PENDAHULUAN
Space occupying lesion merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang
intrakranial khususnya yang mengenai otak. Penyebab nya meliputi hematoma, abses otak
dan tumor otak. Morgagni pertama kali melaporkan tumor otas yang disebabkan oleh
peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan
sianotik. Mikroorganisme penyebab tumor otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.
Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi
sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus
tidak diketahui sumber ingeksinya. Gejala klinik tumor otak berupa tanda tanda infeksi yaitu
demam, anoreksia, malaise, kejang, nyeri kepala, peninggian intrakranial serta gejala
neurologik fokal sesuai lokasi abses. Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan
pembedahan
Tumor otak merupakan penyebab sebagian besar dari SOL. Di Amerika di dapat 35.000
kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan
saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit
Umum.
1. Pengertian
Space-occupying Lesion merupakan generalisasi masalah tentang ada lesi pada ruang
intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial
karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama
kali, komodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga
kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi dan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.
Space Occupying Lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam
otak termasuk tumor, hematoma, dan abses. Suatulesi yang meluas pertama
kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan cerebrospinal dari rongga cranium.
pada otak umumnya berhubungan dengan malignasi, namun dalam keadaan patologi lain
meliputi abses otak atau hematom. Adanya Space Occupying Lesion dalam otak akan
memberikan gambaran seperti tumor yang meliputi gejala umum yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah laku, false localizing sign,
serta true localizing sign. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada
struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang
menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edema otak.
2. Anatomi Fisiologi
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan
tekanan intrakranial berkisar 10-15mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20
mmHg dan diatas40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.
Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang di akibat kan trauma kepala.
Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
secara mendadak sehingga mencapai 8 tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat.
Tingginya tekanan intrakranial paska pecah aneurisma sering kali diikuti dengan
meningkatnya kadar laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu
iskemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS
dan darah perlahan-lahan (Satyanegara, 2010).
Gambar 2.2 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada Jaringan
Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
3. Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Radiasi merupakan salah satu dari
factor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat
dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti
nitrosourea adalah krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka
yang mendapat imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada
AIDS
Faktor resiko space occupying lession:
1. Riwayat trauma kepala.
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
4. Klasifikasi
Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3 kategori, yaitu :
T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional ) dan M
( metastase jauh ).
Kategori T :
Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
Tis = Tumor in situ.
T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.
T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.
T2 = Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.
T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.
T4 = Tumor invasi keluar organ.
Kategori N :
N0 = Nodul regional negative.
N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).
N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.
N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
Kategori M :
Mo = Tidak ada metastase organ jauh.
M1 = Ada metastase organ jauh.
M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Lionel Ginsberg, Neurologi
2003:117) yaitu :
1. Benigna umumnya ekstra aksial, yaitu tumbuh dari meningen, nervus kranialis, atau
struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
2. Maligna umumnya intra aksial yaitu berasal dari parenkim otak :
a) Primer umumnya berasal dari sel glia/neurobia ( glioma ) tumor ini diklasifikasikan
maligna karena sifat invasif lokal, metastasis ekstrakranial sangat jarang, dan
dikenali sebagai subtipe histologi dan derajat diferensiasi.
b) Sekunder metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.
5. Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkahlaku aneh,
sulit memberi argumentasi / menilai salah atau benar, hemiparesis, ataksia dan
gangguan bicara.
2. Korteks presentalis poterior
Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3. Lobus parasentalis
Kelemahan ekstrimitas bawah.
4. Lobus oksipintalis
Kejang, gangguan penglihatan.
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia senorik, kelumpuhan otot wajah.
6. Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik karotikalif, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan.
7. Ceribulum
1) Nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperextrimitas, sendi.
2) Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin bertambah bila batuk
membungkuk.
3) Kejang.
4) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : pandangan kabur, mual, muntah,
penurunan fungsi pendengaran, perubahan TTV, afasia.
5) Perubahan kepribadian.
6) Gangguan memory.
7) Gangguan alam perasaan.
6. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada
tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan
vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai
darah kejaringan otak.
Peningkatan intrakranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa
dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor
akan mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun
diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan.
Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya
menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal
dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan hidrosephalus. Peningkatan
intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab
yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-
hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila
tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan
volume darah intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus/serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser
keinterior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke tiga. Pada herniasi
serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
poterior.
7. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler
2. MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT
Scan
3. Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.
4. Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor
5. Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang. (doengoes, 2004)
B. Pemeriksaan laboratorium
1. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai
penyebab nyeri kepala.
2. Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan pendarahan subarahnoidatau infeksi
susunan saraf pusat.
9. Komplikasi
1. Edema serebral.
2. Tekanan intrakranial meningkat.
3. Herniasi otak.
4. Hidrosefalus.
5. Kejang.
6. Metastase ketempat lain
12. INTERVENSI
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Resiko defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI
Faktor biologis keperawatan selama 3x24
Observasi
jam, maka status nutrisi
membaik. Dengan kriteria
1) Identifikasi status nutrisi
hasil :
1) Porsi makan yang 2) Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
2) Kekuatan otot pengunyah
3) Identifikasi makanan yang
meningkat
disukai
3) Kekuatan otot menelan
meningkat
4) Identifikasi kebutuhan kalori
4) Meningkatkan nutrisi
dan jenis nutrient
meningkat
5) Mengetahui tentang pilihan 5) Identifikasi perlunya
makanan yang sehat penggunaan selang nasogastrik
6) Mengetahui tentang
standard asupan nutrisi yang 6) Monitor asupan makanan
tepat
7) Monitor berat badan
7) Menyiapkan makanan dan
minuman yang aman 8) Monitor hasil pemeriksaan
8)Perasaan cepat kenyang laboratorium
menurun
9) Frekuen makan membaik Terapeutik
2) Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
Edukasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
Sumber/Refrensi :
http://perawattegal.wordpress.com/2016/08/29/manajemen-nyeri-akut-dan-nyeri-refrakter/
http://andaners.wordpress.com/2018/11/24/manajemen-nyeri-disertai-tips-mengatasi-nyeri/
http://kesehatan.myhendra.web.id/2018/06/mengurangi-nyeri.html