PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
adalah NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
tanah air dan menyasar seluruh lapisan tanah air (Kemenkes, 2017).
kasus narkotika yang berhasil diungkap selama 5 tahun terakhir dari tahun 2012-
2016 per tahun sebesar 76,53%. Kenaikan paling tinggi pada tahun 2013 ke tahun
2014 yaitu 161,22%. Yang paling banyak shabu 1867 kasus diikuti ganja 128 kasus
dan ekstasi 98 kasus (Kemenkes, 2017). Delapan puluh enam persen penyalahguna
telah memberikan hak-hak bagi mereka untuk mendapatkan rehabilitasi medis dan
pentingnya melakukan penyesuaian diri. Hal ini selanjutnya tidak baik bagi
yang dirasakan oleh pengguna narkoba itu sendiri. Pada saat pengguna memasuki
panti rehabilitasi, masing-masing individu harus berkomitmen pada diri sendiri dan
terbebas dari gangguan. Ketua BNN pusat mengatakan pecandu narkoba terancam
mengalami gangguan jiwa berat atau skizofrenia yang apabila menyerang akan sulit
untuk disembuhkan. Gangguan psikologis ini dapat terjadi ketika pasien telah
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Narkoba
Narkotika secara etimologis berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcois
yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata narkotika berasal dari Bahasa Yunani
yaitu narke yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.15 Dari istilah
farmakologis yang digunakan adalah kata drug yaitu sejenis zat yang bila
Indonesia adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,
pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada
otak, narkoba mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku
pemakainya. Itulah sebabnya narkoba disebut zat psikoaktif. Ada beberapa macam
pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang menghambat kerja otak, disebut
opioida (candu, morfin, heroin, petidin), obat penenang/tidur (sedativa dan hipnotika)
Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan
perasaan, yang disebut sistem limbus: Hipotalamus pusat kenikmatan pada otak
adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan ‘senang berlebih’
4
dengan mengubah susunan biokimia molekul pada sel otak yang disebut neuro-
transmitter. Otak dilengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan menghindarkan
rasa sakit atau tidak enak, guna membantu memenuhi kehidupan dasar manusia,
seperti rasa lapar, haus, rasa hangat, dan tidur. Mekanisme ini merupakan mekanisme
pertahanan diri. Jika lapar, otak menyampaikan pesan agar mencari makanan yang
dibutuhkan. Kita berupaya mencari makanan itu dan menempatkannya diatas segala-
galanya. Kita rela meninggalkan pekerjaan dan kegiatan lain, demi memperoleh
makanan itu. Ada beberapa macam pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang
timbul kantuk. Contoh golongan opioida (candu, morfin, heroin, petidin), obat
penenang/tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo, Rohyp, MG dan
Ada narkoba yang memacu kerja otak, disebut stimulansia, sehingga timbul rasa
segar dan semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi
akrab, akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih
cepat dan tekanan darah meningkat. Contoh amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan
nikotin yang terdapat dalam tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal,
berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya khayal, sehingga
ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika. Dalam sel otak terdapat bermacam-
macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada
sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara
neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif
(narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan
5
dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa
Menurut Dokter Idrat dari Rumah Sakit Raden Mattaher (RSRM) Jambi
Pertama, gangguan saraf sensorik, dimana ada rasa kebas, penglihatan buram hingga
bisa menyebabkan kebutaan. “Kasus buta akibat penggunaan narkoba sudah pernah
saya temukan kasusnya. Kedua gangguan saraf otonom. Gangguan ini menyebabkan
gerakan yang tidak dikehendaki melalui gerak motorik. Sehingga orang yang dalam
keadaan mabuk bisa melakukan apa saja di luar kesadarannya. “Misalnya saat
mabuk, mengganggu orang, berkelahi dan sebagainya,” ujar dr Idrat. Ketiga, gerakan
“Orang lagi on, kepalanya goyang-goyang sendiri, pengaruh obat hilang, baru
berhenti. Keempat gangguan saraf vegetatif yakni terkait bahasa yang keluar. Bahasa
yang keluar di luar kesadaran, ngawur, biasanya juga disertai gaya bicara yang pelo.
Pengaruh lain ke otak, timbul rasa takut, kurang percaya diri jika tidak
menggunakannya dan gangguan memori. Dalam jangka panjang secara perlahan bisa
merusak sistem saraf di otak mulai dari ringan hingga permanen. Saat penggunaan
obat, muatan listrik dalam otak berlebihan, jika ini sudah kecanduan, maka lama-
lama kelamaan saraf bisa rusak. Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam
pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengkonsumsi narkoba, otak
memakai narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya
6
terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai
nyaman dan kesakitan. Baginya, tidak ada lagi yang lebih penting daripada
mendapatkan zat yang menyebabkan dia ketagihan itu. Untuk mendapatkan itu dia
timbul gejala putus zat, jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi.
Gejalanya bergantung jenis narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin)
mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri,
nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur. Narkoba juga mengganggu fungsi
organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan sistem reproduksi,
sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang
atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh pemakai narkoba, harus dibayar sangat
tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-
tidak dapat menerima lagi. Keadaan ini disebut overdosis. Saraf merupakan salah
satu organ penting pada manusia yang mengatur sistem tubuh. Jika ia mengalami
7
kerusakan maka bisa menyebabkan kecacatan yang permanen dan sulit untuk
diperbaiki. Untuk itu diharapkan kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi obat-
C. Pengertian Rehabilitasi
NAPZA baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang yang bertujuan mengubah
NAPZA juga merupakan upaya terapi (intervensi) berbasis bukti yang mencakup
perawatan medis, psikososial atau kombinasi keduanya baik perawatan rawat inap
jangka pendek ataupun jangka panjang (Kemenkes, 2011). Definisi lain mengatakan
bahwa rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi
Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi
para pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya
1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung
jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan
sosialnya.
8
2. Memulihkan kembali kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
menyeluruh.
dalam anti adanya keseimbangan antara apa yang masih dapat dilakukannya dan
D. Metode Rehabilitasi
1. Rehabilitasi Medis
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik
tradisional.
2. Rehabilitasi Sosial
terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika
Yang dimaksud dengan bekas pecandu narkotika disini adalah orang yang
9
menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
arah medik dan psikososial. Masalah medik masih menjadi fokus utama,
medis. Asesmen yang perlu dilakukan pada model terapi ini antara lain :
b. Evaluasi medis : riwayat penyakit, kondisi fisik saat ini dan penyakit-
10
d. Evaluasi sosial : riwayat keluarga, pendidikan , pekerjaan dan
hubungan sosial
yang terbina antara pasien dengan terapis dan hasil asesmen tersebut
dengan rawat jalan atau bila masalah yang dihadapi pasien khususnya
jangka panjang.
kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas
dari NAPZA.
Berikut ini adalah program-program yang dapat diikuti oleh seorang pecandu
heroin (opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda
11
yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya
dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein,
obat detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan
withdrawal minimal
a. Agonis : metadon
c. Antagonis : naltrekson
2. Therapeutic community/TC
12
Therapeutic community (TC) adalah bentuk umum dari rehabilitasi
jangka panjang untuk gangguan penggunaan zat (NIDA, 2015). Metode ini
Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help
tertulis maupun tidak tertulis yang sangat mengikat setiap residen untuk
berikut :
c. Program pengobatan
d. Program pendidikan
i. Rehabilitasi vokasional
13
3. 12 (Dua Belas) dalam program Narcotic Anonymous (NA) yaitu :
a. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita, sehingga
b. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita sendiri
d. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh, memyeluruh
e. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada seorang
kita.
kekurangan-kekurangan kita
h. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan diri
j. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan bilaman
14
hanya untuk mengetahui kehendaknya atas diri kita dan kekuatan untuk
melaksanakannya
ini kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para pecandu dan untuk
Bagi klien yang ingin berhenti dari kecanduannya harus menjalani proses
detoksifikasi untuk membersihkan fisik dari zat-zat adiktif dalam tubuhnya melalui
pendekatan medis. Setelah bersih klien kemudian harus menjalani proses rehabilitasi
untuk melatih perubahan gaya hidup bebas narkoba. Pada tahap ini klien harus
melepaskan diri dari jeratan adiksi yang dialaminya (UNODC, 2016). Klien akan
Seseorang bisa dinyatakan bersih dari narkoba jika dalam enam bulan
berdasarkan medical record benar-benar tidak memakai, dan baru bisa dikatakan
berhasil rehabilitasinya.
menghentikan kecanduan bukanlah masalah yang sulit, karena banyak orang yang
dapat berhenti menggunakan narkoba untuk beberapa lama. Hal yang sulit dilakukan
adalah mencegah agar jangan sampai relapse. Ketergantungan secara fisik terhadap
sejenis sebagai pengganti zat yang biasa dikonsumsi untuk meminimalisir gejala
putus zat, namun hal yang tersulit adalah mengubah perilaku pecandu yang
berorientasi pada perilaku mencari narkoba. Hal itulah penyebab mantan pecandu
15
yang telah menyelesaikan rehabilitasi kembali relapse menggunakan narkoba. Angka
kekambuhan dari pecandu yang pernah dirawat pada berbagai pusat terapi dan
rehabilitasi semakin tinggi yaitu 60 sampai dengan 80%, (Martono dan Joewana,
2006).
Meskipun dapat dikatakan telah bebas dari adiksi setelah menjalani proses
detoksifikasi dan rehabilitasi, bantuan pada klien eks-pecandu narkoba tidak serta
merta berhenti begitu saja. Data dari Badan Nasional Narkotika (BNN), Rumah Sakit
rawat inap dan rawat jalan adalah para pengguna lama yang mengalami relapse.
sangat besar. Fakta empiris menunjukkan bahwa kebanyakan dari klien eks-pecandu
narkoba memang masih terbayangi rasa takut akan kambuh (relapse) jika kembali
pada lingkungan mereka yang lama. Rasa takut ini cukup beralasan, sebab telah
kekambuhan. Jika individu berada di lingkungan sosial yang negatif di mana mereka
berada dalam kontak dengan orang yang menggunakan narkoba, mereka sekitar dua
setengah kali lebih mungkin untuk kambuh menggunakan alkohol atau narkoba
(Chong & Lopez, 2008). Kembali pada lingkungan yang lama mungkin terjadi
karena mereka tidak memiliki efikasi diri yang kuat untuk menghadapi masyarakat.
Relapse tidak berarti program pemulihannya gagal, sebab relapse adalah bagian yang
wajar dari proses pemulihan. Marlatt dan Gordon (1985), menjelaskan tiga jenis
16
(merasa tertekan), row (konflik interpersonal), dan join the club (tekanan dari orang
1. Kurangnya efikasi diri pada klien eks-pecandu narkoba justru juga menjadi salah satu
faktor penyebab kekambuhan Hal ini membuat mereka menjadi pribadi yang sangat
sensitif, mudah emosional dan mudah stres oleh tekanan sosial dari lingkungan.
(Ibrahim & Kumar, 2009). Kejadian yang penuh stres terkait dengan simtom yang
penerimaan secara sosial dari teman sebaya yang kemudian akan mengarah pada
2. Tekanan dan hubungan keluarga yang kurang baik juga dapat menjadi penyebab
terkecil yang menjadi pusat motivasi seorang eks pecandu untuk mampu membuat
hidupnya kembali berarti. Namun tidak jarang keluarga tidak memberikan motivasi
sebaliknya menjauhkan diri dari eks pecandu. Individu yang mengalami kecanduan
lingkungan baru (Ibrahim & Kumar, 2009). Ini merupakan permasalahan stigma
negatif yang mereka hadapi. Stigma ini terus terjadi karena sudah menjadi persepsi
diikuti perilaku. Lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap relapse eks pecandu
17
narkoba merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan,
sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Snehandu B. Kar yang menyebutkan beberapa tolak ukur
4. Relaps eks pecandu narkoba yaitu niat adanya landasan dalam diri sendiri untuk
Dilihat dari penyebab gangguan rehabilitasi diatas, maka gangguan rehabilitasi yang
1. Stress
Stres adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang
atau banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan
2. Depresi
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi saat
stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang dialami
18
berkolerasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa
lingkup individual, namun juga konselor perlu bekerja dalam lingkup masyarakat.
komunitas yang melingkupinya. Dengan kata lain, idealnya pemberian bantuan pada
klien ekspecandu narkoba tidak hanya terbatas dalam tataran individual yang sempit,
melainkan perubahan lingkungan yang lebih kondusif bagi mereka juga perlu
berorientasi pada keadilan sosial (Lewis, Lewis, Daniels, & D'Andrea, 2011).
sebanyak 1119 orang yang terdiri pelatih modul asesmen 147 orang, petugas
asesmen 831 orang, pelatih modul konseling adiksi 20 orang dan petugas konseling
adiksi 28 orang. peningkatan ketrampilan ini telah digunakan secara luas, tidak hanya
melalui APBN Kementerian Kesehatan tetapi juga APBD beberapa Dinas Kesehatan
Provinsi / Kabupaten / Kota, APBN Badan Narkotika Nasional, serta lembaga donor.
19
Petugas kesehatan yang dilatih adalah mereka yang bekerja pada Institusi Penerima
Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditetapkan dan diusulkan oleh Pimpinan instansi
pada ketersediaan tenaga di IPWL tersebut. wajib lapor bukan hanya datang untuk
mengkaji derajat permasalahan seseorang dalam hal riwayat medis, dukungan hidup,
riwayat penggunaan napza riwayat legal riwayat keluarga dan sosial status
psikiatrik.
lembaga rehabilitasi medis sebagai IPWL yang terdiri dari 15 UPT (Unit Pelaksana
Teknis) Kementerian Kesehatan dan 259 Puskesmas, Rumah Sakit dan/atau lembaga
rehabilitasi medis milik Lintas Sektor, Pemerintah Daerah dan Swasta yang tersebar
medis bisa dilakukan secara rawat jalan maupun rawat inap. Rawat jalan dapat
berupa rumatan maupun non rumatan (simtomatik dan konseling). Rawat inap terdiri
dari rawat inap jangka pendek maupun jangka panjang termasuk layanan
Non Rumatan (terapi simtomatik dan psikososial) untuk pengguna ganja, shabu,
ekstasi tanpa komplikasi fisik/ psikiatris, Rawat Inap Jangka Pendek atau Panjang
20
untuk pengguna atau pecandu dengan komplikasi fisik/psikiatris. Semua IPWL
minimal dapat melayani terapi simtomatik dan konseling dasar adiksi Napza.
membantu klien memahami diri (insight) membujuk (persuasi), serta memberi saran
dan keyakianan sehingga pecandu melihat permasalahannya secara lebih realistis dan
bermanfaat dalam proses rehabilitasi ini karena dari konseling kelompok ini klien
individu ini konselor dapat mngidentifikasi hal-hal yang bersifat sensitif atau pribadi
yang tidak bisa di bahas dalam diskusi kelompok. Keterlibatan keluarga, sangat
penting dalam terapi. Pecandu tidak mungkin pulih sendiri tanpa dukungan keluarga
dan orang-orang lain. karena dari dukungan keluarga dapat memotivasi pecandu
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
narkoba telah mengalami ketergantungan terhadap satu obat atau lebih seperti
dari narkoba jika dalam enam bulan berdasarkan medical record benar-benar
dapat dikatakan telah bebas dari adiksi setelah menjalani proses detoksifikasi
dan rehabilitasi, bantuan pada klien eks-pecandu narkoba tidak serta merta
Kurangnya efikasi diri pada klien eks-pecandu narkoba justru juga menjadi
salah satu faktor penyebab kekambuhan selain itu faktor tekanan dan
hubungan keluarga yang kurang baik juga dapat menjadi penyebab kambuh
22
B. Saran
maupun laut. Mengecek ulang setiap produk luar negeri yang akan di pasarkan
di Indonesia dan memperketat pengecekan agar tidak ada lagi narkoba yang
23
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, 2018. 5,9 Juta Anak Menjadi Pecandu Narkoba. Tersedia dalam
https://news.okezone.com/read/2018/03/06/337/1868702/5-9-juta-anak-
indonesia-jadi-pecandu-narkoba diakses pada 03 Desember 2018 pukul
12.31 wita
Aryani 2018. Metode Rehab Gangguan Penggunaan Napza. Denpasar : Universitas
Udayana.
Chong, J. and Lopez, D., 2008. Predictors of Relapse for American Indian women after
Substance abuse Treatment. American Indian and Alaska native mental
health research (Online).
Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk
Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar Maju,
Bandung, hlm. 35.
Haryadi Rudi, 2018. Prospek Konseling bagi Individu Eks-Pecandu Narkoba:
Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin.
Ibrahim & Kumar, 2009. Factors Effecting Drug Relapse in Malaysia: An Empirical
Evidence. Asian social sains. www.ccsenet/journal.html
Jannah Ul Luly, 2018. Rehabilitasi Bagi Penyalahguna Narkotika Di Badan Narkotika
Nasional Kabupaten Banyumas. Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto
Narwangsih, 2016. Stres Pada Mantan Pengguna Narkoba Yang Menjalani Rehabilitasi.
Jurnal Psikologi Undip Vol.15. Jawa Tengah : Uni Semarang.
Kelly, J. F., 2011. Addiction Recovery Management. British: Humana Pres.
Kemenkes, 2010. Pedoman layanan terapi dan rehabilitasi komprehensif pada
penggunaan Napza berbasis rumah sakit. Jakarta: Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
Kementerian kesehatan RI.
Kemenkes, 2011. Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan
NAPZA. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan
RI.
Kemenkes, 2014. Buletin Data dan Jendela Informasi. Jakarta: Pusat Data dan
informasi Kementerian Kesehatan RI
Lina Haryati, 2011. Tahap-Tahap Pemulihan Pecandu narkotika avaiable from : URL
:http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-
tahap-pemulihan-pecand unarkoba.htm, diakses tanggal 2 Desember 2016
Marlatt, Alan. G dan Gordon, J. R. (Eds.) (1985). Relapse Prevention. New York:
Guilford Press
24
Martono dan Joewana. (2006b) Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasis
Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka
Priyasmoro, 2018. BNN : Pemakai Narkoba di Indonesia Capai 35 Juta Orang tersedia
dalam https://www.liputan6.com/news/read/3570000/bnn-pemakai-narkoba-
di-indonesia-capai-35-juta-orang-pada-2017 diaskes pada 03 Desember
2018 pukul 12.31 wita.
Psychologymania, 2012. Pengertian Rehabilitasi Narkoba. [Online] Available at:
www.psychologymania.com.
Saeno, 2016. Pecandu Narkoba Berisiko Alami Gangguan Jiwa Berat Dan Tak Bisa
Disembuhkan tersedia dalam
http://lifestyle.bisnis.com/read/20160905/106/581361/pecandu-narkoba-
berisiko-alami-gangguan-jiwa-berat-dan-tak-bisa-disembuhkan diakses pada
tanggal 03 Desember 2018 pukul 12.31 wita.
Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia. Jakarta:2005, hlm 6
UNODC, 2016. World Drug Report tersedia dalam www.undoc.org diakses pada 2
Desember 2018 pukul 22.05.
25