Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL

LITERATUR REVIEW

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WATER TEPID SPONGE TERHADAP


PENURUNAN SUHU TUBUH DEMAM TIFOID PADA ANAK

AINUN DYAH PITALOKA


173210042

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit demam tifoid salah satu penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah (Nurvina, 2016). Penyakit
tifoid diketahui juga menyerang semua usia mulai anak-anak sampai orang orang dewasa
(Sarwahita, 2017). Penularan penyakit demam tifoid dapat ditularkan melalui makanan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi (Pratama, 2018).
Gejala yang menunjukkan bahwa seorang anak terinfeksi oleh kuman salmonella
diantaranya diawali perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, tidak nafsu makan
yang disebabkan luka pada usus sehingga nutrisi untuk tubuh berkurang, kemudian
demam. Dampak yang muncul demam akan lebih tinggi pada sore dan malam hari
daripada pagi atau siang hari dan berlangsung lebih dari seminggu, demam bersifat naik
turun. Pada minggu kedua demam terus tinggi sehingga lidah sering kotor, mulut berbau
serta bibir pecah-pecah. Dampak yang muncul tersebut akan menjadi masalah hipertermi
(Mahayu,2016). Demam tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan sanitasi
lingkungan yang kurang, hygiene pribadi serta perilaku masyarakat. (Mutiarasari dan
Handayani, 2017).
WHO menyatakan penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11- 20 juta kasus
per tahun yang mengakibatkan sekitar 128.000 - 161.000 kematian setiap tahunnya
(WHO, 2018). Penyakit ini mencapai tingkat prevalensi 358 - 810/100.000 penduduk di
Indonesia. Kasus demam tifoid ditemukan di Jakarta sekitar 182,5 kasus setiap hari.
Diantaranya, sebanyak 64% infeksi demam tifoid terjadi pada penderita berusia 3 - 19
tahun (Typhoid Fever: Indonesia’s Favorite Disease, 2016). Berdasarkan data Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Kementerian Kesehatan tahun 2016, kasus
demam tifoid di Jawa Tengah cenderung fluktuatif. Pada tahun 2014 terdapat 17.606
kasus, turun pada tahun 2015 terdapat 13.397 kasus, dan naik kembali pada tahun 2016
menjadi 244.071 kasus. Beberapa Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 ke3
dengan jumlah penderita sebanyak 41.081 orang yaitu 19.706 laki-laki dan 21.375
perempuan. Sebanyak 274 penderita meninggal dunia (Anggit, 2018). Hasil data yang
diperoleh dari Ruang Rekam Medis (2019) menunjukan terdapat 69 kasus demam
typhoid yang terjadi di RSUD Kabupaten Temanggung pada tahun 2018, dan 62 kasus
pada tahun 2019 pada bulan Januari sampai dengan September.
Faktor yang dapat menyebabkan masyarakat setempat terkena demam tifoid
merupakan rendahnya pengetahuan tentang kebersihan diri seperti tidak mencuci tangan
sebelum makan dan setelah buang air besar, kebiasaan makan di luar rumah, pola
istirahat, rendahnya tingkat pendidikan, dan riwayat kontak langsung dengan seseorang
yan terinfeksi demam tifoid, di mana hal tersebut dapat menyebabkan vektor menularkan
melalui makanan yang terkontaminasi bakteri Salmonella typhi. Faktor lain yang
berpengaruh adalah sanitasi lingkungan yang belum sesuai seperti kualitas sumber air
bersih, kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan
makanan dan minuman rumah tangga. Personal hygiene, riwayat kontak langsung dan
sanitasi lingkungan merupakan salah satu penyebab terjadinya kejadian demam tifoid
dapat terlihat dari keadaan sanitasi lingkungan yang masih kurang memadai (Kare, 2019)
Upaya penanganan demam terbagi menjadi dua tindakan yaitu tindakan
farmakologis dan non farmakologis.Tindakan farmakologis yaitu tindakan pemberian
obat sebagai penurun demam atau yang sering disebut dengan antipiretik.Sedangkan
pemberian terapi non farmakologis sering dikesampingkan. Tindakan non farmakologis
yang dapat dilakukan merupakan dengan pemberian kompres hangat atau water tepid
sponge. Menurut Bulechek (2018) dalam NIC (Nursing Interventions Classifications)
yaitu intervensi aplikasi panas atau dingin. Aplikasi panas atau dingin merupakan
stimulasi kulit dan jaringan dibawahnya dengan menggunakan aplikasi panas atau dingin
untuk mengurangi rasa sakit, kejang otot, atau gejala peradangan. Water Tepid Sponge
merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh melalui
evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami demam
tinggi. Rata-rata suhu tubuh sebelum pemberian sponge bath 37,60C dan suhu tubuh
sesudah pemberian sponge bath37,30C turun sebesar 0,30C yang dilakukan selama 15
menit (Zahroh dan Ni’matul, 2017) . Tujuan dilakukan tindakan tepid sponge yaitu untuk
menurunkan suhu tubuh pada pasien yang mengalami hipertermia (Hidayati, 2014).
Water tepid sponge merupakan contoh dari aplikasi panas atau dingin yang artinya
sebuah teknik kompres blok pada pembuluh darah superfisal dengan teknik seka (Eni,
2016). Berdasarkan penelitian peningkatan suhu tubuh pada anak lebih efektif dilakukan
tindakan tepid sponge yang dapat menurunkan suhu sebesar 0,7oC, dibandingkan dengan
menggunakan kompres hangat yang dapat menurunkan suhu 0,5oC, namun dalam
melakukan tindakan tepid sponge anak sering merasa tidak nyaman (Wardiyah et
al.,2016)

1.2 Rumusan Masalah


Apakah efektif penerapan metode water tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh demam tifoid pada anak berdasarkan studi empiris dalam lima tahun
terakhir ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui efektivitas penerapan metode water tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh demam typhoid pada anak.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Demamt Tifoid


2.1.1 Pengertian Demam Tifoid
Demam tifoid atau Typhoid fever merupakan suatu penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (Alba, 2016).
Bakteri ini mendapat akses ke aliran darah secara limfatik melalui saluran.
Penyakit ini umumnya terjadi pada daerah tropis di Asia Selatan dan
Tenggara (Crump, Karlsson, Gordon, & Parrye, 2015). Demam tifoid
termasuk penyakit endemik di Indonesia yang mudah menular sehingga perlu
mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Penyakit demam tifoid terjadi
pada negara dengan tingkat penghasilan yang rendah serta menengah dan
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit ini mempunyai
gejala dengan spektrum klinis sangat luas sehingga angka pasti kejadiannya
sulit ditentukan. Kasus demam tifoid secara global diperkirakan setiap
tahunnya mencapai 21 juta kasus dimana terjadi kematian sebanyak 222.000
orang (World Health Organization, 2016).
Demam Tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhi, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Demam
tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (Maghfiroh, 2016). Salah satu penyakit
menular yang terus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di
banyak negara berkembang yaitu demam tifoid (Patungan, 2018). Dalam
masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut typhoid fever atau thypus abdominalis karena berhubungan
dengan usus didalam perut (WHO, 2018).
2.1.2 Etiologi
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi
(WHO, 2018). Salmonella enterica serotype typhi adalah bakteri gram negatif,
berbentuk batang, berflagela yang satu-satunya reservoar adalah tubuh manusia.
Bakteri menyebar dari usus untuk menyebabkan penyakit sistemik (Ashurst, Truong,
& Woodbury, 2019).
2.1.3 Patofisiologi
Salmonella typhi merupakan bakteri yang dapat hidup di dalam tubuh
manusia. Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella typhi dapat
mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka
waktu yang bervariasi (Ardiaria, 2019). Infeksi Salmonella enterica serotype typhi
pada orang sehat berkisar antara 1.000 dan 1 juta organisme tetapi tergantung
kondisi imun tubuh manusia (Ashurst et al., 2019).
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan
bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan
hidup di aliran darah, dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella typhi bersama makanan
atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung
dengan suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus
dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s
patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak
dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke
jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode
inkubasi, Salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke
sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan
Peyer’s patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi
ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang
makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal, dan mesenterika untuk
melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun
sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Ardiaria,
2019).
Penularan Salmonella typhi sebagian besar jalur fecal-oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses. Dapat juga terjadi transmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada
bayinya (Pruss, 2016).
2.1.4 Tanda dan Gejala
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah
khas, berupa (Haryono, 2012) :
1. Anoreksia
2. Rasa malas
3. Sakit kepala bagian depan
4. Nyeri otot
5. Lidah kotor
6. Gangguan perut
b. Gambaran Klasik Demam Tifoid (Gejala Khas)
Menurut (Soedarto, 2015) gambaran klinis klasik yang sering
ditemukan pada penderita tifoid dapat dikelompokkan pada gejala yang
terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu
keempat sebagai berikut:
1) Minggu Pertama (awal infeksi)
Demam tinggi lebih dari 40oC, nadi lemah bersifat dikrotik, denyut
nadi 80- 100 per menit.
2) Minggu Kedua
Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah
tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun
dan limpa teraba.
3) Minggu Ketiga
Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan keluhan
berkurang. Sebaliknya kesehatan penderita memburuk jika masih
terjadi delirium, stupor, pergerakan otot yang terjadi terus-menerus,
terjadi inkontinensia urine atau alvi. Selain itu tekanan perut
meningkat. Terjadi meteorismus dan timpani, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian mengalami kolaps akhirnya meninggal dunia
akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik.
4) Minggu Keempat
Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami penyembuhan.
5) Kekambuhan
Seorang yang sudah sembuh dari demam tifoid dapat beresiko
mengalami kekambuhan. Kekambuhan ini terjadi sehubungan dengan
pengobatan yang tidak adekuat baik dosis atau lamanya pemberian
antibiotika. Kekambuhan dapat timbul dengan gejala klinis yang lebih
ringan atau lebih berat (Kemenkes RI, 2006). Sekitar 1% hingga 5%
pasien akan menjadi pembawa kronis Salmonella typhi meskipun
terapi antimikroba yang memadai (Ashurst, Truong, & Woodbury,
2019).
6) Sumber Penularan dan Cara Penularan
Sumber penularan demam tifoid tidak selalu harus penderita yang
sedang sakit. Ada penderita yang sudah mendapat pengobatan dan
sembuh, tetapi di dalam air seni dan fesesnya masih mengandung
bakteri tanpa diikuti gejala klinis (asimtomatik). Penderita ini disebut
sebagai pembawa atau karier. Meski tidak lagi menderita penyakit
demam tifoid, orang ini masih dapat menularkan penyakit pada orang
lain (Sudoyo, 2016).
Cara penularan tifoid adalah melalui melalui fecal-oral. Bakteri Salmonella
typhi menular ke manusia melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi yang
telah tercemar oleh komponen feses atau urin dari pengidap tifoid (Kemenkes RI,
2006). Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang
mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa
kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum.
Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus
menimbulkan tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan
perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada
yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System
(RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella typhi keluar
dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati,
limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patch dari ileum terminal.
Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid
intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal
menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan
gejala klinis pada demam tifoid (Ardiaria, 2019).
Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan
demam tifoid adalah (Kemenkes RI, 2006) :
1. Personal hygiene yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh
anak.
2. Hygiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan
pada penularan demam tifoid. Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya:
makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi (seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia,
makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum
yang tidak masak, dan sebagainya.
3. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran,
dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
4. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.
5. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.
6. Pasien atau karier demam tifoid yang tidak diobati secara sempurna.
7. Belum membudaya program imunisasi untuk demam tifoid
2.1.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat ditentukan melalui tiga
dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis mikrobiologis, dan
diagnosis serologis (Soedarto, 2015).
a. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis adalah
diagnosis kerja yang berarti penderita telah mulai dikelola sesuai dengan
managemen demam tifoid (Kemenkes RI, 2006).
b. Diagnosis Mikrobiologis
Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik sifatnya.
Pada minggu pertama dan minggu kedua biakan darah dan biakan sumsum
tulang menunjukkan hasil positif, sedangkan pada minggu ketiga dan
keempat hasil biakan tinja dan biakan urine menunjukkan positif kuat
(Soedarto, 2015).
c. Diagnosis Serologis
Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap antigen O dan
antigen H, dengan menggunakan uji aglutinasi Widal (Soedarto, 2015).
Antigen somatik, atau "O" (Ohne), yang terletak di lapisan luar tubuh
kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan
terhadap pemanasan 100 °C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer.
Sedangkan Antigen flagellar, atau antigen "H" (Hauch), terbuat dari
protein yang disebut flagellin. merupakan antigen yang terletak di flagela,
fimbriae atau fili Salmonella typhi dan berstruktur kimia protein.
Salmonella typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki
beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas
suhu 60 °C dan pada pemberian alkohol atau asam.
 Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu): dinyatakan positif
(+).
 Titer 1/160: masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada
kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan positif (+).
 Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan
positif (+) pada pasien dengan gejala klinis khas. (Bakr WM et al.,
2011).
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu pemberian antibiotik,
istirahat dan perawatan, dan diet dan terapi penunjang (Sudoyo, 2016).
a. Pemberian Antibiotik
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab tifoid. Obat
yang sering dipergunakan adalah (Kemenkes RI, 2006):
1. Kloramfenikol
Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) selama 14 hari
Anak : 50-100 mg/Kg BB/hr. Maksimal 2 gr selama 10-14 hari
dibagi 4 dosis.
2. Seftriakson
Dewasa : 2-4 gr/hr selama 3-5 hari
Anak : 80 mg/Kg BB/hr. Dosis tunggal selama 5 hari
3. Ampisilin dan Amoksisilin
Dewasa : 3-4 gr/hr selama 14 hari
Anak : 100 mg/Kg BB/hr selama 10 hari
4. TMP – SMX (Kotrimoksasol)
Dewasa : 2 x (160-800) mg selama 14 hari
Anak : TMP 6-10 mg/Kg BB/hr atau SMX 30-50 mg/Kg/hr selama
10 hari
5. Quinolone
- Siprofloksasin : 2 x 500 mg 7 hari
- Ofloksasin : 2 x (200-400) 7 hari
- Pefloksasin : 1 x 400 mg 7 hari
- Fleroksasin : 1 x 400 mg 7 hari
6. Cefixime
Anak : 15-20 mg/Kg BB/hr dibagi 2 dosis selama 10 hari
7. Tiamfenikol
Dewasa : 4 x 500 mg
Anak : 50 mg/Kg BB/hr selama 5-7 hari bebas panas
2.1.7 Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besarakan membantu
dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi
pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik
serta personal hygiene tetap perlu diperhatikan dan dijaga (Sudoyo, 2016).
2.1.8 Diet dan Terapi Penunjang
Penatalaksanaan ini untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan
pasien secara optimal. Pemberia diet diatur secara bertahap untuk
menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Pada
tahap awal penderita diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet
tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien (Sudoyo, 2016).
2.1.9 Cara Pencegahan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan
kejadian luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek mulai dari
segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu
(host) serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk
memutuskan transmisi tifoid, yaitu:
a. Identifikasi dan Eradikasi Salmonella typhi pada Pasien Demam
Tifoid Asimtomatik, Karier, dan Akut.
Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran
maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instalasi
atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti
pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga,
restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya
adalah terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas
kesehatan,guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lain
(Sudoyo, 2016).
b. Pencegahan Transmisi Langsung dari Penderita Terinfeksi
Salmonella typhi Akut maupun Karier
Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah
dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman
Salmonella typhi (Sudoyo, 2016).
c. Proteksi pada Orang yang Beresiko Tinggi Tertular dan Terinfeksi
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara
vaksinasi demam tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik.
Sasaran vaksinasi tergantung daerah endemis atau non-endemis, tingkat
resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan
jumlah frekuensinya, serta golongan individu beresiko yaitu golongan
imunokompromais maupun golongan rentan (Sudoyo, 2016).
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
1. Daerah non-endemik
Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi demam tifoid
 Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
 Penyaringan pengelola pembuatan atau distributor
ataupenjualan makanan-minuman
 Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier Bila ada
kejadian epidemi demam tifoid:
 Pencarian dan eliminasi sumber penularan
 Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
 Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum
daerah tersebut

2. Daerah endemik
 Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman
yang memenuhi standar prosedur kesehatan, perebusan > 57 oC,
iodisasi, dan klorinisasi.
 Masyarakat pengunjung ke daerah ini harus minum air yang
telah memenuhi pendidihan, menjauhi makan segar (sayur atau
buah)
 Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun
masyarakat pengunjung. (Sudoyo, 2016).
2.2 Kompres Tepid Sponge Water
2.2.1 Pengertian Kompres Tepid Sponge Water
Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan
teknik seka (Dewi, 2018). Kompres tepid sponge bekerja dengan cara vasodilatasi
(melebarnya) pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari
kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh
kompres hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulus hipotalamus (Dewi,
2018). Tepid sponge merupakan suatu prosedur untuk meningkatkan kontrol
kehilangan panas tubuh melalui evaporasi dan konduksi, yang biasanya dilakukan
pada pasien yang mengalami demam tinggi (Wardiyah et al., 2016).
Sponge basah yang hangat adalah cara lain yang dianjurkan untuk
mengurangi suhu tubuh yang tinggi karena infeksi (hipertermia). Beberapa penelitian
menunjukan bahwa kompres hangat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penurunan suhu tubuh akibat demam. Anak yang sedang demam sebaiknya diberikan
lingkungan yang senyaman mungkin, orang tua perlu mendampingi anak selama
demam agar anak merasa nyaman dan aman. Selain itu berikan minuman yang lebih
banyak dari biasanya, mengingat adanya penguapan cairan yang berlebihan melalui
keringat. Kegiatan fisik tidak perlu dibatasi kecuali untuk aktifitas fisik yang berat.
Termasuk dalam pembatasan makanan, tetapi cobalah untuk memberikan anak
makanan dengan gizi yang seimbang (Sodikin, 2012).
2.2.2 Manfaat Kompres
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Sistem efektor mengeluarkan
sinyal untuk berkeringat dan vasodilatasi perifer. Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan energi atau panas melalui keringat karena seluruh tubuh
dan kulit dikompres atau dibilas dengan air. Kulit merupakan radiator panas yang
efektif untuk keseimbangan suhu tubuh, sehingga dengan membilas seluruh tubuh
atau kulit menyebabkan kulit mengeluarkan panas dengan cara berkeringat dan
dengan berkeringat suhu tubuh yang awalnya meningkat menjadi turun bahkan
sampai mencapai batas normal (Zahroh dan Ni’matul, 2017). Pada prinsipnya
pemberian tepid sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses penguapan
dan dapat memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari organ
dalam kepermukaan tubuh dengan membawa panas. Kulit mempunyai banyak
pembuluh darah, terutama tangan, kaki dan telinga. Aliran darah melalui kulit dapat
mencapai 30% dari darah yang dipompakan jantung. Kemudian panas berpindah dari
darah melalui dinding pembuluh darah kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan
sehingga terjadi penurunan suhu tubuh (Wardiyah, 2016)
a. Langkah-langkah Kompres Hangat (Tepid Sponge Water)
Menurut Sodikin (2012) langkah-langkah pemberian kompres adalah sebagai
berikut:
1. Beri kesempatan anak untuk menggunakan urinal atau pispot sebelum
kompres dilakukan
2. Ukur suhu tubuh anak dan catat
3. Buka seluruh pakaian anak
4. Lakukan: (a) Basahi kedua handuk mandi besar dengan air hangat, peras
sehingga handuk lembab. (b) Letakkan perlak di atas tempat tidur, kemudian
letakkan handuk yang lembab. (c) Tidurkan anak pada handuk lembab,
kemudian tutup bagian atas badan anak dengan handuk lembab lainnya,
diamkan kurang lebih 5 menit. (d) Ganti secara bergilir bagian handuk bawah
dan atas setelah suhu dingin. (e) Lakukan prosedur a-d secara teratur 2-4 kali
dengan melihat kondisi anak. (f) Hentikan prosedur jika anak kedinginan atau
menggigil, atau segera setelah suhu tubuh anak mendekati normal. (g)
Pakaikan anak baju yang tipis dan mudah menyerap keringat.
b. Lama pemberian kompres
1. Kompres 10 menit
Hasil penelitian Kusnanto, Ika, dan Indah (2008) yang berjudul
“Efektifitas tepid sponge bath suhu 320C dan 370C dalam menurunkan suhu
tubuh anak demam di ruang anggrek RSU Dr. Iskak Tulungagung” yang
didapatkan hasil bahwa pemberian tepid sponge bath dengan menggunakan air
hangat suhu 320C menunjukan rerata penurunan suhu tubuh sebesar 0,5230C
dan rerata penurunan suhu tubuh setelah dilakukan pemberian tepid sponge
bath dengan air hangat dengan suhu 370C sebesar 0,8150C yang dilakukan
selama 10 menit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepid sponge
bath menggunakan suhu 320C atau 370C selama 10 menit efektif menurunkan
suhu tubuh pada anak demam, hal ini ditunjukan dengan analisis statistik
dengan menggunakan mann whitney u test yang menunjukan p=0,016.
2. Kompres 15 menit
Hasil penelitian Zahroh dan Ni’matul (2017) yang berjudul “Efektifitas
pemberian kompres air hangat dan sponge bath terhadap perubahan suhu
tubuh pasien anak gastroenteritis” yang didapatkan hasil bahwa rata-rata suhu
tubuh sebelum diberikan kompres hangat 37,40C dan suhu sesudah pemberian
kompres hangat 37,30C turun sebesar 0,10C. Sedangkan rata-rata suhu tubuh
sebelum pemberian sponge bath 37,60C dan suhu tubuh sesudah pemberian
sponge bath37,30C turun sebesar 0,30C yang dilakukan selama 15 menit. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa sponge bath yang dilakukan selama 15 menit
lebih efektif terhadap penurunan suhu gastroenteritis daripada kompres
hangat, hal ini didapatkan dari standar deviasi (SD) post kompres air hangat
sebesar 0,483 sedangkan SD sponge bath 0,675. Hasil penelitian Wardiyah,
Setiawati, dan Dwi (2016) yang berjudul “Perbandingan efektifitas pemberian
kompres hangat dan tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang
mengalami demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung” yang
didapatkan hasil rata-rata suhu tubuh sebelum diberi tindakan kompreshangat
adalah 38,50C, sesudah diberi kompres hangat turun sebesar 0,50C menjadi
38,00C sedangkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberi tindakan tepid sponge
adalah 38,80C, sesudah diberi kompres tepid sponge turun sebesar 0,80C
menjadi 38,00C. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas
penurunan suhu tubuh pada kompres hangat dan tepid sponge yang diberikan
selama 15 menit dengan hasil uji statistik independentsample TTest dengan
nilai p-value = 0,003 pada alpha 5%.
3. Kompres 20 menit
Hasil penelitian Maling, Sri, dan Syamsul (2012) yang berjudul
“Pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan suhu tubuh anak
umur 1-10 tahun dengan hipertermi di RS Tugurejo Semarang” yang
didapatkan hasil nilai rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge
sebesar 38,50C dengan standar deviasi 0,40C. Nilai rata-rata setelah diberikan
tepid sponge sebesar 37,10C dengan standar deviasi 0,50C sehingga dapat
diketahui ada penurunan nilai ratarata suhu tubuh sebesar 1,40C dengan hasil
analisis wilcoxon didapatkan nilai p-value sebesar 0,0001 (<0,05) sehingga
dapat disimpulkan terjadi penurunan suhu tubuh setelah diberikan tepid
sponge selama 20 menit. Hasil penelitian Bardu dan Tito (2015) yang berjudul
“Perbandingan efektifitas tepid sponging dan plester kompres dalam
menurunkan suhu tubuh pada anak usia balita yang mengalami demam di
Puskesmas Salaman 1 Kabupaten Magelang” yang didapatkan hasil rata-rata
suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponging 38,140C, ratarata suhu tubuh
setelah diberikan tepid sponging adalah 37,050C dan rata-rata jumlah
penurunan suhu tubuh adalah 1,080C sedangkan ratarata suhu tubuh sebelum
diberikan plester kompres 38,060C, sesudah diberikan 37,460C dan rata-rata
jumlah penurunan suhu adalah 0,600C. Sehingga dapat disimpulkan ada
perbedaan suhu tubuh antara pemberian tepid sponging dan plaster kompres
dengan jumlah selisih penurunan suhu tubuh 0,410C yang dilakukan selama
20 menit.
2.2.3 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori comfort, menurut
Kolcaba (2003) cit Hasanah (2013) menjelaskan bahwa comfort adalah
perasaan atau pengalaman langsung yang diperkuat dengan perasaan lega,
kemudahan dan transendensi bertemu dalam empat konteks (fisik,
psikospiritual, sosial dan lingkungan). Teori kolcaba (2003) cit Hasanah
(2013) menjelaskan bahwa klien memiliki 3 kebutuhan, yaitu :
a. Relief (lega) didefinisikan sebagai pengalaman pasien yang telah memiliki
kebutuhan kenyamanan tertentu terpenuhi
b. Ease (nyaman) didefinisikan sebagai keadaan tenang atau kepuasan
c. Renewal/transcendence (pembaharuan/transendensi) didefinisikan sebagai
kondisi dimana orang bisa bangkit atau sembuh dari masalah atau rasa
sakit.
Keadaan dimana comfort terjadi menurut Kolcaba (2003) cit Wirastri,
Nani, dan Elfi (2014) :
a. Fisik : berkaitan dengan sensasi tubuh, mekanisme homeostatis, fungsi
kekebalan tubuh dan lain-lain.
b. Psikospiritual : berkaitan dengan kesadaran internal diri, termasuk
seksualitas, harga diri, identitas, keberartian dalam hidup seseorang dan
seseorang yang mengerti hubungan ke suatu tatanan yang lebih tinggi.
c. Lingkungan : berkaitan dengan pengalaman masa lalu manusia
(temperatur, cahaya, suara, bau, warna, dan lain-lain).
d. Sosiokultural : berkaitan dengan hubungan interpersona keluarga dan
masyarakat juga tradisi keluarga, ritual dan praktik - praktik keagamaan.
Tipe perawatan dalam teori comfort Kolcaba (2003) cit Hasanah (2013)
meliputi: technical, coaching dan comforting. Technical adalah tindakan
technical yang dirancang untuk mempertahankan homeostatis dan mengelola
rasa sakit. Dalam penelitian ini teknik technical digunakan untuk memberikan
rasa nyaman pada pasien demam yang dilakukan dengan penerapan kompres
tepid sponge water. Coaching adalah tindakan yang dirancang untuk
mengurangi kecemasan, memberikan jaminan dan informasi, menumbuhkan
harapan, mendengarkan dan membantu merencanakan realistis untuk
pemulihan. Comforting adalah tindakan yang meliputi sikap dan pemberian
dukungan.Pada penelitian yang akan diteliti ini penerapan kompres tepid
sponge water pada anak demam dengan gastroenteritis akut termasuk dalam
kategori tindakan perawatan tehnical.
2.3 Konsep Anak
2.3.1 Definisi Anak
Anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali
berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa
dicapai lebih awal (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/
toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga
remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. (Hidayat, 2009).
2.3.2 Filosofi Keperawatan Anak
Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang
dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang
berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap trauma
(atraumatic care), dan manajemen kasus.
a. Family Centered Care
Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak
bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan ole h lingkungan
keluarga, untuk itu keperawatan anak harus mengenal keluarga sebgai
tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong,
Perry & Hockenberry, 2002). Sebagai perawat, dalam memberikan
pelayanan keperawatan anak, harus mampu menfasilitasi keluarga dalam
berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan
keperawatan langsung maupun pemberian pendidikan kesehatan pada anak.
b. Atraumatic Care
Atraumatic care yang dimaksud disini adalah perawatan yang tidak
menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut
difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian
dalam keperawatan anak. Dalam pemberian water tepid sponge tidak
akan menimbulkan trauma pada anak.
2.3.3 Manajemen Kasus
Pengelolaan kasus secara komprehensif adalah bagian utama dalam
pemberian asuhan keperawatan secara utuh, melalui upaya pengkajian,
penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari berbagai
kasus baik yang akut maupun kronis. Kemampuan perawat dalam mengelola
kasus secara baik tentu berdampak dalam proses penyembuhan anak,
mengingat anak memiliki kebutuhan yang spesifik, dan berbeda satu dengan
yang lain. Keterlibatan orang tua dalam pengelolaan kasus juga dibutuhkan,
karena proses perawatan dirumah adalah bagian tanggung jawabnya dengan
meneruskan program perawatan dirumah sakit. Pendidikan dan keterampilan
mengelola kasus pada anak selama dirumah sakit, akan mampu meberikan
keterlibatan secara penuh bagi keluarga (orang tua) (Hidayat,2009).
2.3.4 Prinsip-prinsip Keperawatan Anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan
sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus
memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam
penerapan asuhan.
Diantara prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah
Pertama, anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik.
Kedua, anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan
sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak
memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai
dengan usia tumbuh kembang. Ketiga, pelayanan keperawtan anak
berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat
kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit. Keempat, keperawatan
anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan
anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam
meberikan asuhan keperawatan anak. Untuk mensejahterakan anak,
keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak. Kelima, praktik
keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk
mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup,
denga menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral
(etik) dan aspek hokum (legal). Keenam, tujuan keperawatan anak dan remaja
adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak
dan remaja sebagai makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks
keluarga dan masyarakat. Ketujuh, pada masa yang akan dating
kecenderungan keperawatn anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab
ilmu tumbuh kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak
(Hidayat, 2009).
2.3.5 Peran Perawat dalam Keperawatan Anak
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya :
1. Pemberi perawatan
Peran perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak,
sebagai perawat anak, pemberian pelayanan keperawatan dapat
dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti
kebutuhan asah, asih, dan asuh.
2. Sebagai advocat keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat anak, perawat
juga mampu sebagai advocate keluarga sebagai pembela keluarga
dalam beberapa hal seperti dalam menentukan haknya sebagai klien.
3. Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan
keperawatan sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan
perawat harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap
timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah
yang diderita.
4. Pendidikan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak, perawat
harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan
cara mengubah perilaku pada anak atau keluarga harus selalu
dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan anak tidak lagi
mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang
tidak sehat.
5. Konseling
Merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya
dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah
yang dialami oleh anak maupun keluarga. Berbagai masalah tersebut
diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan diharapkan pula tidak
terjadi kesejangan antara perawat, keluarga maupun anak itu sendiri.
Konseling ini dapat memberikan kemandirian keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan.
6. Kolaborasi
Merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan
yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain.
Pelayanan keperwatan anak tidak dapat dilaksanakan secara mandiri
oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim kesehatan lain seperti
dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat anak merupakan
individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan.
7. Pengambil keputusan etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang
sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan anak
kurang lebih 24 jam selalu di samping anak, maka peran sebagai
pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan
melakukan tindakan pelayanan keperawatan.
8. Peneliti
Peran ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat
anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian
keperawatan anak, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan
teknologi keperawatan. Peran sebagai peneliti dapat dilakukan dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan anak (Hidayat, 2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Pencarian Literature


3.1.1 Pencarian literature
1. Database
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
hasil penelitian olah penelitian sebelumnya dan tidak melalui observasi
langsung. Sumber data sekunder berupa artikel yang berkaitan dengan
topik melalui database dari Google Scholar, Scopus dan ScienceDirect.
2. Jumlah artikel
Jumlah artikel yang akan direview sejumlah 13 artikel (6
internasional dan 6 nasional) dengan menggunakan artikel dari 5 tahun
terakhir.
3. Kata kunci
Pada pencarian artikel maupun jurnal dengan memasukkan
keyword dan boolean operator (AND, OR, NOT,or AND NOT) yang
digunakan untuk memperluas atau menentukan pencarian, sehingga
memudahkan untuk menentukan artikel maupun jurnal nama yang
digunakan. Kata kunci yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah,
“Demam Typhoid” AND “Water Tepid Sponge” AND “Anak”.

3.2 Karakteristik inklusi dan ekslusi


Tabel 3.1 kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICOS

Kriteria Inklusi Eksklusi

Population / Problem Jurnal nasional dan Jurnal nasional dan


internasional dari database internasional dari
yang berbeda dan database yang berbeda
berkaitan dengan variabel dan tidak ada kaitan
penelitian yakni dengan variabel
penurunan suhu tubuh penelitian
demam typhoid
Pemberian Kompes
Intervention / instrument Pemberian water tepid hangat
sponge

Comparation Tidak ada faktor Tidak ada faktor


pembanding pembanding

Outcome Adanya efektifitas Adanya faktor yang


penerapan metode water mempengaruhi
tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
penurunan suhu tubuh demam typhoid pada
demam typhoid pada anak anak

Study Design Literature review, Pre Quasi eksperimental


eksperimen

Tahun Terbit Jurnal yang terbit setelah Jurnal yang terbit


tahu 2016 sebelum tahun 2016

Bahasa Bahasa Indonesia dan Selain Bahasa Indonesia


Bahasa Inggris dan Bahasa Inggris

3.3 Seleksi studi dan penilaian kualitas


Pemilihan studi dilakukan dengan menggunakan software Mendeley.
Langkah pertama yaitu melakukan screening abstrak dan dilanjutkan dengan
screening teks lengkap. Artikel atau studi yang tidak relevan dan tidak sesuai
dikeluarkan dengan mempertimbangkan relevansi dan kesesuaian dengan tujuan
literature review. Kualitas studi dinilai berdasarkan:
1. Currency (Kapan informasi dipublikasi dan apakah hasil literature review
cukup bermakna untuk masa saat ini?).
2. Relevensi (Seberapa penting informasiyang diberikan tersebut terhadap
pertanyaan literature review?).
3. Authority, (Siapakah author literature review yang direview? Apakah author
bekerja pada institusi yang credible? Apakah artikel berasal dari peer review
journal?).
4. Accuracy, (Apakah informasi yang diberikan dapat dipercaya? Apakah sitasi
yang ada sudah cukup? Apakah ada kesalahan penulisan?).
5. Purpose, (Apakah literature review tersebut suatu literature review independen
ataukah hanya bertujuan untuk menjual produk atau ide?).
3.3.1 Hasil pencarian dan seleksi studi
Berdasarkan hasil pencarian literature review melalui publikasi google
scholar, Scopus, dan sciencedirect menggunakan kata kunci “Demam Typhoid”
AND “Water Tepid Sponge” AND “Anak” dalam pencarian peneliti menemukan
87 artikel dan kemudian artikel tersebut di seleksi, ada 60 artikel di ekslusi karena
terbit dibawah tahun 2016 dan bahasanya tidak menggunakan bahasa inggris atau
bahasa Indonesia. Penilaian kelayakan dari artikel tersisa didapatkan adanya tidak
kelayakan inklusi sehingga dilakukannya ekslusi dan didapatkan 13 artikel yang
dilakukan review.

Excluded (n= 40)


Problem/populasi :
- Tidak sesuai dengan topik (n= 8)
Intervention :
- Tidak sesuai dengan intervention
(n = 10 )
Outcome :
- Tidak ada hubungan ( n = 9 )
Study design :
- Literature Review ( n = 1)
- Pre eksperimen ( n = 10)
Pencarian menggunakan
keyword melalui data base - Quasi eksperimen ( = 1)
google scholar, scopus, - Eksperimental ( n = 1)
science direct
n = 87
Exluded ( N = 45)
- - Penilaian water tepid sponge ( n = 30 )
- - Tujuan penelitian tidak sesuai ( n = 15 )

Seleksi jurnal 5 tahun


terakhir (2016-2020)
n = 60
Seleksi judul dan duplikat
n =22

Identifikasi abstrak
n = 13

Jumlah akhir
n = 13

Gambar 3.1 Diagram flow hasil pencarian dan seleksi studi


3.3.2 Daftar artikel hasil pencarian
Literature review yang digunakan dikelompokkan data – datanya yang sejenis
sesuai hasil yang dinilai untuk menjawab dengan tujuan dengan menggunakan metode
naratif. Jurnal yang sudah sesuai dengan inklusi dikumpulkan menjadi satu dan diringkas
meliputi nama peneliti, tahun terbit, judul, metode, dan hasil pencarian.
Tabel 3.4 Daftar artikel hasil pencarian

Metode (Desain, Sampel,


Volume
No Author Tahun Judul Variabel, Instrumen, Hasil Penelitian Database
Angka
Analisis)
Dari hasil penelitian water
1. Risa Yuniawati, 2020 Vol 1, No 1 Literature Review D : Tinjauan pustaka tepid sponge mampu dalam Scholar
Tri Suraning (2020) Metode Water Tepid (literature review|) Cmenurunkan suhu tubuh
minimal 1 pada pasien
Wulandari, Sponge Untuk S : SLR (systematic demam dengan suhu air C
Parmilah Mengatasi Masalah literature review) dan dilakukan evaluasi
Keperawatan V : Penerapan metode setelah40 15 menit. Hal ini
disebabkan adanya seka
Hipertermi Pada tepid sponge tubuh pada teknik tersebut
Pasien Typhoid I : Penelusuran artikel akan mempercepat
A : Google scholar,
vasodilatasi pembuluh darah
perifer di sekujur tubuh
Garuda Garba dan sehingga evaporasi panas dari
PubMed kulit ke lingkungan sekitar
akan lebih cepat
dibandingkan hasil yang
diberikan oleh kompres air
hangat yang hanya
mengandalkan reaksi dari
stimulasi hipotalamus.

2. Anggraeni Dwi 2019 Vol VIII Efektivitas Water D : Pre eksperimen Hasil mean rank kompres hangat Scholar
Lestari, Nomor 2 Tepid Sponge Suhu S : Accidental Sampling perlakuan yaitu 38,18°C dan
Bambang (2019) 50- 37°C Dan Kompres V : Water tepid sponge hasil mean rank water tepid
Sarwono, Adi 55 Hangat 37°C I : Observasi sponge 22,82°C dari hasil mean
Isworo Terhadap Penurunan A : Uji Mann Whitney rank terlihat jika penurunan
Suhu Hipertermia suhu pada kompres hangat lebih
sedikit daripada water tepid
sponge, maka dapat disimpulkan
jika water tepid sponge lebih
efektif daripada kompres hangat.
Hasil Uji Mann Whitney
kelompok kompres hangat baik
perlakuan pertama hasilnya
adalah p value 0,001 yang
artinya adanya perbedaan antara
kelompok water tepid sponge
dan kompres hangat.

3. Siti Haryani , 2018 Vol. 7, No. Pengaruh Tepid D : Quasi eksperimental Hasil penelitian menunjukkan Scholar
Eka Adimayanti 1 Maret, Sponge Terhadap S : Pretest-Posttest Non suhu sebelum sebelum
, Ana Puji Astuti 2018 Penurunan Suhu Equivalent Control Group dilakukan tepid sponge sebagian
Tubuh Pada Anak Design besar ( 73, 34 %) berada pada
Pra Sekolah Yang V : Prosedur tepid sponge suhu 38-39° Celcius. Suhu
Mengalami Demam dan Penurunan Suhu tubuh setelah dilakukan tepid
Di Rsud Ungaran tubuh sponge sebagian besar (63 %)
I : Univariat dan bivariat berada pada suhu 37 -38°
A : Paired T-Test Celsius. Perbedaan suhu tubuh
anak pada uji t berpasangan
untuk kelompok intervensi
diperoleh nilai signifikansi
0.000 (p < 0.05). Pemberian
kompres water tepid sponge
berpengaruh terhadap penurunan
suhu tuhuh.

4. Linawati 2019 Volume 13, Efektifitas D : Quasi Experiment Teknik analisis data Scholar
Novikasari , No.2, Juni Penurunan Suhu S : Acidental Sampling menggunakan uji statistik uji t
Edita Revine 2019: 143- Tubuh Menggunakan V : Perlakuan water tepid independent.
Siahaan , 153 Kompres Hangat sponge sebanyak 40 klien Diketahui rata-rata nilai suhu
Maryustiana Dan Water Tepid I : Observasi. sebelum kompres hangat
Sponge Di Rumah A : Uji statistik uji t 38,7oC, setelah kompres hangat
Sakit Dkt Tk Iv independent. 37,7oC, rata-rata nilai suhu
02.07.04 Bandar sebelum water Tepid sponge
Lampung 38,6oC, setelah water Tepid
sponge 37,4oC, Ada pengaruh
antara sebelum dan sesudah
kompres hangat dengan beda
mean adalah 0,89oC. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p-value
0,000 < 0,05. Ada pengaruh
sebelum dan sesudah water
Tepid sponge dengan beda mean
adalah 1,2oC. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-value 0,000 <
0,05.

5. Aryanti 2016 Vol 10, No Perbandingan D : Quasi eksperiment Rerata penurunan suhu tubuh Scholar
Wardiyah , 1, Januari Efektifitas S : Purposive sampling setelah pemberian kompres
Setiawati , Umi 2016 : 36- Pemberian Kompres V : Pemberian Kompres hangat sebesar 0,5°C sedangkan
Romayati 44 Hangat Dan Tepid Hangat Dan Tepid rerata penurunan suhu tubuh
Sponge Terhadap Sponge setelah pemberian tepid sponge
Penurunan Suhu I : Observasi sebesar 0,7°C. Hasil uji statistik
Tubuh Anak Yang A : Dependent T test dan Independent Sample T Test
Mengalami Demam Independent T test didapatkan nilai p value = 0,003
Di Ruang Alamanda pada alpha 5% maka dapat
Rsud Dr. H. Abdul disimpulkan ada perbedaan
Moeloek Provinsi efektifitas penurunan suhu tubuh
Lampung Tahun pada kompres hangat dan Tepid
2015 sponge.
Dari uji Differential Univariate-
6. Aulya Kartini 2019 Vol. 14, The Difference D : Quasi General Linear Model dan Scholar
Dg Karra, Muh. No. 3, Between the Eksperimental General Linear Model-Reputed
Aswar Anas, Special Conventional Warm S : Purposive sampling Measure, diketahui bahwa
Muh. Anwar Issue 2019 Compress and Tepid V : Teknik Kompres kompres hangat konvensional
Hafid, and Sponge Technique Tepid Sponge pada dan teknik tepid sponge
Rosdiana Rahim Warm Compress in Perubahan Suhu Tubuh berpengaruh nyata terhadap
the Body PenderitaDemam Tifoid perubahan suhu tubuh.
Temperature I : Observasi Berdasarkan hasil pengujian
Changes of Pediatric A : Uji General Linear dengan menggunakan
Patients with Model-Univariate. Univariate-General Linear
Typhoid Fever Model didapatkan nilai p <α
(0,03 <0,05) yang
menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan antara kompres
hangat konvensional dengan
teknik tepid sponge (H0
ditolak).

7. Witri Hastuti , 2020 Vol 2 No 2, Tepid sponge and D : Quasi-experiment Hasil uji statistik Wilcoxon Scholar
Novi Murdiana June 2020/ sponge bath to S : Purposive sampling menunjukkan ada pengaruh
Sari, Indah page 15-18 change body V : Pengaruh perlakuan spons hangat terhadap suhu
Wulaningsih temperature children tepid sponge dan sponge tubuh anak DBD dengan p-value
with dengue fever bath terhadap perubahan 0,001. Uji-t dependen
suhu tubuh anak demam. menunjukkan ada pengaruh
I : Observasi mandi spons terhadap suhu
A : Paired T Test, tubuh anak dengan p-value DBD
Wilcoxon and Mann 0,000. Uji Mann witney
Whitney menunjukkan bahwa spons
mandi lebih efektif daripada
spons hangat dalam menurunkan
demam dengan nilai p 0,000.

8. Heriaty Berutu, 2019 Volume : Pengaruh Kompres D : Quasi Eksperimen Diketahui hasil penelitian Scholar
Sst, Mkm II1 No : 6 Tepid Water Sponge S : One group pre post dengan keenam subyek
Desember Terhadap Penurunan test design mengalami demam sebelum
2019 Suhu Tubuh Pada V : Kompres Tepid Water dilakukan kompres Tepid Water
Anak Yang Sponge Sponge dengan suhu pada
Mengalami I : Observasi subyek I yaitu 39ºC subyek II
Hipertermi Di Ruang A : - dengan suhu 38,6ºC, subyek III
Melur Rumah Sakit dengan suhu 38ºC, subyek IV
Umum Daerah dengan suhu 37,8ºC, subyek V
Sidikalang dengan suhu 37,8ºC, subyek VI
dengan suhu 38ºC sementara
setelah dilakukan kompres
Tepid Water Sponge pada
keenam subyek maka terdapat
penurunan suhu yaitu pada
subyek I turun menjadi 37ºC,
subyek II menjadi 37,3ºC,
subyek III menjadi 37ºC, subyek
IV menjadi 37ºC, subyek V
menjadi 36,5ºC, subyek VI
menjadi 37ºC. Hal ini
membuktikan bahwa kompres
tepid water sponge ada pengaruh
untuk menurunkan suhu tubuh
pada pasien hipertermi.

9. Riska Hediya 2020 Vol 12 Differences in the D : Quasy experiment Hasil penelitian menunjukkan Scopus
Putri1 , Yetty Effectiveness of S : Analitik bahwa suhu rata-rata sebelum
Dwi Fara , Warm Compresses V : Kompres hangat dan kompres hangat adalah 38,4 ° C
Rusmala Dewi , with Water Tepid water tepid sponge. setelah kompres hangat adalah
Komalasari, Sponge in Reducing I : Observasi 37,5 ° C. Nilai suhu rata-rata
Riona Sanjaya , Fever in Children: A A : Kolmogorov Smirnov sebelum spons air hangat adalah
Hamid Mukhlis Study Using a Quasi- 38,6oC dan setelah spons air
Experimental hangat adalah 37,3oC. Ada
Approach pengaruh antara sebelum dan
sesudah kompres hangat dengan
perbedaan rata-rata 0.85oC (p-
value 0.001). Ada pengaruh
sebelum dan sesudah spons air
hangat dengan perbedaan rata-
rata 1,36oC (p-value 0,001).
Ada perbedaan antara kompres
hangat dan spons air hangat,
yaitu 0,25 0C.

10. Dwi Hastuti, 2021 Volume Effectiveness Of D : Quasi-experimental Suhu tubuh rata-rata sebelum Scholar
Dewi Ummu 2021 Tepid Sponge dan sesudah diberikan kompres
Kulsum, Siti Compresses And S : Concecutive sampling. tepid sponge adalah 38,75 ° C
Rahmawati Plaster Compresses dan 38,08 ° C dengan perbedaan
V : Efektivitas kompres
Ismuhu, and On Child Typhoid temperatur 0,67 ° C. Sedangkan
spons hangat dan kompres
Oop Ropei Patients with Fevers suhu tubuh rata-rata sebelum
gips
dan sesudah diberikan kompres

I : Observasi palster adalah 38,80 ° C dan


38,57 ° C dengan perbedaan
A : Uji Wilcoxon, Uji temperatur 0,23 ° C. Hasil uji
dependen t dan Mann- Mann-Withney didapatkan nilai
Withney p value = 0,000 < α = 0,05 yang
berarti kompres tepid sponge
lebih efektif dalam menurunkan
suhu tubuh pada anak usia
sekolah dibandingkan dengan
kompres plester.

11. Arie Kusumo 2016 Vol 1, No 1 Perbedaan D : Quasy eksperimen Berdasarkan hasil analisis uji Scholar
Dewi (2016)  Penurunan Suhu S : Simple random anova tunggal didapatkan hasil
Tubuh Antara sampling nilai signifikansi (p) sebesar
Pemberian Kompres V : Kompres air hangat 0,000. Hal ini menunjukkan
Air Hangat Dengan dan tepid sponge bath, bahwa ada perbedaan penurunan
Tepid Sponge Bath I : Observasi suhu yang signifikan antara
Pada Anak Demam A : Uji statistik anova 1 kelompok pemberian kompres
air hangat dengan kelompok
pemberian tepid sponge bath
pada anak demam.

12 Pavithra C.* 2018 IJSAR, 5 Effect of Tepid Vs D : Eksperimental Uji 't' berpasangan digunakan Scholar
(6), 2018; Warm sponging on S : Total Enumerative untuk menguji pengaruh spons
25-30 body temperature V : Spons hangat lebih hangat dan hangat. Hasil
and comfort among efektif dan memberikan penelitian menunjukkan bahwa
children with Pyrexia kenyamanan pada anak terdapat perbedaan yang
at Sri Ramakrishna I : Observasi signifikan tingkat suhu tubuh
hospital, Coimbatore A : Uji t pada anak sebelum dan sesudah
spons antara dua kelompok.
Student 't' test digunakan untuk
menganalisis perubahan suhu
tubuh antara kedua kelompok.
Dihitung “t" nilai-nilai di 15ke,
menit  30ke, menit  45th menit dan
menit60ke- adalah 0,04, 0,62, 0,8
dan 1,12 masing-masing tidak
signifikan pada taraf 0,05 yang
menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan antara spons hangat
dan hangat dalam menurunkan
suhu tubuh. Analisis pengaruh
spons hangat vs hangat terhadap
kenyamanan telah dilakukan.
Nilai 't' yang dihitung sebesar
6,69 untuk kenyamanan
signifikan pada tingkat 0,001,
yang menunjukkan bahwa spons
hangat efektif dalam
meningkatkan kenyamanan di
antara anak-anak.

13 Hendrawati ∗ , 2019 Volume 29, Effect of Tepid D : Quasi Experiment Hasil penelitian dengan Science
Mariza Elvira Supplement Sponge on changes S : Sys tematic Sampling menggunakan paired sampel - direct
1, March in body temperature V : Tepid Sponge dapat test T menunjukkan bahwa ada
2019, in children under five mempengaruhi suhu 38,31 ◦C dari suhu tubuh dengan
Pages 91- who have fever in tubuh balita deviasi standard dari 0,436
93 Dr. Achmad Mochtar I : Observasi sebelum memberikan Hangat
Bukittinggi Hospital Sponge. Setelah pemberian
A :  Paired sample T-test Tepid Sponge terjadi penurunan

suhu tubuh yaitu 37,17 C
dengan standar deviasi 0,46 dan
nilai p0,000 (p-value <0,05).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan suhu
tubuh yang signifikan sebelum
dan sesudah pemberian Tepid
Sponge terhadap penurunan
suhu tubuh (p-value = 0,000).
Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya pemberian Tepid Sponge
berpengaruh signifikan terhadap
perubahan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai