Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam typhoid merupakan Penyakit infeksi usus yang disebut juga
sebagai tifus abdominalis atau typoid fever ini di sebabkan oleh kuman
salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B, dan C. Demam typhoid
merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia maupun daerah-
daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia (Suriadi & Yuliani 2006, h. 254).
Demam typoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaraan. Penyebab penyakit ini
adalah salmonella typosa (Ngastiyah 2005, h. 236).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2013 menyatakan
angka prevalensi demam thypoid pada anak-anak umur 4-15 tahun kematian
berkisar antara 0-14,8%. Menurut WHO memperkirakan angka insidensi di
seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang
meninggal karena penyakit demam tifoid (Widoyono, 2011).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010 typhoid masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Diketahui dari 10 macam penyakit menepati
urutan ke-3, terbanyak dari pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu
sebanyak 41.081 kasus dan yang meninggal 274 orang Case Fatality Rate
sebesar 0,67%.Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang
tidak berbeda jauh antara daerah. Diperkirakan terdapat 800 penderita per
100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun (Widoyono,
2011).
Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis makalah ingin membahas
tentang thypoid dan parathypoid dalam makalah ini.
B. Rumusan masalah
1. Pengertian typhoid dan paratyphoid
2. Etiologi typhoid dan paratyphoid
3. Interaksi pejamu dengan host
4. Mekanisme pathogenesis typhoid dan paratyphoid
5. Sumber penularan typhoid dan paratyphoid
6. Cara cara penularan
7. Epidemiologi typhoid dan paratyphoid
8. Manifestasi klinis typhoid dan paratyphoid
9. Diagnose typhoid dan paratyphoid
10. Pengobatan typhoid dan paratyphoid
11. Pencegahan typhoid dan paratyphoid
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menjelaskan :
1. Pengertian typhoid dan paratyphoid
2. Etiologi typhoid dan paratyphoid
3. Interaksi pejamu dengan host
4. Mekanisme pathogenesis typhoid dan paratyphoid
5. Sumber penularan typhoid dan paratyphoid
6. Cara-cara penularan
7. Epidemiologi typhoid dan paratyphoid
8. Manifestasi klinis typhoid dan paratyphoid
9. Diagnose typhoid dan paratyphoid
10. Pengobatan typhoid dan paratyphoid
11. Pencegahan typhoid dan paratyphoid
12. Manfaat
Penulisan makalah ini dapat memberikan wawasan pengetahuan bagi
pembaca tentang thypoid dan parathypoid.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Typhoid dan Paratyphoid


Typhoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri ditandai
dengan demam insidius yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan
lemah, anoreksia, bradikardi relatif, splenomegali, pada penderita kulit putih
25% diantaranya menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak
produktif pada awal penyakit, pada penderita dewasa lebih banyak terjadi
konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang
ringan dan tidak khas. Pada demam tifoid dapat terjadi ulserasi pada plaques
peyeri pada ileum yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan atau
perforasi (sekitar 1% dari kasus), hal ini sering terjadi pada penderita yang
terlambat diobati (James, 2000).
Paratifus adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang usus dan aliran
darah. Penyakit paratifus memiliki gejala yang mirip dengan dengan penyakit
tifus, namun lebih ringan, jarang menimbulkan komplikasi, dan dapat lebih
cepat sembuh bila dibandingkan dengan tifus (dr. Marianti, 2018).
Demam paratifoid memberikan gambaran klinis yang sama dengan
demam tifoid, namun cenderung lebih ringan dengan CFR (Case Fatality Rate)
yang jauh lebih rendah. Ratio Distribusi Penyakit yang disebabkan oleh
Salomnella enterica serovarian Typhi (S. Typhi) dibandingkan dengan S.
enterica serovarian Paratyphi A dan B (S. Paratyphi A, S. Paratyphi B) kira-
kira 10 : 1 (James, 2000).
B. Etiologi Typhoid dan Paratyphoid
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0selama 15-20
menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).

3
b.  Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III.
Jakarta: interna publishing).
C. Interaksi Pejamu dengan Host
1. Agent
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. S.typhi adalah bakteri
gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidal membentuk
spora. Bakteri ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan
laboratorium, yaitu :
a. Antigen O, antigen somatik ( tidak menyibar )
b. Antigen H, terdapat pada flagela dan bersifat termolabil
c. Antigen k, selaput yang  melindungi tubuh bakteri dan melindungi
antigen O.
Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 60oC selama
beberapa menit.

2. Host
Salmonella typhi banyak ditemukan di negara-negar berkenbang yang
higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik.  Manusia adalah
host hanya alami dan reservoir. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. S.typhi juga dapat
disebarkan oleh serangga yang kemudian mengkontaminasi makanan dan
minuman.

4
3. Environment
Salmonella typhi banyak ditemukan pada lingkungan yang kotor
dengan sanitasi yang kurang baik. Kasus-kasus demam tifoid terdapat
hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada
iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang
kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
D. Mekanisme Pathogenesis Typhoid Dan Paratyphoid
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret
saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Patogenesis
demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen
usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di
aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat
melewati lambung dengan suasana asam, banyak bakteri yang mati. Bakteri
yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa
kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan
yeyunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat
bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada
mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus.
Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System
(RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi
keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik
mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus atau dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati,
limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan
produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati
dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid.

5
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita
atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses. Dapat juga
terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada
keadaan bakterimia kepada bayinya (Innesa, 2013).
E. Sumber Penularan Typhoid Dan Paratyphoid
Manusia merupakan reservoir bagi tifoid maupun paratifoid; walapun
jarang binatang peliharaan dapat berperan sebagai reservoir bagi paratifoid.
Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier yang permanen atau
carrier sementara. Status carrier dapat terjadi setelah serangan akut atau pada
penderita subklinis. Sedangkan carrier kronis sering terjadi pada mereka yang
kena infeksi pada usia pertengahan terutama pada wanita; carrier biasanya
mempunyai kelainan pada saluran empedu termasuk adanya batu empedu.
Status carrier kronis pada saluran kemih terjadi pada penderita schitosomiasis.
Pernah terjadi KLB demam paratifoid di Inggris, sapi perah yang
mengeluarkan mikroorganisme Paratyphi B didalam susu dan kotoran mereka
diketahui sebagai penyebab terjadinya KLB (James, 2000).
F. Cara-Cara Penularan
Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh
tinja dan urin dari penderita atau carrier. Dibeberapa negara penularan terjadi
karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar,
buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia,
susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang
tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan
memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan
mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif,
dimana dosisnya lebih rendah pada tifoid dibandingkan dengan paratifoid
(James, 2000).
G. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam
tifoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian
sebanyak 600.000 orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis

6
dan relatif konstan berkisar antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun
(bandingkan dengan demam tifoid yang dilaporkan sebanyak 2484 pada tahun
1950). Dengan memasyarakatnya perilaku hidup bersih dan sehat,
memasyarakatnya pemakaian jamban yang saniter maka telah terjadi
penurunan kasus demam Tifoid, dan yang terjadi di Amerika Serikat adalah
kasus import dari daerah endemis. Sekarang sering ditemukan strain yang
resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang umum
digunakan untuk demam tifoid.
H. Manifestasi Klinis Typhoid Dan Paratyphoid
Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi klinik yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien
terus berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 
2. Gangguan pada saluran pencernan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kiemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal. 
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali

7
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping
gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan
epistaksis pada anak besar (Kartika Sari Wijayaningsih,2013)
I. Diagnose Typhoid Dan Paratyphoid
Untuk membuat diagnosa pasti perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas,
terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum
dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia
dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase
demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia
terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju
endap darah meningkat.
2. Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan
lekosit dalam urine.
3. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan
biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang. 
5. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun
antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada
minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif

8
(lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi. 
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam tifoid (Sutedjo, 2008).
J. Pengobatan Typhoid Dan Paratyphoid
Penatalaksanaan atau pengobatan pada typhoid menurut Ngastiyah (2005:
435) terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Perawatan
Pasien typhoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut selama 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah
untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
b. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan antara lain:
kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amokisilin,
sefaloporin generasi ketiga dan fluorokinolon.
c. Diet
Pertama pasien diberi diet bubur saring kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien, pemberian bubur
saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan
usus atau perforasi usus karena ada pendapat bahwa usus perlu
diistirahatkan. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar dapat diberikan dengan
aman) (Ngastiyah, 2005).
K. Pencegahan Typhoid Dan Paratyphoid
Pencegahan demam tifoid, rute utama penularan demam tifoid adalah
melalui air minum atau makan makanan yang terkontaminasi dengan

9
Salmonella typhi. Pencegahan didasarkan pada akses menjamin untuk aman air
dan dengan mempromosikan praktek-praktek penanganan makanan yang aman.
Pendidikan kesehatan penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan
mendorong perubahan perilaku (Innesa, 2013).
1. Air yang aman
Demam tifoid adalah penyakit ditularkan melalui air dan ukuran
pencegahan utama adalah untuk memastikan akses terhadap air yang
aman. Air harus berkualitas baik dan harus cukup untuk kebutuhan semua
masyarakat. Selama wabah langkah-langkah kontrol berikut adalah
kepentingan tertentu:
a. Di daerah perkotaan, pengendalian dan pengobatan sistem pasokan
air harus diperkuat dari tangkapan ke konsumen.
b. Air minum yang aman harus dibuat tersedia untuk populasi melalui
sistem pipa atau dari truk tangki.
c. Di daerah pedesaan, sumur harus diperiksa untuk patogen dan
dirawat jika perlu.
d. Di rumah, perhatian khusus harus diberikan  kepada desinfeksi dan
penyimpanan air yang aman sumbernya.
2. Makanan yang aman
Makanan yang terkontaminasi merupakan wahana yang penting
untuk transmisi demam tifoid. Penanganan makanan yang tepat dan
pengolahan adalah yang terpenting dan kebersihan dasar berikut tindakan
harus dilaksanakan atau diperkuat selama wabah:
mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan
makanan.
3. Sanitasi
Sanitasi yang layak memberikan kontribusi untuk mengurangi risiko
penularan dari semua bakteri patogen termasuk Salmonella typhi.
a. Fasilitas yang sesuai untuk pembuangan limbah manusia harus
tersedia untuk semua komunitas. Dalam keadaan darurat, jamban
dapat dengan cepat dibangun.

10
b. Pengumpulan dan pengolahan limbah, khususnya selama musim
hujan, harus diimplementasikan.
4. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran
publik tentang semua yang disebutkan di atas sebagai upaya pencegahan.
Pesan pendidikan kesehatan bagi masyarakat rentan harus disesuaikan
dengan kondisi lokal dan diterjemahkan ke dalam bahasa lokal.
Keterlibatan masyarakat adalah landasan dari perubahan perilaku berkaitan
dengan kebersihan dan untuk pengaturan dan pemeliharaan prasarana yang
dibutuhkan.
5. Vaksinasi
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil
tifoid dan paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2
atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang
praktis untuk mencegah penularan demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu
di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000
penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua
tahun manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun,
vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya menyerang saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan dapat terjadi
gangguan kesadaran.
Paratifus adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang usus dan aliran darah.
Penyakit paratifus memiliki gejala yang mirip dengan dengan penyakit tifus, namun
lebih ringan, jarang menimbulkan komplikasi, dan dapat lebih cepat sembuh bila
dibandingkan dengan tifus. Tifus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, sedangkan
paratifus disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi.
B. Saran
Lebih banyak untuk membaca agar mengetahui lebih dalam tentang
beragam penyakit khususnya thypoid dan parathypoid, karena penyakit ini bisa
menyebabkan kematian. Maka untuk mencegah hal itu terjadi yaitu dengan
lebih banyak membaca, karena dengan membaca dapat memperoleh ilmu
pengetahuan dan informasi-informasi seputar kesehatan yang informasi
tersebut sangat bermanfaat di dalam kehidupan sehari-hari khususnya bidang
kesehatan.

12
Daftar Pustaka

Aru W. Sudoyo. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing.
Chin, J, 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Tersedia dalam
nyomankandud.tripod.com diakses pada tanggal 7 Oktober 2018 pukul
13.14.
Innesa, C, 2013. Perbaikan Gambaran Klinis Demam Terhadap Terapi Antibiotik
Pada Anak Dengan Demam Tifoid. KTI. Semarang : FK Univ diponegoro
semarang.
Marianti, 2018. Paratifus. Tersedia dalam https://www.alodokter.com/paratifus
diakses pada 26 September 2018 pukul 22.20
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Sutedjo. 2008. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta : Amara Books
S.W Kartika, 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: TIM

13

Anda mungkin juga menyukai