Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

C DENGAN
SPACE OCCUPYING LESION(SOL)
DI RUANG ICU

OLEH:
PURNASALI
2019.Ns.A.07.021

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRM PROFESI NERS
TAHUN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanyalesi
pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebabnyameliputi
hematoma, abses otak dan tumor otak (Ejaz butt, 2011).
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatantekanan
dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringanotak, darah, dan
cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volumetertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal. Peningkatanvolume salah satu dari
ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruangyang ditempati unsur lainnya dan
menaikkan tekanan intrakranial. HipotesisMonroe-Kellie memberikan suatu contoh
konsep pemahaman peningkatantekanan intracranial (Price, 2010).
Tumor otak merupakan penyebab sebagian besar dari space occupyinglesion.
Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun,sedang menurut
Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10%dari seluruh penyakit
neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum(Iskandar, 2012).
Menurut penilitian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Lahore,
Pakistan, periode September 1999 hingga April 2000, dalam 100 kasus  spaceoccupyi
ng lesion intrakranial, 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus padawanita. Selain itu,
18 kasus ditemukan pada usia dibawah 12 tahun. 28 kasusterjadi pada rentan usia 20-
29 tahun, 13 kasus pada usia 30-39, dan 14 kasus pada usia 40-49 (Ejaz butt, 2005).
Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden
tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70
dengan pundak usia 40-65 tahun (Iskandar 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny.C dengan diagnosa medis Space
occupying lesion ”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Dari penulisan laporan ini adalah untuk mendapatkan atau memperoleh ampuan
dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus dengan menggunakan proses
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menuliskan latar belakang dari kasus.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menuliskan konsep dasar penyakit serta manajemen
asuhan keperawatan terkait kasus yang dikelola.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menuliskan hasil pemberian asuhan keperawatan
berdasarkan teori pendokumentasian keperawatan.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu membuat kesimpulan dan saran yang mengacu pada
manfaat laporan asuhan keperawatan kasus.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami Space occupying lesion.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Space occupying lesion .
Serta sebagai acuan atau referensi mahasiswa dalam penulisan laporan studi
kasus selanjutnya.
1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Untuk rumah sakit di harapkan, penulisan laporan studi kasus ini di
dapat sebagai referensi bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Space occupying lesion, serta sebagai masukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien
dengan Space occupying lesion.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka
Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan keperawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai
pendokumentasiaan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Sol dapat didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas baik bersifat
primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun parasitic yang
berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma, berbagai jenis kista dan
malformasi vaskuler ( Ejaz dkk, 2015).
Space occupying lesion merupakan desakan ruang yang diakibatkan
peningkatan volume di dalam ruang intrakranial. Desakan ruang di intrakranial dapat
mengakibatkan jaringan otak mengalami nekrosis sehingga dapat menyebabkan
gangguan neurologik progresif. SOL ( Space Occupying Lesion ) juga merupakan
generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang
mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long , 2012).
Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah
radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL). Neoplasma
sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif disfungsi
neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhannya lambat akan
memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang terletak pada
posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan cepat (Harsono,
2010).
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor primer
dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak,
meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah suatu metastasis
yang tumor primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari paru-paru,
mamma, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus. Tumor ganas itu dapat pula masuk ke
ruang tengkorak secara perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii,
seperti misalnya pada infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring (Stephen, 2012).
1.2 Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
2. Faktorgenetik
3. Paparanzatkimia yang bersifatkarsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensiimunologi
6. Congenital
1.3 Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
1. Jinak
2. Acoustic neuroma
3. Meningioma
4. Pituitary adenoma
5. Astrocytoma ( grade I )
6. Malignant
7. Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
8. Oligodendroglioma
9. Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
1. Tumor intradural
2. Ekstramedular
3. Cleurofibroma
4. Meningioma intramedural
5. Apendimoma
6. Astrocytoma
7. Oligodendroglioma
8. Hemangioblastoma
9. Tumor ekstradural
1.4 Patofisiologi
1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
2. Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
3. Hidrosefalus
4. Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasileukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista berisi
pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis.Gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan
tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak
dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan
suplai darah kejaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor :
bertambahnya masa dalam tengkorak , terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relative dari
ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum
sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat
akibat salah satu penyebab yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanis
mekompensasi memerlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim.Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasiulkus/
serebulum. Herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser ke interior
melalui insisuratentorial oleh massa dalam hemis terotak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada
herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh
suatu massa posterior, ( Suddart, Brunner. 2001 ).
WOC Pertumbuhan sel otak
abnormal

Mengganggu fungsi
spesifik bagian otak Masa dalam otak bertambah
tempat tumor
Obstruksi sirkulasi
Penekanan jaringan otak cairan celebrospinal
Timbul manifestasi/klinik gejala terhadap sirkulasi darah dan dari ventrikel lateral ke
local sesuai fokal tumor o2 subaeacnoid

B1 (Breathing) B2 (Bleeding) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Penekanan Penekanan Penurunan Penurunan Peningkatan


Peningkatan tekanan
jaringan di jaringan di suplai O2 ke suplai O2 dalam tekanan
otak terhadap otak terhadap jaringan otak darah intracranial
intracranial
sirkulasi sirkulasi
darah danO2 darah
Kerusakan Penurunan Reflek vagal
darah Herniasi
supali O2 dan
Volume darah
darah ke ginjal
serebrum
Penurunan menurun Mual, muntah,
Volume
suplai O2 ke intracranial anoreksia
jaringan otak Mengurangi Fungsi ginjal Menekan
sel parenkim menurun mesensefalon dan
Resiko nutrisi kurang
Hipoksia Nyeri kepala dari kebutuhan tubuh menekan saraf otak
cerebral Oliguria,
Obstruksi
system dan anuria
Penurunan kesadaran
Kompensasi kopresi saraf
Gangguan
takipneu optikus
Perfusi jaringan Gangguan
serebral tidak eliminasi urin Defisit
Pola nafas efektif Perawatan diri
Gangguan
tidak efektif
penglihatan
1.5 Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan intracranial
1. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat
hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas
yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
2. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medualoblongata
3. Papil edema
Statis vena menimbulkan pembengkakan papila sarafoptikus.

1.6 Komplikasi
1. Gangguan fungsi neurologis
2. Gangguan kognitif
3. Gangguan tidur dan mood
4. Disfungsi seksual

1.7 Pemeriksaan penunjang


1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta member informasi
tentang sistem vaskuler
2. MRI :Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsistereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosisi
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi( EEG ) : Mendeteksi gelombang otak abnormal.
1.8 Penatalaksanaan
Metode umum untuk penatalaksanaan tumor otak meliputi:
1. Pembedahan
1) Pembedahan intracranial biasanya dilakukan untuk seluruh tipe kondisi
patologi dari otak untuk mengurangi TIK dan mengangkat tumor.
2) Pembedahan ini dilakukan melalui pembukaan tengkorak, yang disebut
dengan Craniotomy.
3) Perawatan pre operasi pada pasien yang dilakukan pembedahan intracranial
adalah:
a. Mengkaji keadaan neurologi dan psikologi pasien
b. Memberi dukungan pasien dan keluarga untuk mengurangi
perasaan-perasaan takut yang dialami.
c. Memberitahu prosedur tindakan yang akan dilakukan untuk
meyakinkan pasien dan mengurangi perasaan takut.
d. Menyiapkan lokasi pembedahan, yaitu: kepala dengan
menggunakan shampo antiseptik dan mencukur daerah kepala.
4) Menyiapkan keluarga untuk penampilan pasien yang dilakukan pembedahan,
meliputi :
a. Balutan kepala.
b. Edema dan ecchymosis yang biasanya terjadi dimuka.
c. Menurunnya status mental sementara.
Perawatan post operasi, meliputi :
a. Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 -
6 jam pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi
stabil pada 24 jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2
samapai 4 jam sekali.
b. Monitor adanya cardiac aritmia pada pembedahan fossa posterior akibat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500
cc / hari.
d. Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.
e. Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2
jam.
f. Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran
balik dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.
g. Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.
h. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan
darah lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas
darah.
i. Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya :
antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.
j. Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.
2. Radioterapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis,
radang tenggorkan.
3. Chemoterapi
Kemoterapi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk secara sistemik,
intracranial atau dengan memasukkan polimer yang membawa agen
kemoterapi secara langsung ke jaringan tumor. Masalah utama dengan
komplikasi depresi sum-sum tulang, paru, dan hepar tetap merupakan factor
penyulit utama dalam kemoterapi. Sawar darah otak juga mempersulit
pemberian agen kemoterapi. Penelitian sawar darah otak dengan manitol
hiperosmotik member hasil yang mengecewakan, penelitian mengenai
penggunaan dexametason untuk menutup sawar darah otak dan efek obat
antiepilepsi pada metabolism obat kemoterapi masih terus dilakukan dan
mulai memberikan hasil.
4. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase.
5. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor intrakranial,
namun tidak berefek langsung terhada tumor.Pemilihan terapi ditentukan
dengan tipe dan letak dari tumor. Suatu kombinasi metode sering dilakukan.
BAB 3
Asuhan keperawatan Teoritis

3.1 Pengkajian
Anamnesis
1. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, (sering terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
dan adanya gangguan vokal, seperti nyeri kepala hebat, muntah-muntah,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit saat ini
Kaji bagaimana terjadinya nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dan riwayat penyakit saat ini dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
P : tanyakan kepada klien keadaan apa yang membuat sakit kepala hebat
dan apa saja factor yang membuatnya lebih baik atau lebih buruk.
Q : tanyakan bagaimana gambaran sakit kepala yang dirasakan, apakah
seperti tertusuk jarum (menusuk-nusuk) atau tegang seperti di remas

R : tanyakan kepada klien di bagian kepala mana yang terasa


sakit,apakah hanya bagian depan (forehead),tengah,atau belakang,
dan apakah terlokalisasi atau menyeluruh.
S : jika klien diberikan skala 1-10, sakit kepala yang dirasakan klien
termasuk skala berapa
T : tanyakan kapan klien merasa sakit kepala hebat, apakah secara terus-
menerus atau pada keadaan tertentu saja
4. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya tumor intrakranial pada generasi terdahulu.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual.
Pengkajian psikologis klien tumor intrakranial meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai ststus emosi, kognitif dan perilaku klien. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pengkajian
pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. Pada pengkajian pola
penaggulangan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses pikir dan kesulitan
berkomunikasi. Sedangkan pada pengkajian pola nilai dan kepercayaan,
klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Karena klien harus mengalami rawat inap maka keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji, terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien  dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis di dalam sistem dukungan individu. ( Arif Muttaqin. 2008 : 478 )
6. Pola Aktivitas
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia,
masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor
faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam
hobi dan dan latihan
b. Sirkulasi
Gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan
frekuensi jantung.
c. Integritas Ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian.
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
d. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur
keluar, disfagia )
f. Neurosensori
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak
seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi,
kejang, sensitiv terhadap gerakan.

g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
h. Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
i. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
j. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi,
kelemahan
k. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar
matahari berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
l. Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan)
m. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat
perkawinan (kepuasan rumah tangga, dudkungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

7. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi, ada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pengkajian
inspeksi pernapasan pada klien tanpa kompresi medulla oblongata
didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pengkajian pada klien
tanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan.
Tekanan darah biasanya normal, tidak ada peningkatan heart rate.
3) B3 (Brain)
Tumor intracranial sering menyebabkan berbagai deficit neurologis
bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intracranial.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik tumor otak
adalah nyeri kepala, muntah, dan pailadema.
a. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator
paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan kesadaran.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantuan pemberian asuhan keperawatan.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-
ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : with draws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
b. Fungsi serebri
- status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien,
aktivitas motorik pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
- Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage, yaitu kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian
terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi.
c. Sistem motoric
Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan
dan koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan
lokasi spesifik tumor dalam serebelum. Gangguan yang paling sering
dijumpai kurang menyolok tapi memiliki karakteristik yang sama
dengan tumor serebelum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi
normal terhadap regangan atau perpindahan anggota tubuh dari sikap
aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi
berpakaian merupakan cirri khas pada klien dengan tumor pada lobus
temporalis.
4) B4 (bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas
5) B5 (bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai akibat
rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering
terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa
didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
6) B6 (Bone)
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.

3. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
b. Resiko tinggi gagal nafas berhubungan dengan penekanan batang otak
dan pons varoli
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual
muntah
e. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan
oksipital
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai
oleh ketidakmampuan klien merawat diri dan melakukan aktivitas

4. Intervensi
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan perfusi jaringan kembali normal KH :
a. TTV normal
b. Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c. Gelisah hilang
d. Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau status neurologis dengan 1. Pengkajian kecenderungan adanya
teratur dan bandingkan dengan perubahan tingkat kesadaran dan
keadaan normalnya seperti GCS potensi TIK adalah sangat berguna
dalam menentukan lokasi,
penyebaran, luas,dan
perkembangan dari kerusakan
2. Pantau frekuensi dan irama 2. Perubahan pada frekuensi dan
jantung disritmia dapat terjadi yang
mencerminkan trauma atau tekanan
batang otak tentang ada tidaknya
penyakit
3. Pantau suhu juga atur suhu 3. Demam biasanya berhubungan
lingkungan sesuai kebutuhan. dengan proses inflamasi tetapi
Batasi penggunaan selimut dan mungkin merupakan komplikasi
lakukan kompres hangat jika dari kerusakan pada hipotalamus
terjadi demam
4. Pantau masukan dan pengeluaran, 4. Hipertermi meningkatkan
catat karakteristik urin, tugor kulit kehilangan air dan meningkatkan
dan keadaan membrane mukosa resiko dehidrasi, terutama jika
tingkat kesadaran menurun
5. Gunakan selimut hipotermia 5. Membantu dalam mengontrol
peningkatan suhu
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai 6. Dapat menurunkan permebilitas
indikasi seperti steroid, kapiler untuk membatasi
klorpomasin, asetaminofen pembentukan edema, mengatasi
menggigil yang dapat
meningkatkan TIK, menurunkan
metabolisme seluler/ menurunkan
konsumsioksigen

2. Pola nafas tidak efektif tidak efektif berhubungan dengan penekanan batang otak
dan spons varoli

Tujuan :
a. Pergerakan udara kedalam dan keluar dari paru-paru
b. Ventilasi tidak terganggu ditandai dengan ekspansi dada simetris, tidak
ada pengguanaan otot bantu, tidak ada nafas pendek.
Kriteria hasil :
Klien akan memiliki tingkat kesadaran stabil atau terdapat perbaikan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau frekuensi, irama, 1. Perubahan dapat menandakan
kdalaman pernafasan. Catat awitan komplikasi pulmonal atau
ketidakteraturan pernafasan. menandakan lokasi/luasnya
keterlibatan otak. Pernafasan
lambat, periode apneu dapat
menandakan perlunya ventilasi
mekanis.
2. Pantau penggunaan dari obat- 2. Dapat meningkatkan
obat depresan pernafasan, gangguan/komplikasi pernafasan
seperti sedativ.
3. Pantau atau gambarkan analisa 3. Menentukan kecukupan
gas darah, tekanan oksimetri pernafasan, keseimbangan asam
basa dan kebutuhan akan terapi
4. Berikan oksigen 4. Memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia, jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin di
perlukan ventilasi mekanik.
5. Jelaskan pada klien tentang 5. Pengetahuan apa yang di
etiologi/faktor pencetus adanya harapkan dapat mengembangkan
sesak. kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK


Tujuan : Setelah dilakukan perawatan nyeri hilang.
KH :
a. Nyeri hilang
b. Pasien tenang
c. Tidak terjadi mual muntah
d. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan lingkungan yang tenang 1. Menurunkan reaksi terhadap
stimulus dari luar dan
meningkatkan istirahat
2. Tingkatkan tirah baring, bantu 2. Menurunkan gerakan yang dapat
perawatan diri pasien meningkatkan nyeri
3. Letakkan kantung es pada kepala, 3. Meningkatkan vasokontriksi,
pakaian dingin diatas mata penumpukan resepsi sensori akan
menurunkan nyeri
4. Dukung pasien untuk menemukan 4. Menurunkan iritasi meningeal,
posisi yang nyaman resultan ketidaknyamanan lebih
lanjut
5. Berikan ROM aktif/pasif 5. Membantu merelaksasi ketegangan
otot yang meningkatkan reduksi
nyeri
6. Gunakan pelembab yang agak 6. Meningkatkan relaksasi otot dan
hangat pada nyeri leher/punggung menurunkan rasa sakit
yang tidak ada demam
7. Kolaborasi pemberian obat 7. Untuk menghilangkan nyeri yang
analgetik seperti asetaminofen, hebat
kodein sesuai indikasi

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan kebutuhan pasien menjadi


adekuat
KH :
a. Mual muntah hilang
b. Nafsu makan meningkat
c. BB kembali sepertisebelum sakit
5. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan
oksipital
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan diharapkan penglihatan pasien kembali
normal
KH : Pasien dapat melihat dengan jelas
INTERVENSI RASIONAL
1. Pastikan atau validasi persepsi 1. Membantu pasien untuk
pasien dan berikan umpan balik, memisahkan pada realitas dari
orientasikan kembali pasien perubahan persepsi, gangguan
secara teratur pada lingkungan, fungsi kognitif dan atau penurunan
dan tindakan yang akan dilakukan penglihatan dapat menjadi potensi
terutama jika penglihatannya timbulnya disorientasi dan ansietas
terganggu
2. Buat jadwal istirahat yang 2. Mengurangi kelelahan, mencegah
adekuat/periode tidur tanpa ada kejenuhan, memberikan
gangguan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini dapat
meningkatkan gangguan persepsi
sensori
3. Berikan kesempatan yang lebih 3. Menurunkan fruktasi yang
banyak untuk berkomunikasi dam berhubungan dengan perubahan
melakikan aktivitas kemampuan /pola respon yang
memanjang
4. Rujuk pada ahli fisioterapi 4. Pendekatan antardisiplin dapat
menciptakan rencana
penatalaksanaan berintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi
kemampuan /ketidakmampuan
secara individu yang unik dengan
berfokus pada peningkatan
evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif,
dan perseptual

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai


oleh ketidakmampuan klien merawat diri dan melakukan aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan klien dapat melakukan aktivitas dan
kegiatan perawatan diri serta melakukan pergerakan terhadap ekstremitas dan
klien menunjukkan status kesadaran membaik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan dan tingkat i. Membantu dalam
keterbatasan untuk melakukan mengantisipasi/merencanakan
kebutuhan sehari-hari: mandi, pemenuhan kebutuhan secara
makan, eliminasi, dan mobilitas individual
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
ii. Meningkatkan pemulihan dan agar
3. Sadari aktivitas impulsive karena pasien mandiri
gangguan mengambil keputusan iii.Menunjukkan kebutuhan intervensi
dan pengawasan tambahan untuk
4. Beri pasien waktu yang cukup meningkatkan keamanan pasien
untuk melakukan tugasnya iv. Pasien memerlukan empati dan
membantu pasien secara konsisten
5. Berikan umpan balik yang positif
untuk setiap usaha yang dilakukan v. Meningkatkan perasaan makna diri,
kemandirian, dan mendorng klien
6. Ambulasi sebagai mana yang untuk berusaha secara kontinu
ditoleransi: bantu sesuai kebutuhan
dengan kursi roda, wheelchair atau vi. Memudahkan klien untuk memenuhi
tongkat kebutuhan aktivitasnya
7. Lakukan latihan pergerakan sendi
aktif atau pasif terhadap seluruh
ekstremitas setiap 4-5 jam
Kolaborasi: vii. Melatih sendi agar tidak terjadi
8. Konsultasi dengan ahli fisioterapi kerusakan neuromuscular

viii. Memberikan dukungan yang


mantap untuk mengembangkan
rencana terapi

5. Implementasi
Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di buat di
dalam intervensi keperawatan pasien.
6. Evaluasi
Evaluasi sumatif disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun
di dalam intervensi untuk mengetahui masalah pasien telah teratasi ataupun tidak,
sehingga dapat ditentukan rencana selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai