.000 orang per tahun (Fynn et al, 2004).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI DAN ANATOMI


Space Occupying Lesion (SOL) merupakan desakan ruang yang diakibatkan
peningkatan volume di dalam ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak,
darah, dan cairan serebrospinal. Lesi desakan ruang (Space Occupying Lesion) bisa
meningkatkan tekanan intrakranial (Wilson & Price 2005). Space Occupying Lesion
bisa berupa neoplasma ataupun tumor, perdarahan ataupun granuloma. Jaringan otak
akan mengalami nekrosis sehingga menyebabkan gangguan neurologik progresif
(Simamora & Zanariah, 2017).
Tumor adalah satu pertumbuhan abnormal di jaringan otak yang bersifat
jinak (benign) ataupun ganas (malignant), membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intrakranial) atau disusun tulang belakang (medulla spinalis). Apabila sel
tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal
dari organ-organ lain disebut sebagai (metastasis) seperti kanker paru, kanker
payudara, dan kanker prostate disebut sebagai tumor otak sekunder (Harsono, 2015).

Gambar 2.1 Pembentukan Cairan Serebrospinal

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan


dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial di tempati oleh darah dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50-200 mm H2O atau 4-15 mmHg. Ruang
intrakranial adalah suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitas nya dengan
unsur yang tidak dapat di tekan. Otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan
ruang yang di tempati oleh unsur lain nya dan menaikan tekanan intrakranial (Price &
Wilson, 2005).
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan
konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15mmHg. Tekanan abnormal apabila
tekanan diatas 20 mmHg dan diatas40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang
parah. Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang di akibat kan
trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai 8 tingkatan tekanan darah
arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan intrakranial paska pecah aneurisma sering kali
diikuti dengan meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini
mengindikasi terjadinya suatu iskemia serebri. Tumor otak yang makin membesar
akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2014).

Gambar 2.2 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada
Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah. (Satyanegara, 2014).

II. EPIDEMIOLOGI

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan


perempuan. Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua pada kasus kanker
yang terjadi pada anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun dan juga pada pria
berusia 20-39 tahun. Selain itu tumor otak merupakan penyebab kematian nomor lima
dari seluruh pasien kanker pada wanita yang berusia 20-39 tahun. (ABTA,2012).
Berdasarkan data-data dari Central Brain Tumor Registry of the United State
(CBTRUS) insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah 22.36 per 100,000 per tahun;
(7.18 per 100,000 untuk kanker otak ganas, 15.18 per 100,000 untuk tumor otak
jinak). Tingkat kejadian dikalangan wanita lebih tinggi (24.46 kasus per 100,000
untuk jumlah kiraan 213.301 kasus tumor kejadian) dibanding den laki-laki (20.10
kasus per 100,000 untuk jumlah kiraan 154.816 tumor kejadian) pada tahun 2009-
2013. Dianggarkan 79.270 kasus baru otak malignan dan bukan malignan utama dan
tumor CNS lain dijangka didiagnosis di Amerika Serikat pada 2017. Ini termasuk
kira-kira 26.070 kasus utama malignan dan 53,200 kasus bukan malignan yang
dijangka akan didiagnosis di Amerika Serikat dalam 2017.
Kadar insiden di seluruh dunia, otak malignan utama dan tumor CNS lain pada
tahun 2012, umur terlaras menggunakan penduduk dunia standard, adalah 3.4 bagi
setiap 100,000. Kadar insiden pada wanita adalah 3.9 dari setiap 100,000 dan 3.0 bagi
setiap 100,000 laki-laki. Ini merupakan dianggarkan 139.608 orang lelaki dan 116.605
orang perempuan yang didiagnosis di seluruh dunia dengan tumor otak malignan
utama pada tahun 2012, jumlah keseluruhan 256.213 orang. Kadar kejadian adalah
lebih tinggi di negara-negara yang lebih maju (5.1 kasus per 100,000) daripada di
negara-negara kurang maju (3.0 kasus per 100,000).

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penyebab dari tumor otak belum dapat diketahui secara pasti. Radiasi
merupakan salah satu dari factor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi,
dan toksin belum dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi
bahan industri tertentu seperti nitrosourea adalah krasinogen yang paten. Limfoma
lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupesan seperti pada
transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada AIDS. Faktor risiko adalah sesuatu yang
dapat meningkat kejadian penyakit tersebut. Menurut (Herbert B. Newton, 2016).
Faktor risiko untuk tumor otak :
- Herediter
- Radiasi
- Virus
- Riwayat Trauma Kepala
- Defisiensi Imunologi

IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi tumor otak dari segi klinis :
Primary brain tumor :
a. Histologically benign or malformative :
Meningioma, Pituitary adenoma, Craniopharyngioma, Pilocyctic astrocytoma,
Hemangioblastoma, Acustic neuroma
b. Histologically malignant :
Glioma, Anaplastic astrocytoma, Glioblastomaa multiforme, Ependymoma,
Medulloblastoma, Oligodendroglioma, Pineal cell tumor, Choroid plexus
carcinoma, Primitive neuroectodermal tumor
c. Metastatic brain tumor :
Single or multiple metastases, Meningeal carcinomatosis

Gambar 2.3 Klasifikasi Tumor Otak (Grading) Grading of selected CNS Tumours
according to the 2016 CNS ,World Health Organization.
V. PATOFISIOLOGI
Ruang didalam kepala dibatasi oleh struktur yang kaku, semua
kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal ini dikarenakan volume
intrakranial yang konstan (Hukum MonroKellie). Oleh karena itu bila terdapat
kelainan pada salah satu isi yang mempengaruhi peningkatan volume didalamnya
akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial setelah batas kompensasi
(compliance) terlewati. Tekanan intrakranial normal berkisar pada 8-10 mmHg
untuk bayi, nilai kurang dari 15 mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila
lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit dikatakan
sebagai hipertensi intrakranial. Efek peningkatan tekanan intrakranial sangatlah
kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera agar penderita tidak jatuh
dalam keadaan yang lebih buruk (Wolfey & Torbey, 2009).

Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Monroe dan Kellie pada
tahun 1820. Orang dewasa normal menghasilkan sekitar 500 mL cairan
serebrospinal (CSF) dalam waktu 24 jam. Setiap saat, kira-kira150 mL ada didalam
ruang intrakranial. Ruang intradural terdiri dari ruang intraspinal ditambah ruang
intrakranial. Total volume ruang ini pada orang dewasa sekitar 1700 mL, dimana
sekitar 8% adalah cairan serebrospinal, 12% volume darah, dan 80% jaringan otak
dan medulla spinalis. Karena kantung dura tulang belakang tidak selalu penuh
tegang, maka beberapa peningkatan volume ruang intradural dapat dicapai dengan
kompresi terhadap pembuluh darah epidural tulang belakang. Setelah kantung dural
sepenuhnya tegang, apapun penambahan volume selanjutnya akan meningkatkan
salah satu komponen ruang intrakranial yang harus diimbangi dengan penurunan
volume salah satu komponen yang lain. Pertambahan volume dari suatu
kompartemen hanya dapat terjadi jika terdapat penekanan (kompresi) pada
kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam
mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus
dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas
sudah maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada
kompartemen (seperti pada massa di otak) akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) (Mayer & Chong, 2002).

Gambar 1. Doktrin Monroe-keliie. Kompensasi tekanan intracranial (TIK).


Kondisi normal ruang intracranial meliputi parenkim otak, darah arteri dan
vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan LCS
untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan TIK.
(Dikutip dari : Timofeev I. The Intracranial Compartement and Intracranial
Pressure in Essentials of Neuroanasthesia and Neurointensive Care. Saunders
Elsevier. Philadelphia. 2008; 26-30.)

Nilai normal TIK masih ada perbedaan diantara beberapa penulis, dan
bervariasi sesuai dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap normal untuk
bayi, nilai kurang dari 15 mmHg masih dianggap normal untuk anak dan dewasa,
sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20
menit dikatakan sebagai hipertensi intrkranial.2 Tekanan intrakranial akan
mempengaruhi tekanan perfusi cerebral (CPP / Cerebral perfusion pressure). CPP
dapat dihitung sebagai selisih antara rerata tekanan arterial (MAP) dan tekanan
intrakranial (ICP/TIK). CPP = MAP – ICP atau MAP Ini dipakai ketika kranium
sedang terbuka (saat operasi) dan ICP-nya nol. Jadi perubahan pada tekanan
intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral, dimana ini akan
berakibat terjadinya iskemia otak. Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari
volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan
memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan
disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya
peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan
complience. Jika otak, darah dan cairan serebrospinalis volumenya terus menerus
meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah peningkatan
tekanan intrakranial (Nakagawa & Smith, 2011).

Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi


berurutan hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan
tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak
dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan
perubahan suplai darah kejaringan otak. Peningkatan intrakranial dapat
diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa dalam tengkorak ,
terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.
Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan
mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.
Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya
menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrosephalus ( Brunner & Suddart, 2001).

Gambar 2. Patofisiologi dari tekanan intracranial. (Dikutip dari: Drummond


JC, Patel PM. Neurosurgical anesthesia, in: Miller’s Anesthesia. Seventh Edition,
ed. Ronald DM, Elsevier:2010

Peningkatan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat


akibat salah satu penyebab yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif
dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume
cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus/serebulum.
Herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser keinterior melalui
insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak. Herniasi menekan ensefalon
menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke tiga. Pada herniasi
serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior, ( Brunner & Suddart, 2001).

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang. Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


darah jaringan

Kejang Gang. Neurologis Gang. Fungsi MK: Oedema


fokal otak Ketidak
efektifan
Perfusi
jaringan
Defisit Disorientasi serebral Hidrosefalus
Peningkatan
neurologis TIK

 Aspirasi MK: Resiko cidera


sekresi
 Obstrukti
Jalan nafas
 Dispnea Bradikardi progresif, hipertensi Bicara terganggu, Hernialis
Hernialis
 Henti nafas sitemik, gang. pernafasan afasia ulkus
ulkus
 Perubahan
pola nafas
Ancaman
kematian Gang. Komunikasi Menisefalon
verbal tekanan

MK: Kecemasan
Pandangan kabur, Gangguan
pendengaran kurang, kepala kesadaran
Mual, muntah, sakit
kurang aktifitas

MK: Gangguan
MK: Ketidakseimbangan nutrisi nyaman nyeri
kurang dari kebutuhan tubuh
VI. MANIFESTASI KLINIK
1. Umum :

Gejala tumor otak bergantung pada size tumor, jenis tumor dan lokasi
tumor. Ini adalah gejala paling sering pada tumor otak: (National Cancer
Institute, 2015)
- Sakit kepala
- Pening dan muntah
- Perubahan mood atau kekurangan konsentrasi
- Gangguan pemikiran
- Masalah peringatan
- Gangguan penglihatan dan pendengaran
- Gangguan psikiatri
- Kejang

2. Spesifik :

Saat tumor tumbuh akan terjadinya kerusakan dan disfungsi pada jaringan
otak. Dengan cara ini, penghancuran otak besar, batang otak, dan saraf
kranial dapat segera terlihat melalui hilangnya perubahan bagian ini
(National Cancer Institute, 2015).

A. Lobus frontal

- Menimbulkan gangguan mental : menimbulkan disturbed mental state


yang akan mengakibatkan gangguan peringatan, masalah psikiatri,
menimbul gejala perubahan keperibadian seperti depresi.

- Kehilangan suara (loss of speech).

- Menimbulkan gejala anosmia.

B. Lobus pariental

- Menimbulkan gangguan sensorik dan motorik.

- Kejang fokal motor atau sensorik, kontralateral hemiparesis,


hyperreflexia, astereognosis.

- Gangguan persepsi sensorik (impaired sensory perception) mungkin


ada.
C. Lobus temporal

- Kejang psikomotor dan otomatisme akan terjadi

- Jika sisi dominan terlibat akan menyebabkan sensorik aphsia

D. Lobus oksipital

- Perubahan visual dan kejang yang diawali oleh aura halusinasi cahaya
dan visual merupakan ciri khas

- Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral

E. Tumor cerebellar

- Ditandai dengan keseimbangan gangguan dan koordinasi dan


perkembangan awal peningkatan tekanan intrakranial papilledema.

F. Tumor di cerevellopontine angle

- Kehilangan pendengaran

- Sakit kepala

- Kurangi respon kornea and nystagmus

- Facial numbness

VII. DIAGNOSA BANDING


Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses
desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut (Radinal YSP & Amroisa N,
2014) :

- Abses intraserebral

- Epidural hematom

- Meningitis kronik

VIII. DIAGNOSA

1. MRI ( Magnectic resonance imaging)

Pemindai MRI adalah peralatan berbentuk terowongan. Pasien berbaring di


meja yang meluncur ke pemindai, di magnetic field mengelilingi kepala.
Sinyal dihasilkan dari magnetic field dan dimasukkan ke komputer, yang
menciptakan gambaran otak (Johnson et al, 2002).

2. CT ( Computerised tomography)

Adalah x-ray terkomputerisasi (computerized x-ray) untuk mendapat


gambaran otak yang yang jelas. Dalam pencitraan kepala, CT terdapat
beberapa keunggulan dibanding dengan MRI, yang paling penting ialah
terdapat banyak kepentingan yang baik adalah saat bahan logam hadir
dalam tubuh. (Wen. Y Patrick, 2013).

3. Magnetic Resonance Spectroscopy

Mengukur tingkat metabolit dalam tubuh dan dapat mendeteksi pola


aktivitas tidak teratur untuk membantu mendiagnosis jenis tumor - Positon
emission thermography - Pemindaian menggunakan zat radioaktif untuk
memvisualisasikan aktivitas hipermetabolic seperti sel ganas, atau kelainan
dari tumor (Johnson et al, 2002).

IX. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan

- Operasi memainkan peran penting dalam pengelolaan awal tumor otak


tingkat tinggi.

- Reseksi operasi memiliki keuntungan yang signifikan dibandingkan


dengan biopsi sederhana yang tercermin pada peningkatan kelangsungan
hidup pasien yang menjalani reseksi.

- Reseksi bedah juga memungkinkan respons yang lebih baik terhadap


terapi radiasi dan kemoterapi

- Untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan


intrakranial, mengurangi kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi
lain. Reseksi tumor pada umumnya direkomendasikan untuk hampir
seluruh jenis kanker otak yang operabel. Kanker otak yang terletak jauh
di dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan
bedah tidak memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi
rendah). Teknik operasi meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan
selaput otak pada lokasi tumor. Tumor diangkat sebanyak mungkin
kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli patologi anatomi untuk diperiksa
jenis tumor. Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak dalam.
Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target dengan
komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning). Pasien akan dipasang
frame stereotaktik di kepala kemudian dilakukan CT scan. Hasil CT scan
diolah dengan software planning untuk ditentukan kordinat target.
Berdasarkan data ini, pada saat operasi akan dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala dan dibuat satu lubang (burrhole) pada tulang tengkorak. Kemudian
jarum biopsi akan dimasukkan ke arah tumor sesuai koordinat. Sampel
jaringan kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi. Pada keadaan
peningkatan tekanan intrakranial akibatn sumbaran cairan otak, dapat
dilakukan pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (VP shunt). Pada glioma
derajat rendah dilakukan reseksi tumor secara maksimal dengan tujuan
utama perbaikan gejala klinis. Pada pasien dengan total reseksi dan subtotal
reseksi tanpa gejala yang mengganggu, maka cukup dilakukan follow up
MRI setiap 3 – 6 bulan selama 5 tahun dan selanjutnya setiap tahun. Bila
operasi tetap menimbulkan gejala yang tidak dapat dikontrol dengan obat
simtomatik, maka radioterapi dan kemoterapi merupakan pilihan
selanjutnya. Pada glioma derajat tinggi maka operasi dilanjutkan dengan
radioterapi dan kemoterapi. Pilihan teknik anestesi untuk operasi
intrakranial adalah anestesi umum untuk sebagian besar kasus, atau sedasi
dalam dikombinasikan dengan blok kulit kepala untuk kraniotomi awake
(sesuai indikasi). (Radinal & Amroisa, 2014)

2. Terapi Radiasi

- Terapi radiasi adalah terapi yang paling efektif dalam pengelolaan tumor
otak.

- Terapi radiasi biasanya ditoleransi dengan baik dalam jangka pendek


namun efek samping utamanya biasanya terjadi pada jangka panjang radiasi
- Menyebabkan perubahan kognitif atau nekrosis yang terjadi lebih dari satu
bulan sampai bertahun-tahun (Brust.E.MJohn, 2002).

3. Kemoterapi
- Kemoterapi adalah obat untuk mengobati kanker

- Umumnya obat kemoterapi berjalan melalui aliran darah dan merusak atau
menghancurkan sel yang membelah dengan cepat seperti sel kanker,
sekaligus menyebabkan kerusakan sekecil mungkin pada sel sehat (Johnson
et al, 2002).

Penatalaksanaan SOL tergantung pada penyebab lesi.Untuk tumor primer,


jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun umumnya sulit dilakukan
sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi, namun jika tumor metastase
pengobatan paliatif yang dianjurkan. Hematom membutuhkan evakuasi dan lesi
infeksi membutuhkan evakuasi serta terapi antibiotik. Penatalaksanaan untuk pasien
ini adalah pengobatan medikamentosa dan pembedahan. Pengobatan medikamentosa
diberikan deksametason yang dapat menurunkan oedem serebral. Kortikosteroid
untuk mengurangi oedema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial.
Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah
corticosteroid yang dipilih karena aktivitas mineralocorticoid yang minimal.
Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/hari, tetapi dosis ini dapat ditambahkan
maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan agar dapat mengontrol
gejala neurologik.Penatalaksanaan sementara yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah terapi suportif, yaitu infus ringer laktat XX tetes/menit (makro), ranitidin
ampul 1 gram/12 jam, dexamethasone1 ampul/6 jam. Terapi pembedahan dapat
dilakukan untuk mengurangi tumor pokok, memberikan jalan untuk cairan
serebrospinal (CSF) mengalir dan mencapai potensial penyembuhan (Mardjono &
Sidartha, 2007).

X. PROGNOSIS
Prognosa penderita tumor otak didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan
hidup rata-rata pasien dengan metastasis otak adalah 1 bulan. Selain itu,
Resectability Tumor, lokasi tumor, usia pasien, dan histologi tumor adalah penentu
utama kelangsungan hidup. Pasien dengan kejang sekunder ke tumor otak umumnya
mengalami kerusakan neurologis yang jelas selama kursus 6 bulan. Kebanyakan
pasien dengan tumor metastase mati karena perkembangan keganasan utama tetapi
bukan dari kerusakan otak (Armstrong S.Terri, 2010). Prognosis untuk pasien ini
baik. Karena pada pasien telah dilakukan diagnosis dini dan penanganan yang tepat
melalui pembedahan. Dengan penanganan yang baik maka persentase angka
ketahahan hidup diharapkan dapat meningkat .Angka ketahanan hidup lima tahun
(fiveyears survival) berkisar 50-60% danangka ketahanan hidup sepuluh tahun
(tenyears survival) berkisar 3040% (AANS, 2012).
Prognosis tergantung pada tipe tumor. Untuk glioblastoma multiforme yang
cepat membesar “rata-rata survival time” tanpa pengobatan adalah 12 minggu;
dengan terapi pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu. Beberapa
astrositoma yang tumbuh mungkin menyebabkan gejala-gejala minimal atau hanya
serangan kejang-kejang selama 20 tahun atau lebih. Prognosa penderita tumor otak
yang seluruh tumornya telah dilakukan pengangkatan secara bersih dan luas akan
mempengaruhi (recurrens rates) atau angka residif kembali. Hasil penelitian dari
‘The Mayo Clinic Amerika’ menunjukkan bahwa: 25% dari seluruh penderita tumor
otak yang telah dilakukan reseksi total, sepuluh tahun kemudian tumornya residif
kembali, sedangkan pada penderita yang hanya dilakukan reseksi subtotal, 61% yang
residif kembali (Simamora & Zanariah, 2017).
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT


IDENTITAS PRIBADI
Nama : Raja Imran Rasidin Sitorus
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Kawin : Belum kawin
Agama / Suku : Islam
Pekerjaan : BUMN
Alamat : Jl Selangkat Betingkwala Tanjung Balam
Sumut
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Lemah pada tangan kiri
Telaah :

Pasien datang dengan keluhan lemah pada tangan kiri dan tidak bisa digerakkan saat sedang
mengendarai motor sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah pulang kerumah,
pasien merasakan sakit kepala dan sempat hilang kesadaran. Sakit kepala dirasakan lebih
berat pada malam hari dan tidak berkurang dengan meminum obat dari warung. Saat
dirumah sakit pasien kembali sadar, selain sakit kepala pasien juga mengeluhkan nyeri pada
ulu hati disertai mual tanpa muntah dan mengalami panurunan nafsu makan sejak 2 hari
yang lalu.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak ada


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Dalam Batas Normal
Traktus Respiratorius : Sesak (-), Batuk (-)
Traktus Digestivus : Tidak Ada Selera Makan
Traktus Urogenitalis : Urin kuning jernih
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Tidak Ada
Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak Ada

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : SMA Sederajat
Pekerjaan : BUMN
Perkawinan & anak : Belum Kawin

PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 155/90 mmHg
Nadi : 90x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,0oc
Kulit dan selaput lendir : Ikterik (-), ruam(-), konjungtiva (-)
Kelenjar dan getah bening :Tidak ada pembesaran kelenjar
Persendian : Tidak ada nyeri
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : Normochepali, posisi:
simetris
Pergerakan : Dalam Batas Normal
Kelainan Panca Indera : Tidak Ada
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar Parotis : SDN
Desah : Tidak Ada
Dan lain-lain : Tidak Ada
RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Rongga Dada
Inspeksi : Simetris kanan =kiri
Palpasi : Massa (-), Stem fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler

Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), massa(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

Genitalia
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Status Neurologi
Sensorium : Compos Mentis (GCS: E=4, M=5, V=5)

Kranium
Bentuk :Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda kernig :-
Tanda Lasegue :-
Tanda brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah :-
Mual :+
Nyeri kepala :+
Kejang :-

Saraf Otak / Nervus Kranialis


Nervus I (Olfaktorius)
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi
Sinistra
Normosmia :+ +
Anosmia :- -
Parosmia :- -
Hiposmia :- -

Nervus II (Opticus)
OculiDextra OkuliSinistra
Visus :Normal Normal
Lapanganpandang
 Normal :Normal Normal
 Menyempit : - -
 Hemianopsia : - -
 Skotoma : - -
Refleks Ancam : - -
Fundus Okuli : TDP TDP
Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducent)
Gerakan bola mata : terdapat pandangan ganda
Nistagmus - -
:
Pupil Isokor Isoko
: r
Lebar 2mm 2mm
:
Bentuk Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
:
Rima Palpebra <7mm <7m
m
Deviasi Konjugate - -
Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
Strabismus : - -

Nervus V (Trigeminal) Kanan Kiri Motorik


• Membuka dan menutupmulut : Normal (+) Normal (+)
• Palpasi otot masseter & temporalis : + +
 Kekuatangigitan : + +
Sensorik
 Kulit : + +
 Selaput Lendir : + +
 Refleks Maseter : + +
 Refleks bersin : + +

Kanan Kiri
Nervus VII (Facialis)
Motorik
 Mimik : + +
 Kerut Kening : + +
 Kedipan Mata : + +
 Menutup Mata : + +
 MengerutkanAlis : + +
 Lipatan Naso Labial : + +
 Meringis : - -
 Menggembungkan Pipi : + +
 MeniupSekuatnya : + +
 Memperlihatakan Gigi : + +
 Tertawa : - -
 Bersiul : Bisa dilakukan

Sensorik
 Pengecapan 2/3depan lidah : Masih dapat merasakan
semua rasa
 Produksi kelenjar ludah :Normal
 Hiperakusis :-
 Refleks stapeidal : Tidak dilakukan
pemeriksaan
Nervus VIII (Vestibulocochclearis) Kanan ki
Auditorius ri

 Pendengaran : DBN D
B
N
 Tes Rinne : TDP T
D
P
 Tes Weber : TDP T
D
P
 TesSwabach : TDP T
D
Vestibularis
P
 Nistagmus : - -
 Reaksikalori : TDP T
D
P
 Vertigo : - -
 Tinitus : - -
Nervus IX, X (Glosopharyngeus, Vagus)
Pallatum mole : Arkus faring
medial
Uvula : Medial
Disfagia :-
Disatria :-
Disfonia :-
Refleks muntah : TDP
Pengecapan 1/3 belakanglidah : TDP

K
ir
Nervus XI (Accessorius) Kanan i
Mengangkat Bahu : + +
Otot sternokledomastoideus : + +

Nervus XII (Hypoglossus)


Tremor :-
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Ujung Lidah Saat Istirahat : Tidak Ada Defiasi
Ujung Lidah saat Dijulurkan : Tidak Ada Defiasi
Sistem Motorik
Trofi : Normotrofi Normotro
fi
Tonus Otot : Normotonus Hipotonu
ss
55555 33333
Kekuatan Otot : ESD : ESS :
55555 33333
55555 55555
EID : EIS :
55555 55555
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Duduk
Gerakan spontan abnormal Kanan Kiri
 Tremor : - -
 Khorea : - -
 Ballismus : - -
 Mioklonus : - -
 Atestosis : - -
 Distonia : - -
 Spasme : - -
 Tic : - -
 Dll : - -

Test Sensibilitas
Eksteroseptif
 Nyeri superfisial : - -
 Raba : + +
 Suhu : TDP TDP

Propioseptis
 Posisi : + +
 Gerak : + +
 Tekanan : + +
Fungsi kortikaluntuk sensibilitas
 Steorognosis : tdp
 Pengenalan 2 titik : tdp
 Grafestesia : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan

Refleks Kanan Kiri


RefleksFisiologis
 Bisep : ++ +
 Trisep : ++ +
 APR : ++ +
 KPR : ++ +
 Strumple : ++ +

Refleks Patologis
 Babinski : - -
 Oppenheim : - -
 Chaddock : - -
 Gordon : - -
 Schaefer : - -
 Hoffman- tromner : - -
 Klonuslutut : - -
 Klonus kaki : - -
 Refleks primitif : TDP TDP

Koordinasi
Lenggang :TDP
Bicara :+
Menulis : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
Percobaan apraksia : Dex (+), Sin (+)
Mimik : Dex (+), Sin (+)
Testelunnjuk-telunjuk : Dex (+), Sin (+)
Testelunjuk-hidung : Dex (+), Sin (+)
Diadokinesia : Dex (+), Sin (+)
Test tumit–lutut : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
Test Romberg : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
Vegetatif
Vasomotorik : Normal(+)
Sudomotorik : Normal(+)
Piloerektor : Normal (+)
Miksi : Normal(+)
Defekasi : Normal(+)
PotensidanLibido : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
Vertebra
Bentuk
 Normal :+
 Scoliosis :-
 Hiperlordosis :-

Pergerakkan
 Leher : Normal(+)
 Pinggang : Normal(+)
Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque :
-
CrosLaseque :
-
TestLhermitte :
-
TestNafziger :
-
Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia :

-
Disartria :

-
Tremor :

-
Nistagmus :
-
Fenomena rebound :

-
Vertigo :

-
Dll :

-
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Danlain-lain :-

Fungsi Luhur
Kesadarankualitatif : Compos Mentis
Ingatanbaru : Dalam Batas
Normal

Ingatan lama : Dalam


BatasNormal
Orientasi
 Diri : Dalam Batas
Normal
 Tempat : Dalam Batas
Normal
 Waktu : Dalam Batas
Normal
 Situasi : Dalam Batas
Normal
Intelegensia : Dalam Batas
Normal
Daya pertimbangan : Dalam Batas
Normal
Reaksiemosi : Dalam Batas
Normal
Afasia
 Ekspresif :-
 Represif :-
Apraksia :-

Agnosa
 Agnosiavisual :-
 Agnosia jari-jari :-
 Akalkulia :-
 Disorientasi Kanan-kiri :-
CT SCAN

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Anamnesis
Keluhan Utama : lemah pada tangan kiri
Telaah :

Pasien datang dengan keluhan lemah pada tangan kiri dan tidak bisa digerakkan saat sedang
mengendarai motor sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Setelah pulang kerumah,
pasien merasakan sakit kepala dan sempat hilang kesadaran. Sakit kepala dirasakan lebih
berat pada malam hari dan tidak berkurang dengan meminum obat dari warung. Saat
dirumah sakit pasien kembali sadar, selain sakit kepala pasien juga mengeluhkan nyeri pada
ulu hati disertai mual tanpa muntah dan mengalami panurunan nafsu makan sejak 2 hari
yang lalu.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Ada


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

STATUS PRESENT
Tekanan Darah : 155/90 mmHg
Nadi : 90x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,0oc
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Dan Leher
Posisi: Simetris, Pergerakan : +
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Vomiting (-) & Nausea (+), chepalgia(+), penurunan kesadaran (+)

NERVUS CRANIALIS
• Nervus I : Meamatus Nasi Sinistra (+)
• Nervus II : DBN
• Nervus III,IV,VI : Mengalami Kelainan Pada Nervus ()
• Nervus V : DBN
• Nervus VII : DBN
• Nervus VIII : DBN
• Nervus IX,X : DBN
• Nervus XI : DBN

• Nervus XII : DBN

SISTEM MOTORIK
Trofi : Normotrofi Normotro
fi
Tonus Otot : Normotonus Hipotonu
ss
55555 33333
Kekuatan Otot : ESD : ESS :
55555 33333
55555 55555
EID : EIS :
55555 55555

Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Duduk


DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Hemiparese, Nausea, Oftamolegi, Chepalgia
Diagnosa Etiologik : Tumor Intrakanial
Diagnosa Anatomik : Hemispere Dextra
Diagnosa Kerja : SOL Intrakranial
Diagnosa Banding : Abses intraserebral, Epidural
hematom, Meningitis kronik
Penatalaksanaan :
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj ketorolac 1amp/iv/12 jam
- IVFD R-sol 20 gtt/i
- Inj ceftriaxone 2 gr/12 jam
- Inj citikolin 250 mg/12 jam
- Inj metilprednisolon 125 mg/12 jam
- Inj lansoprazole iv/hari

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Space Occupying Lesion (SOL), diagnosa


ditegakkan secara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien ini di diagnosa SOL dengan et causa Tumor Otak. Pasien di rujuk dari
bagian neurologi ke ahli bedah neuorologi dengan tujuan untuk dilakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Association of Neurological Surgeons (AANS). 2012. Brain
Tumors. Rolling meadows. AANS.

2. Amstrong. T.S., et al., 2001. American Brain Tumor Association. 9th Edition
p1517.

3. Brunner, Suddarth. 2001. Asuhan keperawatan dengan gangguan neurlogi:


Space Occupying Lesion. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.

4. Brust. E.M. John, 2012. Current Diagnosis & Treatment, In Neurology, 2nd
Edition, Mc Graw-Hill, Lange. New York.

5. Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. 2005. Intra-Cranial space
occupying lesions. A morphological analysis. Biomedica. 21:31-5.

6. CBTRUS. 2012, Primary Brain and Central Nervus System Tumors


Diagnosed in the United States in 2004-2008.

7. ChangSusan,2010 American Brain Tumor Asscoiation(ABTA), A


Comprehensive Introduction To Brain Tumors 9th Edition.

8. Dorland WAN. 2015. Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke-29. Jakarta.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Fynn E, Khan N, Ojo A. Meningioma- a revieaw of 52 cases. 2004. SA J of


Radiology. 3-5.

10. Harsono. 2015. Buku Ajaran Neurologi klinis. Cetakan ke-6. Yogyakarta
Indonesia. Gadjah Mada University Press. p 201-206

11. Herbert B. Newton. 2016.Overview of Pathology and Treatment of Primary


BrainTumor. In Handbook of Neuro-Onkologi Neuroimaging, 2nd Edition,
Elsevier, UK,p9.

12. Johnson T.Richard, Griffin W. John, Mc Arthur C.Justin, 2002. Neoplastic


Disease, Malignant Neural Tumors. In Current Therapyin Neurologic Disease,
6th Edition, Mosby Inc, United States of America. p253-256.
13. Mardjono M, Sidharta P. 2007. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT dian rakyat.
hlm. 242.

14. Mayer SA, Chong JY. Critical care management of increased intracranial
pressure. J Intensive Care Med 2002;17:55-67.

15. Mutaqqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika

16. National Cancer Institute, 2009. Risk factor ,Treatment and Symptoms.

17. Nakagawa K, Smith WS. 2011. Evaluation and management of increased


intracranial pressure. Continuum Lifelong Learning Neuro. 17(5):1077-93.

18. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

19. Radinal YSP & Amroisa N, 2014. Primary Brain Tumor with Hemiparese
Dextra and Parese Nerve II, III, IV, VI. Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, Medulla, volume 2, nomor 3.

20. Satyanegara. 2014. Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ke-5. Jakarta: PT
Gramedia. hlm. 265.

21. Sjamsuhidajat R, Jong WD. 2011. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta. EGC.

22. Simamora, S. K., & Zanariah, Z. 2017. Space Occupying Lesion (SOL).
Medical Profession Journal Of Lampung [MEDULA], 7(1), 6873.

23. University of Pittsburgh. 2014. Types of Brain Tumors. Pittsburg: University


of Pittsburg.

24. Wen. Y Patrick, 2013. National Brain Tumor Society . UK


(www.cancersupport.com)

25. WHO, 2016. Classification of Tumor of the Central Nerous System.


(http://braintumor.org/wp-content/assets/WHO-Central-Nervous-
SystemTumor-Classification.pdf).

26. Wolfe TJ, Torbey MT. 2009. Management of intracranial pressure. Curr
Neuro Neurosci Reports. 9:477-85

Anda mungkin juga menyukai