Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid ditemukan dalam kehidupan masyarakat, baik

perkotaan maupun pedesaan.Penyakit demam tifoid erat kaitannya

dengan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti hygiene perseorangan

dan hygiene makanan yang tidak sehat, lingkungan yang kumuh,

kebersihan tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat

yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Demam tifoid bersifat endemik

dan merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga penyakit

demam tifoid harus mendapatkan perhatian serius karena

permasalahannya yang sangat kompleks sehingga menyulitkan upaya

pengobatan dan pencegahan (Zulkoni, 2013).

World Health Organization (WHO) menyatakan penyakit demam

tifoid di dunia mencapai 11-20 juta kasus per tahun yang mengakibatkan

sekitar 128.000 - 161.000 kematian setiap tahunnya (WHO,2018).

Demam tifoid menjadi penyebab utama terjadinya mortalitas dan

morbiditas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah

(Batubuaya, 2017).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2012 Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2013), memperlihatkan bahwa demam

tifoid dan paratifoid menduduki peringkat ke 3 dari 10 penyakit terbanyak


pada pasien rawat inap di Rumah Sakit tahun 2012 menurut kode Daftar

Tabulasi Dasar (DTD) sebanyak 55.098 kasus dengan angka kematian

sebesar 2,06%. Kasus demam tifoid ini umumnya terdeteksi berdasarkan

gejala klinis.Terapi pada demam tifoid bertujuan untuk mencapai keadaan

bebas demam dan gejala serta mencegah terjadinya komplikasi.Terapi

simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk

perbaikan keadaan umum penderita yaitu dapat diberikan terapi vitamin,

antipiretik untuk demam dan kenyamanan penderita terutama untuk anak-

anak, dan antiemetik diperlukan bila penderita mengalami muntah.Selain

itu, penggunaan antibiotik penting dalam pengobatan demam tifoid dan

harus segera diberikan bila diagnosis sudah dibuat (Kemenkes RI, 2013).

Di Provinsi Sulawesi Selatan sendiri, menurut badan penelitian dan

pengembangan kesehatan (Balitbangkes) Provinsi Gorontalo

mengungkapkan bahwa tahun 2013, pasien anak yang menderita penyakit

demam tifoid sebanyak 991 orang dan menurut data tahun 2014 sebanyak

1.049 orang anak yang mengidap penyakit demam tifoid sedangkan pada

data yang diperoleh dari dinas kesehatan pada tahun

2015, pasien anak yang menderita demam tifoid sebanyak 1172. Kepala

ruangan sub bidang mengatakan bahwa penyakit demam tifoid meningkat

dalam 5 tahun terakhir, hal ini didukung dengan adanya data yang

menyatakan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan menempati urutan

peringkat terendah provinsi yang menerapkan perilaku hidup, bersih dan


sehat (PHBS). Standar PHBS yang di peroleh sebesar 38,7 % (Dinkes,

2015).

Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sudah sembuh namun

penderita belum dikatakan sembuh total karena masih dapat menularkan

penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Demam typhoid dan

paratyphoid bersifat endemic di Indonesia Penyakit ini jarang ditemukan

secara epidemic, Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier

tiga kali lebih besar dibandingkan laki–laki. Penyebaran penyakit demam

typhoid tidak ada perbedaan dimana laki-laki maupun perempuan akan

mempunyai resiko untuk terkena penyakit ini, penyakit ini banyak diderita

pada anak– anak namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang muda/

dewasa. Dari hasil penelitian bahwa 70 – 80 % penderita demam typhoid

sedikit pada pasien yang berumur di atas 80 tahun (Mansyoer, 2012).

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat

akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype

typhi (Salmonella typhi). Demam tifoid ditandai dengan gejala demam satu

minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan

atau tanpa gangguan kesadaran. (Purnia Pramitasari, 2012). Sumber

penularan utama demam tifoid adalah penderita itu sendiri dan carrier,

yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman S.typhi dalam

tinja, dan tinja inilah yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal

dari tanah yang mengering, membawa bahan-bahan yang mengandung

kuman penyakit yang dapat mecemari makanan yang dijual di pinggir


jalan. Debu tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau

karier demam tifoid. Bila makanan dan minuman tersebut dikonsumsi oleh

orang sehat terutama anakanak sekolah yang sering jajan sembarangn

maka rawan tertular penyakit infeksi demam tifoid. Infeksi demam tifoid

juga dapat tertular melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman

yang dibawa oleh lalat (Arkhaesi et al, 2012).

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia

dengan angka kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah

Kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan

sanitasi yang buruk. Demam tifoid juga merupakan salah satu penyakit

menular penyebab kematian di Indonesia (6% dengan n = 1.080), khusus

pada kelompok usia 5 – 14 tahun tifoid merupakan 13% penyebab

kematian pada kelompok tersebut. Penegakan diagnosis pada anak

dengan demam juga menjadi tantangan bagi para dokter. Demam Tifoid

merupakan penyebab demam yang umum pada anak dengan tanda dan

gejala yang sangat bervariasi dibandingkan dengan penderita Demam

Tifoid yang dewasa (Retnosari & Tumbelaka, 2000; Depkes RI, 2008;

Ahmad, et al., 2016).

Karakteristik Klinis demam tifoid pada anak usia sekolah dengan

infant dan usia <5 tahun berbeda. Pada anak usia sekolah di awitan awal

telah menunjukkan berbagai gejala seperti demam, nyeri perut, malaise,

batuk, dan lain – lain. Pada infant dan <5 tahun, biasanya hanya

menunjukkan kondisi demam dan malaise serta diikuti diare yang sering
disangka oleh praktisi sebagai gejala infeksi virus atau gastroenteritis akut

(Nelson, 2014).

Orang tua jarang menyadari bila anaknya mengalami demam tifoid,

kondisi demam yang lama pada anak tidak membuat orang tua untuk

membawa anaknya ke faskes terdekat terlebih dahulu, bahkan pemberian

antibiotic secara mandiri (tanpa resep) sehingga terjadi resistensi dan

komplikasi dari demam tifoid. (Ahmad, et al., 2016).

Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti dari rekam medis di

RSUD Lakipadada Tana Toraja, jumlah pasien demam typoid pada tahun

2020 sebanyak 637 orang pasien, diantaranya 329 pasien perempuan dan

308 pasien laki-laki. Sedangkan untuk tahun 2021 jumlah pasien demam

typoid sebanyak 163 orang pasien sebanyak 83 pasien perempuan dan

sebanyak 80 pasien laki-laki. Data ini menunjukkan masih tingginya

pasien tiap tahun (Rekam Medis RSUD Lakipadada, 2022).

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kejadian demam typoid

masih terbilang cukup tinggi khususnya di RSUD Lakipadada. Peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Kejadian

Penyakit Demam Typoid pada Anak Berdasarkan Umur dan Tingkat

Pendidikan Pada Pasien di RSUD Lakipadada”.

B. Rumusan Masalah

Dari pembahasan tersebut, penulis merumuskan sebuah masalah

penelitian : “ Bagaimana Gambaran Kejadian Penyakit Demam Typoid


pada Anak Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Pada Pasien di

RSUD Lakipadada ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gambaran Kejadian Penyakit Demam Typoid

pada Anak Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Pada

Pasien di RSUD Lakipadada.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Gambaran Kejadian Penyakit Demam Typoid

pada Anak Berdasarkan Umur Pada Pasien di RSUD

Lakipadada”..

b. Untuk mengetahui Gambaran Kejadian Penyakit Demam Typoid

pada Anak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Pasien di

RSUD Lakipadada”..

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan

dalam pengembangan ilmu keperawatan dan dapat menjadi acuan

ilmiah bagi penelitian selajutnya mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian Demam Tipoid.

2. Manfaat Institusi
Sebagai sumber informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang

akan datang.

3. Manfaat Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat agar menerapkan pola hidup sehat dan lingkungan

yang bersih supaya tidak terjangkit penyakit demam tifoid sehingga

angka kesakitan akibat demam tifoid bisa menurunkan secara

umum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Demam Tipoid

1. Defenisi

a. Demam Tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik

bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit

ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau

endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi dalam sel

fagosit monokuler dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan

peyer's patch dan dapat menular pada orang lain melalui

makanan atau air yang terkontaminasi

(NANDA, 2015).

b. Demam tifoid termasuk tipe demam septik, suhu badan

berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari

dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari.

Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam


yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan

juga demam hektik (Sutjahjo, 2016).

c. Demam tifoid atau typhoid fever ialah penyakit infeksi sistemik

bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Demam

tifoid yaitu jenis terbanyak dari salmonelosis.

Banyak jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid

yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula

S. paratyphi B) dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi

c) (Rohana, 2016).

d. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik akut yang disebabkan

olehSalmonella typhi dengan tanda gejala utama demam (lebih

dari 1 minggu), gangguan saluran pencernaan, serta gangguan

susunan saraf pusat atau kesadaran (Daud, 2013).

e. Demam tifoid adalah salah satu penyakit infeksi bakteri pada

organ usus halus, dan ada pada aliran darah yang disebabkan

oleh salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B, dan C

(Ardiansyah, 2012 dalam Harliani, 2014).

2. Etiologi

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri

Gram- negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic

(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagellar antigen (H) yang terdiri

dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari


polisakarida. Mempunyai makromolekul lipopolisakarida kompleks

yang membentuk lapisan luar dari dinding sel dan dinamakan

endotoksin. Salmonella yphi juga dapat memperoleh plasmid

factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple

antibiotic (NANDA, 2015).

3. Manifestasi Klinis

Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat

agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi.

Pengetahuan gambaran Klinis penyakit ini sangat penting untuk

membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus tertentu

dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan

diagnosis (Setiati et al., 2015).

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

Gejala-gejalaklinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai

dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang

khas disertai komplikasi hingga kematian (Setiati et al., 2015).

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan

keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu

demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan


epistaksis. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas

berupa demam, bradikardi relatif (bradikardi relatif adalah

peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali

permenit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung

merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,

gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau

psikosis. Roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Setiati

et al., 2015).

Berikut tabel periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda :

Tabel 1
Periode Infeksi Demam Tifoid, Gejala dan Tanda
Minggu Gejala Keluhan Patologi

Minggu Panas berlangsung Gangguan Bakteremia

Pertama insidious, tipe panas saluran cerna

stepladder yang

mencapai 39-40°C,

menggigil, nyeri kepala

Minggu Rash, nyeri abdomen, Rose sport, Vaskulitis,

Kedua diare atau konstipasi, splenomegali, hiperplasia

delirium hepatomegali pada peyer’s

patches, nodul

tifoid pada

limpa dan hati

Minggu Komplikasi: Perdarahan Melena, ileus, Ulserasi pada

Ketiga saluran cerna, perforasi, ketegangan peyer’s

syok abdomen, patches, nodul


koma pada limpa

dan hati

Minggu Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,

Keempat, relapse, penurunan BB berat, kakeksia carrier kronik

dst

(Sumber: NANDA, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Nanda NIC- NOC, 2015)

4. Patofisiologi Demam Tipoid

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella

paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui

makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam

lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus

kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama

sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam

makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui

duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk

ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh

terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-

sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi

mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik (Setiati et al., 2015).

Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke

dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan

sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag yang telah

teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi

pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskuler,

mental, dan koagulasi (Setiati et al., 2015).

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi

hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis

organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami

nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di

dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke

lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan


akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatri,

kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya (Setiati et

al., 2015).

5. Diagnosis

Diagnosis berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik

dan penunjang. Keluhan utama adalah badan panas 1 minggu atau

lebih. Panas semakin hari semakin tinggi, terutama pada sore atau

malam hari, bisa disertai mengigau, dan kejang. Anak mungkin

mengeluh sakit perut disertai diare, muntah, dan pada anak umur >

5 tahun biasanya terdapat konstipasi. Anak juga mengeluh sakit

kepala, tidak mau makan, dan badan lemas. Pada keadaan lanjut

anak bisa mengeluh BAB hitam atau ada darah.

Diagnosis demam tifoid dilakukan pemeriksaan reaksi rantai

polimerase, dalam beberapa jam dapat diperoleh hasil yang lebih

sensitif dan lebih spesifik dibandingkan dengan hasil biakan.

Sebagai diagnosis diferensial demam tifoid pada stadium awal

adalah gastroenteritis dan infeksi virus, sedangkan pada stadium

berikutnya adalah pneumonia, sepsis, tuberculosis, dan malaria

falsiparum (Wardana, Herawati, Yasa, 2014).

Klinis gastroenteritis salmonela tidak mudah dibedakan

dengan bakteri atau parasit lain penyebab diare berdarah, usia,

paparan terhadap antibiotic, terdapatnya demam, berhubungan

dengan gejala enteritis, dan bermacam gambaran epidemiologik


kadang-kadang tersangka pada agen penyebabnya. Terdapatnya

diare inflamatori dengan demam secara konsisen juga terjadi pada

Shigella, Enteroinvasive E. coli, Campylabacter jejuni, Yersinia

enterocolitica, dan Clostridium difficile. Jika nyeri abdomen

dan tenderness berat, diagnosis alternatif termasuk apendisitis,

pervorasi viskus dan colitis ulserative. Demam tifoid juga

menyerupai infeksi sistem retikuloendotel lain, termasuk infeksi

virus Ebstein-Barr, disseminated histoplasmosis, ehrlichiosis,

bruselosis, tularemia, plak, dan typhus (Wardiyah, Setiawati, &

Setiawati, 2016).

Selama stadium awal demam tifoid, diagnosis klinis dapat

terkelirukan dengan gastroenteritis sindrom virus, bronkitis, atau

bronkopneumonia. Selanjutnya diagnosis banding meliputi sepsis

dengan bakteri patogen lain yaitu infeksi yang disebabkan

mikroorganisme intraseluler, seperti tuberkulosis, bruselosis,

tularemia, leptospirosis, dan penyakit riketsia. Infeksi virus, seperti

mononukleosis infeksiosa dan hepatitis (Nelson, 2012).

6. Tes Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengecek

bakteri Salmonella typhi pada penderita demam tifoid antara lain :

a. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang digunakan untuk

mendeteksi bakteri Salmonella typhi yang spesifik dalam darah


penderita, sehingga memungkinkan diagnosis dalam beberapa

jam. DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam

darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi

DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui

identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. Metode ini

spesifik dan lebih sensitif untuk mendeteksi bakteri yang

terinfeksi dalam darah (Sucipto, 2015).

b. Biakan Salmonella typhi

Biakan Salmonella typhi dari spasimen seperti darah, sumsum

tulang, tinja, urin, dan cairan duodenum. Hasil biakan yang

positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak

menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada

beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil, (2)

perbandingan volume darah dari media empedu, dan (3) waktu

pengambilan darah. Biakan darah positif pada 40-60%

penderita ditemukan pada awal perjalanan penyakit. Biakan

sumsum tulang merupakan metode diagnosis yang palimg

sensitif,

biakan ini positif pada 85-90% dan kurang dipengaruhi oleh

terapi antimikroba sebelumnya, biakan tersebut sering positif

selama stadium akhir penyakit. Biakan tinja dan urin menjadi


positif selama masa inkubasi. Bila pada kasus yang dicurigai

dengan biakan tinja negatif, maka biakan aspirasi cairan

duodenum atau kapsul bertali duodenum dapat membantu

dalam

mengkonfirmasi infeksi. Pada biakan tersebut yang dilakukan

biasanya membutuhkan waktu sekurang-kurangnya tiga hari

untuk mendapat hasil dari biakan (Prasetyo & Ismoedijanto,

2012).

c. Tes serologis

Tes serologis merupakan pemeriksaan diagnosis untuk

mendeteksi antibodi terhadap antigen Salmonella typhi dan

menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella typhi. Tes

ini terdiri dari atas tes Widal dan ELISA (Garna,

2012).

d. Tes Widal

Pada tes widal diambil darah vena sebanyak 3-5 mL. Prinsip

pemeriksaan yaitu terjadi reaksi aglutinasi antara Salmonella

typhi dan aglutinin penderita. Titer aglutinin dinyatakan dengan

nilai pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi.

Biasanya titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat

hilang dibandingkan dengan aglutinin H atau Vi. Interprestasi


tes widal dinilai berdasarkan kenaikan titer aglutinin empat kali,

terutama aglutinin O atau aglutinin H. penetapan aglutinin O

bervariasi antara titer O > 1/160 sampai > 1/320 atau titer H >

1/800 dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapatkan

vaksinasi atau sembuh dari sakit demam

tifoid (Garna, 2012).

7. Komplikasi

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ tubuh

dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu

(Setiati et al., 2015):

a. Komplikasi intestinal : Perdarahan, perforasi, ileus paralitik, dan

pankreatitis

b. Komplikasi ekstra-intestinal

1) Komplikasi kardiovaskular : gagal sirkulasi perifer,

miokarditis,

tromboflebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia,

koagulasi intravaskuler diseminata (KID), trombosis.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.

4) Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondylitis,


artritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

B. Tinjauan Umum Tentang Umur dan Pendidikan

1. Umur

a. Defenisi

1) Usia merupakan kurun waktu sejak adanya seseorang dan

dapat diukur menggunakan satuan waktu dipandang dari

segi kronologis, individu normal dapat dilihat derajat

perkembangan anatomis dan fisiologis sama (Nuswantari,

2010). Usia juga merupakan waktu lamanya hidup atau ada

(sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2011).

2) Menurut Harlock (2004), umur adalah rentang kehidupan

yang diukur dengan tahun, dikaitkan masa awal dewasa

adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya

adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun, umur

adalah lamanya hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan.

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai saat berulang tahun.

b. Klasifikasi Umur

Pada Tahun 2012 DepKes RI mengkategorikan usia atau

umur dibagi menjadi :

1) Berusia 0 sampai dengan 5 Tahun merupakan Masa Balita


2) Usia 5 sampai dengan 11 Tahun merupakan Masa Kanak –

kanak

3) Usia 12 sampai dengan 16 Tahun merupakan Masa Remaja

Awal

4) Usia 17 sampai dengan 25 Tahun merupakan Masa Remaja

Akhir

5) Usia 26 sampai dengan 35 Tahun merupakan Masa Dewsa

Awal

6) Usia 36 sampai dengan 45 Tahun merupakan Masa Dewasa

Akhir

7) Usia 46 sampai dengan 55 Tahun merupakan Masa Lansia

Awal

8) Usia 56 sampai dengan 65 Tahun merupakan Masa Lansia

Akhir

9) Sesorang dengan Usia 65 Tahun keatas masuk Masa

Manula

Sedangkan pembagian kategori usia menurut badan

kesehatan

dunia atau WHO dibagi menjadi :

1) Berusia 0 – 17 Tahun adalah Masa Anak – anak dibawah

umur

2) Berusia 18 – 65 Tahun memasuki Masa Pemuda

3) Berusia 66 – 79 Tahun adalah Masa Setengah baya


4) Berusia 80 – 99 Tahun merupakan Orang Tua

5) Berusia 100 Tahun keatas adalah Orang Tua berusia

Panjang

2. Pendidikan

a. Defenisi Pendidikan

1) Menurut Ahmad dalam Hasbullah (2017:3) “Pendidikan

adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani

siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.

2) Menurut Rousseau dalam Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati

(2015:69) “Pendidikan adalah memberi kita perbekalan

yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita

membutuhkannya pada waktu dewasa”.

3) Selanjutnya menurut Jhon Dewey dalam Hasbullah

(2015:2) “Pendidikan adalah proses pembentukan

kecakapan kecakapan fundamental secara intelektual dan

emosional ke arah alam dan sesama manusia”.

4) Menurut Undang - Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan


spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.

5) Menurut Undang – Undang Pendidikan Nomor 9 Tahun

2009, pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang

terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

6) Berdasarkan definisi-definisi para ahli di atas maka dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar

yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan

pemerintah melalu berbagai kegiatan untuk peranan

dimasa yang akan datang dan berlangsung sepanjang

hayat.

b. Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan nasional diatur melalui UU Sisdiknas. Jalur

pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk

mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan

yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan

terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal.

Teguh Triwiyanto (2014:120) “Pendidikan formal adalah jalur

pendidikan terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan


tinggi”. Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan

belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah merupakan

bagian dari pendidikan yang berjenjang dan

berkesinambungan.

Adapun satuan pendidikan luar sekolah meliputi

kelompok-kelompok belajar, khusus dan satuan pendidikan

sejenisnya. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan

diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara

terstuktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan

layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah dan pelengkap pendididkan formal dalam rangka

mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan

nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan fungisional, serta pengembangan sikap dan

kepribadian profesional. Sedangkan pendidikan informal

adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan

pendidikan informal

yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk

kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikannnya diakui

sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah


peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional

pendidikan.

c. Tingkat Pendidikan

Menurut Undang–Undang Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 yang

dimaksud dengan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan

formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi

dan memperkaya. Pasal 14 menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan jenjang pendidikan terdiri atas

pendidikan dasar (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Tingkat Pertama), pendidikan menengah (Sekolah Menengah

Tingkat Atas), Pendidikan tinggi (Diploma, Magister, Spesialis

dan Doktor).

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk

mengembangkan

sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan

dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup

bermasyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang

memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan

menengah (Pasal 13). Warga negara yang berumur enam

tahun berhak mengikuti pendidikan dasar,


sedangkan yang berumur tujuh tahun berkewajiban

mengikuti pendididkan dasar sampai tamat.Pelaksanaan

wajib belajar ditetapkan dengan peraturan pemerintah

(Pasal 14). Pendidikan dasar merupakan pendidikan di

Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP).

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk

melanjutkan

dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan

peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan

lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat

mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia

kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah

merupakan pendidikan yang lamanya tiga tahun sesudah

pendidikan dasar danm diselenggarakan di Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan

yang sederajat (Pasal 15).

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program

Pendidikan diploma: Sarjana, Magister, Doktor, dan


Spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Pendidikan tinggi merupakan pendidikan yang

diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik

dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau menciptakan pengetahuan,

teknologi dan/atau kesenian.

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan dari data yang diperoleh di RSUD Lakipadada Tana

Toraja tentang adanya peningkatan angka penderita Demam Tipoid

dari tahun ke tahun dan penulis tertarik untuk melakukan penelitian


tentang gambaran kejadian Demam Tipoid pada anak berdasarkan

umur dan pendidikan di RSUD Lakipadada, Tana Toraja tahun 2022-

2021.

Variable Independent Variabel Dependent

UMUR

PENDIDIKAN

PEKERJAAN KEJADIAN

PEMANFAATAN JAMBAN
DEMAM TIPOID

PENGETAHUAN

KEBIASAAN/PERILAKU

STATUS GIZI
Keterangan gambar :

: Variabel yang diteliti

: : Variabel yang tidak diteliti

B. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Defenisi Kriteria Objektif Alat Ukur Skala

Penelitian Operasional

1 Dependen Merupakan 1. Ya : Jika Rekam Nominal

Demam suatu penyakit yang Medis


Tipoid penyakit diderita adalah RSUD

infeksi demam tipoid Lakipadada

sistemik sesuai dengan tahun

bersifat akut diagnose dokter 2020-2021

yang 2. Tidak : Jika

disebabkan yang diderita

oleh bukan penyakit

Salmonella demam tipoid

typhi.

2 Independen Adalah waktu 1. 0 – 27 Hari Rekam Nominal

1. Umur hidup atau 2. 28 hari – <1 Medis

sejak Tahun RSUD

dilahirkan 3. 1 – 4 tahun Lakipadada

sampai saat 4. 5 – 14 tahun tahun

ini 2020-2021

3 2. Pendidikan Adalah 1. Belum Sekolah Rekam Nominal

satuan 2. TK Medis

tingkat 3. SD RSUD

Pendidikan Lakipadada

terakhir yang tahun

dicapai atau 2020-2021

telah dilalui,

baik
sementara

lanjut ke

tingkat atas

atau sudah

berhenti.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskripif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat

study tentang suatu keadaan secara objektif untuk menjawab

permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Pada penelitian ini, sesuai dengan permasalahan dan tujuan

penelitian yang diajukan, maka penelitian ini termasuk deskriptif.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis umur dan tingkat

pendidikan yang berhubungan dengan kejadian Demam Typoid pada

anak di RSUD Lakipadada, Tana Toraja.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dalam kurun waktu dua bulan terhitung dari

bulan Mei sampai Juni 2021.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Lakipadada, Tana Toraja..

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

(Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

penderita demam typoid yang datang berobat di RSUD

Lakipadada, Tana Toraja.pada tahun 2020 dan tahun 2021.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili suatu

populasi (Saryono, 2010). Adapun sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah semua pasien anak yang menderita Demam

Typoid yang datng berkunjung di RSUD Lakipadada, Tana Toraja

pada tahun 2020 dan tahun 2021.

D. Identifikasi Variabel

Menurut A. Aziz Alimul Hidayat, variabel merupakan karakteristik

subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek yang

lainnya.

Dalam penelitian, terdapat beberapa jenis variabel yaitu:

1. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel

independen pada penelitian ini adalah Umur dan Pendidikan

anak.

2. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel yang di pengaruhi atau

menjadi akibat variabel independen. Variabel dependen pada

penelitian ini adalah kejadian Demam Typoid pada anak.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di RSUD Lakipadada, Tana Toraja

dengan prosedur sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi tempat penelitian dan populasi target.


2. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian di

RSUD Lakipadada, Tana Toraja.

3. Setelah mendapat persetujuan dari RS, kemudian peneliti meminta

persetujuan kepada bagian rekam medis untuk mengambil data

penderita demam typoid pada anak tahun 2020 dan 2021 (data

sekunder).

F. Analisa Data

Data diolah secara optimal dengan menggunakan kalkulator dan

analisis secara deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi yang dilengkapi dengan penjelasan dan menggunakan

rumus :

F
P= x 100
n

Keterangan :

P : Distribusi

F : Frekuensi

n : jumlah sampel

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat izin dari institusi

Akademi Keperawatan Toraya Tana Toraja untuk melakukan suatu

penelitian, dan izin dari RSUD Lakipadada, Tana Toraja sebagai

tempat penelitian. Setelah mendapat izin kemudian melakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan ( Informend Consent)

Lembaran persetujuan ini ditujukan kepada Direktur RSUD

Lakipadada, Tana Toraja untuk ditandatangani. Setelah mendapat


persetujuan selanjutnya melakukan suatu penelitian tentang

kejadian demam tipoid di RSUD Lakipadada, Tana Toraja.

2. Tanpa Nama (Anonymaly)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang

diisi subjek, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasian informasi pasien dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada berdiri di atas lahan

seluas ± 1 Ha berada di Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja,

merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang berbatasan

langsung dengan dua provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dan

Sulawesi Tenggara.

1. Sarana dan prasarana

Rumah Sakit Umum Daerah Lakipadada terdiri dari:

a. IGD (Instalasi Gawat Darurat)

b. Ruang Perawatan (Interna, Bedah, Anak, Kelas, dan VIP )

c. ICU

d. Fisioterapi

e. Kamar bedah

f. Kebidanan

g. Farmasi/Apotek

h. Radiologi

i. Kantor

j. Poli Klinik

k. Laboratorium

l. Dapur

m. Kamar jenasah
2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah

Lakipadada yaitu:

a. Dokter umum

b. Dokter spesialis (Bedah, Anastesi, Penyakit dalam, Anak,

syaraf, THT, Psikiatri, Gigi, Radiologi, Obstetri dan ginekologi)

c. Tenaga perawat

d. Tenaga radiologi

e. Tenaga fisioterapi

f. Ahli gizi

g. Bidan

h. Analisis Kesehatan

i. Apoteker

j. Pegawai struktural

k. Security

l. Sopir
B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Lakipadada, Kabupaten Tana

Toraja. Sampel pada penelitian ini adalah penderita demam typoid

pada anak yang datang berobat di RSUD Lakipadada yang diambil

dari data rekam medis Rumah sakit yaitu pasien pada tahun 2020 dan

2021.

Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan editing dan

tabulasi. Kemudian hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif serta

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang dilengkapi

dengan penjelasan meliputi umur dan jenis kelamin.

1. Distribusi frekuensi berdasarkan Umur

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian demam tipoid pada anak
berdasarkan umur di RSUD Lakipadada Tahun 2020 (n=282)
Umur N %
0 – 27 hari 0 0,0 %
28 hari – <1 Tahun 1 0,35 %
1 – 4 Tahun 77 27,31 %
5 – 14 Tahun 204 72,34 %
Total 282 100
Sumber: Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat disimpulkan bahwa total

pasien anak dengan penyakit demam tipoid yang berobat pada

tahun 2020 sebanyak 282 orang, anak yang berumur 28 hari -

<1 tahun sebanyak 1 orang (0,35%), umur antara 1 – 4 tahun

sebanyak 77 orang (27,31%), dan umur antara 5 – 14 tahun

sebanyak 204 orang pasien ( 72,34%).


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Kejadian demam tipoid pada anak
berdasarkan umur di RSUD Lakipadada Tahun 2021 (n=58)
Umur N %
0 – 27 hari 0 0,0 %
28 hari – <1 Tahun 0 0,0 %
1 – 4 Tahun 28 48,28 %
5 – 14 Tahun 30 51,72 %
Total 58 100
Sumber: Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat disimpulkan bahwa total

pasien anak dengan penyakit demam tipoid yang berobat pada

tahun 2021 sebanyak 58 orang, anak yang berumur antara 1 – 4

tahun sebanyak 28 orang (48,28%), dan umur antara 5 – 14 tahun

sebanyak 30 orang pasien ( 51,72%).

2. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Kejadian demam tipoid pada anak
berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Lakipadada Tahun 2020
(n=282)
Tingkat Pendidikan n %
Belum Sekolah 78 27,66 %
TK/PAUD 84 29,79 %
SD 120 42,55 %
Total 282 100 %
Sumber: Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat disimpulkan bahwa total

pasien anak dengan penyakit demam tipoid yang berobat pada

tahun 2020 sebanyak 282 orang, anak yang belum sekolah

sebanyak 78 orang pasien (27,66%), anak dengan tingkat

Pendidikan TK/PAUD sebanyak 84 orang pasien (29,79%) dan


anak dengan tingkat Pendidikan SD sebanyak 120 orang

pasien (42,55%).

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kejadian demam tipoid pada anak
berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Lakipadada Tahun
2021 (n=58)
Tingkat Pendidikan N %
Belum Sekolah 28 42,28 %
TK/PAUD 14 24,15 %
SD 16 27,87 %
Total 58 100 %
Sumber: Data Sekunder

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat disimpulkan bahwa total

pasien anak dengan penyakit demam tipoid yang berobat pada

tahun 2021 sebanyak 58 orang, anak yang belum sekolah

sebanyak 28 orang pasien (42,28%), anak dengan tingkat

Pendidikan TK/PAUD sebanyak 14 orang pasien (24,15%) dan

anak dengan tingkat Pendidikan SD sebanyak 16 orang pasien

(27,87%).

C. Pembahasan

Penelitian ini berjudul “Gambaran Kejadian Penyakit Demam Tipoid

pada Anak Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan di RSUD

Lakipadada Tana Toraja tahun 2020-2021”.

1. Kejadian Demam Tipoid pada anak berdasarkan Umur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian

penyakit demam tipoid pada anak berdasarkan umur di RSUD

Lakipadada Tana Toraja tahun 2020 dan 2021. Berdasarkan total


kasus penderita demam tipoid pada anak yang berobat di RSUD

Lakipadada Tana Toraja pada tahun 2020 sampai 2021 sebanyak

340 orang pasien, untuk kategori umur pada anak paling banyak

yaitu rentang usia antara 5 sampai 14 tahun yaitu sebanyak 220

orang pasien (64,71%), sedangkan untuk rentang umur pada anak

paling sedikit yaitu umur 28 hari sampai <1 tahun sebanyak 1 orang

pasien (0,29%). Hasil ini menunjukkan bahwa penderita demam

tipoid kebanyakan pada anak usia sekolah, sedangkan resiko

kejadian pada usia anak dibawah 1 tahun masih terbilang cukup

rendah.

Berdasarkan Laporan RISKESDAS tahun 2012 menunjukkan

bahwa prevalensi demam tifoid di Indonesa terjadi pada kelompok

usia 5-14 tahun, dimana pada usia tersebut anak cenderung kurang

memperhatikan kebersihan diri serta kebiasaan jajan sembarangan

yang dapat menyebabkan penularan demam tifoid (Depkes RI,

2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Artanti (2013) di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Kota

Semarang yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara

umur responden dengan kejadian demam tifoid. Pada penelitian

tersebut diketahui proporsi umur berisiko pada kelompok kasus

seimbang dengan kelompok kontrol. Hal tersebut sama dengan

hasil penelit ian di lapangan yang menunjukkan proporsi umur


berisiko pada kelompok kasus sebesar 86% seimbang dengan

kelompok kontrol sebesar 86%.

Perilaku orang tua dalam pencegahan demam tifoid pada

anak termasuk sebagai partisipasi orang tua dalam menjaga

perilaku dan kebiasaan anak terkait dengan kejadian demam tifoid.

Teori pembelajaran sosial menunjukkan bahwa perilaku orang tua

menjadi contoh bagi anak mereka sehingga orang tua dapat

mengaplikasikannya pentingnya kesehatan kepada anaknya. Oleh

karena itu, untuk menunjang perilaku positif orang tua untuk

menjaga anak mereka dari kebiasaan hidup tidak sehat seperti

personal hygiene yang buruk, jajan sembarangan.

Demam tifoid dapat terjadi pada semua usia, Pada Usia

anak 5-11 tahun merupakan usia sekolah dimana pada kelompok

usia tersebut sering melakukan aktifitas di luar rumah, sehingga

beresiko terinfeksi Salomonella typhi seperti jajan disekolah atau

diluar rumah yang kurang terjamin kebersihannya (mengkonsumsi

makanan dan minuman yang terkontaminasi). Adanya faktor

higienitas, daya tahan tubuh dan kontaminasi susu atau produk

susu oleh carrier dapat menyebabkan anak-anak lebih banyak

terkontaminasi Salmonella typhi.

Anak dengan usia 5-14 tahun sangat rentan untuk terjangkit

berbagai penyakit, karena sibuk dengan dunia permainan,

sehingga tidak memperhatikan kebersihan diri khususnya


kebersihan tangan sehingga sangat mudah untuk terjangkit atau

tertular penyakit. Sehingga pada usia sekolah sangat diharapkan

perhatian dari orang tua dan guru pada anak khususnya dalam hal

kebersihan diri. Kebiasaan anak usia 5-14 tahun Bersama dengan

teman bermain, sangat berpengaruh pada kebersihan diri, terutama

makanan dan minuman yang dikonsumsi.

2. Kejadian Demam tipoid berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian

penyakit demam tipoid pada anak berdasarkan tingkat pendidikan

di RSUD Lakipadada Tana Toraja tahun 2020 dan 2021.

Berdasarkan total kasus penderita demam tipoid pada anak yang

berobat di RSUD Lakipadada Tana Toraja pada tahun 2020 sampai

2021 sebanyak 340 orang pasien, untuk kategori tingkat pendidikan

paling banyak yaitu tingkat Pendidikan SD yaitu sebanyak 220

orang pasien (64,71%), sedangkan untuk tingkat Pendidikan yang

sedikit pada tingkat TK/PAUD sebanyak 98 orang pasien (28,82%).

Hasil ini menunjukkan bahwa penderita demam tipoid pada anak

kebanyakan terjadi pada tingkat sekolah dasar dibandingkan yang

belum sekolah.

Kebiasaan jajan anak sangat di pengaruhi oleh lingkungan

sekitarnya dan orang terdekat seperti teman. Kegiatan anak usia 7-

12 tahun saat berada di sekolah cukup menyita waktu, hampir

seperempat waktu mereka habiskan di sekolah dimana anak dapat


dengan bebas untuk membeli jajan yang diinginkan tanpa

memikirkan resiko terhadap kesehatannya. Anak sekolah dasar

mengganggap rasa lebih penting daripada kandungan gizi

dalam membeli jajan. Hal ini sejalan dengan penelitian Bondika

(2014) yang menyatakan bahwa kebiasaan jajan di sekolah terjadi

karena 3-4 jam setelah makan pagi perut akan terasa lapar

kembali. Rendahnya sumbangan zat gizi dari jajan yang

disebabkan sebagian besar anak sekolah dasar mengkonsumsi

mjajan yang kandungan zat gizinya kurag bervariasi karena hanya

terdiri dari 1 atau 2 jenis zat gizi saja.

Anak sekolah tidak terbiasa mencuci tangan sebelum makan

dan mencuci buah dan sayur mentah sebelum dikonsumsi secara

langsung. Cara mengkonsumsi jajan yang benar sangat

berpengaruh terhadap kesehatan, bakteri dapat berpindah dari

tangan yang kotor kedalam tubuh jika tidak melakukan cuci tangan

sebelum makan. Apabila tidak mencuci tangan dengan sabun,

penggosokan dan pembilasan dengan air mengalir maka partikel

kotoran yang mungkin mengandung Salmonella thypi dapat pindah

ke makanan yang sedang kita makan. Selain itu, buah dan sayur

yang akan dimakan langsung seringkali mengandung pestisida

atau pupuk yang berasal dari kotoran, untuk menghindari

terpaparnya kuman penyakit, bahan makanan mentah yang akan


dikonsumsi langsung tanpa dimasak terlebih dahulu misalnya

sayuran dan buah hendaknya dicuci bersih dibawah air mengalir

untuk mencegah bahaya pencemaran oleh bakteri, telur ataupun

pestisida.

Pendidikan merupakan proses belajar dan proses

perkembangan untuk menerima informasi. Tingkat pendidikan

sangat berpengaruh terhadap pemilihan kuantitas dan kualitas

makanan yang akan dikonsumsi olehnya. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, pengetahuan tentang gizi semakin baik.

Pengetahuan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kebiasaan

makan ataupun jajan dan juga kesehatan, karena pengetahuan

tentang gizi yang baik akan mempengaruhi seseorang dalam

melilih jenis jajan atau tentang kebiasaan makan yang akan

diterapkan pada keluarga serta digunakan untuk menamkan

kebiasaan yang baik bagi anak. Anak akan mengingat apa yang

dicontohkan oleh orang tua, salah satunya dengan memilih jajan

yang sehat agar tubuh tidak mudah terjangkit penyakit salah

satunya demam typhoid.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mengalami

keterbatasan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Metode
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan penelitian

cross sectional dimana semua variable bebas dan terikat diukur

secara bersamaan pada waktu yang sama dan onjek penelitian

hanya diobservasi sekali saja, sehingga metode ini dikatakan

metode yang paling lemah dan memiliki berbagai keterbatasan.

2. Instrumen Penelitian

Data yang digunakan adalah data sekunder sehingga data yang

diperoleh sangat dipengaruhi oleh kelengkapan data pasien

yang ada di rekam medis Rumah Sakit, sehingga memiliki

kemungkinan kesalahan dalam pencacatan data.

3. Pengetahuan Peneliti

Pengetahuan peneliti tentang penelitihan masih sangat kurang

dan penelitian ini merupakan pengalaman pertama bagi peneliti.

Anda mungkin juga menyukai