Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Tifoid merupakan jenis demam yang terjadi akibat dari infeksi akut
yang biasanya menyerang saluran pencernaan dengan gejala lebih dari satu
minggu dimulai dengan demam biasa sampai pada kehilangan kesadaran.
Perlu diketahui bahwa demam ini terjadi bukan karena infeksi saja , tetapi
infeksi bisa terjadi karena pola hidup yang kurang baik atau lingkungan yang
kurang bersih. Maka dari itu, pentingnya menjaga kebersihan tubuh maupun
lingkungan sekitar agar tidak mudah terkena infeksi khususnya infeksi
saluran pencernaan.
Demam thypoid adalah penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh
bakteri Salmonella Typhi, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh atau
panas yang panjang, penyakit ini dapat menyebar pada orang lain dengan
media makanan atau air liur yang telah terkontaminasi oleh bakteri (Huda dan
Kusuma, 2016).
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit sistemik yang bersifat
akut, yang disebabkan oleh bakteri jenis Salmonella typhi, penyakit ini sering
dijumpai di negara yang beriklim tropis, untuk salah satunya gejala awal
penyakit ditandai dengan demam atau peningkatan suhu tubuh yang
berkepanjangan, demam thypoid merupakan satu satunya bentuk infeksi
salmonella typhi sistemik sebagai akibat dari bakteriemia yang terjadi,
bakteremia tanpa perubahan pada sistem endotel atau endokardial, invasi dan
multiplikasi bakteri dalam sel pagosit mononuklear pada hati, limpa,
lymphnode dan plaque peyer (Sucipta, 2015).

Penyakit demam tifoid (typhoid fever ) yang biasa disebut tifus


adalah jenis penyakit menyerang penderitanya pada bagian saluran
pencernaan, selama terjadi infeksi kuman tersebut bakteri akan 8 Poltekkes

1
Kemenkes Yogyakarta 9 bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan
secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Hasta, 2020).

Menurut Mustofa, F. L Rafie, R. & Salsabilla, G. ( 2020 ) Demam


Tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Demam Tifoid adalah infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Demam
Tifoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Bakteri
Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi A,B, dan C. Penularan Demam
Tifoid melalui fecal dan oral yang masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi .

Menurut Rosa Nian Shakila, R. R. R. (2020) Bakteri Salmonella


Typhi mempunyai sifat pathogen yang dapat menginfeksi manusia maupun
hewan, Salmonella Typhi dapat bertahan hidup di alam bebas seperti didalam
air, tanah atau bahkan pada makanan. Iklim tropis adalah salah satu iklim
yang sangat disenangi oleh bakteri tersebut, oleh karena itu penyakit Demam
Tifoid menjadi bersifat endemik di Indonesia.

Menurut Kemenkes RI (2016) Jumlah kasus Demam Tifoid di seluruh


dunia diperkirakan terdapat 21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000
kematian setiap tahun, kasus terbanyak terdapat di Asia selatan dan Asia
Tenggara (WHO, 2018). Jika tidak diobati, baik Demam Tifoid dan
Paratifoid menyebabkan kefatalan, dengan 178.000 kematian diperkirakan di
seluruh dunia pada 2015. Penderita Demam Tifoid di Indonesia mencapai
81% per 100.000 .

Menurut Kemenkes RI (2016) Berdasarkan profil kesehatan Indonesia


tahun 2016, angka kejadian Demam Tifoid atau Para Tifoid menempati
urutan ke 3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun
2016 yaitu sebanyak 41.081 kasus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa
Timur tahun 2018, bahwa Kota Malang merupakan salah satu kota di wilayah
Jawa Timur dengan prevalensi Demam Typhoid sebanyak 1,2% dari 10.966

2
sampel pada tahun 2007. Berdasarkan data dari RSUD Bangil Kabupaten
Pasuruan, pada bulan Januari Tifoid Fever terdapat 27 anak (Rekam medis
RSUD Bangil, 2022).
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhi (Balentine, 2005). Kuman Salmonella Typhi ini
terdapat di dalam kotoran, urine manusia dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat (Prabu, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya penderita demam
typhoid adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang
pencegahan penyakit tersebut dan masih rendahnya status sosial ekonomi
masyarakat serta masih banyaknya pembawa kuman (carier) di masyarakat
(Sabdoadi, 1991). Hasil penelitian sebelumnya di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2009, terdapat 300 kasus demam
typhoid.
Antibiotik yang sering digunakan adalah cefotaxim sebanyak 47
peresepan (49,47%). Persentase penggunaan antibiotik golongan sefalosporin
sebanyak 67,79%, Fluoroquinolon (Ciprofloxasin) sebesar 11,8%, Penisilin
dan Kloramfenikol sebanyak 6,78%, aminoglikosida 4,23%, dan golongan
lain-lain sebanyak 1,63%. Kajian penggunaan antibiotik terdapat 100% tepat
indikasi, pasien sebanyak 98,95%, yang mengalami tepat obat sebanyak
96,84%, dan yang mengalami tepat dosis sebanyak 82,10%. (Rakhma, 2010).
Pengobatan demam typhoid sampai saat ini masih dianut tiga
penatalaksanaan, salah satunya yaitu didominasi oleh berbagai jenis antibiotik
seperti kloramfenikol, amoksisilin, kotrimoksazol, ampicillin dan tiamfenikol
2 (Widodo, 1996).
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang farmasi, maka
banyak obat-obat baru yang diproduksi, khususnya antibiotik. Penggunaan
antibiotika secara benar dan rasional memang harus diberikan. Rasional di
sini maksudnya adalah harus sesuai dengan indikasi penyakitnya, sesuai
dosisnya, sesuai cara pemberiannya dan tetap memperhatikan efek
sampingnya. Sehingga diharapkan masyarakat menjadi rasional dan tidak
berlebihan dalam menggunakan antibiotika sesuai dengan badan kesehatan
dunia (WHO, 2003). Lebih dari 50% obat-obatan antibiotik demam typhoid
di Sukoharjo diresepkan dan diberikan tidak sesuai terapi (Rudi, 2010).

3
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis ada
tidaknya pengaruh demam tifoid terhadap lingkungan sekitar dan berapa
persentase banyak nya kasus akibat demam tifoid.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mencari:
a) Untuk menganalisis ada tidak nya pengaruh demam tifoid terhadap
lingkungan sekitar
b) Berapa persentase banyak nya kasus akibat demam tifoid
3. Sistematika Penulisan
a) Judul
b) Kata Pengantar
c) Latar Belakang

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Demam
Menurut Surinah dalam Hartini ( 2015) Demam adalah proses alami tubuh
untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat
melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh
untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu
> 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit),
penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan.

Menurut Sodikin dalam Wardiyah (2016) Demam mungkin berperan dalam


meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi.

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan ,
ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam
Wardiyah, 2016).
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga
dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap
pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis

5
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat
penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit
dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan
holistic (Nurarif, 2015).

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat


berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak
sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015).

Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
sinusitis, bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi vostomatitis,
gastroenteritis, infeksi saluran kemih, 10 pyelonephritis, meningitis,
bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi, 2006)

Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam


diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien,
pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul
demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai
demam. Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
dalam Thobaroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi.
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi
Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:
a. Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering

6
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam
septik.
c. Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
e. Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang d
iikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang
dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten
untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia,
infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.
Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami,
pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa
atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus
tetap waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:


a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)
b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan
e. Menggigil
f. Dehidrasi 14
g. Kehilangan nafsu makan

7
Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu:
a. Demam
b. Gangguan saluran pencernaan
c. Gangguan kesadaran
d. Relaps (kambuh)
6. Komplikasi

Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:


a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam
ini juga tidak membahayakan otak.
Menurut Lestari (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada anak dmam
thypoid yaitu :
a. Perdarahan usus, perporasi usus dan illius paralitik
b. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi
c. Anemia hemolitik
d. Pneumoni, empyema dan pleuritis
e. Hepatitis, koleolitis

1). Penatalaksanaan Demam


Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat
dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non 15 farmakologis
maupun kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk menangani demam pada anak :
a. Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan
yaitu memberikan antipiretik berupa:
1) Paracetamol Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan
pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15
mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak
pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu
3-4 jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari

8
dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga
jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan
diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir
umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek
samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,
peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar 16 (sehat) tanpa resiko
infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.
Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi
berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena
perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas),
hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti
pada cacar air (memperpanjang masa sakit).
2) Ibuprofen Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki
efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila
alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak
antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai
dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam
dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari
parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri
perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan
gelisah.

Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal
ginjal. b. Tindakan non farmakologis Tindakan non farmakologis terhadap
penurunan panas yang dapat dilakukan seperti (Nurarif, 2015):
1) Memberikan minuman yang banyak
2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal
4) Memberikan kompres. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh
dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode
untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015).

9
Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada
penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres
hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh
(Maharani dalam Wardiyah 2016). Kompres hangat yang diletakkan pada
lipatan tubuh dapat membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh
(Dewi, 2016). Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan
selangkangan selama 10 – 15 menit dengan 18 temperature air 30-32oC,
akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori
kulit melalui proses penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah
aksila lebih efektif karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat
pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin
yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan
panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu,
2015).

Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan pada anak demam/febris adalah


sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan b.
Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit) sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi,
nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak)
2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi

10
3. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
1) Sistem persyarafan: kesadaran
2) Sistem pernafasan
3) Sistem kardiovaskuler
4) Sistem gastrointestinal
5) Sistem integument
6) Sistem perkemihan
Pada fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
b. Foto rontgent
c. USG, endoskopi atau scanning
Diagnosa Keperawatan :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
b. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit,
fluktuasi suhu lingkungan
c. Resiko cidera berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
d. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang
Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan tindakan yang
sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup tindakan mandiri dan
kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan

11
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan
dokter atau petugas kesehatan lain
Evaluasi Keperawatan Merupakan penilaian dari hasil implementasi
keperawatan yang berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak
dicapai.

Discharge Planning
a. Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan
laporkan dokter/perawat
b. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan
waktu
c. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
d. Instruksikan untuk control ulang
e. Jelaskan factor penyebab deman dan menghindari factor pencetus.
2). Penerapan Kompres Hangat
Pengertian Kompres adalah
Metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat
yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh
(Ayu, 2015).
Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada
penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk
yang telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian
tubuh tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan
suhu tubuh (Maharani dalam Wardiyah 2016).
Manfaat dan Tujuan Manfaat dan tujuan pemberian kompres hangat
adalah (Poltekkes Kemenkes Maluku, 2011) :
a. Menurunkan suhu tubuh
b. Memperlancar sirkulasi darah
c. Mengurangi rasa sakitatau mengurangi nyeri
d. Memperlancar pengeluaran getah radang/ cairan eksudat
e. Memberi rasa hangat dan nyaman

12
Indikasi Kompres hangat diberikan pada klien dengan indikasi
(Poltekkes Kemenkes Maluku, 2011) :
a. Klien dengan perut kembung
b. Klien dengan hipertermi
c. Klienyang mengalami radang, misalnya radang persendian
d. Kekejangan otot
e. Adanya abses atau akibat penyuntikan
f. Tubuh dengan abses atau hematoma.

Pelaksanaan Tindakan Pemberian kompres hangat pada anak dibutuhkan


beberapa persiapan alat antara lain (Poltekkes Kemenkes Maluku, 2011):
a. Air hangat sesuai kebutuhan (30-32oC)
b. Handuk bersih atau washlap
c. Kom dan bengkok Penggunaan kompres hangat dilakukan selama 10 –
15 menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan
panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses
penguapan.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada
daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan
banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak
vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi
yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke
kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015).
Penggunaan kompres hangat dapat dilakukan di daerah lipatanlipatan
tubuh (seperti lipatan ketiak (aksila), lipatan selangkanga, dll), karena di
lipatan-lipatan tubuh biasanya terdapat pembuluh darah yang cukup besar
sehingga mempercepat vasodilatasi dan proses evaporasi panas tubuh.
Mengompres dilakukan dengan handuk atau washlap yang dibasahi
dengan dibasahi air hangat (30ºC) kemudian dikompres atau diletakkan
padalipatan-lipatan tubuh. Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap
dari permukaan kulit. Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan
lap atau handuk basah atau didiamkan dalam air karena penguapan akan
terhambat. Tambah kehangatan airnya bila demamnya semakin tinggi
(Irdawati, 2017).

13
Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Poltekkes Kemenkes
Maluku (2011), standar operasional prosedur pada kompres hangat adalah
sebagai berikut.:
a. Pengertian Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat
pada bagian tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dilakukan pada
radang persendian, kekejangan otot, perut kembung, dan kedinginan.
b. Tujuan:
1) Memperlancar sirkulasi darah
2) Menurunkan suhu tubuh
3) Mengurangi rasa sakit
4) Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien
5) Memperlancar pengeluaran eksudat
6) Merangsang peristaltik usus
c. Indikasi:
1) Klien dengan suhu tubuh yang tinggi
2) Klien dengan perut kembung
3)Klien yang punya penyakit peradangan, seperti radang persendian
4) Sepasme otot
5) Adanya abses, hematoma
d. Alat dan Bahan:
1) Larutan kompres berupa air hangat 30-32° dalam wadah (kom)
2) Handuk / kain / washlap untuk kompres
3) Handuk pengering
4) Sarung tangan
5) Termometer
e. Prosedur Tindakan
1) Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan
2) Cuci tangan 30
3) Ukur suhu tubuh
4) Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak terlalu
basah
5) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres (dahi, ketiak, perut,
leher, bagian belakang)

14
6) Tutup kain kompres dengan handuk kering
7) Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,
masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakkan
kembali di daerah kompres, lakukan berulang-ulang hingga efek yang
diinginkan dicapai
8) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit.
9) Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang
basah dan rapikan alat
10) Cuci tangan
f. Evaluasi
1) Respon klien
2) Alat kompres terpasang dengan benar
3) Suhu tubuh klien membaik
g. Dokumentasi
1) Waktu pelaksanaan
2) Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan dan di evaluasi
dan catat nama perawat yang melaksanakan
Jadi, demam merupakan proses alami untuk melawan infeksi yang
masuk kedalam tubuh dan akan berpengaruh kepada suhu badan manusia.
Suhu yang meningkat tersebut disebut demam biasa. Adapun demam yang
harus memperhatikan kesehatan lebih ekstra adalah demam tifoid.

Etiologi Demam Tifoid


Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang
disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang
dikenal dengan Salmonella typhi (S. typhi). Penyakit ini masih sering
dijumpai di negara berkembang yang terletak di subtropis dan daerah
tropis seperti Indonesia.

Proses timbulnya demam typhoid berawal dari kuman yang masuk lewat
rongga 4 mulut menuju ke lambung, suatu tempat dimana terdapat
mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi mematikan kuman. Sekalipun
lambung mampu mematikan kuman tapi ternyata masih ada sebagian
kuman yang lolos, kuman yang lolos inilah yang kemudian masuk dan

15
menempel di usus halus. Didalam usus biasanya disebut sebagai ileum
terminalis, kemampuan berkembang biak, lalu menyebar kemana-mana
diantaranya menuju sel-sel usus, kelenjar dan saluran getah bening,
pembuluh darah bahkan bisa mencapai otak (Juwono dan Prayitno, 2004).

Menurut WHO, ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan


gejala klinik:
1) Demam tifoid akut non komplikasi Demam tifoid akut
dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis fungsi
bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak- anak), sakit
kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase
awal penyakit selama periode demam,sampai 25% penyakit menunjukkan
adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung

2) Demam tifoid dengan kompilkasi Pada demam tifoid akut keadaan


mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Bergantung pada
kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat
mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan peningkatan
ketidaknyamanan abdomen.

3) Keadaan karier, Keadaan karier tifoid terjadi pada 1- 5% pasien,


tergantung umur pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi
Salmonella typhi di feses.
Demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undangundang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Menurut Widago (2011), Penyebab dari demam Typhoid adalah
Salmonella typhi, termasuk dalam genus salmonella yang tergolong
dalam famili enteobacteriaceae. Salmonela bersifat bergerak, berbentuk
batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-) tahan terhadap
berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar,
bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja.

16
Salmonella mati pada suhu 54.4 derajat Celcius dalam 1 jam, atau
60 derajat dalam 15 menit. Salmonela mempunyai antigem O (stomatik)
adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada
panas, dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas.
Pada S typhi, juga pada S, Dublin dan S. Hirschofeldii terdapat anti gen
Vi yaitu poli sakarida kapsul.

Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demam typhoid adalah


jenis Salmonella thyposha, kuman ini memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
1. Hasil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
2. Yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarid, antigen H (flagella), dan
antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya
terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

B. Patofisiologi Demam Tifoid


1. Tanda dan Gejala Demam Tifoid
Masa Inkubasi demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari.
Gejala- gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai
dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas
disertai komplikasi hingga kematian.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesial Penyakit dalam Indonesia
(2014) Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu
demam, nyeri kepala , pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak dieprut, batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan sushu badan meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hari hingga
malam hari.
Menurut Kapita selekta kedokteran , jilid 2 gejala awal
tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas yaitu :
a. Perasaan tidak enak badan
b. Nyeri kepala
c. Pusing
d. Diare

17
e. Batuk
f. Nyeri Otot
g. Muncul gejala klinis yang lain

Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama : demam ritmen,


biasanya menurun pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.
Minggu kedua : demam terus, Minggu Ketiga : demam mulai turun
secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor
yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan,
gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis- samnolen. Gejala lain
“RESEOLA” (bintik- bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit.

1.1 Anatomi Fisiologi


Menurut Sodikin (2011), sistem pencernaan terdiri dari :

Gambar 1.1 Sistem Pencernaan

1. Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari pencernaan. Dinding Kavum
memiliki struktur untuk fungsi mastikasi (Pengunyahan) dimana
makanan akan dipotong, dihancurkan oleh gigi dan dilembabkan oleh
saliva.

18
2. Lidah
Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya dilapisi
dengan mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan lebar. Lidah
berfungsi membolak-balikan makanan sehingga semua makanan
dihancurkan secara merata.
3. Gigi
Gigi mempunyai ukuran berbeda- beda, setiap gigi memiliki tiga bagian
yaitu mahkota yang terlihat diatas gusi, leher yang ditutupi oleh guso dan
akar yang ditahan oleh soket tulang. Fungsi gigi untuk mengunyah
makanan.
4. Esofagus / Kerongkongan
Merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago krikoid
sampai bagian kardia lambung. Panjangnya bertambah selama 3 tahun
setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih lambat
mencapai panjang dewasa 23 – 30 cm.
5. Lambung
Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat berdilatasi
dari saluran cerna. Secara mekanisme lambung juga mencerna makanan
secara kimiawi. Lambung menghasilkan suatu cairan yang mengandung
air, lender, asam lambung (HCL), serta enzim renin dan pepsinogen.
6. Usus Kecil

Kerongkongan dan esofagus berfungsi menyalurkan makanan dari mulut


ke lambung . Secara anatomis di depan esophagus adalah trachea dan
kelenjar tiroid, jantung, serta diafragma, sedangkan dibagian
belakangnya adalah kolumna verteblaris .

Mikroorganisme merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob dan


tidak membentuk spora. Bakteri ini memiliki beberapa komponen antigen
antara lain antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan
bersifat spesifik grup. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen
protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies.

19
Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada dikapsul
yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen ini menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari
proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasive bakteri
dan efektivitas vaksin. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang
merupakan bagian tertular dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang
sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A. Antibodi O, H dan Vi akan
membentuk antibodi agglutinin didalam tubuh.

Sedangkan, Outer Membran Protein (OMP) pada salmonella thypi


merupakan bagian terluar yang terletak diluar membran sitoplasma dan
lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. 7
OMP sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis
demam tifoid dan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun
host. OMP berfungsi sebagai barier mengendalikan masuknya zat dan
cairan ke membran sitoplasma selain itu berfungsi sebagai reseptor untuk
bakteriofag dan bakteriosin (Sucipta, 2015).

2. Manifestasi Klinis Demam Tifoid


Gejala umum yang terjadi pada penyakit tifoid adalah demam naik
secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu)
atau remiten pada minggu kedua.

Gejala yang timbul pada demam tifoid ini hampir sama


dengan gejala awal DBD (demam berdarah) hanya saja penebab umumnya
demam tifoid dengan DBD berbeda. Demam tifoid disebabkan oleh infeksi
dari virus yang menyerang anggota dalam tubuh sedangkan DBD
disebabkan oleh nyamuk aids.

Menurut Martha Ardiaria, (2019) Penyakit typhoid fever (TF) atau


masyarakat awam mengenalnya dengan tifus ialah penyakit demam karena
adanya infeksi bakteri salmonella typhi (S.typhi) merupakan kuman
pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik
dengan gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bacteremia
disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-organ hati.

20
Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua minggu
setelah seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala umum yang
terjadi pada penyakit tifoid adalah demam naik secara bertangga pada
minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada
minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, dan diare.

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul


pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-
tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai
septisemia oleh karena streptococcus atau pneumococcus dari pada
salmonella typhi. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat
menyerupai gejala meningitis, disisi lain s.typhi juga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental
kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu stupor, psikotik atau koma.
Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan 8 apendisitis. Pada tahap
lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.

Patogenesis dari demam thypoid mulai dari penempelan bakteri ke


lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag peyer’s patch, bertahan
hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri salmonella typhi
bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.

Pada saat melewati lambung dengan suasana asam


banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus
dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel M, sel epitel yang
melapisi peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus
menimbulkan tukak pada mukosa usus.

Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi


usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan

21
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode
inkubasi, salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui ductus torasikus
masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu dan peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui
feses. Endotoksin merangsang makrofag dihati, limpa, kelenjar limfoid
intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara
lokal 9 menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara
sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Cita, 2011).

3. Klasifikasi Demam Tifoid


Menurut Inawati, (2017) demam thypoid timbul yang di akibat
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 10 dari infeksi oleh bakteri golongan
salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui pada sistem saluran
pencernaan (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus
besar) yang akan masuk kedalam tubuh manusia bersama bahan makanan
atau minuman yang sudah tercemar.
Cara penyebarannya untuk bakteri ini yaitu pada:
a. Muntahan manusia
b. Urine
c. Kotoran-kotoran dari penderita thypoid kemudian dibawa oleh lalat
sehingga mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun
buahbuah segar.
Menurut WHO dalam Hasta, (2020) terdapat 3 macam klasifikasi pada
demam thypoid dengan perbedaan gejala klinik :
a. Demam thypoid akut non komplikasi Adanya demam yang
berkepanjangan pada demam thypoid akut terjadi konstipasi pada
penderita dewasa, diare pada anak-anak. Anoreksia, Malaise, serta nyeri
kepala atau sakit kepala.
b. Demam thypoid dengan komplikasi Demam thypoid akan menjadi
komplikasi yang parah tergantung pada kualitas dalam pengobatan yang
diberikan kepada penderita, komplikasi yang terjadi biasanya seperti
perforasi, usus, melena dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.

22
c. Keadaan karier Penderita demam thypoid dengan keadaan karier terjadi
pada 1- 5 % tergantung pada umur pasien, yang bersifat kronis dalam hal
sekresi salmonella typhi di feses.

4. Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan penyakit demam thypoid menurut Lestari
(2016) antara lain yaitu:
a. Perporasi usus, pendarahan pada usus dan illius paralitik
b. Anemia hemolitik
c. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi
d. Pneumonia, empyeman dan pleuritis
e. Hepatitis, Koleolitis

Menurut Sodikin (2011) komplikasi untuk penyakit demam thypoid sering


terjadi pada bagi organ usus halus, untuk anak-anak komplikasi pada
bagian usus halus jarang terjadi apabila hal tersebut terkena pada anak-
anak akan membahayakan atau berakibat yang cukup fatal. Komplikasi
yang terjadi pada usus halus terdapat beberapa sebagai berikut yaitu:

a. Perdarahan usus Pendarahan pada usus yang terjadi masih dalam


jumlah yang sedikit dapat dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin,
namun jika pendarahan cukup banyak maka dikhawatirkan akan terjadi
melena yang bisa juga disertai dengan tanda nyeri perut.
b. Perforasi usus Perforasi yang tidak disertai dengan gangguan peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu
seperti pekak hati menghilang dan terdapat adanya udara diantara
diagfragma dan hati pada saat dilakukan foto rongten pada bagian
abdomen dengan keadaan posisi penderita tegak.
c. Peritonitis Pada peritonitis yang sering terjadi biasanya menyertai
gangguan perforasi usus, tetapi ada juga yang terjadi tanpa perforasi usus,
akan ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri pada perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defebce musculair) dan terdapat nyeri pada saat
ditekan.

23
d. Komplikasi diluar usus Komplikasi yang terjadi diluar usus ini
merupakan terjadi akibat infeksi sekunder yaitu dari bronkopnemonia,
komplikasi yang terdapat lokalisasi peradangan yang diakibatkan sepsis
(bacteremia), yaitu seperti Meningitis, Kolesitisis, Ensefalopati.
C. Pelaksanaan
1. Terapi
Pada pelaksanaan terapi ini jika demam tifoid tersebut tidak terlalu
parah atau dapat diterapi dirumah , maka hanya lakukan dengan minum
antibiotic dan paracetamol, tetapi jika demam tersebut bertambah tinggi
atau tidak ada perubahan maka diperlukan asuhan keperawatan atau
tindakan medis.

2. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang dilakukan untuk penderita penyakit demam thypoid yang
dirawat di rumah sakit terdapat pengobatan berupa suportif meliputi
istirahat atau bedrest dan pengaturan diet makanan yang dikonsumsi dan
obat dalam pengobatan (medikamentosa). Selama pasien di rawat
ditempatkan akan ditempatkan di ruang isolasi kontak selama fase akut
infeksi, untuk proses pembuangan tinja dan urine pada penderita demam
thypoid harus dibuang secara aman hal tersebut dilakukan agar tidak
bakteri yang terdapat dalam kotoran tersebut tidak menginfeksi orang lain.

Pasien dengan demam thypoid diharuskan untuk istirahat hal ini berguna
untuk mencegah komplikasi penyakit yang lebih parah serta istirahat dapat
mempercepat dalam proses penyembuhan. Penderita harus menjalani
istirahat tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih 1 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien, untuk program diet yang dikonsumsi serta terapi
penunjang lainnya, makanan yang diberikan pertama, pasien diberikan
bubur saring, selanjutnya diberikan bubur kasar dan nasi sesuai dengan
tingkat kemampuan atau kesembuhan pada pasien, selain itu juga pasien
perlu untuk diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung keadaan
umum pasien (Widodo, 2014).

24
Penderita penyakit thypoid yang berat, disarankan menjalani perawatan di
rumah sakit. Antibiotika yang umum digunakan untuk mengatasi penyakit
thypoid, saat waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu
bulan. Obat-obat pilihan pertama adalah Kloramfenikol,
Ampisilin/Amoksisilin dan Kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah
Sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah Meropenem,
Azithromisin dan Fluorokuinolon. Kloramfenikol diberikan dengan dosis
50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari. Kloramfenikol bekerja dengan mengikat ribosom dari
kuman Salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat
sintesis protein. Kloramfenikol memiliki spectrum gram negatif dan
positif, bila terdapat kontra indikasi pemberian Kloramfenikol, diberi
Ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi 3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat selama 21 hari, atau Amoksisilin
dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian
oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8
mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari.

Kasus demam thypoid berat dapat diberi Seftriakson dengan dosis 50


mg/hari/berat badan dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/hari/berat
badan sehari sekali, intravena, selama 5-7 hari. Bila tak terawat, demam
thypoid dapat berlangsung selama 3 minggu sampai sebulan. Pengobatan
penyakit tergantung macamnya, untuk kasus berat dan dengan manifestasi
neurologik menonjol, diberi deksametason dosis tinggi dengan dosis awal
3 mg/hari/berat badan, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian
disusul pemberian dengan dosis 1 mg/hari/berat badan dengan tenggang
waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian (Widodo, 2014).

3. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Nugroho (2011) Penatalaksanaan keperawatan yang
dilakukan untuk penderita penyakit demam Thypoid yaitu :
Mencukupi kebutuhan pada cairan dan juga nutrisi :
1) Edukasi pentingnya nutrisi yang adekuat bagi tubuh

25
2) Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat, serta
konsulkan kepada ahli gizi.
3) Lakukan penimbangan BB secara berkala.
4) Ciptakan suasana yang dapat membangkitkan selera makan pada
pasien seperti pada mengatur susasana makan yang tenang, berada
di lingkungan yang bersih, cara penyajian makanan yang masih
dalam keadaan hangat, penampilan makanan yang menarik, makan
bersama.
5) Pertahankan kebersihan mulut
6) Anjurkan klien yang mengalami nafsu makan untuk: makan
makanan kering saat bangun, makan kapan saja bila dapat
ditoleransi, makan dalam porsi kecil tapi sering.
7) Pantau asupan makan klien dan pantau adanya tanda-tanda
komplikasi seperti : perdarahan, digestif dan abdomen tegang.

Gangguan termoregulasi (Hipertermi) :


1) Kaji apa yang menjadi penyebab pasien mengalami hipertemi
2) Jelaskan kepada pasien dan juga keluarga untuk mempertahankan
asupan cairan yang adekuat yang berguna untuk mencegah
terjadinya dehidrasi.
3) Ajarkan cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
hipertermi yaitu dengan cara kompres hangat, memakai pakaian
longgar dan kering, mengatur sirkulasi yang sesuai, serta
membatasi dalam aktivitas.
4) Jelaskan kepada pasien gejala yang dialami saat hipertermi yaitu
seperti kepala terasa sakit, nafsu makan berkurang, kulit kemerahan
serta badan terasa letih
D. Pengkajian Keperawatan
Menurut Andra dan Yessi (2013) Pengkajian adalah hal yang mendasar
dalam asuhan keperawatan untuk hal ini dilakukan untuk mengumpulkan
data tentang anak maupun keluarganya, baik saat penderita penyakit baru
pertama kali datang maupun selama penderita dalam masa proses
perawatan.

26
Adapun hal hal yang perlu dikaji pada penderita penyakit dengan thypoid
yaitu sebagai berikut:
a. Data umum identitas klien Penyakit demam thypoid ini banyak
ditemukan pada semua usia baik itu mulai dari umur bayi di atas satu
tahun hingga umur dewasa, di dalam data umum berisi nama klien,
jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang digunakan, golongan
darah, asal suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, asuransi,
nomor register, tanggal MRS dan diagnosa medis (Wahid, 2013).
b. Kesehatan umum , Keluhan utama Keluhan utama yaitu alasan utama
masuk rumah sakit biasanya pada penderita demam thypoid keluhan
utama yang dialami berupa demam tinggi (hipertermi) yang
berkepanjangan, merasa tidak enak badan, nafsu makan menurun,
kurang bersemangat terutama pada masa inkubasi, tubuh terasa lesu,
nyeri atau sakit pada kepala dan juga pusing, serta kurang (Sodikin,
2011).

1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik Head To Toe (data fokus)
1) Keadaan umum : Pasien lemas dan akral panas
2) Tingkat kesadaran : Penurunan kesadaran seperti apatis atau
somnollen
3) TTV : Pada Tekanan darah pada pasien demam thypoid biasanya
menuncukan angka normal yaitu berkisar 110/80-120/80 mmHg,
untuk suhu tubuh akan mengalami peningkatan hal tersebut
disebabkan oleh bakteri salmonella thypi hingga 390 C-400 C, untuk
respirasi pada pasien bisa mengalami peningkatan atau bisa juga
tidak karena pada pasien dengan demam thypoid bisa mengalami
sesak nafas, serta untuk nadi bisa normal/tidak tergantung dengan
pasien
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sucipta (2015) yang sering dilakukan
untuk mendiagnosa penyakit demam thypoid terdiri dari :
1) Pemeriksaan darah tepi Pemeriksaan hematologi pada penderita demam
thypoid tidak spesifik, dapat ditemukan adanya anemia normokromik

27
normositer dalam beberapa minggu, anemia terjadi akibat pengaruh
dari berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum
tulang.
2) Pemeriksaan serologis widal Pemeriksaan yang dilakukan terhadap
antigen O dan H.S. Typhi, pemeriksaan ini memiliki sensivitas dan
spesifik rendah. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 28
3) Pemeriksaan PCR Polymerase Chain Reaction (PCR) mengguanakan
primer H1-d yang dapat digunakan untuk mengamplifikasi gen
spesifik bakteri Salmonella Typhi, pemeriksaan ini memiliki sensivita
untuk mendeteksi bakteri dalam beberapa jam dan pemeriksaan ini
terbilang cepat dan keakuratan baik.
4) Pemeriksaan Biakan darah Isolasi kuman pada penderita demam
thypoid dapat dilakukan dengan cara mengambil biakan dari berbagai
tempat dalam tubuh, pemeriksaan biakan darah memberikan hasil
positif 40-60% .pemeriksaan ini akan menghasilkan senvitas yang
baik pada minggu pertama selama sakit
5) Pemeriksaan Tubex Salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan
sebagai alternatif untuk mengetahui penyakit demam thypoid secara
lebih diniyaitu dengan cara mendeteksi antigen spesifik dari kuman
Salmonella (lipopolisakarida 09) melalui pemeriksaan Igm anti
salmonella (Tubex TF). Pada pemeriksaan ini untuk hasil lebih
spesifik, sensitif dan lebih praktis (Hasta, 2020).

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilian klinis mengenai respons
pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
didalamnya baik berlangsung aktual maupun potensial yang bertujuan
untuk mengidentifikasi respon pasien baik individu, keluarga ataupun
komunitas terhadap situasi yang berkaitan mengenai kesehatan.
Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien demam thypoid menurut Tim
Pokja PPNI SDKI (2016) adalah sebagai berikut:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri
Salmonella thypi)

28
b. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan d. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

F. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan Keperawatan yang digunakan pada pasien Demam thypoid
menggunakan perencanaan keperawatan menurut ( SIKI ) standar intervensi
keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria hasil menggunakan
standar luaran keperawatan Indonesia ( SLKI ). (Tim Pokja PNNI SLKI,
2018) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri
Salmonella thypi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pengaturan suhu tubuh pasien dapat membaik. Kriteria hasil: Suhu
tubuh membaik, takikardi dapat meningkat. Intervensi:
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermi (mis dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator dll)
b) Monitor suhu tubuh
2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Berikan kompres hangat pada pada dahi atau leher
3) Edukasi Anjurkan tirah baring
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam kemampuan saluran cerna dapat membaik Kriteria
Hasil : Mual muntah menurun, nyeri abdomen menurun. Intervensi:
1) Observasi Monitor asupan dan keluarannya makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori
2) Terapeutik

29
a) Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk
olahraga)
b) Dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
memuntahkan kembali makanan
3) Edukasi Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan situasi
pemicu pengeluaran makanan (mis pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktifitas berlebihan)
4) Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan. Nyeri akut berhubungan
dengan proses peradangan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam prose defekasi dapat membaik
Kriteria Hasil: Mual menurun, muntah menurun, nyeri abdomen
menurun Intervensi:
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi nyeri
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri. Suhu ruangan
pencahayaan kebisingan

3) Edukasi

a) Jelaskan strategi meredakan nyeri


b) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam toleransi aktivitas meningkat
Kriteria Hasil : Perasaan lemah menurun, dispnea setelah dan saat
aktivitas menurun Intervensi:
1) Observasi
a) Monitor pola dan jam tidur

30
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
2) Terapeutik
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis : cahaya,
suara, kunjungan)
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
4) Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

G. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Tim Pokja PPNI SIKI, (2018) Implementasi keperawatan atau
tindakan merupakan suatu hal tindakan yang dilaksanakan oleh perawat
untuk melaksanakan kegiatan kegiatan yang sudah di rencanakan dalam
intervensi keperawatan dalam proses keperawatan untuk pasien demam
thypoid dengan gangguan hipertermi menggunakan standar intervensi
keperawatan Indonesia yaitu manajemen Hipertermi, pengaturan suhu
tubuh agar tetap berada pada rentang normal, resiko defisit nutrisi dengan
cara manajemen nutrisi, nyeri akut dengan cara manajemen nyeri, serta
untuk intoleransi aktivitas dengan cara manajemen energi.

H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan meliputi
penilaian yang menandakan keberhasilan dari mulai diagnosis keperawatan
rencana intervensi dan implementasinya, evaluasi digunakan sebagai suatu
hal yang dapat dijadikan perbandingan untuk status kesehatan klien, dengan
tujuan untuk melihat kemampuan klien untuk mencapai hasil melalui proses
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan, sehingga perawat dapat
mengambil keputusan mengenai tindak lanjut rencana asuhan keperawatan.

31
Menurut Nursalam (2011) tindak lanjut rencana asuhan keperawatan. pada
klien melaukan modifikasi rencana asuhan keperawatan ketika klien
mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan serta jika klien membutuhkan
waktu yang lebih lama dapat meneruskan rencana asuhan keperawatan.

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Afifah & Pawenang (2019 Demam tifoid merupakan infeksi akut dari penyakit
yang biasanya terjadi mengenai saluran pencernaan seperti gejala demam yang lebih
dari satu minggu, penyebab penyakit ini ialah bakteri salmonella yang biasanya juga di
sebut salmonella thypi.
Demam tifoid merupakan demam yang terjangkit atau yang terjadi dikarenakan suatu
infeksi dari virus dan bakteri yang menyerang anggota tubuh dalam yaitu mulut, lidah
dan tenggorokan sehingga mengacu kepaada pencernaan manusia, demam ini dapat
berlangsug sekitar 1 minggu atau lebih, yang diakibatkan dari virus tersebut.
Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor- faktor self hygine yang kurang dijaga oleh
diri sendiri, mulai dari pola makan sampai kehidupan serta lingkungan sekitar masing –
masing diri.

B. Saran
Penulis hanya manusia biasa sehingga masih banyak sekali kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, maka dari itu penulis membuka kritik dan saran selebar-
lebarnya dalam makalah ini yang nantinya dapat dijadikan evaluasi untuk penulisan
selanjutnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan Asep,Irpan Ali Rahman,Adi Nurapandi & Nenda Chandra


Maulana.(2022).” Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam Typhoid
Pada Remaja Di Wilayah Kerja Puskesmas Imbanagara Kabupaten Ciamis”. Stikes
Muhammadiyyah Ciamis. Vol. 4 no 2 (2022) 404-412.

Hidayati Nurul Isnafni. (2016).”Asuhan Keperawatan pada penderita demam


Thypoid”. Fakultas Ilmu Kesehatan.Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Maharningtyas Rahmalia & Dewi Setyawati.(2022). “Penerapan Kompres Air


Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh Pada Anak Dengan Demam Typhoid”.
Program Studi Pendidikan Ners.Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan.
Universitas Muhammadiyyah Semarang.

Shodikin Ali Muhammad,M.Kes.,Sp.A.(2019).”Demam Typhoid”.Laboratorium


Mikrobiologi.Fakultas kedokteran.Universitas Jember.Jember

Silviani Yusianti & Hari Saktiningsih.(2020).”Pemberdayaan Masyarakat Dalam


Pencegahan Demam Typhoid Dengan Pemanfaatan Antiseptik Jus Daun Sirih Hijau
Sebagai Pencuci Buah dan Sayur”. Jurnal Pegabdian dan Pemberdayaan
Masyarakat. Lembaga Publikasi Ilmiah dan Penerbitan.Vol.4

Suraya Citra & Atikasari Atikasari.(2020).” Hubungan Personal Hygiene dan


Sumber Air Bersih Dengan Kejadian Demam Tyhphoid Pada Anak”.STIK Bina
Husada Palembang.Palembang.Vol.4

Wijaya, B., & Prasetiyowati, M. (2012). Rancang Bangun Sistem Pakar Pendiagnosa
Penyakit Demam Typhoid dan Demam Berdarah Dengue dengan Metode Forward
Chaining. Ultimatics : Jurnal Teknik Informatika, 4(1), 17-23

34

Anda mungkin juga menyukai