PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Typoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak didaerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
juga merupakan masalh kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urAbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan ingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta stanydart
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H,
2009).
Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat vietnam khususnya di delta
sungai Mekong, di peroleh angka insidensi 198 per 100.000 pendudu. Pada
beberapa dekade terakhir typoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri,
namun tetap menjadi maslah kesehatan yang serius disebagian wilayah dunia,
seperti bekas neggara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara amerika
Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus
pertahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70%
dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita typoid di Asia.
Berasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun
2008, tyfoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat
inap di rumah sakit d Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi
3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856
dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD degan jumlah
kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak, di Paseh (Jawa Barat)
Tahun 2009, insidens rate typoid pada masyarakat di daerah semi urban
adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden typoid bervariasi
ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, di daerah Jawa
Barat,terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan didaerah urban
ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.
Apabila typoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan
tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti
perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan
bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu
untuk mencegah terjadinya typoid dan menurunkan angka kejadian, harus
memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan yang sehat dan rajin mencuci
tangan terutama sebelum dan sesudah makan.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut diatas, penulis sebagai perawat
ingin berperan serta dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan serta
meningkatkan derajat kesehatan, sehingga penulis tertarik untuk mengambil
judul makalah ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Tyfoid”.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini, terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan
Typoid dan memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Typoid.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dengan kasus Typoid.
b. Mampu menentukan dan menegakan masalah keperawatan dengan
kasus Typoid.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid.
d. Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan dengan kasus
Typoid.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan kasus Typoid.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktek.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi atau alternatif pencegahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid.
C. Ruang Lingkup
Mengingat luasnya permasalahan dan keterbatasan waktu dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan, penulis membatasi masalah hanya pada asuhan
keperawatan dengan Typoid.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif, dengan berdasarkan pada studi kasus untuk memperoleh data
secara objektif dengan cara :
1. Observasi adalah teknik pengumpulan data dan dengan pengamatan
langsung pada klien untuk mendapatkan data yang objektif, baik reaksi
klien, sikap dan tingkah laku klien yang dapat diterapkan untuk
menentukan masalah keperawatan.
2. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
proses komunikasi dan partisipasi yang tepat pada klien, keluarga maupun
petugas kesehatan lain, dimana sumber diperoleh baik secara primer
maupun sekunder.
3. Pemeriksaan fisik adalah cara memperoleh data, dengan pemeriksaan
fisik pada klien meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
4. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur dan sumber teoritis
lain yang berhubungan dengan penyusunan makalah ilmiah ini.
5. Studi dokumentasi yaitu mencatat atau mendokumentasikan secara tepat
atau semua data yang terkait dengan perkembangan kesehatan klien, baik
dari status klien, maupun data laboratorium serta data penunjang lainnya.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah garis besar dari makalah ini dari bab
pertama sampai dengan bab lima, pada bab pertama meliputi pendahuluan,
mencakup latar belakang, tujuan (tujuan umum dan tujuan khusus), metode
penulisan, ruang lingkup, penulisan dan sistematika penulisan. Dan pada bab
kedua meliputi tinjauan teori pad klien dengan Typoid yang mencakup
pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalan penyakit, manisfestasi
klinis dan komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi kepewaratan dan evaluasi
keperawatan. Pada bab ketiga meliputi tinjauan kasus mencakup pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi kepewaratan dan
evaluasi keperawatan. Pada bab keempat dilakukan pembahasan meliputi,
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
kepewaratan dan evaluasi keperawatan. Pada bab kelima yaitu penutup,
meliputi kesimpulan dan saran. Dan di akhir makalah terdapat daftar pustaka
dano lampiran–lampiran.
BAB II
TINJAUAN TOERI
A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2004).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 2006 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah
Noer, 2011 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 2007).
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus.
Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan
infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla
oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila
nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan
terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup akan
masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus
halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer),
dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ
lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
2. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
c. Minggu III
Demam tinggi,nyeri perut, feces bercampur darah (melena).
d. Minggu IV
Penyembuhan ulkus
3. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan
sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan
syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237).
D. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan (Syaifullah, 2005 : 439).
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Ngastiyah, 2005 : 239)
c. Obat-obatan.
1. Kloramfenikol
Merupakan obat antimikroba yang dapat menurunkan demam lebih
cepat. Dosis untuk anak-anak 100mg/kg BB /hari.diberikan 4 kali
sehari peroral atau IV atau IM
2. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypoid sama dengan
kloramfeenikol
3. Kontrimossasol
Ekfetivitas kontrimossasol kurang lebih sama dengan kloramfenikol
4. Ampisilin dan Amoksilin
Efektivitas Ampisilin dan Amoksilin lebih kecil dibandingkan
kloramfenikol
5. Vitamin B kompleks dan vitamin C
Sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta
menjaga kesetabilan metabolisme tubuh
6. Kartikosteroi
Diberikan bagi penderita toksemia berat atau gejala berkepanjangan
(Rampengan, 2008 : 58-62).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a) Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada
pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa
demam typhoid.
b) Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung
dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella
sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal
yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.
(Suriadi, 2006 : 283, Ngastiyah, 2005 : 238, T. H. Rampengan
2007 : 54).
E. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, anoreksia,
diare, serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam
tifoid.
5. Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat
karena klien tirah baring total dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan :
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 3
8 – 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam
peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 –
4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer
antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau
terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4
kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid.
F. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen
endogen.
7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
8. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
9. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya
salmonella pada tinja dan urine.
10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.
G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh
perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
yang telah teridentifikasi. Perencanaan keperawatan disusun meliputi
menetapkan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhi
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria : suhu tubuh antara 360c-370c, Nadi dan RR dalam batas
normal, klien mengatakan badan tidak panas lagi
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia. Rasional :
Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan
suhu tubuh. Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab
dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang
timbul
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional : untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung. Rasinal : Agar klien merasa tenang dan udara di
dalam ruangan tidak terasa panas.
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali. Rasional : Tanda- tanda vital
merupakn acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
f. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g. Berikan kompres hangat. Rasional : Untuk membantu menurunkan
suhu tubuh
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan
antipiretik.
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
mengurangi panas.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksnaan keperawatan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan
ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang
antipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan pewujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan pada kien dapat berupa tindakan mandiri atau tindakan
kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah – langkah yang dilakukan adalah :
mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan,
menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan
strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan
tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada
setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan
dalam pendokumentasian adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan
respon klien, serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari
dokumentasi yang dilakukan. (Asmmadi, 2008: hal.177).
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
proses yang dilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakn
keperawatan dan menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi
merupakn aspek penting daam proses keperawatan, karena menghasilkan
kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau dilanjutkan
kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifias, rehabilitas,
dan validasi dapat dipertahankan agar kepustakan yang diambil tepat.
Evaluasi proses keperawatan ada 2 yaitu : evaluasi proses dan evaluasi
hasil (Asmadi, 2008: hal. 177).
A. Pengkajian
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada klien Ny. R
dengan diagnosa medis Typoid di ruang Syifa Rumah Sakit Haji Jakarta.
Asuhan keperawatan ini dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan
pada Ny. R di mulai dari tanggal 18 juni 2014 sampai dengan 20 juni 2014
dengan No. Register 01041788.
1. Identitas Klien
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis dan
catatan kasus, maka diperoleh data sebagai berikut, klien bernama Ny.
R berjenis kelamin perempuan dengan usia 44 tahun, status perkawinan
menikah, agama islam, suku bangsa batak dengan pendidikan terakhir
adalah D. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, pekerjaan
klien adalah Karyawati, alamat klien Jl. Munggang RT08 RW04
No.53. Sumber biaya pribadi, sumber informsi dari klien, keluarga,
status dan perawat ruangan.
2. Resume
Klien bernama Ny. R datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji
tanggal 16 juni 2014 pukul 19:30 WIB dengan keluhan nyeri perut dan
panas sejak 1 minggu yang lalu, pusing, mual, lemas, tidak nafsu
makan. Tanda – tanda vital dengan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
108 x/menit, suhu badan 39oc, pernafasan 24 x/menit. Tindakan
keperawatan infus RL 20 tetes/menit, amoxilin 3x1 Sdo, aminopilin
3x1 Sdo, paracetamol 3x1 Sdo, Byocilin 1x1 Sdo. Dari hasil
Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014 didapatkan Hemoglobin 13,4
gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67 ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pada saat pengkajian di dapatkan klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk
nyeri menyebar sampai pinggang, durasi ± 10 menit lamany 2 hari,
pusing, mual, lemes, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, upaya
mengatasi pergi ke Rumah Sakit.
: Meniggal : Garis
hubungan
2. Pola Eliminasi
Pola eliminasi klien sebelum sakit frekuensi 4-5 x/hari,
berwarna kuning jernih tanpa ada keluhan, sedangkan di
Rumah Sakit frekensi 6-7 x/hari, berwarna kuning jernih tanpa
adanya keluhan dan tampak tidak menggunakan alat bantu
(kateter, dll)
4. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik umum berdasarkan hasil wawancara dan observasi
didapatkan data yaitu Berat Badan (BB) klien sebelum sakit 65kg.
Berat badan saat ini 62 kg, tinggi badan klien 160 cm, Tanda-tanda
vital (TTV) dengan tekanan darah 100/70mmHg, nadi 108 x/menit,
pernafasan 24 x/menit, dan suhu tubuh 39oc. Keadaan klien sakit
sedang, dan tidak terlihat adanya pembesaran gelenjar getah bening.
Sistem penglihatan meliputi sisi mata klien simetris, kelopak mata
normal dan tidak terjadi ptosis, pergerakan bola mata mengikuti
stimulus, konjungtiva klien terlihat berwarna muda/ananemis, kornea
klien normal tidak berwarna keruh ataupun terdapat perdarahan. Sklera
anikhterik, pupil klien isokor, tidak ada kelainan pada otot-otot mata
klien, fungsi penglihatan klien baik dimana klien mengatakan masih
dapat melihat dengan baik, klien tidak menggunakan kacamata
ataupun lensa kontak, tidak ada tanda-tanda peradangan seperti
berwarna merah dan pandangan jelas.
Sistem integumen turgor kulit klien baik dan elastis, temperatur kulit
hangat, warna kulit klien tampak kemerahan, tidak terdapat luka.
Tidak ada lesi atau ulkus, tidak ada tanda-tanda peradangan di kulit
daerah pemasangan infuse. Keadaan rambut klien baik dan bersih.
Imuno serologi
Widal
Salmonella typhi (-)
Parathypht AH (-)
Parathypht BH (-)
Typhi o (1/80)
Paratyphi AO (1/320)
Paratyphi BO (1/80)
Paratyphi Co (-)
8. Data Fokus
Data subjektif
klien mengatakan badannya panas sejak 1 minggu yang lalu, klien
mengatakan pusing, klien mengatakan masih mual, klien mengatakan
lemas, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk
nyeri menyebar sampai pinggang, skala nyeri 3, durasi ± 10 menit
lamany 2 hari.
Data Objektif
Klien tampak lemas, wajah klien tampak menahan nyeri, klien tampak
lemah, klien tampak gelisah, kesadaran composmentis, klien tampak
habis 1/2 porsi makan, Tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 39 oc, Nadi
108 x/menit, Pernafasan 24 x/menit, Berat badan sebelum sakit 65 kg,
Berat badan sakit 62 kg, hasil Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014
didapatkan Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67
ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL
9. Analisa Data
DO:
- Klien tampak lemas
- Suhu 39oc
- Nadi 108 x/menit
- RR 24x/menit
- Td 100/70 mmHg
- Hemoglobin 13,4 gr/dl
- Hematokrit 40%
- Leukosit 9.67 ribu/Ml
- Trombosit 357
2. ribu/mL Nyeri
Proses
Inflamasi
DS:
- klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri
bawah
- hilang timbul seperti
ditusuk – tusuk nyeri
menyebar sampai
pinggang
- durasi ± 10 menit
lamany 2 hari.
DO:
- wajah klien tampak
menahan nyeri.
- Klien tampak lemah
- Klien tampak gelisah
- TD 100/70 mmHg.
- Suhu 39oc
3. - Nadi 108 x/menit Intake yang tidak
- RR 24x/menit adekuat.
- Hemoglobin 13,4 gr/dl Perubahan
- Hematokrit 40% kebutuhan
- Leukosit 9.67 ribu/Ml nutrisi kurang
- Trombosit 357 ribu/mL dari kebutuhan
tubuh
DS:
- Klien mengatakan mual
- Klien mengatakan tidak
3. nafsu makan
- Klien mengatakan lidah
terasa pahit
- klien mengatakan
masih mual.
- klien mengatakan
badannya lemas
DO:
- klien tampak habis 1/2
porsi makan
- nafsu makan menurun
- klien tampak lemas
- BB sebelum sakit 65kg
- BB sakit 62kg
- Hemoglobin 13,4 gr/dl
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan pada Ny. R pada tanggal 17 juni
2014 maka didapat diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Infeksi hipertermi berhubungan dengan proses salmonella thypi
2. Proses inflamasi berhubungan dengan nyeri
3. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Intervensi:
a. Mengobserfasi tanda-tanda vital
b. Pantau hidrasi
c. Berikan kompres air biasa
d. Pemberian terapi obat anti piretik sesuai program
Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (perawat Finka) pukul 08:00 -
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji masalah klien dan mengobservasi tanda –
tanda vital klien, respon klien : badan nya panas, respon objektif : klien
tampak lemas, tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 108x/menit, suhu
390c, pernafasan 24 x/menit. Pukul 11: 00 WIB memonitor jumlah
trombosit dan hematokrit klien, respon subjektif : klien mengatakan
trombositnya normal, respon objektif : trombosit klien 357 ribu/Ml,
Hematokrit : 40 %.
Intervensi:
a. Monitor keadaan umum
b. Kaji tingkat nyeri intensitas dan skala nyeri
c. Jelaskan penyebab nyeri
d. Ajarkan tehnik distraksi relaksasi (nafas dalam)
e. Posisikan pasien senyaman mungkin
f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat analgesik
Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (Perawat Finka) pukul 08:00-
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji keluhan klien dan mengobservasi tanda-
tanda vital klien, respon subjektif : klien mengatakan nyeri pada perut
sebelah kiri bawah, skala nyeri 3, respon objektif : klien tampak nyeri,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 x/menit, suhu 39 oc, pernafasan
24 x/menit. Pukul 10:00 WIB, mengajarkan tehnik relaksasi (nafas
dalam), respon subjektif : klien mengatakan nyaman, respon objektif :
klien tampak rileks. Pukul 11:00 WIB, memposisikan pasien senyaman
mungkin, respon subjektif : klien mengatakan sangat nyaman. Pukul
13:30WIB, Memberikan obat analgesik, respon objektif: terapi masuk.
Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (Perawat Ruangan)
Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien, respon objektif : klien tampak gelisah, tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 38 oc, pernafasan 24
x/menit. Pukul 16:00 WIB, mengontrol cairan infuse, respon objektif :
infuse terpasang lancar. Pukul 18:00 WIB, mengganti cairan infuse RL
20 tetes/menit dan memberikan obat Terfacep 2 x 2 g, respon objektif :
obat masuk. Pukul 19:00 WIB, mengontrol cairan infuse dan
menganjurkan klien banyak istirahat, respon subjektif : klien
mengatakan akan melakukannya.
Intervensi:
a. Kaji pola makan klien
b. Timbang berat badan setiap hari (bila memungkinkan)
c. Berikan makan klien dalam keadaan hangat
d. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
e. Catat jumlah makan yang dihabiskan klien
f. Kolaborasi pemberian anti emetik narfos 3 x 8 mg sesuai intruksi
dokter
Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (perawat Finka) pukul 08:00-
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji pola makan klien, respon subjektif : klien
mengatakan hanya habis 1/2 porsi makan karena masih mual, respon
objektif : klien tampak habis 1/2 porsi makan. Pukul 10:00 WIB,
menimbang berat badan klien, respon objektif Berat badan klien 65.
Pukul 11:00 WIB, menganjurkan klien makan sedikit tapi sering,
respon subjektif : klien mengatatakan iya. Pukul 12:00 WIB, mencatata
jumlah makan yang dihabiskan klien, respon subjektif : klien
mengatakan habis 1/2 porsi makan, respon objektif : klien tampak habis
1
/2 porsi makan.
Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Ruangan)
Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda – tanda vital klien, respon obektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 37,8oc, pernafasan 22 /menit. Pukul 16:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan memberikan injeksi narfos 3x8 mg,
respon objektif : infuse terpasang lancar, obat sudah masuk. Pukul
18:00 WIB, mengganti cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang
lancar. Pukul 19:00 WIB, mengontrol cairan infuse dan menganjurkan
klien makan dalam porsi kecil tapi sering, respon subjektif : klien
mengatakan akan melakukannya.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk memperoleh informasi atau data dari klien,
keluarga, perawat ruangan, catatan medik, catatan keperawatan
sehingga masalah keperawatan klien dapat dirumuskan secara
akurat. Pada dasarnya antara teori maupun kasus tidak terjadi
kesenjangan yang signifikan. Penyebab typhoid adalah salmonella
typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. Manifestasi klinis Minggu
I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak diperut. Sedangkan pada kasus beberapa
manifestasi klinis pada klien tidak terjadi nyeri otot, batuk,
epitaksis, obstipasi, atau diare.manifestasi klinis tidak semua
muncul pada klien karena sudah mendapatkan tindakan
keperawatan dan dilihat dari gejala yang ada maka kasus typoid
pada Ny. R masih pada minggu I yaitu klien mengatakan demam,
nyeri kepala, anorexia dan mual, terasa tidak enak diperut.
Pada penatalaksanaan medis secara teori dan kasus sudah hampir
sama yaitu pengobatan yang dapat diberikan biasanya bersifat
menghilangkan rasa sakit/menghilangkan rasa mual, harus tirah
baring/istirahat mutlak dan banyak minum, diberikan makan lunak,
pemberian intravena RL 20tetes per menit. Pada pasien yang
menderita typoid harus dirawat di Rumah Sakit karena memerlukan
pengawasan terhadap kemungkinan dapat terjadi mengancam jiwa
pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, data – data yang penulis temukan
kemudian di analisa sebagai data fokus yang dapat menunjang
timbulnya masalah atau diagnosa keperawatan. Diagnosa yang
muncul pada teori yaitu Peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan infeksi Salmonella Typhi, Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit kurang dari kebutuhan berhubungan dengan out put yang
berlebihan, Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest
total, Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan
fisik, Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh
pirogen endogen, Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran
intestinal, Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan
muntah dan diare, Resiko tinggi infeksi (kontak pasien)
berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine,
Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.
B. Saran
Untuk penulis sendiri supaya lebih meningkatkan lagi dan
mempertahankan kerja sama antara perawat ruangan dan juga
keluarga klien dalam memberikan asuhan keperawatan serta
memiliki buku sumber sebagai acuan. Kemudian bagi perawat
yang akan melakukan asuhan keperawatan pada kasus yang
serupa untuklebih memperhatikan keadaan klien, bekerjasama
atau berkolaborasi dengan tim medis sehingga terjalin
kerjasama yang baik antara klien, tim medis, dan perawat yang
akan melakukan kasus yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA