Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DEMAM TYPOID

Oleh Kelompok 3

Mansye.Fenesia.Solissa

Maria Masriat

Martavina Yawar

Nonsiata Refwutu

Moses Tawun

Neli Ilintamon

Mia Satria Amir

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA

MAKASSAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada tahun ( 1896 Widal ) mendapatkan salah satu metode untuk diagnosis penyakit
demam tifoid. Pada tahun yang sama ( Wright dari Inggris dan Pfeifer dari Jerman )
mencoba vaksinasi terhadap demam tifoid. Pada era 1970 dan 1980 mulai dicoba vaksin oral
yang berisi kuman hidup yang dilemahkan dan vaksin suntik yang berisi Vi kapsul
polisakarida. Pada tahun ( 1948 Woodward dkk ) di Malaysia menemukan bahwa
kloramfenikol adalah efektif untuk pengobatan penyakit demam tifoid.

Pada tahun 1829 Pierre Louis ( Perancis ) mengeluarkan istilah typhoid yang berarti
seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata yunani typhos.
Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang
terganggu.

Baru pada tahun ( 1837 William Word Gerhard ) dari Philadelphia dapat membedakan
tifoid dari typhus. pada tahun ( 1880 Eberth ) menemukan Bacillus typhosus pada sediaan
histology yang berasal dari kelenjar limfe mesentarial dan limpa. Pada tahun ( 1884 Gaffky )
berhasil membiakkan salmonella tyhpi, dan memastikan bahwa penularannya melalui air
dan bukan udara.

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung
meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik
dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah
penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier (Depkes RI, 2009) .

Penyakit thypoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kejadian luar biasa
(KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2003 menempati urutan ke 21 dari 22
(4,6%) penyakit yang tercatat. Meskipun hanya menempati urutan ke 21, penyakit thypoid
memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat penularan salmonella thypi ada dua
sumber yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah
orang yang sembuh dari demam thypoid dan terus mengekspresi salmonella thypi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes, 2008) .

Hasil rekapitulasi kunjungan di Puskesmas Tlogosari wetan menunjukkan bahwa


penyakit ini mengalami peningkatan pada tahun 2008 angka kejadian penyakit ini berkisar
156 kasus per 100.000 penduduk. Dibandingkan tahun 2006 angka kejadiannya lebih kecil
yaitu 127 kasus per 100.000 penduduk. Adapun untuk kejadian typhoid di Puskesmas
Tlogosari Wetan pada anak usia 3-19 tahun serta membantu mencarikan jalan
pemecahannya (Walchi, 2007) .

Lingkungan sehat dan bersih sangat menjamin status kesehatan seseorang , namun hal
tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak penting. Sehingga membuat
kehidupan menjadi tidak sehat dan banyak menimbulkan berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh bakteri , diantara nya Demam Typhoid.

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Data WHO tahun 2009, memperkirakan terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh
dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Insidens rate demam tifoid di
Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per 100.000
penduduk per tahun.
Insidens rate demam tifoid tertinggi di Papua New Guinea sekitar 1.208 per 100.000
penduduk per tahun. Insidens rate di Indonesia masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk
pedesaan dan 810 per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per
tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam tifoid di Indonesia masih tinggi
dengan CFR sebesar 10% (Nainggolan, R, 2011).
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid
menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati
oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati
oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).

1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan laporan pendahuluan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
bagi mahasiswa keperawatan atau perawat tentang penyakit epilepsi beserta prinsip
asuhan keperawatan klien dengan kasus epilepsi.
b. Tujuan khusus
1. Mampu Melakukan Pengkajian pada pasien
2. Mampu Menegakkan Diagnosa Keperawatan
3. Mampu Mleakukan Intervensi Keperawatan
4. Mampu Melakukan Implementasi Kperawatan
5. Mampu Melakukan Evaluasi Keperawartan

1.3 Manfaat
A. Manfaat bagi praktek keperawatan
Untuk menambah pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus typhoid.
B. Manfaat bagi Institut
Untuk memberi bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar terutama pada
perawatan pasien typhoid, juga sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi
mahasiswa keperawatan yang berkaitan dengan cara perawatan typhoid.
C. Manfaat bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan bagi penulis mengenai kasus typhoid.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella
Thypi.Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi(Arief Maeyer, 1999 ).
Demam typhoid adalah penyakit bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi
(WHO).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006).
Demam tifoid (Thypoid fever) adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. Tifus abdominalis adalah
suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi
relatif, kadang - kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya ( Samsuridjal , 2010 ) .
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ( Bruner and Sudart, ) .

2.2 Etiologi
Penyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi.Sementara demam
paratyphoid yang gejalanya mirip dengan demam typhoid namun lebih ringan,
disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. ( James Chin, MD, 2006)
Salmonella typhisama dengan salmonella yang lain adalah bakteri Gram-nagative,
mempunyai flegala, tidak berkapul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flageral antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K)yang terdiri dari polisakarida.
Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997).

2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan
dan air yang tercemar.Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung.Sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi.
Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam
peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfe. Basil yang tidak
dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe, sehingga organ tersebut akan
membesar disertai nyeri pada perabaan.
Basil masuk kedalam darah dan menyebar keseluruh tubuh terutama kelenjar
limfoid usus halus, sehingga tukak berbentuk lonjong pada mukosanya, mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus, Gejala demam disebabkan oleh endotoxin.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (Soegeng soegijanto, 2002).

2.4 Manifestasi klinis


Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam,nyeri kepala,pusing,nyeri
otot,anoreksia,mual muntah,nyeri perut , batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapat peningkatan suhu badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala terlihat lebih jelas berupa demam,bradikardi,dan lidah
penderita tifoid kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor, hepatomegali,
splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.

2.5 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
2. Komplikasi ekstraintestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer(renjatan,sepsis),
miokarditis,trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitiktrombositopeniadan sindrom uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kelolitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
g. Komplikasi neuropsikiatri : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, sindrome Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
2.6 Penatalaksanaan dan terapi
Adapun penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan kasus typhoid :
1. Pemberian antibiotik , gunanya yaitu untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kumam
2. Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah omplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring minimal 7 atau 14 hari, mobilisasi dilakukan
bertahap sesuai dengan kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygene
personal, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
3. Diet dan terapi penunjang, sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien mulai dari bubur
saring, bubur kasar sampai akhirnya nasi
Adapun terapi yang dapat diberikan pada pasien typhoid antara lain :
1. IVFD : Ringer laktat 20 tts/i
2. Injeksi :
a. Cefotaxime 500 mg/12 jam
b. Ranitidine 1A/12 jam
c. Paracetamol 3 x 500 mg/hari
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh
F. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga 
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat makan 
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. 
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi
kuning kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh
yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien. 
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan
klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38 – 410 C, muka
kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
d.  Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f.  Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus
meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta
nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
6. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di lidah
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

H. INTERVENSI
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
Defenisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Tujuan : thermoregulation
Criteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observai tanda-tanda vital
b. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
c. Anjurkan banyak minum air putih
d. Berikan antiperetik dan antibiotic
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
2. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis
Defenisi : Pengalaman sensori dan emosional yang muncu   akibat kerusakan jaringan yang
aktual atau   potensial.
Tujuan :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level

Kriteria hasil :
a. Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang
Intervensi :
1. Pain management
a. Lakukan pengakjian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non faramakologi dan
interpersonal)
d. Ajarkan tentang teknik non faramakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Defenisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Tujuan :
a. Nutritional status
b. nutristional status : food and fluid intake
c. Intake
d. Weight control
Kriteri hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh.
Defenisi: Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau intraseluler.
Tujuan :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional status : food and Fluid intake
Criteria hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
1. Fluid Management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
2. Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Monitor hb dan hematokrit
c. Dorong pasien untuk menambah intake oral
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
Defenisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran tidak lengkap feses/atau pengeluaran feses yang kering, keras, dan
banyak.
Tujuan :
a. Bowel elimination
b. Hydration
Criteria hasil :
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
d. Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
b. Monitor bising usus
c. Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi
d. Dukung intake cairan
e. Kolaborasikan pemberian laktasif
f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
6. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di lidah
Defenisi: Sensasi seperti gelombang di belakang  tenggorokan, epigastrium, atau abdomen
yang bersifat subyektif yang mengarah pada keinginan atau desakan untuk muntah.
Tujuan :
a. Nausea
b. Fluid volume, Risk For Dificient
Criteria hasil :
a. Pasien menyatakan penyebab mual dan muntah
b. Pasien mengambil langkah untuk mengatasi episode mual dan muntah
c. Pasien mengingesti gizi yang cukup untuk mempertahankan kesehatan
d. Pasien mengambil langkah untuk meyakinkan nutrisi yang adekuat pada saat mual
e. Pasien mempertahan berat badan dalam rentang tertentu yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan makan klien
b. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Berikan nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
d. Anjurkan untuk menghindari makanan yang menusuk hidung dan berbau tidak sedap
e. Berikan obat antiemetic sesuai anjuran
f. Ajarkan teknik relaksasi dan bantu pasien untuk menggunakan teknik tersebut selama
waktu makan.
( Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

Anda mungkin juga menyukai