Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Typoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak didaerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
juga merupakan masalh kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urAbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan ingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta stanydart
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H,
2009).
Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat vietnam khususnya di delta
sungai Mekong, di peroleh angka insidensi 198 per 100.000 pendudu. Pada
beberapa dekade terakhir typoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri,
namun tetap menjadi maslah kesehatan yang serius disebagian wilayah dunia,
seperti bekas neggara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara amerika
Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus
pertahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70%
dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita typoid di Asia.
Berasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun
2008, tyfoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat
inap di rumah sakit d Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi
3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856
dengan proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD degan jumlah
kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak, di Paseh (Jawa Barat)
Tahun 2009, insidens rate typoid pada masyarakat di daerah semi urban
adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden typoid bervariasi
ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, di daerah Jawa
Barat,terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan didaerah urban
ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.
Apabila typoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan
tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti
perdarahan usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan
bronkopnemonia (peradangan paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu
untuk mencegah terjadinya typoid dan menurunkan angka kejadian, harus
memperhatikan sanitasi lingkungan, pola makan yang sehat dan rajin mencuci
tangan terutama sebelum dan sesudah makan.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut diatas, penulis sebagai perawat
ingin berperan serta dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan serta
meningkatkan derajat kesehatan, sehingga penulis tertarik untuk mengambil
judul makalah ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Tyfoid”.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini, terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan
Typoid dan memberikan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Typoid.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dengan kasus Typoid.
b. Mampu menentukan dan menegakan masalah keperawatan dengan
kasus Typoid.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid.
d. Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan dengan kasus
Typoid.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan kasus Typoid.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktek.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi atau alternatif pencegahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan kasus Typoid.

C. Ruang Lingkup
Mengingat luasnya permasalahan dan keterbatasan waktu dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan, penulis membatasi masalah hanya pada asuhan
keperawatan dengan Typoid.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif, dengan berdasarkan pada studi kasus untuk memperoleh data
secara objektif dengan cara :
1. Observasi adalah teknik pengumpulan data dan dengan pengamatan
langsung pada klien untuk mendapatkan data yang objektif, baik reaksi
klien, sikap dan tingkah laku klien yang dapat diterapkan untuk
menentukan masalah keperawatan.
2. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
proses komunikasi dan partisipasi yang tepat pada klien, keluarga maupun
petugas kesehatan lain, dimana sumber diperoleh baik secara primer
maupun sekunder.
3. Pemeriksaan fisik adalah cara memperoleh data, dengan pemeriksaan
fisik pada klien meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
4. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur dan sumber teoritis
lain yang berhubungan dengan penyusunan makalah ilmiah ini.
5. Studi dokumentasi yaitu mencatat atau mendokumentasikan secara tepat
atau semua data yang terkait dengan perkembangan kesehatan klien, baik
dari status klien, maupun data laboratorium serta data penunjang lainnya.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah garis besar dari makalah ini dari bab
pertama sampai dengan bab lima, pada bab pertama meliputi pendahuluan,
mencakup latar belakang, tujuan (tujuan umum dan tujuan khusus), metode
penulisan, ruang lingkup, penulisan dan sistematika penulisan. Dan pada bab
kedua meliputi tinjauan teori pad klien dengan Typoid yang mencakup
pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalan penyakit, manisfestasi
klinis dan komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi kepewaratan dan evaluasi
keperawatan. Pada bab ketiga meliputi tinjauan kasus mencakup pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi kepewaratan dan
evaluasi keperawatan. Pada bab keempat dilakukan pembahasan meliputi,
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
kepewaratan dan evaluasi keperawatan. Pada bab kelima yaitu penutup,
meliputi kesimpulan dan saran. Dan di akhir makalah terdapat daftar pustaka
dano lampiran–lampiran.
BAB II
TINJAUAN TOERI

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2004).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 2006 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah
Noer, 2011 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 2007).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 2011).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,


Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu :
antigen 0 (somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin.
(Mansjoer, 2004).

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang
akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus.
Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan
infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla
oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila
nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan
terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup akan
masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus
halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer),
dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ
lainnya (Suriadi, 2006 : 254).

Basil kemudian masuk kedalam peredaran darah melalui pembuluh


limpe sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang
masuk ke peredaran darah akan mengeluarkan endotoksin sehingga
menimbulkan demam dan terjadi gangguan termoregulasi tubuh. Dari
demam tadi akan menimbulkan diaporesis sehingga terjadi proses
kehilangan cairan berlebih. Kehilangan cairan juga dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi peningkatan
absorbsi usus dan merangsang peningkatan motilitas usus. Basil yang
tidak dihancurkan juga akan berkembang biak dalam hati dan limpa
sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Kemudian basil akan kembali masuk kedalam darah dan
menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus
halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak
peyer, tukak tersebut dapat mengakibatkan resiko komplikasi
perdarahan, perforasi usus dan nekrosis jaringan. Keadaan tersebut
mengharuskan klien untuk bedrest total sehingga ADL dibantu agar
terpenuhi personal hygiene klien dan gangguan aktivitas. Selain itu
juga kondisi sakit akan menimbulkan efek hospitalisasi dan
mengakibatkan rasa cemas pada klien dan keluarga.  (Ngastiyah,
2005).

Typhus dapat bersifat intermitten (sementara), remiten (kambuh), dan


continue (terus-menerus) tergantung dari periode terjadinya demam.
Demam seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan
meniggalkan kehilangan cairan yang berlebihan lewat keringat serta
udara yang ikut dalam udara ekspirasi, disamping itu pula terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan menurunnya
absorbsi usus sehingga tekanan koloid ekstra sel meningkat, akibatnya
cairan berpindah dari intra sel ke ekstra sel. Peningkatan cairan dapat
merangsang peningkatan motilitas untuk mengeluarkan kelebihan
cairan dan akhirnya timbulah diare. Timbulnya diare akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Disamping menimbulkan gejala diare, salah satu gejala typhoid adalah
timbulnya obstipasi. Hal ini terjadi endoktosin bekerja menghambat
saraf enterik sehingga motilitas usus terhambat.

2. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
c. Minggu III
Demam tinggi,nyeri perut, feces bercampur darah (melena).
d. Minggu IV
Penyembuhan ulkus

3. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan
sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan
syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237).

D. Penatalaksanaan Medis
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan (Syaifullah, 2005 : 439).

b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Ngastiyah, 2005 : 239)

c. Obat-obatan.
1. Kloramfenikol
Merupakan obat antimikroba yang dapat menurunkan demam lebih
cepat. Dosis untuk anak-anak 100mg/kg BB /hari.diberikan 4 kali
sehari peroral atau IV atau IM
2. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypoid sama dengan
kloramfeenikol
3. Kontrimossasol
Ekfetivitas kontrimossasol kurang lebih sama dengan kloramfenikol
4. Ampisilin dan Amoksilin
Efektivitas Ampisilin dan Amoksilin lebih kecil dibandingkan
kloramfenikol
5. Vitamin B kompleks dan vitamin C
Sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta
menjaga kesetabilan metabolisme tubuh
6. Kartikosteroi
Diberikan bagi penderita toksemia berat atau gejala berkepanjangan
(Rampengan, 2008 : 58-62).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
a) Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus
demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada
pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena
itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa
demam typhoid.
b) Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung
dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella
sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal
yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.
(Suriadi, 2006 : 283, Ngastiyah, 2005 : 238, T. H. Rampengan
2007 : 54).

E. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit,
nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam
yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, anoreksia,
diare, serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam
tifoid.
5. Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan.  Gangguan dalam beribadat
karena klien tirah baring total dan lemah.
6. Pola-pola fungsi kesehatan :
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan  sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat    3
8 – 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam
peredaran darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 –
4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis
umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin.  Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin ). Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer
antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau
terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4
kali).  Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian
menunjukkan diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid.

F. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dianalisa untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosa keperawatan adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhi.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit  kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan out put yang berlebihan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen
endogen.
7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
8. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
9. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya
salmonella pada tinja dan urine.
10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.

G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan kumpulan tindakan yang direncanakan oleh
perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
yang telah teridentifikasi. Perencanaan keperawatan disusun meliputi
menetapkan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhi
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria : suhu tubuh antara 360c-370c, Nadi dan RR dalam batas
normal, klien mengatakan badan tidak panas lagi
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia. Rasional :
Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan
suhu tubuh. Rasional : agar klien dan keluarga mengetahui sebab
dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang
timbul
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional : untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung. Rasinal : Agar klien merasa tenang dan udara di
dalam ruangan tidak terasa panas.
e. Observasi TTV tiap 4 jam sekali. Rasional : Tanda- tanda vital
merupakn acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
f. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g. Berikan kompres hangat. Rasional : Untuk membantu menurunkan
suhu tubuh
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan
antipiretik.
Rasional : antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk
mengurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat, Pasien dapat menghabiskan
makanan sesuai dengan porsi diberikan, BB dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji nutrisi pasien. Rasional : mengetahui langkah pemenuhan
nutrisi
b. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makan/nutrisi.
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasu makan meningkat
c. Timbang berat badan klien stiap 2 hari. Rasional : untuk
mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
d. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat,
tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan
dihidangkan saat masih hangat. Rasional : untuk meningkatkan
asupan makanan karena mudah ditelan
e. Beri makan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : untuk
menghindari mual dan muntah.
f. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap
hari. Rasional : dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah
rasa nyaman dimulut.
g. Kolabarasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian
nutrisi parentral. Rasional : Antasida mengurangi rasa mual dan
muntah, Nutrisi parentral dibutuhkan terutama jika kebutuhan
nutrisi per oral sangat kurang.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan out put yang berlebihan
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseeimbangan cairan
Kriteria : Turgor kulit baik, Wajah tidak tampak pucat
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada
pasien dan keluarga. Rasional : untuk mempermudah pemberian
cairan  (minum) pada pasien.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasinal : Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
c. Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam. Rasional : Untuk
pemenuhan kebutuhan cairan
d. Observasi kelancaran tetesan infuse. Rasional : untuk pemenuhan
kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang     tidak
terpenuhi  (secara parenteral)
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan
keluarga
Kriteria : Personal hygiene klien terpenuhi, klien tampak bersih
Intervensi
a. Kaji tingkat personal hygiene klien. Rasional : Mengetahui tindakan
personal hygiene yang akan dilakukan.
b. Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri seperti: mandi, gosok
gigi, cuci rambut dan potong kuku. Rasional : Membantu untuk
memenuhi kebutuhan personall hygien klien.
c. Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas secara
bertahap. Rasional : Terwujudnya perawatan diri secara bertahap
secara mandiri.

5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
optimal
Kriteria : dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan minum).
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi
b. Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri).
Rasional : Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya
mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
c. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya. Rasional : Untuk
mempermudah pasien dalam  melakukan aktivitas.
d. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional : Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah
adanya dekubitus.

6. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen


endogen.
Tujuan : Suhu tubuh akan kembali normal
Kriteria : keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama
pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan
Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidur pasien kering, tidak
ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda infeksi. Rasional infeksi pada umumnya
menyebabkan peningkatan sushu tubuh.
b. Monitor tanda vital tiap 2 jam. Rasional : deteksi resiko
peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan
dengan patogen tertentu, menurun id hubungan dengan resolusi
infeksi.
c. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya. Rasional :
memfasilitasi kehilangan panas lewat konvensi dan konduksi
d. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien, kenakan
pakaian tipis pada pasien. Rasional : kehilangan panas tubuh
melalui konvensi dan evaporasi.
e. Monitor komplikasi neurologis akibat demam. Rasional : febril dan
enselopati bisa terjadi bia sushu tubuh yang meningkat.
f. Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang
adekuat. Rasional : Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang
menetap.

7. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal


Tujuan : pasien akan kebali normal pola eliminasinya
Kriteria : makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak,
coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
Intervensi :
a. Ukur output. Rasional : menggantikan cairan yang hilang agar
seimbang
b. Kompres hangat pada abdomen. Rasional : mengurangi kram perut
(hindari antispasmodik)
c. Kumpulan tinja untuk pemerikasaan kultur. Rasional : medeteksi
adanya kuman patogen.
d. Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka.
Rasional : mencegah iritasi dan kerusakan kulit.

8. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya


salmonella pada tinja dan urine.
Tujuan : pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi
salmonella.
Kriteria : tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses
negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
Intervensi :
a. Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.
Rasional : Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen
sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
b. Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order. Rasional : Anti
infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke
pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
c. Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses
negatif terhadap S. Thypi. Rasional : Mencegah transmisi kuman
patogen.
d. Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau
petugas, batasi pengunjung. Rasional : Membatasi terpaparnya
pasien pada kuman patogen lainnya.
e. Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien. Rasinal : Meyakinkan
bahwa pasien diperiksa dan diobati.
f. Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan
makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau
memegang feses. Rasional : Mencegah infeksi berulang

9. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Kriteria : turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output
normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dan kalsium dalam
batas normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi. Rasional : intervensi lebih dini.
b. Berikan minuman per oral sesuai toleransi. Rasional :
mempertahankan intake yang adekuat.
c. Atur pemberian cairanper infus sesuai order. Rasonal : melakukan
rehidrasi
d. Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine) ukur semua intake
cairan. Rasional : meyakinkan keseimbangan antara intake dan
output.
10. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.
Tujuan : pasien bebas dari konstipasi.
Kriteria : feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih 3 hari
Intervensi :
a. Observasi feses. Rasional : mendeteksi adanya darah dalam feses.
b. Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan. Rasional : untuk
intervensi medis segera.
c. Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal. Rasional : distensi
yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal.
d. Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan
beri laksatif. Rasional : untuk menghilangkan distensi.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksnaan keperawatan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan
ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang
antipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan pewujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan
keperawatan pada kien dapat berupa tindakan mandiri atau tindakan
kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah – langkah yang dilakukan adalah :
mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan,
menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan
strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan
tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada
setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan
dalam pendokumentasian adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan
respon klien, serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari
dokumentasi yang dilakukan. (Asmmadi, 2008: hal.177).
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
proses yang dilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakn
keperawatan dan menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi
merupakn aspek penting daam proses keperawatan, karena menghasilkan
kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau dilanjutkan
kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifias, rehabilitas,
dan validasi dapat dipertahankan agar kepustakan yang diambil tepat.
Evaluasi proses keperawatan ada 2 yaitu : evaluasi proses dan evaluasi
hasil (Asmadi, 2008: hal. 177).

Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan


dilakukan dan di dokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedengkan
evaluasi akhir adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan.
Aadapun evaluasi yang diharapkan dari diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada klien dengan typoid adalah
1. Suhu tubuh normal
2. Nutrisi klien terpenuhi
3. Tidak terjadi gangguan keseeimbangan cairan
4. Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan keluarga
5. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara optimal
6. Pasien akan kebali normal pola eliminasinya
7. Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada klien Ny. R
dengan diagnosa medis Typoid di ruang Syifa Rumah Sakit Haji Jakarta.
Asuhan keperawatan ini dimulai dari tahap pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan
pada Ny. R di mulai dari tanggal 18 juni 2014 sampai dengan 20 juni 2014
dengan No. Register 01041788.

1. Identitas Klien
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis dan
catatan kasus, maka diperoleh data sebagai berikut, klien bernama Ny.
R berjenis kelamin perempuan dengan usia 44 tahun, status perkawinan
menikah, agama islam, suku bangsa batak dengan pendidikan terakhir
adalah D. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, pekerjaan
klien adalah Karyawati, alamat klien Jl. Munggang RT08 RW04
No.53. Sumber biaya pribadi, sumber informsi dari klien, keluarga,
status dan perawat ruangan.

2. Resume
Klien bernama Ny. R datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Haji
tanggal 16 juni 2014 pukul 19:30 WIB dengan keluhan nyeri perut dan
panas sejak 1 minggu yang lalu, pusing, mual, lemas, tidak nafsu
makan. Tanda – tanda vital dengan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
108 x/menit, suhu badan 39oc, pernafasan 24 x/menit. Tindakan
keperawatan infus RL 20 tetes/menit, amoxilin 3x1 Sdo, aminopilin
3x1 Sdo, paracetamol 3x1 Sdo, Byocilin 1x1 Sdo. Dari hasil
Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014 didapatkan Hemoglobin 13,4
gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67 ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pada saat pengkajian di dapatkan klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk
nyeri menyebar sampai pinggang, durasi ± 10 menit lamany 2 hari,
pusing, mual, lemes, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, upaya
mengatasi pergi ke Rumah Sakit.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Berdasarkan hasil wawancara dengan klien, didapatkan data bahwa
klien pernah dirawat di Rumah Sakit Haji. klien sebelumnya pernah
mempunyai riwayat seperti yang diderita klien saat ini. Klien
mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan maupun operasi.
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi baik terhadap obat,
makanan, binatang, dan lingkungan. Klien pernah meminum obat
amoxilin, aminopilin, paracetamol, byocilin.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram dan Keterangan)

Keterangan : : Laki-laki : Klien


: Perempuan - - - - : Tinggal
serumah

: Meniggal : Garis
hubungan

Catatan : Ny R adalah anak tunggal , usia klien 44 tahun, sudah


bekerja, dan sudah menikah, tinggal bersama suami.

d. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang


menjadi faktor resiko

Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan atau penyakit yang


pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi faktor resiko.

e. Riwayat psikososial dan spiritual


Orang yang tedekat dengan klien adalah istrinya, pola komunikasi
dalam keluarga baik, sedangkan pembuatan keputusan klien
mengatakan bermusyawarah, kegiatan kemasyarakatan tidak ada.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah aktivitas
terganggu, klien berharap agar cepat sembuh. Klien mengatakan
bila ada masalah maka dilakukan dicari pemecahan masalah
tersebut. Hal yang difikirkan saat ini dalah ingin cepat sembuh.
Harapan setelah menjalani perawatan adalah dapat kembali kerja.
Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah badannya
lemas. Klien mengatakan tidak ada nillai-nilai yang bertentangan
dengan kesehatan. Aktivitas agama yang dilakukan adalah shalat 5
waktu dan selalu beribadah dan menjalankan perintahnya. Klien
mengatakan kondisi lingkungan rumah baik dan bersih.
f. Pola Kebiasaan
1. Pola nutrisi
Berdsarkan hasil wawancara dan observasi didapatkan data
sebagai berikut, pola nutrisi klien sebelum sakit frekuensi
makan 3x/hari, nafsu makan baik, porsi makan yang dihabiskan
1 porsi,tidak ada makanan alergi, pantangan dan diet.
Sedangkan pola nutrisi selama di rawat di Rumah Sakit,
frekuensi makan 3 x/hari, nafsu makan kurang karena masih
mual, habis 1/2 porsi makan, klien mengatakan tidak ada
makanan pantangan, penggunaan obat sebelum makan adalah
obat narfos, klien tampak tidak tampak menggunakan alat
bantu (NGT, dll)

2. Pola Eliminasi
Pola eliminasi klien sebelum sakit frekuensi 4-5 x/hari,
berwarna kuning jernih tanpa ada keluhan, sedangkan di
Rumah Sakit frekensi 6-7 x/hari, berwarna kuning jernih tanpa
adanya keluhan dan tampak tidak menggunakan alat bantu
(kateter, dll)

Sebelum sakit frekuensi BAB 1 x/hari, waktunya pagi,


berwarna kuning, konsistensi lembek tanpa ada keluhan dan
tidak menggunakan laxatif. Sedangkan di Rumah Sakit klien
mengatakan belum BAB dan idak menggunakan laxatif.

3. Pola Personal Hygiene


Klien mengatakan sebelum sakit mandi 2 x/hari, waktunya pagi
dan sore, oral hygiene 2 x/hari, waktunya pagi dan malam,
klien mengatakan cuci rambut cuci rambut 3 x/minggu.
Sedangkan di Rumah Sakit klien mandi 2 x/hari, waktunya pagi
dan malam, klien mengatakan belum pernah cuci rambut.
4. Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan kebiasaan istirahat dan tidur sebelum masuk
Rumah Sakit adalah klien tidur siang 1 jam/hari, klien tidur
malam selama 7 jam/hari, dan klien mengatakan tidak ada
kebiasaan sebelum tidur. Sedangkan selama di Rumah Sakit
klien tidur siang 1 jam/siang, tidur malam 8 jam/hari, dan tidak
ada kebiasaan sebelum tidur.

5. Pola Aktivitas dan Latihan


Aktivitas sebelum masuk Rumah Sakit adalah bekerja dengan
waktu pagi hari, klien juga mengatakan tidak pernah olahraga.
Selama dirawat klien lebih banyak istirahat dan melakukan
kegiatan di tempat tidur seperti makan. Bak di kamar mandi
dan tidak ada keluhan dalam beraktivitas.

6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Sebelum klien masuk rumah sakit, klien mengatakan tidak
pernah merokok dan minum-minuman keras/NAPZA.
Begitupun saat klien di rawat, klien tidak pernah merokok dan
minum-minuman keras/NAPZA.

4. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik umum berdasarkan hasil wawancara dan observasi
didapatkan data yaitu Berat Badan (BB) klien sebelum sakit 65kg.
Berat badan saat ini 62 kg, tinggi badan klien 160 cm, Tanda-tanda
vital (TTV) dengan tekanan darah 100/70mmHg, nadi 108 x/menit,
pernafasan 24 x/menit, dan suhu tubuh 39oc. Keadaan klien sakit
sedang, dan tidak terlihat adanya pembesaran gelenjar getah bening.
Sistem penglihatan meliputi sisi mata klien simetris, kelopak mata
normal dan tidak terjadi ptosis, pergerakan bola mata mengikuti
stimulus, konjungtiva klien terlihat berwarna muda/ananemis, kornea
klien normal tidak berwarna keruh ataupun terdapat perdarahan. Sklera
anikhterik, pupil klien isokor, tidak ada kelainan pada otot-otot mata
klien, fungsi penglihatan klien baik dimana klien mengatakan masih
dapat melihat dengan baik, klien tidak menggunakan kacamata
ataupun lensa kontak, tidak ada tanda-tanda peradangan seperti
berwarna merah dan pandangan jelas.

Sistem pendengaran meliputi daun telinga klien normal, tidak tampak


ada luka dan tampak simetris. Tidak ada serumen, kondisi telinga
tengah normal, tidak tampak bengkak dan tidak kemerahan, tidak
terlihat adanya cairan di telinga seperti darah, nanah, klien mengatakan
telinganya tidak terasa penuh, fungsi pendengaran klien normal
dimana klien dapat mendengar dengan baik dan tidak menggunakan
alat bantu.

Sistem wicara selama berinteraksi dengan klien, klien tidak mengalami


gangguan bicara, dan klien dapat menggunakan kata-kata dengan jelas.

Sistem pernafasan dari hasil wawancara, observasi, inspeksi dan


auskultasi diperoleh jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien
mengatakan tidak sesak, klien tampak tidak menggunakan otot bantu
pernafasan, frekuensi pernafasan 22 x/menit, dengan irama pernafasan
teratur, klien mengatakan tidak nyeri saat bernafas, klien tampak tidak
menggunakan alat bantu nafas, klien mengatakan tidak ada batuk.
Pemeriksaan secara palpasi tidak ada masalah pada dada klien, saat
diperkusi suara resonan, pemeriksaan auskultasi terdengar suara nafas
klien vesikuler.
Sistem kardiovaskuler dari hasil pemeriksaan palpasi didapatkan nadi
84 x/menit, dengan irama teratur dan denyut kuat. Tekanan darah klien
110/80 mmHg, temperatur kulit hangat, pengisian kapiler kurang dari
3 detik, dari hasil inspeksi tidak ada distensi vena juguralis baik kanan
maupun kiri, warna kulit klien putih normal, tampak tidak ada edema.

Pada auskultasi jantung, kecepatan denyut nadi apical 86 x/menit,


dengan irama yang teratur dan tidak terdengar adanya kelainan bunyi
jantung seperti mur-mur dan gallep. Klien mengatakan tidak sakit
dada.

Sistem hematologi klien tampak tidak pucat.


Sistem syaraf pusat berdasarkan hasil wawancara dan observasi klien
mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, dengan
jumlah nilai glasgow coma scale (GCS) 15 yang terdiri dari E: 4, M: 6,
V: 5, tidak ada tanda-tanda peninngkatan tekanan intra kranial seperti
nyeri kepala hebat, papil edema, muntah proyektif. Refleks fisiologi
normal seperti refleks bisep, trisep, dan patella normal. Refleks
patologisnya seperti babinski negatif.

Sistem pencernaan setelah dilakukan observasi didapatkan bahwa gigi


klien tidak caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak terlihat adanya
stomatitis dan tidak terlihat lidah kotor. Klien mengatakan mual. Klien
mengtakan susah bab.

Sistem endokrin klien tidak mengalami pembesaran kelenjar tiroid,


nafas tidak berbau keton keton, dan tidak ada luka gangguan.

Sistem urogenital balance cairan klien, saat pengkajian intake 4525 cc


(minum: 2500 cc, infuse: 1500 cc, air metabolisme: 5 x 105 = 525 cc),
output 3575 cc ( urine: 2.000 cc, IWL: 1.575 cc ) balance cairan +950
cc tidak terjadi perubahan pola kemih, urine berwarna kuning jernih,
tidak terjadi distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang.

Sistem integumen turgor kulit klien baik dan elastis, temperatur kulit
hangat, warna kulit klien tampak kemerahan, tidak terdapat luka.
Tidak ada lesi atau ulkus, tidak ada tanda-tanda peradangan di kulit
daerah pemasangan infuse. Keadaan rambut klien baik dan bersih.

Sistem muskuloskeletal, walaupun terpasang infuse klien mengatakan


tidak mengalami kesulitan dalam bergerak. Tidak ada fraktur dan tidak
ada kelainan baik bentuk sendi maupun struktur tulang belakang.
Keadaan tonus otot klien baik.
Kekuatan otot klien 5555 5555
5555 5555
5. Data Tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Berdasarkan hasil wawancara klien mengatakan sudah mengetahui
tentang penyakitnya

6. Data penunjang (pemeriksaan diagnostic yang menunjang


masalah : Lab, radologi, endeskopi, dan lain-lain)
Laboratorium Tanggal 17 juni 2014
Hemoglobin13.4 gr/dl, Hematokrit 43 %, Trombosit 357 ribu/mm,
Leukosit 9.67 ribu/mm3.

Imuno serologi
Widal
Salmonella typhi (-)
Parathypht AH (-)
Parathypht BH (-)
Typhi o (1/80)
Paratyphi AO (1/320)
Paratyphi BO (1/80)
Paratyphi Co (-)

7. Penatalaksanaan ( Therapi / Pengobatan termasuk diet )


Terapi obat oral Ny. R
- Terfacep 2 x 2 g
- ODR2x1
- Acran 2 x 1
- Sistenol 3 x 1

8. Data Fokus
Data subjektif
klien mengatakan badannya panas sejak 1 minggu yang lalu, klien
mengatakan pusing, klien mengatakan masih mual, klien mengatakan
lemas, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk
nyeri menyebar sampai pinggang, skala nyeri 3, durasi ± 10 menit
lamany 2 hari.

Data Objektif
Klien tampak lemas, wajah klien tampak menahan nyeri, klien tampak
lemah, klien tampak gelisah, kesadaran composmentis, klien tampak
habis 1/2 porsi makan, Tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 39 oc, Nadi
108 x/menit, Pernafasan 24 x/menit, Berat badan sebelum sakit 65 kg,
Berat badan sakit 62 kg, hasil Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014
didapatkan Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67
ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL
9. Analisa Data

No. Data Masalah Etiologi


1. DS: Infeksi Proses
- Klien mengatakan hipertermi salmonellathypi
badannya panas sejak
1 minggu yang lalu.

DO:
- Klien tampak lemas
- Suhu 39oc
- Nadi 108 x/menit
- RR 24x/menit
- Td 100/70 mmHg
- Hemoglobin 13,4 gr/dl
- Hematokrit 40%
- Leukosit 9.67 ribu/Ml
- Trombosit 357
2. ribu/mL Nyeri
Proses
Inflamasi
DS:
- klien mengatakan nyeri
pada perut sebelah kiri
bawah
- hilang timbul seperti
ditusuk – tusuk nyeri
menyebar sampai
pinggang
- durasi ± 10 menit
lamany 2 hari.

DO:
- wajah klien tampak
menahan nyeri.
- Klien tampak lemah
- Klien tampak gelisah
- TD 100/70 mmHg.
- Suhu 39oc
3. - Nadi 108 x/menit Intake yang tidak
- RR 24x/menit adekuat.
- Hemoglobin 13,4 gr/dl Perubahan
- Hematokrit 40% kebutuhan
- Leukosit 9.67 ribu/Ml nutrisi kurang
- Trombosit 357 ribu/mL dari kebutuhan
tubuh
DS:
- Klien mengatakan mual
- Klien mengatakan tidak
3. nafsu makan
- Klien mengatakan lidah
terasa pahit
- klien mengatakan
masih mual.
- klien mengatakan
badannya lemas

DO:
- klien tampak habis 1/2
porsi makan
- nafsu makan menurun
- klien tampak lemas
- BB sebelum sakit 65kg
- BB sakit 62kg
- Hemoglobin 13,4 gr/dl

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan pada Ny. R pada tanggal 17 juni
2014 maka didapat diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Infeksi hipertermi berhubungan dengan proses salmonella thypi
2. Proses inflamasi berhubungan dengan nyeri
3. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan


Berdasarkan diagnosa yang muncul pada tanggal 18 juni 2014, maka
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan
yang dilakukan sebagai berikut :
1. Infeksi hipertermi berhubungan dengan proses salmonella thypi
DS: Klien mengatakan badannya panas sejak 1 minggu
yang lalu.
DO: Klien tampak lemas, Suhu 39oc, Nadi 108 x/menit, RR
24x/menit, Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%,
Leukosit 9.67 ribu/Ml, Trombosit 357 ribu/mL.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan suhu tubuh salmonella normal
Kriteria Hasil: Mempertahankan suhu tubuh menjadi normal , klien
tidak gelisah dan demam hilang, RR: 20 x/menit, N:
80 x/menit, S: 36 oc.

Intervensi:
a. Mengobserfasi tanda-tanda vital
b. Pantau hidrasi
c. Berikan kompres air biasa
d. Pemberian terapi obat anti piretik sesuai program

Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (perawat Finka) pukul 08:00 -
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji masalah klien dan mengobservasi tanda –
tanda vital klien, respon klien : badan nya panas, respon objektif : klien
tampak lemas, tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 108x/menit, suhu
390c, pernafasan 24 x/menit. Pukul 11: 00 WIB memonitor jumlah
trombosit dan hematokrit klien, respon subjektif : klien mengatakan
trombositnya normal, respon objektif : trombosit klien 357 ribu/Ml,
Hematokrit : 40 %.

Dinas Sore, Pukul 14:00 – 20:00 WIB, (Perawat Ruangan)


Pukul 14:00 WIB, Mengontrol keadaan umum klien dengan
mengobservasi tanda-tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum
klien sedang, kesadaran composmentis, tekanan darah 100/70 mmHg,
Nadi 108 x/menit, suhu 38oc, pernafasan 24 x/menit. Pukul 16:00 WIB,
mengontrol cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang lancar.
Pukul 18:00 WIB, mengganti cairan infuse. Pukul 19:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan menganjurkan klien banyak istirahat,
respon subjektif : klien mengatakan akan melakukan.

Dinas Malam, Pukul 20:00- 08:00 WIB, (Perawat Ruangan)


Pukul 20:00 WIB, mengontrol keadaan klien dan menganjurkan klien
banyak istirahat, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, respon subjektif : kien mengatakan mengerti
dan melakukannya. Pukul 23:00 memberikan obat injeksi, respon
objektif : klien tampak sedang tidur. Pukul 01:00 WIB, mengontrol
cairan infuse, respon objektif : infuse termasang lancar. Pukul 05:00
WIB, Mengobservasi tanda-tanda vital klien, respon objektif : tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 37,3oc, pernafasan
29x/menit.

Tanggal 19 juni 2014, Dinas pagi, Pukul 08:00-14:00 WIB,


(Perawat Ruangan)
Pukul 08:00 WIB, Mengkaji keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien,respon klien : panasnya tidak seperti
sebelumnya, respon objektif : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 85
x/menit, suhu : 37oc, pernafasan 25 x/menit. Pukul 09:00 WIB ,
memberikan kompres air biasa, respon klien : sedikit nyaman. Pukul
10:00 WIB, memberikan injeksi dan menganjurkan klien banyak
istirahat, respon klien : klien mengatakan akan melakukannya. Pukul
12:00 WIB, mengontrol cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang
lancar. Pukul 13:00 WIB, menganjurkan klien banyak minum, respon
subjektif : klien menatakan akan melakukannya.

Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB, (Perawat Finka)


Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 110/90 mmH, nadi 84 x/menit,
suhu 36,5oc, pernafasan 20 x/menit. Pukul 16:00 WIB, menganjurkan
klien banyak istirahat dan banyak minum, respon subjektif : klien
mengerti dan akan melakukannya.

Dinas Malam, Pukul 20:00-08:00 WIB, (Perawat Ruangan)


Pukul 20:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien, respon klien,
respon objektif : keadaan klien sedang, kesadaran composmentis. Pukul
21:00 WIB, mengontrol cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang
lancar 20 tetes/menit. Pukul 23:00 WIB, memberikan Terfacep 2 x 2 g,
respon objektif : obat sudah masuk. Pukul 24:00 WIB, mengganti
cairan infuse. Pukul 01:00 WIB , mengontrol cairan infuse, respon
objektif : infuse terpasang lancar 20 tetes/menit. Pukul 05:00 WIB,
mengobservasi tanda-tanda vital klien, respon objektif : tekanan darah
110/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan 20 x/menit.

Tanggal 20 juni 2014, Dinas Pagi,pukul 08:00-14:00 WIB, (Perawat


Ruangan)
Pukul 08:00 WIB, mengontrol keadaan klien dan mengobservasi tanda-
tanda vital klien, respon klien : badannya masih sedikit panas, respon
objektif : tekanan darah 110/90mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 37,5 oc,
pernafasan 20 x/menit. Pukul 09:00 WIB, memberikan kompres air
biasa, respon klien : sedikit nyaman. Pukul 10:00 WIB, memberikan
injeksi dan menganjurkan klien banyak istirahat, respon klien : klien
mengatakan akan melakukannya. Pukul 12:00 WIB, mengontrol cairan
infuse, respon objektif : infuse terpasang lancar. Pukul 13:00 WIB,
menganjurkan klien banyak minum, respon subjektif : klien menatakan
akan melakukannya.

Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB, (Perawat Finka)


Pukul 14:00 WIB, Mengontrol keadaan umum klien dengan
mengobservasi tanda-tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum
klien sedang, kesadaran composmentis, tekanan darah 100/70 mmHg,
Nadi 108 x/menit, suhu 38oc, pernafasan 24 x/menit. Pukul 16:00 WIB,
mengontrol cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang lancar.
Pukul 18:00 WIB, mengganti cairan infuse. Pukul 19:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan menganjurkan klien banyak istirahat,
respon subjektif : klien mengatakan akan melakukan.

Evaluasi : Tanggal 20 juni 2014 pukul 14:00


S : klien mengatakan badannya sedikit panas.
O : Tanda-tanda vital , Td: 110/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 37,5
o
c, pernafasan 20 x/menit.
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
 Observasi tanda-tanda vital
 Anjurkan klien banyak istirahat

2. Proses inflamasi berhubungan dengan nyeri


DS: klien mengatakan nyeri pada perut sebelah kiri bawah,
hilang timbul seperti ditusuk – tusuk nyeri menyebar sampai
pinggang, durasi ± 10 menit lamany 2 hari.
DO: wajah klien tampak menahan nyeri, Klien tampak lemah,
Klien tampak gelisah, TD 100/70 mmHg, Suhu 39 oc, Nadi
108 x/menit, RR 24x/menit, Hemoglobin 13,4 gr/dl,
Hematokrit 40%, Leukosit 9.67 ribu/Ml, Trombosit 357
ribu/mL.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


diharapkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil: pasien nampak lebih rileks, pasien mampu
mengontrol nyeri.

Intervensi:
a. Monitor keadaan umum
b. Kaji tingkat nyeri intensitas dan skala nyeri
c. Jelaskan penyebab nyeri
d. Ajarkan tehnik distraksi relaksasi (nafas dalam)
e. Posisikan pasien senyaman mungkin
f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat analgesik

Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (Perawat Finka) pukul 08:00-
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji keluhan klien dan mengobservasi tanda-
tanda vital klien, respon subjektif : klien mengatakan nyeri pada perut
sebelah kiri bawah, skala nyeri 3, respon objektif : klien tampak nyeri,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 108 x/menit, suhu 39 oc, pernafasan
24 x/menit. Pukul 10:00 WIB, mengajarkan tehnik relaksasi (nafas
dalam), respon subjektif : klien mengatakan nyaman, respon objektif :
klien tampak rileks. Pukul 11:00 WIB, memposisikan pasien senyaman
mungkin, respon subjektif : klien mengatakan sangat nyaman. Pukul
13:30WIB, Memberikan obat analgesik, respon objektif: terapi masuk.
Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (Perawat Ruangan)
Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien, respon objektif : klien tampak gelisah, tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 38 oc, pernafasan 24
x/menit. Pukul 16:00 WIB, mengontrol cairan infuse, respon objektif :
infuse terpasang lancar. Pukul 18:00 WIB, mengganti cairan infuse RL
20 tetes/menit dan memberikan obat Terfacep 2 x 2 g, respon objektif :
obat masuk. Pukul 19:00 WIB, mengontrol cairan infuse dan
menganjurkan klien banyak istirahat, respon subjektif : klien
mengatakan akan melakukannya.

Dinas malam, Pukul 20:00-08:00 WIB (Perawat Ruangan)


Pukul 20:00 WIB, mengontrol keadaan klien dan menganjurkan klien
banyak istirahat, respon objektif : klien tampak lemah, respon
subjektif : klien mengatakan mengerti, respon objektif : klien tampak
mengerti dan melakukannya. Pukul 01:00 WIB, mengganti cairan
infuse RL 20 tetes/menit dan mengontrol cairan infuse, respon objektif
: infuse terpasang lancar. Pukul 05:00 WIB, mengobservasi tanda-tanda
vital klien, respon objektif tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80
x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan18 x/menit.

Tanggal 19 juni 2014, Dinas Pagi, Pukul 07:30-14:00 WIB (perawat


ruangan)
Pukul 08:30 WIB, mengontrol keadaan klien dan mengobservasi tanda-
tanda vital klien, respon subjektif : klien mengatakan nyeri perut
berkurang, respon objektif : td 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu
36,5 oc, pernafasan18 x/menit. Pukul 10:00 WIB, mengajarkan tehnik
relaksasi (nafas dalam), respon subjektif : klien mengatakan nyaman,
respon objektif : klien tampak rileks. Pukul 11:00 WIB, memposisikan
pasien senyaman mungkin, respon subjektif : klien mengatakan sangat
nyaman. Pukul 13:30WIB, Memberikan obat analgesik, respon
objektif: terapi masuk.
Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Finka)
Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,5 o
c,
pernafasan20 x/menit. Pukul 16:00 WIB, mengontrol cairan infuse,
respon objektif : infuse terpasang lancar. Pukul 18:00 WIB, mengganti
cairan infuse dan memonitor hasil laboratorium, respon objektif :
Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67 ribu/Ml,
Trombosit 357 ribu/mL. Pukul 19:00 WIB, Mengontrol cairan infuse
dan menganjurkan klien banyak istirahat, respon subjektif : klien akan
melakukannya.

Dinas malam, Pukul 20:00-08:00 (perawat ruangan)


Pukul 20:00 WIB, , mengontrol keadaan klien dan menganjurkan klien
banyak istirahat, respon objektif : klien tampak lemah, respon
subjektif : klien mengatakan mengerti, respon objektif : klien tampak
mengerti dan melakukannya. Pukul 01:00 WIB, mengganti cairan
infuse RL 20 tetes/menit dan mengontrol cairan infuse, respon objektif
: infuse terpasang lancar. Pukul 05:00 WIB, mengobservasi tanda-tanda
vital klien, respon objektif tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80
x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan18 x/menit.

Tanggal 20 juni 2014 Dinas Pagi, Pukul 08:00-04:00 WIB (Perawat


Ruangan)
Pukul 08:30 WIB, mengontrol keadaan klien dan mengobservasi tanda-
tanda vital klien, respon subjektif : klien mengatakan nyeri perut
berkurang, respon objektif : td 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu
36,5 oc, pernafasan18 x/menit. Pukul 10:00 WIB, mengajarkan tehnik
relaksasi (nafas dalam), respon subjektif : klien mengatakan nyaman,
respon objektif : klien tampak rileks. Pukul 11:00 WIB, memposisikan
pasien senyaman mungkin, respon subjektif : klien mengatakan sangat
nyaman. Pukul 13:30WIB, Memberikan obat analgesik, respon
objektif: terapi masuk.

Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Finka)


Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda-tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,5 o
c,
pernafasan20 x/menit. Pukul 16:00 WIB, mengontrol cairan infuse,
respon objektif : infuse terpasang lancar. Pukul 18:00 WIB, mengganti
cairan infuse dan memonitor hasil laboratorium, respon objektif :
Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67 ribu/Ml,
Trombosit 357 ribu/mL. Pukul 19:00 WIB, Mengontrol cairan infuse
dan menganjurkan klien banyak istirahat, respon subjektif : klien akan
melakukannya.

Evaluasi : Tanggal 20 juni 2014 Pukul 14:00 WIB


S : Klien mengatakan nyeri berkurang.
O : skala nyeri menjadi 1
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Anjurkan untuk tehnik relaksasi
c. Posisikan senyaman mungkin

3. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
DS: Klien mengatakan mual, Klien mengatakan tidak nafsu
makan, klien mengatakan lidah terasa pahit, klien
mengatakan masih mual, klien mengatakan badannya lemas
DO: klien tampak habis 1/2 porsi makan, nafsu makan menurun,
klien tampak lemas, BB sebelum sakit 65kg, BB sakit 62kg,
Hemoglobin 13,4 gr/dl.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


perubahan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria Hasil: klien tidak lemas lagi, klien makan habis 1 porsi,
hemoglobin dalam batas normal (14 – 16 g/dl ),
pertahankan berat badan.

Intervensi:
a. Kaji pola makan klien
b. Timbang berat badan setiap hari (bila memungkinkan)
c. Berikan makan klien dalam keadaan hangat
d. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
e. Catat jumlah makan yang dihabiskan klien
f. Kolaborasi pemberian anti emetik narfos 3 x 8 mg sesuai intruksi
dokter

Implementasi Keperawatan
Tanggal 18 juni 2014 Dinas Pagi (perawat Finka) pukul 08:00-
14:00 WIB
Pukul 09:00 WIB, Mengkaji pola makan klien, respon subjektif : klien
mengatakan hanya habis 1/2 porsi makan karena masih mual, respon
objektif : klien tampak habis 1/2 porsi makan. Pukul 10:00 WIB,
menimbang berat badan klien, respon objektif Berat badan klien 65.
Pukul 11:00 WIB, menganjurkan klien makan sedikit tapi sering,
respon subjektif : klien mengatatakan iya. Pukul 12:00 WIB, mencatata
jumlah makan yang dihabiskan klien, respon subjektif : klien
mengatakan habis 1/2 porsi makan, respon objektif : klien tampak habis
1
/2 porsi makan.
Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Ruangan)
Pukul 14:00 WIB, mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda – tanda vital klien, respon obektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 37,8oc, pernafasan 22 /menit. Pukul 16:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan memberikan injeksi narfos 3x8 mg,
respon objektif : infuse terpasang lancar, obat sudah masuk. Pukul
18:00 WIB, mengganti cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang
lancar. Pukul 19:00 WIB, mengontrol cairan infuse dan menganjurkan
klien makan dalam porsi kecil tapi sering, respon subjektif : klien
mengatakan akan melakukannya.

Dinas malam, Pukul 20:00-08:00 WIB (Perawat Ruangan)


Pukul 20:00 WIB, mengontrol keadaan klien dan menganjurkan klien
banyak istirahat, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, respon subjektif : klien mengatakan
mengerti, respon objektif : klien tampak mengerti dan melakukan nya.
Pukul 23:00 WIB, memberikan injeksi dexametason 2x1 ampul, respon
objektif : klien tampak sedang tidur. Pukul 01:00 WIB, mengontrol
cairan infuse, respon objektif : infus terpasang lancar. Pukul 05:00
WIB, Mengobsevasi tanda – tanda vital, respon objektif : tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan 18 x/menit.
Pukul 06:00 WIB, mengkolaborasi pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, respon subjektif : klien mengatakan sakit
sedikit saat di tusuk.

Tanggal 19 juni 2014, Dinas Pagi, Pukul 07:30-14:00 WIB (perawat


ruangan)
Pukul 08:00 WIB, memberikan injeksi narfos 3x8 mg, respon obektif :
obat sudah masuk. Pukul 09:00 WIB, mengkaji pola makan klien dan
mual klien, respon subektif : klien mengatakan habis 1/2 porsi makan
dan mual sudah berkurang, respon objektif : klien tampak habis 1/2 porsi
makan. Pukul 10:00 WIB, menimbang berat badan klien, respon
objektif : berat badan klien 62 kg. Pukul 11:00 WIB, menganjurkan
klien makan sedikt tapi sering, respon subjektif : klien mengatakan
habis 1
/2 porsi makan, respon objektif : klien tampak habis 1
/2 porsi
makan.

Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Finka)


Pukul 14:00 WIB, Mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda – tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum klien sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan 20 x/menit. Pukul 16:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan memberikan injeksi narfos 3x8 mg,
respon objektif : infuse terpasang lancar dan obat sudah masuk. Pukul
18:00 WIB, mengganti cairan infuse, respon objektif : terpasang lancar.
Pukul 19:00 WIB, mengontrol cairan infuse dan menganjurkan klien
makan dalam porsi kecil tetapi sering, respon subjetif : klien
mengatakan akan melakukannya.

Dinas malam, Pukul 20:00-08:00 WIB (Perawat Ruangan)


Pukul 20:00 WIB, Mengontrol keadaan umum klien, respon objektif :
keadaan klien sedang, kesadaran composmentis. Pukul 21:00 WIB,
mengontrol cairan infuse, respon objektif : infuse terpasang lancar 20
tetes/menit. Pukul 23:00 WIB, memberikan injeksi dexametasone 2x1
ampul, respon objektif : obat sudah masuk. Pukul 24:00 WIB,
menggant cairan infuse. Pukul 01:00 WIB, mengontrol cairan infuse,
respon objektif : infuse terpasang lancar 20 tetes/menit. Pukul 05:00
WIB, mengobservasi tanda – tanda vital, respon objektif : tekanan
darah 110/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,5 oc, pernafasan 20
x/menit. Pukul 06:00 WIB, mengkolaborasi pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, respon subjektif : klien mengatakan sakit
sedikit saat diambil darahnya, respon objektif : pengambilan darah
sebanyak 3 cc.

Tanggal 20 juni 2014, Dinas Pagi,pukul 08:00-14:00 WIB, (Perawat


Ruangan)
Pukul 09:00 WIB, mengkaji pola makan klien dan mual klien, respon
subjektif : klien mengatakan habis 3/4 porsi makan dan mual sudah
menurun, respon objektif : klien tampak habis 1 porsi makan. Pukul
10:00 WIB, menimbang berat badan klien 64 kg. Pukul 11:00 WIB,
menganjurkan klien makan sedikit tetapi sering, respon subjektif : klien
mengatakan iya. Pukul 12:00 WIB, mencatat jumlah makan yang
dihabiskan klien, respon subjektif : klien mengatakan habis 3/4 porsi
makan, respon objektif : klien tampak habis 1 porsi makan.

Dinas Sore, Pukul 14:00-20:00 WIB (perawat Finka)


Pukul 14:00 WIB, Mengontrol keadaan umum klien dan mengobservasi
tanda – tanda vital klien, respon objektif : keadaan umum klien normal,
tidak mual , tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36,5
o
c, pernafasan 20 x/menit. Pukul 16:00 WIB, mengontrol cairan infuse
dan memberikan injeksi narfos 3x8 mg, respon objektif : infuse
terpasang lancar dan obat sudah masuk. Pukul 18:00 WIB, mengganti
cairan infuse, respon objektif : terpasang lancar. Pukul 19:00 WIB,
mengontrol cairan infuse dan menganjurkan klien makan dalam porsi
kecil tetapi sering, respon subjetif : klien mengatakan akan
melakukannya.

Evaluasi : Tanggal 20 juni 2014 pukul 20:00 WIB


S : Klien mengatakan mual sudah hilang, klien mengatakan badannya
masih lemas, klien mengatakan badannya masih lemas, klien
mengatakan makan habis 3/4 porsi.
O : klien tampak masih lemas, Berat badan 64 kg.
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Kaji pola makan klien
b. Timbang berat badan setiap hari (bila memungkinkan)
c. Berikan makan klien dalam keadaan hangat
d. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
e. Catat jumlah makan yang dihabiskan klien
f. Kolaborasi pemberian anti emetik narfos 3x8 mg sesuai intruksi
dokter.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. R


dengan Typoid diruang Syifa Rumah Sakit Haji Jakarta yang
dilaksanakan pada tanggal 18 juni 2014 sampai dengan 20 juni 2014,
penulis menemukan beberapa kesenjangan antara teori dengan praktek
yang akan dibahas pada bab ini sesuai dengan tahapan pada proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, dan diagnosa keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk memperoleh informasi atau data dari klien,
keluarga, perawat ruangan, catatan medik, catatan keperawatan
sehingga masalah keperawatan klien dapat dirumuskan secara
akurat. Pada dasarnya antara teori maupun kasus tidak terjadi
kesenjangan yang signifikan. Penyebab typhoid adalah salmonella
typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan
salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. Manifestasi klinis Minggu
I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak diperut. Sedangkan pada kasus beberapa
manifestasi klinis pada klien tidak terjadi nyeri otot, batuk,
epitaksis, obstipasi, atau diare.manifestasi klinis tidak semua
muncul pada klien karena sudah mendapatkan tindakan
keperawatan dan dilihat dari gejala yang ada maka kasus typoid
pada Ny. R masih pada minggu I yaitu klien mengatakan demam,
nyeri kepala, anorexia dan mual, terasa tidak enak diperut.
Pada penatalaksanaan medis secara teori dan kasus sudah hampir
sama yaitu pengobatan yang dapat diberikan biasanya bersifat
menghilangkan rasa sakit/menghilangkan rasa mual, harus tirah
baring/istirahat mutlak dan banyak minum, diberikan makan lunak,
pemberian intravena RL 20tetes per menit. Pada pasien yang
menderita typoid harus dirawat di Rumah Sakit karena memerlukan
pengawasan terhadap kemungkinan dapat terjadi mengancam jiwa
pasien.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, data – data yang penulis temukan
kemudian di analisa sebagai data fokus yang dapat menunjang
timbulnya masalah atau diagnosa keperawatan. Diagnosa yang
muncul pada teori yaitu Peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan infeksi Salmonella Typhi, Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit  kurang dari kebutuhan berhubungan dengan out put yang
berlebihan, Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest
total, Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan
fisik, Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh
pirogen endogen, Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran
intestinal, Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan
muntah dan diare, Resiko tinggi infeksi (kontak pasien)
berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine,
Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa
intestinal.

Sedangkan Diagnosa yang tedapat dikasus yaitu Infeksi hipertermi


berhubungan dengan proses salmonella thypi, Proses inflamasi
berhubungan dengan nyeri, Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Pada diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus. Diagnosa yang terdapat ditiori tidak tidak terdapat dikasus
adalah Defisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total,
alasan penulis tidak mengambil diagnosa ini karena kondisi klien
umumnya hanya demam terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri kepala, anorexia dan
mual, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut dan masih
berada minggu I.
BAB V
PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan sebagai


intisari dari pembahasan yang diperoleh dari hasil studi kasus
tentang asuhan keperawatan pada Ny. R dengan Typoid diruang
Syifa Rumah Sakit Haji Jakarta kemudian penulis mengambil
kesimpulan dan saran.
A. Kesimpulan
Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan
demam yang berlangsung 1 minggu, bersifat febris remitten
dan suhu tidakterlalu tinggi, pada mulut terdapat bau tidak
sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.

Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan


pada klien dengan typhoid adalah Infeksi hipertermi
berhubungan dengan proses salmonella thypi, Proses inflamasi
berhubungan dengan nyeri, Perubahan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.

Pada tahap Perencanaan Dalam merumuskan perencanaan


diperlukan literatur yang lengkap serta membantu dari tenaga
keperawatan dan tim kesehatan lainnya yang ada di Rumah
Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan keluarga.
Pada tahap Implementasi tidak semua perencanaan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana, karena adanya kendala
atau hambatan sehingga pada implementasi ini sangat
diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan yang ada.

Pada tahap evaluasi Asuhan keperawatan yang dilakukan


hanya sebagian yang tercapai sesuai dengan tujuan, karena
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
typhoid memerlukan waktu yang cukup lama dalam
menyelesaikan masalah sesuai kriteria.

B. Saran
Untuk penulis sendiri supaya lebih meningkatkan lagi dan
mempertahankan kerja sama antara perawat ruangan dan juga
keluarga klien dalam memberikan asuhan keperawatan serta
memiliki buku sumber sebagai acuan. Kemudian bagi perawat
yang akan melakukan asuhan keperawatan pada kasus yang
serupa untuklebih memperhatikan keadaan klien, bekerjasama
atau berkolaborasi dengan tim medis sehingga terjalin
kerjasama yang baik antara klien, tim medis, dan perawat yang
akan melakukan kasus yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & suddarth (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : EGC

Suriadi & Yuliani. (2006). Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :


EGC

Mansjoer & Arif (2004). Kapita Selekta Kedokteran, Media


Aesculapis, Jakarta.

Marjory Gordon, dkk, 2005, Nursing Diagnoses: Definition &


Classification

Anda mungkin juga menyukai