Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih di sertai gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran yang di sebabkan infeksi Salmonella typhi (Sodikin, 2012).
Penyakit demam tifoid atau yang dikenal dengan penyakit tifus merupakan
salah satu masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Pada daerah
endemik, sekitar 90% kasus dari demam enterik adalah kasus demam tifoid
dan sampai saat ini demam tifoid masih menjadi topik yang sering
diperbincangkan (Nelwan, 2013).
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia yang
termasuk dalam penyakit menular yang tercantum dalam Undang- undang No
6 tahun 1962 tentang wabah. Insiden penyakit ini di Bali menurut
RISKESDAS pada tahun 2007 terdapat 0,9% kasus demam tifoid yang
terdiagnosis (Putra dkk, 2012).
Pada dasarnya demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang
mengenai saluran pencernaan dengan gejala seperti demam lebih dari tujuh
hari, gangguan pada saluran cerna, dan beberapa kasus yang tergolong berat
menyebabkan adanya gangguan kesadaran (Akhsin,2010).
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri yang bernama bakteri
Salmonella typhi atau yang disingkat dengan bakteri S. typh. Bakteri ini
merupakan genus Salmonella yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan yang tercemar. Penyebarannya terjadi melalui fecal-oral.

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan


rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin.

1
Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,
penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier (Depkes RI, 2009) .

Penyakit thypoid memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat


penularan salmonella thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam
thypoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh
dari demam thypoid dan terus mengekspresi salmonella thypi dalam tinja dan
air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes, 2008) .

Lingkungan sehat dan bersih sangat menjamin status kesehatan seseorang ,


namun hal tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak penting.
Sehingga membuat kehidupan menjadi tidak sehat dan banyak menimbulkan
berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri , diantara nya Demam
Typhoid.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting


karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H,
2009).
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008,
demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan
proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus
193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan
jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
Angka kejadian demam typhoid pada tahun 2013 adalah 500/100.000
penduduk, dengan kematian 0,65%. Kejadian demam typhoid yang terjadi di
Indonesia disebabkan antara lain karena faktor kebersihan makanan,
kebersihan pribadi maupun lingkungan. (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

2
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya demam tifoid serta
mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui konsep medik dan asuhan keperawatan pada penyakit
demam tifoid
2.  Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan sesuai konsep dan
sesuai indikasi klien

1.3 Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid
2.  Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan demam tifoid

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi.Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare, 2002).
Demam typhoid adalah penyakit bakteri yang disebabkan oleh Salmonella
typhi (WHO).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., &
B. Setiyohadi, 2006).
Demam tifoid (Thypoid fever) adalah penyakit menular yang bersifat akut,
yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial
yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di
distal ileum. Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai
demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang - kadang
pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya ( Samsuridjal , 2010 ) .
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella ( Bruner and Sudart, ).
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi (Mendri & Prayogi, 2017). Demam tifoid adalah
penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan Salmonella typhi. Demam
tifoid ditandai panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa

4
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit monokuler dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan Peyer’s Patch (Soedarmo, Garna, S. Hadinegoro, & Satari, 2015).
Menurut WHO (2018) demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi ditransmisi melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh feses atau urine yang terinfeksi. Demam
tifoid merupakan demam enterik yang disebabkan Salmonella typhi dan
Salmonella paratyphi A, B dan C yang terjadi di negara berkembang (IDAI,
2016).
Pada penelitian Fahlevi (2019) yang melaporkan penelitian Kemenkes RI
(2013) demam tifoid berkaitan erat dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
Lingkungan yang kumuh dan kebersihan tempat-tempat umum yang kurang
mendukung untuk hidup sehat. Seiring terjadinya krisis ekonomi
menimbulkan penyakit menular seperti demam tifoid. 2 Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah penyakit infeksi pada
usus halus yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi kuman Salmonella typi.
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar
paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam
paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik.
Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid
(Linson, 2012). Penyakit sistemik yang bersifat akut atau dapat disebut
demam tifoid, mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi dari
ringan berupa demam, lemas serta batuk yang ringan sampai dengan gejala
berat seperti gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala komplikasi
(Sucipta, 2015).

5
2.2 Etiologi
Penyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi.Sementara
demam paratyphoid yang gejalanya mirip dengan demam typhoid namun
lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. ( James
Chin, MD, 2006)
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri
Gram-nagative, mempunyai flegala, tidak berkapul, tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flageral antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus
di kalangan masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini
masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar,
baik saat memasak ataupun melalui tangan dan alat masak yang kurang
bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap oleh usus halus yang masuk
bersama makanan, lantas menyebar ke semua organ tubuh, terutama hati
dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan nyeri. Setalah
berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam peredaran
darah dan kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus inilah,
kuman itu membuat luka atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut
bisa menimbulkan pendarahan atau robekan yang mengakibatkan
penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Jika kondisinya sangat parah,
maka harus dilakukan operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak sedikit
yang berakibat fatal hingga berujung kematian. Selain itu, kuman
Salmonela Typhi yang masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin
(racun) yang dapat menimbulkan gejala demam pada anak. Itulah
sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Fida & Maya, 2012).

6
2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar.Sebagian kuman dimusnakan oleh
asam lambung.Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi.
Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke
dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfe.
Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe,
sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan.
Basil masuk kedalam darah dan menyebar keseluruh tubuh
terutama kelenjar limfoid usus halus, sehingga tukak berbentuk lonjong
pada mukosanya, mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus, Gejala
demam disebabkan oleh endotoxin.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Masa inkubasi demam
tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)
bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (Soegeng soegijanto, 2002).

2.4 Manifestasi klinis


Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, nyeri perut , batuk,
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapat peningkatan suhu
badan.
Dalam minggu kedua gejala-gejala terlihat lebih jelas berupa
demam,bradikardi,dan lidah penderita tifoid kotor ditengah, tepi dan ujung
merah dan tremor, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.

7
2.5 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
2. Komplikasi ekstraintestinal :
a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi
perifer(renjatan,sepsis), miokarditis,trombosis, dan
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitiktrombositopeniadan
sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan
kelolitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan
perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
g. Komplikasi neuropsikiatri : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrome Guillain-Barre, psikosis dan
sindrom katatonia.
2.6 Penatalaksanaan dan terapi
Adapun penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan kasus
typhoid :
1. Pemberian antibiotik , gunanya yaitu untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran kumam
2. Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring minimal 7 atau 14
hari, mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan kekuatan pasien. Dalam
perawatan perlu sekali dijaga hygene personal, kebersihan tempat tidur,
pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.

8
3. Diet dan terapi penunjang, sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien
mulai dari bubur saring, bubur kasar sampai akhirnya nasi

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium, yang terdiri dari :
a) Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b) Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2). Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.

9
3). Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4). Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.

Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari


tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.

10
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :


1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella
sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal
yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.

11
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.

(Suriadi, 2006 : 283, Ngastiyah, 2005 : 238, T. H. Rampengan


2007 : 54).

12
Asuhan Keperawatan pada pasien Thypoid
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing, sakit kepala, mual,
anoreksia, diare, serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam
tifoid.
5. Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, sering
bertanya tentang penyakitnya, bagaimana koping mekanisme yang
digunakan.  Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total
dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan :
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan  sama sekali.
b) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan
demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan

13
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j) Pola tata nilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38– 410 C,
muka kemerahan.

14
b) Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam
peredaran darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 –
4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis

15
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin ). Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer
antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau
terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4
kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid.

Diagnosa Keperawatan
1. Hypertermi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Ansietas
4. Hambatan mobilisasi fisik

16
17
Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Domain 11. Thermoregulasi Pengobatan demam 3740


Keamanan/perlindungan 1. Pantau suhu dan tanda vital lainnya
Kriteria hasil :
Kelas 6.Termoregulasi 2. Pantau warna dan suhu kulit
Hipertermia 00007 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 3. pantau asupan dan haluaran, waspadai
perubahan kehilangan cairan yang tidak dapat
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
disadari
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan 4. tutupi pasien dengan selimut atau pakaian tipis,
tidak pusing tergantung pada fase demam
5. dorong konsumsi cairan
6. memfasilitasi istirahat, menerapkan
pembatasan aktivitas jika diperlukan
7. berikan antipiuretik

2. Domain 2. Nutrisi Domain II. Kesehatan fisiologi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
Kelas 1. Makan
Kelas K. Pencernaan dan nutrisi 1. Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan
Ketidakseimbangan nutrisi :
gizi
kurang dari kebutuhan tubuh Status nutrisi (1004) dipertahankan di cukup

18
00002 menyimpang dari rentang normal (3) 2. Identifikasi perubahan berat badan
ditingkatkan ke sedikit menyimpang dari
3. Identifikasi status nutrisi
rentang normal (4) dengan hasil:
4. Identifikasi makanan yang disukai
1. Asupan Gizi (100401)
5. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
2. Asupan makanan (100402)
yang sesuai
3. Asupan cairan (100408)
6. Monitor asupan oral
4. Rasio berat badan dan tinggi badan
7. Timbang berat badan dan hitung perubahan
(100405)
berat badan

8. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

3 Domain 9. Koping/toleransi Domain III. Kesehatan psikososial Pengurangan kecemasan (5820)


stress
Kelas O. Kontrol diri 1. Identifikasi situasi yang memicu kecemasan
Kelas 2. Respon koping
Kontrol kecemasan diri (1402) 2. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan
Ansietas (00146) ketakutan klien dan keluarga
Dipertahankan di jarang dilakukan (2) di
tingkatkan ke sering dilakukan (4) dengan 3. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan

19
hasil: untuk mengurangi tekanan

1. Memantau intensitas kecemasan (140201) 4. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang
akan dirasakan setelah prosedur tindakan
2. Mengurangi penyebab kecemasan (140202)
dilakukan
3. Mengurangi rangsang lingkungan ketika
5. Berikan informasi actual kepada klien dan
cemas (140203)
keluarga terkait diagnosis, perawatan dan
4. Mengendalikan respon kecemasan prognosis
(140217)
6. Kaji tanda verbal dan non verbal klien dan
keluarga

4 Domain 4. Aktivitas/Istirahat Ambulasi (0200) dipertahankan pada cukup Terapi latihan : Ambulasi (0221)
terganggu (3) ditingkatkan ketidakterganggu
Kelas 2. Aktivitas/Olahraga 1. Sediakan tempat tidur berketinggian rendah
(5) dengan kriteria hasil :
yang sesuai
Hambatan mobilitas fisik
Menopang berat badan
00085 2. Bantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur
Berjalan dengan pelan
3. Beri pasien pakaian yang tidak mengekang
Berjalan dalam jarak yang dekat, sedang, jauh
4. Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung

20
21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi Salmonella Thypi.Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002).
Demam typhoid adalah penyakit bakteri yang disebabkan oleh
Salmonella typhi (WHO).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C.
Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006).
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi
yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

B. Saran
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung
pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari
penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Dengan kasus typhoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman
mengenai bagian-bagian yang terkait dengan typhoid, dan dapat
mengetahui cara pencegahan yang benar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Elisabeth Purba, I., Wandra, T., Nugrahini, N., Nawawi, S., & Kandun, N.
(2016). Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan dan
Peluang. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 26(2), 99–108.
https://doi.org/10.22435/mpk.v26i2.5447.99-108

Nauli Hutagalung, D. (2019). Tahap Perencanaan Asuhan Keperawatan.

Andayani, & Fibriana, A. I. (2018). Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja


Puskesmas Karangmalang. Higeia Journal Of Public Health Research And
Development , 58.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/hiegeia/article/download/17656/10480/

Nanda-I Diagnosis Keperawatan, Definisi dan klasifikasi (2018-2020). EGC

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification(NIC). Singapora: Elsevier.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Singapura: Elsevier.

Nelwan, R. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Continuing Medical Education:


2012 ;39(4): 247-250.

Putra, R., Suega, K., Bagus, A. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Dalam. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana / RSUP Sanglah: 2013; 1: 739-751.

23
24
25

Anda mungkin juga menyukai