Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Space-occupying lesion (S.O.L) intrakranial merupakan merupakan istilah yang digunakan
untuk generalisasi masalah tentang adanya lesi misalnya neoplama, baik jinak
maupun ganas, primer atau sekunder, dan masalah lain seperti parasit, abses, hematoma,
kista, ataupun malformasi vaskular. Tumor-tumor SOL intrakranial merupakan sekitar 9%
dari seluruh tumor primer yang terjadi pada manusia. Karena tumor-tumor ini berada pada
sistem saraf pusat maka tumor ini menjadi masalah kesehatan yang serius dan kompleks.
Tumor-tumor ini umumnya berasal dari bagian parenkim dan neuroepitel sistem saraf pusat
kecuali mikroglia dan diperkirakan sekitar 40%-50% SOL intrakranial disebabkan
oleh tumor

Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang
intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebab nya meliputi hematoma, abses otak
dan tumor otak. Morgagni pertama kali melaporkan tumor otas yang disebabkan oleh
peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan
sianotik. Mikroorganisme penyebab tumor otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.
Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi
sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus
tidak diketahui sumber ingeksinya. Gejala klinik tumor otak berupa tanda tanda infeksi yaitu
demam, anoreksia, malaise, kejang, nyeri kepala, peninggian intrakranial serta gejala
neurologik fokal sesuai lokasi abses. Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan
pembedahan

Tumor otak merupakan penyebab sebagian besar dari SOL. Di Amerika di dapat 35.000
kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan
saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit
Umum.
1. Pengertian
Space-occupying Lesion merupakan generalisasi masalah tentang ada lesi pada ruang
intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial
karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama
kali, komodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga
kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi dan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.

Space Occupying Lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam
otak termasuk tumor, hematoma, dan abses. Suatulesi yang meluas pertama
kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan cerebrospinal dari rongga cranium.
pada otak umumnya berhubungan dengan malignasi, namun dalam keadaan patologi lain
meliputi abses otak atau hematom. Adanya Space Occupying Lesion dalam otak akan
memberikan gambaran seperti tumor yang meliputi gejala umum yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah laku, false localizing sign,
serta true localizing sign. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada
struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang
menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edema otak.

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Pembentukan Cairan Serebrospinal


Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam
rongga kranialis. Ruang intrakranial di tempati oleh darah dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan
intrakranial normal sebesar 50-200 mm H2O atau 4-15 mmHg. Ruang intrakranial adalah
suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitas nya dengan unsur yang tidak dapat
di tekan. Otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang di tempati oleh
unsur lain nya dan menaikan tekanan intrakranial

Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan
tekanan intrakranial berkisar 10-15mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20
mmHg dan diatas40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.
Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang di akibat kan trauma kepala.
Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
secara mendadak sehingga mencapai 8 tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat.
Tingginya tekanan intrakranial paska pecah aneurisma sering kali diikuti dengan
meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu
iskemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS
dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).

Gambar 2.2 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada Jaringan
Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
3. Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Radiasi merupakan salah satu dari
factor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat
dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti
nitrosourea adalah krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka
yang mendapat imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada
AIDS
Faktor resiko space occupying lession:
1. Riwayat trauma kepala.
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital

4. Klasifikasi
Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3 kategori, yaitu :
T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional ) dan M
( metastase jauh ).
Kategori T :
Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
Tis = Tumor in situ.
T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.
T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.
T2 = Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.
T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.
T4 = Tumor invasi keluar organ.
Kategori N :
N0 = Nodul regional negative.
N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).
N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.
N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

Kategori M :
Mo = Tidak ada metastase organ jauh.
M1 = Ada metastase organ jauh.
M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Lionel Ginsberg, Neurologi
2003:117) yaitu :
1. Benigna umumnya ekstra aksial, yaitu tumbuh dari meningen, nervus kranialis, atau
struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
2. Maligna umumnya intra aksial yaitu berasal dari parenkim otak :
a) Primer umumnya berasal dari sel glia/neurobia ( glioma ) tumor ini diklasifikasikan
maligna karena sifat invasif lokal, metastasis ekstrakranial sangat jarang, dan
dikenali sebagai subtipe histologi dan derajat diferensiasi.
b) Sekunder metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.

5. Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkahlaku aneh,
sulit memberi argumentasi / menilai salah atau benar, hemiparesis, ataksia dan
gangguan bicara.
2. Korteks presentalis poterior
Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3. Lobus parasentalis
Kelemahan ekstrimitas bawah.
4. Lobus oksipintalis
Kejang, gangguan penglihatan.

5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia senorik, kelumpuhan otot wajah.
6. Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik karotikalif, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan.
7. Ceribulum
1) Nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperextrimitas, sendi.
2) Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin bertambah bila batuk
membungkuk.
3) Kejang.
4) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur, mual, muntah,
penurunan fungsi pendengaran, perubahan TTV, afasia.
5) Perubahan kepribadian.
6) Gangguan memory.
7) Gangguan alam perasaan.

6. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada
tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan
vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai
darah kejaringan otak.
Peningkatan intrakranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor
akan mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.
Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya
menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal
dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan hidrosephalus. Peningkatan
intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab
yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-
hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila
tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan
volume darah intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus/serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser
keinterior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke tiga. Pada herniasi
serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
poterior.

7. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler
2. MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT
Scan
3. Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.
4. Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor
5. Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang. (doengoes, 2004)
B. Pemeriksaan laboratorium
1. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai
penyebab nyeri kepala.
2. Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan pendarahan subarahnoidatau infeksi
susunan saraf pusat.

8. Penatalaksnaa Medis Dan Keperawatan


Penatalaksaan medis
1. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas. Antibiotik
yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila
telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
2. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.
3. Untuk tumor primer jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna namun umumnya
sulit dilakukan sehingga dilakukan radioterapi dan kemoterapi, pada tumor metastase
dilakukan perawatan paliatif
4. Hematom membutuhkan evakuasi
5. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotik
6. Pemberian deksametason dapat menurunkan edema sebral.
7. Pemberian Manitol untuk menurunkan peningkatan TIK
8. Pemberian antikonvulsan  sesuai gejala yg timbul. (Widjoesno, 2004. Eccher, 2004)
Penatalaksaan Keperawatan
1. Monitor adanya cardiac aritmia pada pembedahan fossa posterior akibat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
2.  Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc / hari.
3. Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.
4. Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.
5. Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik dari
kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.
6. Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.
7. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin
8. Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya : antikonvulsi,antasida,
atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.
9. Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.

9. Komplikasi
1. Edema serebral.
2. Tekanan intrakranial meningkat.
3. Herniasi otak.
4. Hidrosefalus.
5. Kejang.
6. Metastase ketempat lain

10. ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
1. Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tgl masuk RS, askes.
2. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5. Riwayat keluarga yaitu pada migren dan nyeri kepala biasanya di dapatkan juga pada
keluarga pasien.
6. Pemeriksaa fisik
1) Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah
pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
2) Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada
perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
3) Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
4) Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya
saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami
alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.
5) Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya,
misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST :
faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
6) Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
7) Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani
keluarganya selama di RS.
8) Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan
sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
9) Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan
terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
10) Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
11) Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima
penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
7. Pemeriksaan neurologis
a) Pemeriksaan Fisik Persyarafan
Nilai kesadaran dengan menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS)
Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji kemampuan klien
dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana.
b) Saraf Kranial
- Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan
dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak
bau tersebut.
- Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
Periksa ketajaman dengan  membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh. Periksa lapang pandang : Klien berhadapan
dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa
juga menutup sebelah mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien.
- Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil,
dan adanya perdarahan pupil
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta
klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
- Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Dengan menggunakan
sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi dan
minta membedakan benda tajam dan tumpul.
- Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
Fungsi mootorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi.
- Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
Dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test dan rhinne
test
- Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. Periksa aktifitas motorik
faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan meelan dan
kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.
- Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara
bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
- Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
c) Fungsi Motorik
Kaji cara berjalan dan keseimbangan  dengan mengobservasi cara berjalan,
kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.
d) Fungsi Sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada bagian
tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas, tumpul dan tajam,
suhu, getaran.
e) Fungsi Refleks
- Biseps: pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot biseps
(fleksi siku)
- Triseps: pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon, observasi kontraksi
otot triseps (ekstensi siku).
- Patelar: pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps.
f) Pemeriksaan GCS dan Refleks
- Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
- Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

11. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri kepala


2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
3. Kecemasan berhubungan dengan kurang nya informasi tentang prosedur

12. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


(SDKI) (SLKI)
Gangguan rasa nyaman nyeri Nyeri dan Kenyamanan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan Observasi
kepala intervensi selama 1. Identifikasi lokasi,
3x24jam, maka satus karakteristik, durasi,
kenyamanan frekuensi, kualitas, intensitas
meningkat, dengan keriteria nyeri
hasil 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan tidak nyaman 3. Identifikasi respons nhyeri
menurun non verbal
2. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
3. Keluhan sulit tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
4.Keluhan kedinginan 5. Identifikasi pengetahuan
menurun dan keyaninan
5. Keluhan kepanasan tentang nyer
menurun 6. Identifikasi pengaruh
6. Merintih menurun budaya terhadap
7. Menangis menurun respon nyeri
8. Iritabilitas menurun 7. Identifikasi pengaruh
9. Pola eleminasi membaik nyeri pada kualitas
10. Kewaspadaan membaik hidup
11. Pola hidup membaik 8. Monitor keberhasilan terapi
12. Pola tidur membaik komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
11. Control lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
15. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan
analgetik secara
tepat
18. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
19. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik,
jika perlu

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)


(SDKI) (SLKI)
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
dengan kerusakan integritas keperawatan selama 3 × 24 Observasi
kulit jam diharapkan Tingkat 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi menurun dengan infeksi local dan sistematik
kriteria hasil: Terapeutik
1. Kebersihan tangan 1. Batasi jumlah
meningkat pengunjung
2. Demam kemerahan 2. Berikan perawatan luka
nyeri dan bengkak diarea yang terdapat lesi
menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
3. Cairan berbau busuk sesudah kontak dengan
menurun pasien dan lingkungan
4. Drainase perulen pasien
menurun 4. Pertahankan teknik
5. Periode malaise aseptic pada pasien berisiko
menurun tinggi
6. Kadar sel darah putih Edukasi
membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Jelaskan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
jumblah cairan cairan
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
antibiotik
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Resiko defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI
Faktor biologis keperawatan selama 3x24
Observasi
jam, maka status nutrisi
membaik. Dengan kriteria
1) Identifikasi status nutrisi
hasil :
1) Porsi makan yang 2) Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
2) Kekuatan otot pengunyah
3) Identifikasi makanan yang
meningkat
disukai
3) Kekuatan otot menelan
meningkat
4) Identifikasi kebutuhan kalori
4) Meningkatkan nutrisi
dan jenis nutrient
meningkat
5) Mengetahui tentang pilihan 5) Identifikasi perlunya
makanan yang sehat penggunaan selang nasogastrik
6) Mengetahui tentang
standard asupan nutrisi yang 6) Monitor asupan makanan
tepat
7) Monitor berat badan
7) Menyiapkan makanan dan
minuman yang aman 8) Monitor hasil pemeriksaan
8)Perasaan cepat kenyang laboratorium
menurun
9) Frekuen makan membaik Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika perlu

2) Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)

3) Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang sesuai

4) Berikan makan tinggi serat


untuk mencegah konstipasi

5) Berikan makanan tinggi


kalori dan tinggi protein

6) Berikan suplemen makanan,


jika perlu

7) Hentikan pemberian makan


melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika


mampu

2) Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu

2) Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Sumber/Refrensi :

http://perawattegal.wordpress.com/2016/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/
http://andaners.wordpress.com/2018/11/24/manajemen-nyeri-disertai-tips-mengatasi-nyeri/
http://kesehatan.myhendra.web.id/2018/06/mengurangi-nyeri.html

Anda mungkin juga menyukai