Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut dan
erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. (Widodo Djoko, 2009)
Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak
menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit-penyakit yang selama ini tidak terdiagnosis
dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk memperbaiki taraf
kesehatan secara global tidak dapat mengendalikan hanya pada tindakan kuratif,
karena penyakit yang memerlukan biaya mahal itu sebagian besar dapat dicegah
dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup beresiko. Artinya para pengambil
kebijakan harus mempertimbangkan untuk mengalokasi dana kesehatan yang lebih
menekankan pada segi preventif dari pada kuratif. (Muttaqin Arif, 2011).
World Health Organization (WHO), 2017 memperkirakan 11-20 juta orang
sakit karena demam tifoid dan antara 128.000 dan 161.000 orang meninggal setiap
tahunnya. Risiko demam tifoid lebih tinggi pada populasi yang tidak memiliki akses
ke air yang aman dan sanitasi yang memadai, masyarakat miskin dan kelompok
rentan termasuk anak-anak beresiko paling tinggi.
Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012
WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Tifoid dan 214 orang meninggal.
Penyakit ini biasanya menyerang anak anak usia pra sekolah maupun sekolah akan
tetapi tidak menutup kemungkinan juga menyerang orang dewasa.
Survei yang dilakukan di rumah sakit besar yang ada di Indonesia,
menunjukkan hasil adanya kecenderungan terhadap peningkatan kurva kejadian
demam tifoid setiap tahunnya dengan rata-rata 500 per 100.1000 penduduk dengan
0,6-5% kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Jika melihat data pada profil
kesehatan Indonesia tahun 2011 dan 2012, demam tifoid masuk dalam 10 besar

1
penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di rumah sakit yakni menempati posisi
ke-3. Pada tahun 2011 didapatkan 80.850 kasus dengan 1.747 kematian. Tahun 2012
jumlah kasus berkurang menjadi 41.081 kasus dengan kematian 274 orang
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar
di Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun. (Sudoyo, 2006)
Di Indonesia demam tifoid masih menjadi penyakit endemik, data pada tahun
2010 menunjukkan bahwa kasus demam tifoid menduduki peringkat ketiga dari
sepuluh jenis penyakit pada pasien rawat inap diseluruh Indonesia. Case Fetality Rate
(CFR) demam tifoid pada tahun 2010 sebesar 0,67% (Kemenkes, 2011).
Prevalensi demam tifoid di Jawa Tengah sebesar 1,6% dan tersebar di seluruh
Kabuoaten/Kota dengan rentang 0,2-3,5%. Menurut data SKDR (Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon), sepanjang tahun 2016 di Jawa Tengah tercatat
sebagai provinsi dengan kasus penyakit suspek demam tifoid tertinggi yaitu 244.071
kasus yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Menurut data dari dinas kesehatan Kota Palembang tahun 2017, ada 219 orang
penderita demam tifoid di Kota Palembang.
Di Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau tercatat sejak tiga bulan terakhir
untuk kasus demam tifoid sejak bulan november tahun 2021 Sampai bulan januari
tahun 2022 terdapat 110 pasien dengan demam tifoid, dan pada bulan januari 2022
didapatkan dari data Rekam Medis Rumah Sakit Ar Bunda Lubuklinggau demam
tifoid adalah peringkat ke 4 dalam 10 besar penyakit terbanyak di Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis demam tifoid di
Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau.
Dari angka kejadian kasus Demam Tifoid diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Tifoid Pada Pasien Ny. Y di ruang Emerald RS AR
Bunda Lubuklinggau.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan pada Ny. Y Dengan Demam Tifoid Di

Ruang Emerald RS Ar Bunda Lubuklinggau”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah menyusun makalah ini diharapkan tenaga kesehatan dapat memahami

tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam Typhoid dan menjadi

referensi dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam

Typhoid.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mendekskripsikan hasil pengkajian pada pasien dengan Demam

Typhoid.

b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Demam Typhoid.

c. Merumuskan intervensi pada klien yang menderita Demam Typhoid.

d. Mengetahui implementasi pada pasien dengan Demam Typhoid.

e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien

dengan Demam Typhoid.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Hasil makalah ini dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata tentang

karakteristik dan asuhan keperawatan pada Demam Typhoid.

3
2. Bagi Rumah Sakit

Hasil karya ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu asuhan

keperawatan dan menjadi referensi dalam menegakkan asuhan keperawatan pada

pasien Demam Typhoid.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Demam Tifoid adalah penyakit akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama. (Widodo
Djoko, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonelle
(Bruner and Sudart, 2014).
Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut dan
erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. (Widodo Djoko, 2009)

B. Anatomi
Sistem pencernaan / sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
dan juga meliputi oragn-organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu :
pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada manusia.
Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir dianus.

5
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
dipermukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
juga pahit. Penciuman dirasakn oleh saraf olfaktorius di hidung dan juga lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi
belakang (molar,geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan juga menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis

2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) bertotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian :
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia
b. Fundus
c. Antrum
Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan.

6
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asalm lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
b. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

4. Usus halus (usus kecil)


Usus halus / usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan juga lemak. Lapisan usus halus
meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (Msirkuler),
lapisan otot memanjang M (longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot
(>6cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan, terbagi dari usus 12 jari
(duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan juga menghubungkannya ke usus kosong (jejenum).
Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai
dari bulbo duodenale dan berakhir diligamentrum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retretroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum, pH usus dua belas jari yang normal

7
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa latin duodenumdigitorum, yang berarti dua belas jari.
Lampung melepaskan makanan kedalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum
melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan juga usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-
8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan juga terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologi dapat dibedakan dengan usus
dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologi pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya selgoblet dan plak peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
c. Usus penyerapan
Usus penyerapan/ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4m dan terletak setelah
duodenum dan juga jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin
B12 dan juga garam-garam empedu.

5. Usus besar (kolon)


Usus besar /kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dan feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon tranversum, kolon desendens (kiri), kolon signoid
(berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus
besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan juga membantu
penyerapan zat-zat gizi.
8
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan
terjadinya diare.

6. Usus buntu (sekum)


Usus buntu /sekum (Bahasa Latin :caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada manusia, burung, dan juga beberapa
jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan
karnivora eksklusif memiliki yang kecil, yang sebagian /seluruhnya digantikan
oleh umbai cacing.

7. Umbai cacing (Appendix)


Umbai cacing /apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis /radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah didalam rongga abdomen
/peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing
adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing
terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing bisa
berbeda-beda diretrocaecal /dipinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritonium.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisian),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai apendiktomi.

8. Rektum dan anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon
signoid) dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan ditempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan juga
tinja masuk ke dalam rektum, makan timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam
9
rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus
besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan kenginan ini, tetapi bayi dan juga
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran
pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk
dari permukaan tubuh (kulit)dan juga sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan
juga penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar-BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan


Sumber gambar : ( Rahmat Fauzan 2019 )

10
C. Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang sering
menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi makanan
dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.
Etiologi demam typhoid adalah salmonella typhi (S.typhi) 90% dan salmonella
paratyphi (S.Paratyphi ada B serta C). bakteri ini terbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat
mati dengan pemanasan suhu 60% selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh
salmonella typhi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibaut karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan juga H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid.
(Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V Jilid III.Jakarta: interna
publishing).

D. Patofiosologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui
makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk
ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang baik dan ditelan oleh sel-
sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya kelenjar
getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ

11
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa di organ-organ ini bakteri
meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid,
yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompaproton /antasida
dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatya di ileum dan
jejunum. Sel-sel, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi . Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai kejaringan RES diorgan hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hari dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum
tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara lansung dari darah/penyebara retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan juga
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI).
12
E. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya-Putri, (2013), masa inkubasi rata-rata 2 minggu, gejala timbul
tiba-tiba atau berangsur-angsur. Penderita cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit
kepala, rasa tidak enak di perut dan nyeri seluruh badan. Demam umumnya
berangsur-angsur naik selama minggu pertama, demam terutama pada sore dan
malam hari (bersifat Febris Remiton). Pada minggu kedua dan ketiga demam teru
menerus tinggi (febris kontinue), kemudian turun secara lisis, demam ini tidak hilang
dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat kadang-
kadang disertai epistaksis, gangguan Gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemesis, perut agak kembung dan
mungkin nyeri tekan, limpa membesar lunak dan nyeri pada peranakan, pada
permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi Obstipasi. Kesadaran
penderita menurun dari ringan sampai berat, umumnya apatis (seolah-olah berkabut,
Typhos=kabur)
Masa inkubasi /masa tunas 7-14 hari, selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas terdapat
demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada
keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga (Wijaya-
Putri, 2013).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, dan tidak
bersemangat , kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

13
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya peradangan klien menurun, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapat
pengobatan). Gejala lain yang dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat diteukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dlam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula takikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam tifoid, akan tetap
berangsur ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basal dalam organ-organ yang tidak ddapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat kimia. (Lestari Titik, 2016).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan adarah negatif
tidak menyingkirkan demam typhoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis
demam typhoid. Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu
memastikan diagnosis demam typhoid. Reaksi widal tes tunggal dengan titer antibodi
O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam typhoid pada pasien
dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tes tetap negatif
pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif. (Wijaya-Putri, 2013)
1. Widal Tes
Tes widal menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi. Antibodi akan bereaksi
terhadap antigen yang dianggap sebagai benda asing, yaitu dengan menghasilkan
penggumpalan (aglutinasi). Jika seseorang terinfeksi oleh Salmonella typhi,
tubuhnya akan memproduksi antibodi terhadap bakteri tersebut. Antigen yang
digunakan berasal dari komponen bakteri S.typhi, S.paratyphi A, dan S.paratyphi
B.
14
Jenis antigen yang digunakan bisa berupa :
a. Antigen H yang berasal dari flagel (alat gerak) bakteri.
b. Antigen O yang berasal dari tubuh bakteri.
Tes widal dinyatakan positif jika titer antibodi O dan H naik hingga empat kali
lipat. Misalnya, dari 1/80 menjadi 1/320. Tes ini dapat diulang 5-7 hari setelah tes
pertama, hasil semakin akurat jika kenaikan titer empat kali lipat dari tes pertama.

2. Pemeriksaan Tubex
Tubex test adalah seperangkat alat uji untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM
anti-O9 dalam darah. Antibodi tersebut secara otomatis dihasilkan oleh sistem
imun saat tubuh terinfeksi oleh bakteri penyebab tifoid, Salmonella typhi. Jadi,
apabila tubex test mendeteksi adanya antibodi IgM anti-O9 dalam sampel darah
berarti positif tifoid.
Skor Nilai Interpretasi

<2 Negatif Tidak menunjukan infeksi tifoid aktif


3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian
apabila masih meragukan, lakukan pengulangan
beberapa hari kemudian.
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

G. Penatalaksanaan Medis
Terapi untuk demam tifoid :
1. Antibiotik (membunuh kuman) :
a. Klorampenicol
b. Amoxicillin
c. Kotrimoxasol
d. Ceftriaxone
e. Cefixime
2. Antipiretik (menurunkan panas) :
a. Paracetamol

15
H. Pathway (Terlampir)

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan aktivitas seperti adanya penyakit sistem neurologi,penyakit infark
miokart, gagal ginjal kronik, dan diabetes melitus.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat klien saat ini meliputi : alasan klien yang menyebabkan
terjadinya keluhan/gangguan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, mengkaji lama dan sering tidaknya muntah atau mual.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat keluarga diabetes melitus atau penyakit keturunan yang
menyebabkan terjadinya difesiensi insulin missal, hipertensi, jantung.
4) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya, serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala

Inspeksi : Bentuk kepala normal cephalik, tampak simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2. Mata

Inspeksi : Besar pupil tampak isokor, reflek pupil positif, konjungtiva anemis

Palpasi : Bola mata teraba kenyal

16
3. Hidung

Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada produksi secret, tidak ada

perdarahan, tidak ada gangguan penciuman

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

4. Telinga

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

5. Mulut

Inspeksi : Mulut tampak kotor, mukosa bibir kering

6. Kulit dan Kuku

Inspeksi : Muka tampak pucat, kulit tampak kemerahan, kulit tampak kering,

turgor kulit elastis

Palpasi : Turgor kulit kembali <2 detik dan Capillary Refill Time (CRT)

kembali <2 detik

7. Leher

Inspeksi : Tidak terdapat kaku kuduk

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

8. Thorax (dada)

- Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dada tampak simetris, tidak ada penggunaan otot

bantu nafas diafragma, tidak tampak sesak nafas

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultas : Tidak ada weezing dan rhonci

- Jantung

17
Inspeksi : BJ I & II normal

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Reguler

Auskultasi : Tidak terdengar murmur

9. Abdomen

Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, tidak terdapat distensi perut

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Terdengar bising usus

10.Genetalia : Tidak diperiksa

11.Ektremitas

Inspeksi : Dapat menggerakkan ekstremitas secara penuh

Palpasi : Akral teraba hangat, tidak ada edema pada ekstremitas atas dan

bawah

3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit, hematokrit, Hb).
2. Pemeriksaan urin dan feses
3. Pemeriksaan widal
4. Pemeriksaan uji tubex

18
4. Rencana Asuhan Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


(Standar Diagnosa (Standar Luaran (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia) Keperawatan Indonesia) Keperawatan Indonesia)
1 Hipertermi Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen Hipertermia
keperawatan selama ............. Observasi
Definisi : Diharapkan Termoregulasi  Identifikasi penyebab
Suhu tubuh meningkat di atas Membaik dengan kriteria hipertermi (Dehidrasi, terpapar
rentang normal tubuh. hasil :
lingkungan panas, penggunaan
 Menggigil menurun.
Penyebab : inkubator).
 Kulit merah menurun.
1. Dehidrasi.  Monitor suhu tubuh.
 Kejang menurun.
2. Terpapar lingkungan panas.  Monitor kadar elektrolit.
 Akrosianosis menurun.
3. Proses penyakit (infeksi,  Monitor haluaran urine.
 Konsumsi O2 menurun
kanker).  Monitor komplikasi akibat
4. Ketidaksesuaian pakaian  Piloereksi menurun hipertermi
dengan suhu lingkungan.  Vasokonstriksi perifer Terapeutik
5. Peningkatan laju metabolis menurun.  Sediakan lingkungan yang
6. Respon trauma.  Kutis memorata menurun. dingin.
7. Aktivitas berlebihan.  Pucat menurun.  Longgarkan / lepaskan pakaian.
8. Penggunaan inkubator.  Takikardia menurun.  Basahi dan kipasi permukaan
 Takipnea menurun. tubuh.
Gejala dan Tanda Mayor  Bradikardia menurun.  Berikan cairan oral.
Subjektif  Dasar kuku sianotik  Ganti linen setiap hari atau lebih
(tidak tersedia)
menurun. sering jika mengalami
Objektif  Hipoksia menurun. hiperhidrosi.
Suhu tubuh diatas nilai normal  Suhu tubuh membaik.  Lakukan pendinginan eksternal
 Suhu kulit membaik. (selimut hipotermi / kompres
Gejala dan Tanda Minor
 Kadar glukosa darah dingin pada dahi, leher, dada,
Subjektif
membaik. abdomen, aksila)
(tidak tersedia)
 Pengisian kapiler membaik.  Hindari pemberian
Objektif  Ventilasi membaik. antireptik/aspirin
1. Kulit merah  Tekanan darah membaik.  Berikan oksigen, jika perlu.
2. Kejang Edukasi
3. Takikardi  Anjurkan tirah baring.
4. Takipneu Kolaborasi
5. Kulit terasa hangat  Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
Kondisi Klinis Terkait
1. Proses infeksi.
2. Hipertiroid.

19
3. Stroke.
4. Dehidrasi.
5. Trauma.
6. Prematuritas.
2 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ............. Observasi
Definisi : diharapkan Tingkat Nyeri  Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau Menurun dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan hasil :
kualitas, intensitas nyeri.
dengan kerusakan jaringan  Kemampuan menuntas-
aktual atau fungsional, dengan  Identifikasi skala nyeri.
kan aktivitas meningkat.
onset mendadak atau lambat  Identifikasi respons nyeri non
 Keluhan nyeri menurun.
dean berintesitas ringan hingga verbal.
berat yang berlangsung kurang  Meringis menurun.
 Identifikais faktor yang mem-
dari 3 bulan.  Sikap protektif menurun.
perberat dan memperingan
 Gelisah menurun.
Penyebab nyeri.
 Kesulitan tidur menurun
1. Agen pencedera fisiologis  Identifikasi pengetahuan dan
 Menarik diri menurun keyakinan tentang nyeri.
(misal infalmasi, iskemia,
 Berfokur pada diri sendiri  Identifiksi pengaruh budaya
neoplasma)
menurun. terhadap respon nyeri.
2. Agen pencedera kimiawi
 Dioforesia menurun.  Identifikasi pengaruh nyeri
(misalnya Terbakar, bahan
kimia iritan)  Perineum terasa menurun pada kualitas hidup.
3. Agen pencedera fisik (abses,  Perasaan takut meng-  Monitor keberhasilan terapi
amputasi, terbakar, alami cidera berulang komplementer yang sudah
menurun.
terpotong, mengangkat diberikan.
 Anoreksia menurun.
berat, prosedur operasi,  Monitor efek samping
 Perineum tersa tertekan
trauma, latihan fisik). penggunaan analgetik.
menurun.
Gejala dan Tanda Mayor Terapeutik
Subjektif  Uterus teraba membulat.  Berikan teknik
1. Mengeluh nyeri  Ketegangan otot menurun nonfarmakologis untuk
 Pupil dilatasi menurun. mengurangi rasa nyeri (mis.
Objektif  Mual menurun. TENS, hipnosis, akupresur,
1. Tampak meringis.
 Muntah menurun. terapi musik, biofeedback,
2. Bersikap protektif
terapi pijat, aromaterapi, teknik
(misalnya waspada, posisi
imajinasi terbimbing, kompres
menghindari nyeri)
hangat / dingin, terapi
3. Gelisah.
bermain).
4. Frekuensi nadi meningkat.
 Kontrol lingkungan yang
5. Sulit tidur.
memperberat rasa nyeri (suhu
Gejala dan Tanda Minor ruangan,pencahayaan,
Subjektif kebisingan)
1. Tidak tersedia.  Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan

20
Objektif strategi meredahkan nyeri.
1. Tekanan darah meningkat. Edukasi
2. Pola napas berubah.  Jelaskan penyebab, periode dan
3. Nafsu makan berubah. pemicu nyeri.
4. Proses berpikir terganggu.  Jelaskan strategi meredahkan
5. Menarik diri. nyeri.
6. Berfokus pada diri sendiri.  Anjurkan memonitor nyeri
7. Diaforesis. secara mandiri.
 Anjurkan menggunakan
Kondisi Klinis Terkait analgetik secara tepat.
1. Kondisi pembedahan.
 Ajarkan teknik
2. Cedera traumatis.
nonfarmakologis untuk
3. Infeksi.
mengurangi rasa nyeri.
4. Sindrom koroner akut.
Kolaborasi
5. Glaukoma.
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

3 Risiko Defisit Nutrisi. Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen gangguan nutrisi.


keperawatan selama ............. Observasi
Definisi : Diharapkan status Nutrisi  Monitor asupan dan keluarnya
Berisiko mengalami asupan Membaik dengan kriteria makanan dan cairan serta
nutrisi tidak cukup untuk hasil :
kebutuhan kalori.
memenuhi kebutuhan  Porsi makanan yang
metabolisme. Teraupetik
dihabiskan meningkat.
 Timbang berat badan secara
 Kekuatan otot pengunyah
Factor Resiko : rutin.
meningkat.
1. Ketidakmampuan menelan  Diskusikan perilaku makan
makanan.  Kekuatan otot menelan
dan jumlah aktivitas fisik
2. Ketidakmampuan mencerna meningkat.
(termasuk olahraga) yang
makanan.  Serum albumin meningkat. sesuai.
3. Ketidakmampuan  Verbalisasi keinginan  Lakukan kontrak perilaku
mengabsorbsi nutrient untuk meningkatkan nutrisi (target BB, tanggung jawab
4. Peningkatan kebutuhan meningkat. perilaku).
metabolisme.  Pengetahuan tentang  Dampingi ke kamar mandi
5. Factor ekonomi (financial pilihan makanan/minuman untuk pengamatan perilaku
tidak mencukupi). yang sehat meningkat. memuntah kan kembali
6. Factor psikologis (stress,  Nyeri abdomen menurun makanan.
keengganan untuk makan).  Sariawan menurun  Berikan penguat positif
 Rambut rontok menurun terhadap keberhasilan target
Kondisi Klinis Terkait :  Diare menurun. dan perubahan perilaku.
1. Stroke
 BB membaik.  Berikan konsekuensi jika tidak
2. Parkinson
 IMT membaik. mencapai terget sesuai
3. Mobius syndrome
 Frekuensi makan membaik. kontrak.
4. Cerebral palsy
 Nafsu makan membaik.  Rencanakan program

21
5. Cleft lip.  Bising usus membaik. pengobatan untuk perawatan
6. Cleft palate.  Tebal lipatan kulit trisep dirimah (medis, konseling)
7. Amyotropic Lateral Sclerosis membaik. Edukasi
8. Kerusakan neuromuscular.  Membran mukosa  Anjurkan membuat catatan
9. Luka bakar. membaik harian tentang perasaan dan
10. Kanker. situasi pemicu pengeluaran
11. Infeksi. makanan (Pengeluaran yang
12. AIDS. disengaja, muntah, aktivitas
13. Penyakit Crohn’s. berlebihan).
14. Enterokolitis.  Ajarkan pengaturan diet yang
15. Fibrosis kistik. tepat.
 Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan.
Kolaborasi.
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan.

5. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, pemberian asuhan
keperawatan dalam pengumpulan data, serta melaksanakan advis dokter dan
ketentuan rumah sakit.

6. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu keperawatan yang merupa kan perbandingan
yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di
tetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan.
(Wijaya & Putri, 2013).

22

Anda mungkin juga menyukai