DEMAM TIFOID
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang menjadi masalah
prevalensi demam tifoid cukup tinggi, terlebih di negara berkembang. World Health
Organization (WHO) mencatat pada tahun 2003 lebih dari 17 juta kasus demam tifoid
terjadi di seluruh dunia, dengan angka kematian mencapai 600.000, dan 90% dari angka
1
kematian tersebut terdapat di negara- negara Asia.
Indonesia pada tahun 1994 meningkat hingga 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei
berbagai rumah sakit di Indonesia tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan
6
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8%, yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam tifoid. Di
Indonesia, terdapat rata-rata 900.000 kasus demam tifoid dengan angka kematian lebih
dari 20.000 setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
1,3
angka prevalensi demam tifoid secara nasional adalah 1,6%.
Gambar 2.1. Distribusi Global Daerah Endemik dari Salmonella Enteric serotipe
Typhi, 1990-2002.5
B. EPIDEMIOLOGI DEMAM TIFOID
a. Orang
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang
nyata antara insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid
dengan usia 12 –30 tahun 70 –80 %, usia 31 –40 tahun 10 –20 %, usia > 40 tahun
5–10 %. Menurut penelitian Simanjuntak, C.H, dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat
terdapat 77 % penderita demam tifoid pada umur 3 –19 tahun dan tertinggi pada
umur 10 -15 tahun dengan insiden rate 687,9 per 100.000 penduduk. Insiden rate
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam
tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per
di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000
penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.
a. Faktor Host
yangtercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya
keluarbersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi transplasental
dariseorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Penelitian
demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak
jajan diluar dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum
makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan
b. FaktorAgent
jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan
standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih
dengan desain case control, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang,
mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik dan kualitas air minum
yang tercemar berat beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella, Salmonella adalah bakteri gram
negatif dan terdiri dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri patogen
Klasifikasi spesies Salmonella telah diubah dan direstruksisasi beberapa kali. Secara
tradisi, spesies Slamonella diberi nama sesuai dengan sistem magnetik Kaufmann-White
yang didefinisikan oleh berbagai kombinasi somatik antigenO, permukaan antigen Vi, dan
flagella H antigen.. Menurut sistem CDC, genus Salmonella terdiri dari 2 spesies, masing-
masing berisi beberapa serotipe. Kedua- dua spesies adalah S. enterica dengan beberapa
enterica dibagi menjadi enam subspecies yang dirujuk dengan angka romawi dan nama.
Setiap subspecies S. enterica dibedakan dengan sifat biokimia dan juga genom.9
Antigen Salmonella terdiri dari tiga yakni antigen terluar O, flagellar H dan kapsul
Vi(virulensi). Antigen O merupakan polisakarida luar dari semua dinding sel digunakan
untuk membagi Salmonella kepada kelompok A-I. Terdapat dua fasa yang terbentuk dari
antigen H yaitu fasa 1 dan fasa 2. Hanya satu dari dua fasa tersebut akan disintesis pada
satu waktu tergantung kepada urutan gennya untuk transkripsi mRNA. Untuk antigen Vi
(polisakarida kapsul) adalah antifagositik dan berperan dalam menetukan faktor virulensi
S.typhi,suatu agen demam tifoid. Selain itu, antigen Vi juga digunakan untuk serotipe
S.typhi di laboratorium.9
Terdapat lebih dari 2500 serotipe Salmonella yang dapat menginfeksi manusia. Namun
serotipe yang sering menjadi penyebab utama infeksi pada manusia adalah sebagai berikut
Telah dilaporkan bahwa S.typhi memiliki protein adhesi dari membrana protein luar
(OMP) dengan berat molekul 36kD dan diberi nama AdhO36. Namun pada penelitian
humoral baik di mucosal maupun pada sistemik sehingga diketahui pada protein AdhO36
Salmonella pathogenecity islands (SPIs) 1 dan 2 adalah dua faktor penentu virulensi
utama S.enterica. SPIs ini mengekodekan sistem tipe sekresi 3(T3SS) yang bentuknya
mirip alat suntik (syringe) organel pada permukaan bakteri gram negatif dan
memungkinkan injeksi protein efektor lagsung ke dalam sel eukariotik. Efektor ini akan
memanipulasi fungsi seluler dari host yang terinfeksi dan memfasilitasi infeksi. SPI1
berperan dalam mempromosikan invasi non- fagositik sel epitel usus dan inisiasi respon
kelangsungan hidup Salmonella membagi di sel fagosit yang merupakan reservoir utama
Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non typhoidal.
Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk spesies non
thypoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis dan juga infeksi metastase
seperti oesteomielitis. Spesies typhoidal adalah bakteri S.typhi dan S.paratyphi dan bakteri
tersering menyebabkan infeksi metastase. Organisme ini bisa kehilangan antigen H dan
menjadi tidak motil. Hilangnya antigen O dapat menimbulkan perubahan pada bentuk
koloni yang halus menjadi kasar. Antigen Vi juga dapat hilang sebagian atau seluruhnya.
Antigen ini dapat diperoleh atau hilang pada saat proses transduksi.9
D. MEKANISME PENULARAN DAN PATOGENESIS DEMAM TIFOID
Penularan penyakit demam tifoid oleh basil Salmonella typhi ke manusia melalui
makanan dan minuman yang telah tercemar oleh feses atau urin dari penderita tifoid.13
1. Penderita Demam Tifoid, yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang
menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan
2. Karier Demam Tifoid, penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses
atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa
disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 –3
bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini
disebut karier pasca penyembuhan. Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier
kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi).
Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus
a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah
unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit
b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas,
penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari
sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada difteri.
Masuknya kuman Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi ke dalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel usus dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.12
Gambar 2.2. Mekanisme infeksi Salmonella Typhi.13
Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Dengan periode waktu yang bervariasi antara 1-3 minggu,kuman bermultiplikasi di organ-
organ ini kemudian meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak di luar
makrofag dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.12
Di dalam hati, kuman masuk ke kantung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan
empedu diekskresikan kembali ke dalam lumen usus secara intermiten. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
usus. Proses yang sama terulang kembali, oleh karena makrofag telah teraktivasi
sebelumnya maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi (IL-1, IL-6, IL-8, TNF- β, INF, GM-CSF, dsb.) yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
Di dalam plak Peyeri, makrofag yang telah hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan dan menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan
mendeteksi secara dini. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-
gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Pada minggu
pertama, ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut umumnya
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Karakteristik demamnya adalah
demam yang meningkat secara perlahan-lahan berpola seperti anak tangga dengan suhu
hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi terutama pada sore hingga malam hari. Pada
akhir minggu pertama, demam akan bertahan pada suhu 39-40°C. Pasien akan
menunjukkan gejalarose spots, yang warnanya seperti salmon, pucat, makulopapul 1-4 cm
lebardanjumlahnya kurang dari 5; dan akan menghilang dalam 2-5 hari. Hal ini disebabkan
Pada minggu kedua, gejala klinis menjadi semakin berkembang jelas, berupa demam,
bradikardia relatif dimana setiap peningkatan 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi
8 kali per menit, kemudian didapatkan pula lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan
mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Beberapa penderita dapat
menjadi karier asimptomatik dan memiliki potensi untuk menyebarkan kuman untuk
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan bakteriologis
dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman secara
molekuler.13
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis.
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit
serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang
cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis menjadi dugaan kuat diagnosis demam
tifoid.13
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella
Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses dan sumsum tulang. Bakteri akan lebih mudah
ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium
berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid
akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung
pada beberapa faktor, seperti :(1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum
dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media
biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; (2) Jumlah darah yang diambil terlalu sedikit
(diperlukan kurang lebih 10 cc darah). Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan
bisa negatif; (3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi
dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah dapat
negatif; dan (4) Waktu pengambilan darah yang dilakukan setelah minggu pertama, pada
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil
dibutuhkan 2-4 mL.Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur
hanya sekitar 0.5-1 mL.Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi
oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini mendukung teori bahwa kultur
sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun
dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika
media empedu dari sapi.Media ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya
Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.13
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada
perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 70-90% dari
penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika
dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang
dipakai.13
Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga
minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu
pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode yang mempunyai sensitivitas paling
tinggi dengan hasil positif didapat pada 80- 95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur
darah negatif sebelumnya. Namun prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu
yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak
digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak.13
3. Uji Serologis
a. Uji Widal
Dasar reaksi uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella
Typhi dengan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella Typhi
terdapat dalam serum penderita demam tifoid, orang yang pernah tertular Salmonella
Typhi,dan orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang
digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella Typhi yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan uji Widal adalah untuk menentukan adanya
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Secara umum, aglutinin O mulai muncul pada
hari ke 6-8 dan aglutinin H mulai muncul pada hari ke 10-12 dihitung sejak hari
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang
waktu minimal 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut : Titer aglutinin O yang tinggi
( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut. Titer aglutinin H yang tinggi ( > 160)
menunjukkan sudah pernah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi. Titer
Prinsip dasar uji ELISA adalah reaksi antigen-antibodi. Uji ini sering dipakai
untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen O9 LPS, antibodi IgG
terhadap antigen flagela d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi Salmonella Typhi.
Chaicumpa dkk mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73%
c. Pemeriksaan Dipstik
dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS Salmonella Typhi
Typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai
tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak
Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8%
bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan
kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif sebesar
94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam tifoid
mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.
d. Uji Tubex®
Tubex® merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi oleh IDL
Biotech, Broma, Sweden.Tes ini sangat cepat, hanya membutuhkan waktu 5-10 menit,
sederhana dan akurat. Tes ini mendeteksi serum antibodi IgM terhadap antigen O9
LPS yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella Typhi. Pada orang yang sehat
Gambar 2.3. Prinsip dari tes Tubex®. Bagian atas, hasil negatif; bagian bawah, hasil
positif.
Tes Tubex® merupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubex ® color scaleyang
tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah) hingga nilai
Cara membaca hasil tes Tubex® adalah sebagai berikut menurut IDL Biotech 2008:11
Nilai Tubex® yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan gejala
klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi demam tifoid yang
sangat kuat.
e. Uji Typhidot®
Uji Typhidot® merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi oleh
Biodiagnostic Research, Bangi, Malaysia. Hasil uji Typhidot® dinilai positif apabila
didapatkan reaksi dengan intensitas yang sama dengan atau lebih besar dari reaksi
kontrol, terlihat pada kertas saring komersial yang telah disiapkan. Tes ini
memperingatkan, jika hasil yang diperoleh tak tentu, tes harus diulang setelah 48 jam.
Gambar 2.4. Prinsip dari tes Typhidot®. Bagian atas, prosedur tes; bagian bawah,
Metode lain untuk identifikasi bakteri Salmonella Typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri Salmonella Typhi dalam darah
1. Non-Medikamentosa
a. Tirah baring
Pasien harus tirah baring sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selama 14 hari. Maksud tirah baring untuk mencegah komplikasi perforasi usus.2,3,8,11
b. Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah
yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk
kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan
dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet
c. Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral.
Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan
kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan
rumatannya.
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh
yaitu dengan pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh
hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha
1) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik. Bila
mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah
cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk
diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak mampu intake peroral dapat
diberikan via parenteral, obat yang masih dianjurkan adalah yang mengandung
2) Antibiotik
a. Kloramfenikol
di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 50- 100mg/kg/hari dibagi
Diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau
dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh dan carier.
b. Cotrimoxazole
syrup dosis yang diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali
selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotic golongan ini adalah
aman dan cukup efektif. Dosis yangdiberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari
dibagi menjadi 4 dosis selama 2minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama
dibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat
diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu
untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok
dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam. Untuk demam tifoid
1. Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetapsehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat
dilakukandengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang
diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
preserved). Dosisuntuk dewasa 0,5 ml, anak 6 –12 tahun 0,25 ml dan anak 1 –5
adalah demam, nyerikepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi
vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan carabudaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan
higiene makanandan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih
dalam pengolahandan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di rumah
sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan. Penderita yang dirawat
harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan
dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik,
penderita.
Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita
harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan
kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal. Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid
biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering
menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita
hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta
janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada
Demam typhoid dapat menjadi penyakit yang semakin berat dan mengancam nyawa,
terggantung dari faktor inang (terapi imunosupresi, terapi antasida, riwayat vaksinasi),
virulensi dari bakteri dan pemilihan terapi antibiotik. Pendarahan gastrointestinal (10-
20%) dan perforasi intestinal (1-3%), hal ini biasa terjadi minggu ke-3 dan minggu ke-4.
Pendarahan gastrointestinal dan perforasi intestinal terjadi akibat hiperplasia, ulsersi dan
nekrosis dari plak peyeri ileocecal. Keuda komplikasi ini dapat mengancam nyawa dan
membutuhkan resusistasi cairan segera dan intervensi bedah dengan pemberian antibiotik
neuropsikiatrik.
pieloneftitis, pneumonia berat, arthritis, osteomielitis. Namun komplikasi ini sudah jarnag
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik
Relaps dapat timbul beberapa kali. Beberapa bulan setelah infeksi umumnya menjadi
karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak –anak rendah dan meningkat sesuai usia.
Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.12