PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi dan dapat menular melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman tersebut.
Kasus penyakit typhoid sendiri memiliki angka tinggi di wilayah negara-negara berkembang yang
beriklim tropis, seperti di wilayah asia, salah satunya di Indonesia.
Penderita Typhoid sebagian besar berusia > 9tahun (10–12 tahun) sedangkan sebagian besar
berusia ≤ 9 tahun (7–9 tahun) tidak terdiagnosis menderita typhoid dan sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak terdiagnosis menderita demam typhoid dibandingkan berjenis kelamin
perempuan. (Hilda dan Fariani, 2016)
Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat
sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena Typhoid dan 70% kematiannya
terjadi di Asia (WHO, 2008 dalam Depkes RI, 2013).
Insidens Typhoid tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara
dan kemungkinan Afrika Selatan (insidens > 100 kasus per 100.000 populasi per tahun). Incidents
Typhoid yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) berada di wilayah 2
Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru). (Djoko Widodo, 2014).
Indonesia sendiri mempunyai insidens Typhoid yang banyak dijumpai pada populasi dengan usia
3-9 tahun. Kejadian Typhoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota
keluarga dengan riwayat terkena Typhoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan
piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah. (Djoko
Widodo, 2014).. Jumlah penderita gastro enteritis sebanyak 346 pasien (28,88%), penderita Typhoid
sebanyak 339 pasien (28,29%), penderita DHF sebanyak 183 pasien (15,22%), penderita dengue fever
sebanyak 148 pasien (12,55%), penderita kejang sebanyak 101 pasien (8,43%), penderita bronkitis
sebanyak 82 pasien (6, 06%), penderita asthma sebanyak 69 pasien (5,7%), penderita 3 BRPN
sebanyak 54 pasien (4,5%), penderita hidrodefalus sebanyak 31 pasien (2,58%), dan penderita BBLR
sebanyak 24 pasien (2,6%). Typhoid berada di peringkat ke 2. (Rekam Medis RST dr. Soedjono
Magelang, 2017).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan yang ditandai
dengan demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan dapat pula terjadi gangguan
kesadaran pada penderita. (Arfiana dan Arum, 2016). Typhoid adalah suatu penyakit infeksi
sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang menyerang usus halus
khususnya daerah ileum. (Bachrudin dan Najib, 2016)
Typhoid atau typhoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang terutama disebabkan oleh
Salmonella typhi. Typhoid merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam
enteric adalah demam paratyphoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula
S. paratyphi B), dan S.hirschfeldii (semula S. parathypi C).Typhoid memperlihatkan gejala lebih
berat dibandingkan demam enterik yang lain. (Widagdo, 2014)
Penanganan yang tidak adekuat atau terlambat akan menyebabkan komplikasi di usus
halus, diantaranya perdarahan, perforasi, dan peritonitis. Pasien yang mengalami nyeri hebat juga
dapat mengalami syok neurogenic, komplikasi dapat menyebar di luar usus halus, misalnya
bronkitis, kolelitiasis, peradangan pada meningen, dan miokarditis. (Marni, 2016)
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia
tanpa keterlibatan struktur endhotelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat
menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Amin Huda & Hardhi
Kusuma, 2015)
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella tipe
A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
(Dewi & Meira, 2016)
Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan terkadang pada aliran darah,
yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang
terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septicemia (tidak
menyerang usus). Menurut Ardiansyah (2012) dalam buku yang di tulis oleh Dewi & Meira
(2016).
Typhoid ialah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan yang ditandai
dengan demam yang berlangsung lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan bisa sampai
terjadi gangguan kesadaran. (Arfiana & Arum L, 2016) Kesimpulan dari pengertian diatas dapat
disimpulkan, typhoid merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri usus halus
Salmonella typhi dengan ditandai panas berkepanjanga dan dapat pula menyebabkan gangguan
pada saluran pencernaan serta gangguan kesadaran, yang dapat menular melalui oral, fekal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.Etiologi typoid
Typhoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella thyposa/Eberthela thyposa yang merupakan
mikroorganisme pathogen yang berada di jaringan limfatik usus halus, hati, limpa, dan aliran darah yang
terinfeksi. Kuman ini berupa gram negative yang akan nyaman hidup dalam suhu tubuh manusia.
Kuman ini akan mati pada suhu 70o C dan dengan pemberian antiseptic. Masa inkubasi penyakit ini
antara 7-20 hari. Namun, ada juga yang memiliki masa inkubasi paling pendek yaitu 3 hari, dan paling
panjang yaitu 60 hari. (Marni, 2016) 8 Salmonella thyphosa memiliki 3 macam antigen yaitu :
c. Antigen V : Kapsul, merupakan kapsul yang menyelimuti tubuh kuman dan melindungi antigen O
terhadap fagositosis. (Marni, 2016)
Padila (2013) dalam buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016) menyampaikan bahwa Salmonella
parathyphi terdiri dari 3 jenis yaitu A, B, dan C. ada dua sumber penularan Salmonella thyphi yaitu
pasien dengan demam typhoid dan pasien carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari
satu tahun. (Dewi & Meira, 2016)
3.Manifestasi klinik
Dewi dan Meira (2016) mengungkapkan gejala klinis penyakit typhoid pada anak biasanya lebih
ringan dibandingkan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah
empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman mana tunas
terlama berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul
dengan gejala – gejala klinis sebagai berikut :
a. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris remitten dan
suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan
demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih
kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak
di perut. Abdomen kembung, hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal, dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau
gelisah. (Ardiansyah, 2012)
Menurut pendapat Padila dari buku yang di tulis Dewi dan Meira (2016) masa tunas typhoid
adalah sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai berikut :
a. Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri 10 kepala, anoreksia, dan mual, batuk, epistaksis,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu ke – 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. (Dewi
dan Meira, 2016)
4.Patofisiologi
Istilah system fagosit makrofag, system sel histiosit, system retikulo – histiosit dan system RES
adalah istilah lama yang merupakan sebutan kolektif untuk semua sel fagosit yang dapat hidup lama
diseluruh jaringan tubuh. Sekarang system itu disebut system fagosit makrofag. Dalam hal ini system
makrofag memiliki peran penting dalam penyebaran dari kuman Salmonella typhi yang merupakan
bakal penyakit typhoid. (Baratawidjaja dan Iris, 2012)
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dilambung dan sebagian lagi lolos masuk
kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina
propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagositkan oleh sel-sel fagosit terutama
magrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam magrofag dan selanjutnya dibawa ke
plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan 17 limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu
di eksresikan secara intermitten ke dalam usus halus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
karena makrofag yang telah teraktvasi, hiperaktif; maka saat fogositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan
koagulasi.
Didalam plak payeri makrofag hiperaktif menimbukan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra
makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi
seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. (Widodo
Djoko, 2009)
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan basil yang diserap di usus halus. Melalui pembuluh
limfe halus masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil
yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ – organ tersebut akan
membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia)
dan menyebar ke seluruh tubuh terutama dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan
dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Arfiana & Arum , 2016)
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut pendapat
Padila (2013) dalam buku yang di tulis oleh Dewi dan Meira (2016) terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typhoid terdapa leucopenia dan
limpositosis relative tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOPT dan SGPT pada klien typhoid sering kali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan adanya penyakit typhoid, tetapi bila
biakan darah negative tidak menutup kemungkinan juga tetap dapat terjadi penyakit typhoid.
6. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
1) Bed rest
2) Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat
kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
b. Farmakologi
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau IV selama 14
hari.
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intervena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari,
atau amoksisilan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
3) Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/kali dan diberikan 2 kali
sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem,
azithromisin dan fluoroquinolon. (Amin & Kusuma
7.Komplikasi
a. Usus halus
1) Perdarahan usus Tanda adanya perdarahan hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair)
dan nyeri pada tekanan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari,
nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epitaksis, penurunan kesadaran.
1) Data biografi Data biografi meliputi : nama, alamat, umur, tanggal Masuk rumah sakit,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
2) Keluhan utama Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis sampai somnolen,
dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan,
mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan
muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
4) Riwayat kesehatan dahulu Apakah klien sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama
5) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada dalam keluarga klien yang sakit seperti klien
7) Riwayat imunisasi Pada typhoid congenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan
gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorum.
8) Riwayat psikososial
a) Pola nutrisi metabolisme Bisanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
b) Pola istirahat tidur Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
b. Pemeriksaan fisik
1) System kardiovaskuler Takikardi, hipotensi, dan syok jika perdarahan, infeksi sekunder atau
septicemia
2) System pernapasan Batuk nonproduktif, sesak napas.
3) System pencernaan Umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa, dan
hati, nyeri perut perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah typhoid dengan
ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering, dan pecah-pecah.
8) System integument Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan perut,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering.
9) System pendengaran Tuli ringan atau otitis media. (Dewi dan Meira, 2016)
2.Diagnosa keperawatan
1. nyeri akut
2. Defiait nutrisi
4.hipertermia
3. Intervensi keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia
tanpa keterlibatan struktur endhotelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat
menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi. (Amin Huda & Hardhi
Kusuma, 2015)
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang di sebabkan oleh Salmonella tipe
A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
(Dewi & Meira, 2016)
B. Saran
Diharapkan menjadi sumber bacaan dan referensi mahasiswa dalam peningkatan ilmu
pengetahuan sehingga mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan juga dalam melakukan
proses keperawatan anak dengan kasus Typhoid
DAFTAR PUSTAKA
Suprapto, S. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pencernaan “Gastritis”. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 24-29.
Wulandari, D. W. T. (2020). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Sdki Siki Slki Pada Pasien Gastritis Di Ruang
Seroja Rsud Dr. Soegiri Lamongan (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................................
PENDAHULUAN................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................
C. TUJUAN ................................................................................................................
BAB II...............................................................................................................................
A. Konsep Dasar Penyakit tupoid................................................................................
B. Konsep asuhan keperawatan typoid.........................................................................
BAB III................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................
A.KESIMPULAN...................................................................................................
................................................................................................................................
B.SARAN...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................