Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
(DEMAM THYPHOID)

Disusun Oleh:

Arta Liana Astuti (40901800090)


Deti Krismawati (40901800019)
Dian Alif Wildani (40901800023)
Khaerul Indah S (40901800044)
Khofifah Lilia Dewi (40901800045)
Martha Firda Budiyai (40901800051)
Milania Nurus Saadah (40901800056)
Nita Fitri Ani (40901800074)
Rini Rahmawati (40901800086)
Ulfa Setianingrum (40901800097)
Yuli Artha Prihat S (40901800103)

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam
thypoid biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang umum yaitu
gejala demam yang lebih dari 1 minggu, penyakit demam thypoid bersifat
endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di
sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia danmenjadi masalah yang
sangat penting (Depkes, 2006). WHO memperkirakan jumlah kasus demam
thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus demam thypoid. Data surveilans
saat ini memperkirakan di Indonesia ada 600.000 – 1,3 Juta kasus demam thypoid
tiap tahunnya dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata- rata di Indonesia, orang
yang berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam
thypoid (WHO, 2012). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan
bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit,
prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13% . Penyakit ini termasuk dalam
kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar 0,67%, Pada
laporan riset kesehatan dasar nasional tahun 2007 memperlihatkan bahwa
prevalensi demam thypoid di Jawa Tengah sebesar 1,61% yang tersebar di seluruh
kabupaten dengan prevalensi yang berbeda beda di setiap tempat. Demam thypoid
menurut karakteristik responden tersebar merata menurut umur dan merata pada
umur dewasa., akan tetapi prevalensi demam thypoid banyak ditemukan pada
umur (5–14 th) sebesar 1,9% dan paling rendah pada bayi sebesar 0,8%.
Prevalensi demam thypoid menurut tempat tinggal paling banyak di pedesaan
dibandingkan perkotaaan, dengan pendidikan rendah dan dengan jumlah
pengeluaran rumah tangga rendah (Rikesda, 2007).
Berdasarkan data dari surveilans terpadu penyakit Kabupaten Boyolali, kasus
demam thypoid dalam waktu tiga tahun yakni pada tahun 2010 dengan prevalensi
sebesar 30%, tahun 2011 sebesar 13%, dan pada tahun 2012 sebesar 22%
(Puskesmas Ngemplak, 2012). Dari data surveilans terpadu penyakit Kabupaten
Boyolali pada tahun 2012 diketahui perbandingan prevalensi kasus demam
thypoid per puskesmas yaitu puskesmas Ngemplak sebesar 11%, Wonosegoro II
47%, Nogosari 45%, Boyolali II 27%, Juwangi 17%, Klego 16%, Ampel 13%,
Boyolali II 10%, Boyolali tiga 7%, Wonosegoro I 6%, Kemusu 4%, Musuk 2%.
Kecamatan Ngemplak setiap bulanya cenderung mengalami peningkatan kasus
sehingga menjadi Kecamatan dengan kasus demam thypoid tertinggi di
Kabupaten Boyolali dengan jumlah 795 kasus dan prevalensi sebesar 1,10
(Dinkes Boyolali, 2012). Faktor - faktor yang sangat erat hubungannya dengan
kejadian demam thypoid adalah hygiene perorangan yang rendah meliputi
kebiasan cuci tangan, hygiene makanan dan minuman , jamban yang tidak
memenuhi syarat. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu penyebab terjadi
kejadian demam thypoid terlihat dari keadaan sanitasi lingkungan secara
keseluruhan di Kecamatan Ngemplak yang belum memadai seperti kepemilikan
sarana sanitasi dasar yang meliputi kepemilikan jamban sehat dengan presentase
59,7%, kepemilikan tempat sampah dengan presentase 61,8%, dan kepemilikan
pengelolaan air limbah sebesar 58,3%, jenis sarana air bersih yang digunakan
kebanyakan penduduk Ngemplak menggunakan air sumur gali yakni sebesar
93,3%, kemudian tempat umum dan pengelolaan makanan yang diperiksa
sejumlah 47 tempat (Profil Dinkes Boyolali, 2011). RASULULLAH s.a.w.
bersabda, “Tutuplah bekas makanan dan minuman kamu pada malam hari. Setiap
tahun ada satu malam yang padanya diturunkan wabah. Tidak akan lalu
(melintasi) wabah itu ke atas bekas makanan atau minuman yang tidak ditutup
kecuali ia (wabah) masuk ke dalamnya.”( As-sayyid, 2007). Dalam hadist diatas
menjelaskan kepada kita semua untuk menutup bejana makanan/minuman
walupun dengan sebatang lidi, karena suatu waktu serangga masuk kedalam
bejana dan meninggalkan najis dalam bejana itu, kemudian kita memakan
makanan dan minum yang ada dibejana, karena sesunggunya makanan/minuman
itu sudah terkontaminasi dengan bakteri. Dari situ lah seseorang terinfeksi oleh
bakteri yang ada dimakanan/minuman, sehingga menyebabkan seseorang itu sakit.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahkman (2009), ada lima faktor yang
mempengaruhi kejadian demam thypoid. Ke lima faktor tersebut antara lain:
kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan jajan makanan di luar rumah, sumber air
bersih, riwayat thypoid anggota keluarga, kepemilikan jamban. Pada penelitian
Pramitasari (2012), ada empat faktor diantaranya, jenis kelamin, kebiasaan
mencuci tangan, kebiasaan jajan di luar rumah, sumber air bersih, variabel
tersebut juga menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kejadian demam
thypoid.
Dengan adannya variasi karateristik responden pada penelitian sebelumnya,
peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor yang berhubungan
dengan kejadian demam thypoid maka dari itu peneliti menambahkan variabel
sanitasi lingkungan (pembuangan sampah dan pembuangan air limbah) di dalam
penelitian. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti akan melakukan
penelitian tentang faktor kebiasaandan sanitasi lingkungan hubungannya dengan
kejadian demam thypoid di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang demam typoid,
serta mengaplikasikan pengkajian, masalah keperawatan, dan intervensi
dengan tepat.
2. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian demam typoid
2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi demam typoid
3) Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis demam typoid
4) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi demam typoid
5) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis demam typoid
6) Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi demam typoid
7) Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian fokus demam typoid
8) Mahasiswa mampu menjelaskan pathways demam typoid
9) Mahasiswa mampu menjelaskan fokus intervensi dan rasional demam
typoid
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang
disebabkan oleh salmonella typhi . penyakit ini dapat ditularkan melalui
makanan,minuman ,mulut yang terkontaminasi oleh kuman salmonella
typhi. penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari seminggu gangguan pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran penyebab penyakit ini adalah
salmonella typhosa organisme ini yang masuk melalui makanan dan
minuman . (Arif Maeyer,2006)
Typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang masuk melalui
makan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan air seni
dari orang yang terkena kuman salmonella (Bruner dan sundart,2004)
Typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus kareana kuman
salmonella thypi dan salmonella para typhi A,B,C. sinonim penyakit ini
adalah penyakit tipus dan paratypoid abdominalis ( Syaifullah Noer 2011)
Typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella tipe A B
C . penulan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang
terkonta minasi (Mansoer Obaik.M. 2011)
Dari beberapa pengertian diatas bisa disimpulkan sebagai berikut ,
typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus kareana salmonella tipe
A,B dan C yang dapat menular melalui lisan,tinja,makanan dan minuman
yang terkontaminasi.

B. Etiologi
Disebabkan oleh Bakteri yang bernama Salmonella Thypi di dalam tubuh
manusia. Manusia yang terinfeksi dapat mengeksresikannya melalui sekret
saluran nafas, urine, dan tinja dalam jangka waktu yang berfariasi.
Patogenesis ini melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri pada
lumen usus, bakteri bermutiplasi di magrofag Peyer’s pacth, bertahan
hidup di aliran darah dan menghasilkan enteroktosin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke Lumen Intestinal. Bakteri Salmonella Thypi
bersama makanan dan minuman masuk melalui mulut. Kemudian bakteri
masuk ke lambung,, sebagian bakteri akan di musnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi akan masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. di dalam jaringan limpoid ini bakteri akan
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah (bakteremia primer) dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini akan
melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakteremia,
kuman selanjutnya masuk limfa, usus halus dan kandung empedu.

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah
masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu berangsurangsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan
demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Ganguan pada saluran pencernaan pada mulut terdapat nafas berbau
tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi
selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi
mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran umumnya kesadaran penderita menurun
walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi sopor, koma atau gelisah.
Berdasarkan masa dapat diambil kesimpulan :
 Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada
umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan
gejala penyakit tidaklah khas, seperti gejala influenza, berupa :
anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot,
lidah kotor, dan nyeri perut. (Parry et al, 2002)
 Minggu pertama (awal terinfeksi) setelah melewati masa
inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºC hingga 40ºC, sakit
kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual , muntah, batuk,
dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral,
perut kembung dan merasa tidak enak, sedangkan diare dan
sembelit dapat terjadi bergantian. Pada akhir minggu
pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita 12 ke
dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejalagejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit
lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh
dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata,
bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian
hilang dengan sempurna (Brusch, 2011).
 Minggu kedua Jika pada minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun
pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi/demam (Kemenkes, 2006).
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Gejala toksemia
(adanya protein dalam urin) semakin berat yang ditandai dengan
keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-
kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran
hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain (Supriyono, 2011).
 Minggu ketiga demam semakin memberat dan terjadi anoreksia
dengan pengurangan berat badan yang signifikan. Konjungtiva
terinfeksi, dan pasien mengalami takipnea dengan suara crakcles
di basis paru. Jarang terjadi distensi abdominal. Beberapa
individu mungkin akan jatuh pada fase toksik yang ditandai
dengan apatis, bingung, dan bahkan psikosis. Nekrosis pada
Peyer’s patch mungkin dapat menyebabkan perforasi saluran
cerna dan peritonitis (Brusch, 2011). Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian
penderita demam tifoid pada minggu ketiga (Asdie, 2005).
 Minggu keempat demam turun perlahan secara lisis, kecuali jika
fokus infeksi terjasi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak
maka demam akan menetap (Soedarmo et al, 2010). Pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga
hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat
terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan
dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.
Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan
mengakibatkan timbulnya relaps (Supriyono, 2011).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20
hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat. (Sudoyo, 2010).

D. Patofisiologi
Disebabkan oleh Bakteri yang bernama Salmonella Thypi di dalam tubuh
manusia. Manusia yang terinfeksi dapat mengeksresikannya melalui sekret
saluran nafas, urine, dan tinja dalam jangka waktu yang berfariasi.
Patogenesis ini melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri pada
lumen usus, bakteri bermutiplasi di magrofag Peyer’s pacth, bertahan
hidup di aliran darah dan menghasilkan enteroktosin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke Lumen Intestinal. Bakteri Salmonella Thypi
bersama makanan dan minuman masuk melalui mulut. Kemudian bakteri
masuk ke lambung,, sebagian bakteri akan di musnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi akan masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. di dalam jaringan limpoid ini bakteri akan
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah (bakteremia primer) dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini akan
melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakteremia,
kuman selanjutnya masuk limfa, usus halus dan kandung empedu
(Ngustiah,2005)

E. Penatalaksanaan Medis
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksifisiologis
terhadap perubahan titik patokan dihipotalamus. Penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan
untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi
menjadi dua garis besar yaitu: nonfarmakologi dan farmakologi.
1. Terapi non-farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari
penatalaksanaan demam.
- Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup.
- Tidak memberikanpenderita pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Kita lepaskanpakaiandanselimut yang
terlaluberlebihan. Memakaisatu lapis pakaian dan satu lapis
selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada
penderita.
- Memberikan kompres hangat pada penderita Pemberian
kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil
dan meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).
2. Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipireutik)
adalah paracetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Paracetamol
cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen
memiliki efek kerja yang lama (Graneto,2010). Padaanak-anak
dianjurkan untuk pemberian paracetamol sebagaian tipireutik
.penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan olehfungsi
antikoagulandan resiko sindromreye pada anak-anak (Khausik,
Pineda, &Kest, 2010)

F. Implikasi Keperawatan
1. Komplikasi intestinal
 Perdarahan usus
 Perforasi usus
 Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
 Komplikasi kardiovaskuler
 Komplikasi darah
 Komplikasi paru
 Komplikasi hepar dan kandung kemih
 Komplikasi ginjal
 Komplikasi tulang
 Komplikasi neuropsikiatrik

G. Pengkajian Fokus

1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang

(terutama selama masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga

minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.

Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada

sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada

dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun

dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

beberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor,

koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat

mendapat pengobatan). Di samping gejala-gejala tersebut mungkin

terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli

basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama

demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis

pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik
1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering

dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor

(Cated tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna

kemerahan, dan jarang disertai tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung

(Meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau

normal.

3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,

limfositosis relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam

darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih

sering ditemukan dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah

liter zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau

lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam, 2005).


H. Pathways Keperawatan

Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
(anorexia) Merangsang peningkatan
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
I. Fokus Intervensi
 Hipertermia b.d. Penyakit/ Peningkatan metabolism tubuh
 Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
 Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
 Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

Rencana asuhan keperawatan keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/ Setelah dilakukan asuhan
Peningkatan keperawatan selama 2x24 a. Monitor suhu sesering
metabolism tubuh jam diharapkan tanda tanda mungkin
vital pasien kembali normal b. Monitor IWL
dengan kriteria hasil: c. Monitor watna dan suhu
tubuh
1. Suhu tubuh dalam d. Monitor TTV
rentang normal e. Monitor Wbc, Hb, Hct
2. Nadi dan RR dalam f. Monitor intake dan output
cairan
rentang normal
g. Kolaborasi pemberian
3. Tidak ada perubahan antipuretik
warna kulit dan tidak ada h. Kolaborasi pemberian cairan
pusing IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi pasien
Setelah dilakukan asuhan b. Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan
keperawatan selama 2x24 dan output cairan
aktif jam diharapkan tanda tanda c. Monitor TTV
kebutuhan cairan terpenuhi d. Monitor masukan makanan
kriteria hasil: dan cairan dan hitung intake
1. Mempertahankan urine kalori harian
output sesuai dengan e. Kolaborasi pemberian cairan
usia dan BB, BJ urine IV
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan  Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24 secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
akan menurun dengan karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil: atau durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol kualitas, intensitas dan faktor
nyeri pencetus
2. Melaporkan bahwa nyeri  Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
berkurang dengan
 Gunakan teknik komunikasi
menggunakan terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri klien
3. Mampu mengenali nyeri  Kaji budaya yang
4. Menyatakan rasa nyaman mempengaruhi respon nyeri
setelah nyeri berkurang klien
 Eksplore pengetahuan dan
kepercayaan klien tentang
nyeri
 Evaluasi bersama klien dan
tenaga kesehatan tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
di masa lalu
 Kontrol lingkungan yang
dapat memperburuk nyeri
misalnya suhu ruangan atau
kebisingan
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi dan
interpersonal)
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Gunakan kontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional Management
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status nu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
trisi klien akan membaik de
ngan indicator : untuk menentukan nutrisi
1. Adanya peningkatan berat yang dibutuhkan
badan sesuai dengan tujuan c. Berikan sustansi gula
2. Berat badan ideal sesuai d. Berikan diet tinggi serat
dengan tinggi badan untuk mencegah konstipasi
3. Mampu mengidentifikasi e. Monitor jumlah nutrisi dan
kebutuhan nutrisi kandungan kalori
4. Tidak ada tanda-tanda f. Kaji kemampuan pasien
malnutrisi untuk mendapatkan nutrisi
5. Tidak terjadi penurunan yang dibutuhkan
berat badan yang berarti g. Makan sedikit-sedikit namun
sering untuk mencegah
muntah

Nutrition Monitoring

a. Monitor turgor kulit


b. Monitor mual dan muntah
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Demam typoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi
di Negara yang sedang berkembang karena kemiskinan, kriminalitas,dan
kekurangan air bersih yang dapat diminum. Demam typoid merupakan
penyakit yang penyebaran penyakitnya melalui media tertentu dari
distribusi global, gejala yang paling umum adalah sakit kepala, sakit pada
bagian abdomen, diare, dan demam tinggi. Salmonella typhi, bertindak
sebagai agen penyakit demam typhoid yang mana masuk ke dalam kindom
Enterobacteria dari bakteri gram negative. Sel dari Salmonella typhi
membentuk panjang 2-3 meter dan berdiameter 0,4-0,6. Gejala dari
penyakit typoid, ditandai deman yang sangat tinggi, paradoxical
bradycardia, ruam yang berwarna merah , dan yang paling umum yaitu
sakit kepala, sakit pada bagian abdomen, dan diare. Penyakit demam
typhoid menjadi sangat berbahaya apabila terjangkit selama kehamilan dan
menjadi risiko besar dari keguguran dan kematian janin, dan berpotensi
terjadi infeksi transplacental dari janin, menyebabkan kerusakan hati pada
bayi dan pembentukan imunitas terganggu.

B. SARAN
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada
iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari
penyakit ini meskipun lingkungan hidupmu baik. Dengan kasus demam
typhoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman mengenai bagian yang
terkait dengan demam typhoid, dan dapat mengetahui cara pencegahan
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus. Hal
31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah
https://www.academia.edu/8892603/Makalah_Demam_Typoid

Anda mungkin juga menyukai