PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang tepat dan komprehensif terhadap pasien typhoid. Tidak hanya dengan
pemberian antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan
benar serta pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses
demam tifoid telah menyebabkan infeksi sekitar 27 juta setiap tahun di seluruh
dunia. Hal ini menimbulkan angka kematian yang tinggi di era pra-
antimikroba yang berkisar antara 7-26% dari kasus pasien yang dirawat di
rumah sakit. Prevalensi demam tifoid tertinggi terjadi di Asia yaitu 70%. Di
penduduk (WHO,2015).
sebagai akibat dari infeksi serta tekanan dari lingkungan yang dapat
1
akibat demam tifoid di Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan lebih dari
20.000 kematian. Jumlah morbiditas demam tifoid di Rumah Sakit adalah ±1,5
juta kasus pada penderita rawat inap dan 2.013 di antaranya meninggal dunia
(Kemenkes RI,2016).
ini sangat erat kaitannya dengan higiene pribadi seperti hygiene perorangan
kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci 2 tangan dengan sabun
2013). Kebiasaan Cuci tangan merupakan salah satu perilaku hidup sehat yang
2
pasti tetapi kenyataannya perilaku hidup sehat ini belum menjadi budaya
responden tidak mencuci tangannya sebelum makan dan tidak mencuci bahan
peningkatan tahun 2016 menjadi 4.125 kasus dengan pasien meninggal 101
orang, sedangkan pada tahun 2017 meningkat menjadi 4.232 kasus dengan
Moutong jumlah penderita demam tifoid tahun 2016 sebanyak 1.705 orang.
Tengah,2017).
wilayah kerjanya pada tahun 2016 sebanyak 104 orang, tahun 2017 meningkat
menjadi 138 orang. Sedangkan pada bulan Januari-Mei tahun 2018 jumlah
3
diri, dimana 57,1% responden tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan, dan 42,9% responden tidak mencuci bahan makanan mentah langsung
kuku.
Dari uraian latar belakang di atas serta data yang peneliti dapatkan di
Moutong”.
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Parigi Moutong?
D. ManfaatPenelitian
5
2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan dan referensi bagi
tifoid.
3. Bagi Peneliti
masyarakat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Typhosa atau Salmonella paratyphosa A,B dan C, selain ini dapat juga
penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
peralatan makan yang kotor dan tidak hygiene. Karena itulah, thypus dapat
7
masa inkubasi 7 hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakit kepala,
saluran pencernaan dan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
2. Penyebab
8
Sumber penularan Demam Tifoid atau Tifus tidak selalu harus
lagi menderita penyakit tifus, orang ini masih dapat menularkan penyakit
tifus pada orang lain. Penularan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja,
kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur mentah
yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu atau produk susu yang
berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa
penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui air
9
yang tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin serta
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan Feses. Feses dan muntah dari penderita
yang tercemar kuman Salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
Zulkoni, 2010).
tidak terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta
pengasuh anak.
10
dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah,
4. Patogenesis
usus halus (terutama plak payer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
system (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini, kuman difagosit oleh
sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5-9 hari, kuman kembali masuk darah
11
lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang
a. Masa Inkubasi
umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala
1) Anoreksia
2) Rasa malas
4) Nyeri otot
5) Lidah kotor
sebagai berikut:
2) Minggu Kedua
12
Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium,
3) Minggu Ketiga
4) Minggu Keempat
adalah (Soegijanto,2012).
a. Faktor Host
penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau
13
urine. Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil
b. Faktor Agen
c. Faktor Inveronment
yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah.
7. Penatalaksanaan
a. Pemberian antibiotik
14
4) Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selam 6
selama 3 hari).
karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil.
diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai
(Widoyono, 2011).
8. Tindakan Pencegahan
mati dalam air yang dipanaskan setinggi 570 C dalam beberapa menit atau
15
kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari
segi kuman Salmonella typhosa sebagai agen penyakit dan factor penjamu
(Astuti,2012) :
a. Pencegahan primer
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat
yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada tiga jenis vaksin tifoid, yaitu :
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6-12 tahun 0,25 ml
16
dan anak1-5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4
3) Vaksin polisakarida
2 tahun.
4) Indikasi vaksinasi
sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai
b. Pencegahan sekunder
penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
17
Untuk mendiagnosis demam typhoid perlu dilakukan pemeriksaan
1) Diagnosis klinik
gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau
spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur
3) Diagnosis serologik
18
yang pernah terrtular Salmonella typhosa dan pada orang yang
c. Pencegahan tersier
sehingga daya tahan tubuh dapat pulih kembali dan terhindar dari
tubuh.
19
baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri
tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan
d. Mencegah penyakit
e. Menciptakan keindahan
bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke
20
perlu mendapat prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering
merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urine
atau dubur sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci pakai
21
dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian
1) Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak
22
terjadi dimana saja dan kapan saja, biasanya terjadi melalui konsumsi
tanpa sakit, ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita ini dapat
menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang, apalagi jika dia bekerja
Langsung
pembentukan sifat basa. Oleh sebab itu, porsi sayuran dan buah-
23
menu dalam satu hari. Namun, pada kombinasi makanan serasi sudah
Chin, 2009).
C. Landasan Teori
kebersihan diri yang buruk. Personal hygiene yang tidak baik akan
(Isro’in, 2012).
disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang
atau minuman, biasanya akibat personal hygiene yang kurang baik. Selain dari
24
sesekali juga bisa disebabkan melalui kontak langsung dengan orang yang
dalam aliran darah. Bakteri dibawa oleh sel darah putih ke hati, limpa, dan
sumsum tulang. Selanjutnya, bakteri berkembang biak pada organ tersebut dan
seseorang akan mulai mengalami gejala demam. Untuk itu, penanganan yang
tentang pentingnya hidup sehat melalui upaya promotif dan preventif. Selain
itu, penanganan di rumah sakit melalui upaya kuratif dan rehabilitasi juga
sangat diperlukan yaitu dengan cara perawatan yang baik seperti tirah baring,
(Rusepno,2009).
D. Kerangka pikir
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh
personal hygiene yang kurang baik seperti tidak mencuci tangannya sebelum
25
Dengan demikian dapat digambarkan skema kerangka pikir sebagai
berikut:
E. Hipotesis Penelitian
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Variabel penelitian
langsung konsumsi
27
b. Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang berubah akibat
2. Definisi operasional
Hasil ukur :
0 = Kurang baik
menggosok tangan
1 = Baik
langsung
28
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur :
0 = Kurang baik
1 = Baik
c. Kejadian demam tifoid dalam penelitian ini adalah orang yang secara
Tinombo
1. Jenis data
a. Data primer
b. Data sekunder
29
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara
E. Pengolahan Data
Sebelum dilakukan analisis data maka data yang telah diperoleh diolah
1. Editing
oleh pengumpulan data. Tujuan dari pada editing adalah untuk mengurangi
kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah
2. Coding
masing jawaban.
3. Entry data
4. Tabulating
30
Tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel,jawaban-jawaban yang
5. Cleaning
6. Describing
F. Analisis Data
f
P= x 100 %
n
Keterangan:
P : Persentase
f : Frekuensi
n : Jumlah sampel
31
berarti secara statistik ada hubungan yang bermakna (H0 ditolak), dan jika
p > 0,05 berarti secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna (H0
diterima).
G. Penyajian Data
1. Populasi
control.
2. Sampel
N
n= 2
1+ N ( d )
Keterangan:
N = Besar populasi
n =Besar sampel
32
110
n=
1+110 ( 0,15 )2
110
n=
1+110(0,0225)
110
n=
1+2,475
110
n=
3,475
n=31,65
n=32 Sampel
adalah penderita demam tifoid dan 32 orang yang tidak menderita demam
ada pada tiap desa di wilayah kerja Puskesmas Tinombo diambil secara
terpenuhi. Dimana hal ini bertujuan agar semua penderita demam tifoid
n
Rumus : N h= x Nn❑
N
n = Besar sampel
N = Besar populasi
33
32
N h= x 16=4,65=5 Orang
110
32
N h= x 20=5,81=6 Orang
110
32
N h= x 14=4,07=4 Orang
110
orang
32
N h= x 10=2,90=3 Orang
110
32
N h= x 21=6,10=6 Orang
110
32
N h= x 11=3,2=3 Orang
110
32
N h= x 18=5,23=5 Orang
110
setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama
34
a. Kelompok kasus:
Puskesmas Tinombo.
b. Kelompok kontrol:
1) Kriteria Inklusi
rumah penderita.
(c) Memiliki usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang sama
penelitian.
2) Kriteria Eksklusi
35
36