PENDAHULUAN
1
penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di rumah sakit yakni menempati posisi
ke-3. Pada tahun 2011 didapatkan 80.850 kasus dengan 1.747 kematian. Tahun 2012
jumlah kasus berkurang menjadi 41.081 kasus dengan kematian 274 orang
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar
di Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukkan kecenderungan meningkat dari
tahun ke tahun. (Sudoyo, 2006)
Di Indonesia demam tifoid masih menjadi penyakit endemik, data pada tahun
2010 menunjukkan bahwa kasus demam tifoid menduduki peringkat ketiga dari
sepuluh jenis penyakit pada pasien rawat inap diseluruh Indonesia. Case Fetality Rate
(CFR) demam tifoid pada tahun 2010 sebesar 0,67% (Kemenkes, 2011).
Prevalensi demam tifoid di Jawa Tengah sebesar 1,6% dan tersebar di seluruh
Kabuoaten/Kota dengan rentang 0,2-3,5%. Menurut data SKDR (Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon), sepanjang tahun 2016 di Jawa Tengah tercatat
sebagai provinsi dengan kasus penyakit suspek demam tifoid tertinggi yaitu 244.071
kasus yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Menurut data dari dinas kesehatan Kota Palembang tahun 2017, ada 219 orang
penderita demam tifoid di Kota Palembang.
Di Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau tercatat sejak tiga bulan terakhir
untuk kasus demam tifoid sejak bulan november tahun 2021 Sampai bulan januari
tahun 2022 terdapat 110 pasien dengan demam tifoid, dan pada bulan januari 2022
didapatkan dari data Rekam Medis Rumah Sakit Ar Bunda Lubuklinggau demam
tifoid adalah peringkat ke 4 dalam 10 besar penyakit terbanyak di Rumah Sakit AR
Bunda Lubuklinggau. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis demam tifoid di
Rumah Sakit AR Bunda Lubuklinggau.
Dari angka kejadian kasus Demam Tifoid diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Tifoid Pada Pasien Ny. Y di ruang Emerald RS AR
Bunda Lubuklinggau.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan pada Ny. Y Dengan Demam Tifoid Di
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam Typhoid dan menjadi
Typhoid.
2. Tujuan Khusus
Typhoid.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Hasil makalah ini dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata tentang
3
2. Bagi Rumah Sakit
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Demam Tifoid adalah penyakit akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama. (Widodo
Djoko, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonelle
(Bruner and Sudart, 2014).
Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut dan
erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. (Widodo Djoko, 2009)
B. Anatomi
Sistem pencernaan / sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
dan juga meliputi oragn-organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu :
pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada manusia.
Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir dianus.
5
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
dipermukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
juga pahit. Penciuman dirasakn oleh saraf olfaktorius di hidung dan juga lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi
belakang (molar,geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan juga menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) bertotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian :
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia
b. Fundus
c. Antrum
Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan.
6
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asalm lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
b. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
7
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa latin duodenumdigitorum, yang berarti dua belas jari.
Lampung melepaskan makanan kedalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum
melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
b. Usus kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan juga usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-
8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan juga terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologi dapat dibedakan dengan usus
dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologi pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya selgoblet dan plak peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
c. Usus penyerapan
Usus penyerapan/ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4m dan terletak setelah
duodenum dan juga jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin
B12 dan juga garam-garam empedu.
10
C. Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang sering
menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi makanan
dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.
Etiologi demam typhoid adalah salmonella typhi (S.typhi) 90% dan salmonella
paratyphi (S.Paratyphi ada B serta C). bakteri ini terbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat
mati dengan pemanasan suhu 60% selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh
salmonella typhi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibaut karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan juga H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid.
(Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V Jilid III.Jakarta: interna
publishing).
D. Patofiosologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui
makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk
ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang baik dan ditelan oleh sel-
sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya kelenjar
getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ
11
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa di organ-organ ini bakteri
meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid,
yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompaproton /antasida
dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatya di ileum dan
jejunum. Sel-sel, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi . Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai kejaringan RES diorgan hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hari dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum
tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara lansung dari darah/penyebara retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan juga
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku
Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI).
12
E. Tanda dan Gejala
Menurut Wijaya-Putri, (2013), masa inkubasi rata-rata 2 minggu, gejala timbul
tiba-tiba atau berangsur-angsur. Penderita cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit
kepala, rasa tidak enak di perut dan nyeri seluruh badan. Demam umumnya
berangsur-angsur naik selama minggu pertama, demam terutama pada sore dan
malam hari (bersifat Febris Remiton). Pada minggu kedua dan ketiga demam teru
menerus tinggi (febris kontinue), kemudian turun secara lisis, demam ini tidak hilang
dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat kadang-
kadang disertai epistaksis, gangguan Gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah kotor, berselaput putih dan pinggirnya hiperemesis, perut agak kembung dan
mungkin nyeri tekan, limpa membesar lunak dan nyeri pada peranakan, pada
permulaan penyakit umumnya terjadi diare, kemudian menjadi Obstipasi. Kesadaran
penderita menurun dari ringan sampai berat, umumnya apatis (seolah-olah berkabut,
Typhos=kabur)
Masa inkubasi /masa tunas 7-14 hari, selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus khas terdapat
demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada
keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga (Wijaya-
Putri, 2013).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, dan tidak
bersemangat , kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
13
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya peradangan klien menurun, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang
terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapat
pengobatan). Gejala lain yang dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak
dapat diteukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dlam
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula takikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam tifoid, akan tetap
berangsur ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basal dalam organ-organ yang tidak ddapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat kimia. (Lestari Titik, 2016).
F. Pemeriksaan Diagnostik
Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan adarah negatif
tidak menyingkirkan demam typhoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis
demam typhoid. Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu
memastikan diagnosis demam typhoid. Reaksi widal tes tunggal dengan titer antibodi
O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam typhoid pada pasien
dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tes tetap negatif
pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positif. (Wijaya-Putri, 2013)
1. Widal Tes
Tes widal menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi. Antibodi akan bereaksi
terhadap antigen yang dianggap sebagai benda asing, yaitu dengan menghasilkan
penggumpalan (aglutinasi). Jika seseorang terinfeksi oleh Salmonella typhi,
tubuhnya akan memproduksi antibodi terhadap bakteri tersebut. Antigen yang
digunakan berasal dari komponen bakteri S.typhi, S.paratyphi A, dan S.paratyphi
B.
14
Jenis antigen yang digunakan bisa berupa :
a. Antigen H yang berasal dari flagel (alat gerak) bakteri.
b. Antigen O yang berasal dari tubuh bakteri.
Tes widal dinyatakan positif jika titer antibodi O dan H naik hingga empat kali
lipat. Misalnya, dari 1/80 menjadi 1/320. Tes ini dapat diulang 5-7 hari setelah tes
pertama, hasil semakin akurat jika kenaikan titer empat kali lipat dari tes pertama.
2. Pemeriksaan Tubex
Tubex test adalah seperangkat alat uji untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM
anti-O9 dalam darah. Antibodi tersebut secara otomatis dihasilkan oleh sistem
imun saat tubuh terinfeksi oleh bakteri penyebab tifoid, Salmonella typhi. Jadi,
apabila tubex test mendeteksi adanya antibodi IgM anti-O9 dalam sampel darah
berarti positif tifoid.
Skor Nilai Interpretasi
G. Penatalaksanaan Medis
Terapi untuk demam tifoid :
1. Antibiotik (membunuh kuman) :
a. Klorampenicol
b. Amoxicillin
c. Kotrimoxasol
d. Ceftriaxone
e. Cefixime
2. Antipiretik (menurunkan panas) :
a. Paracetamol
15
H. Pathway (Terlampir)
2. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
2. Mata
Inspeksi : Besar pupil tampak isokor, reflek pupil positif, konjungtiva anemis
16
3. Hidung
Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada produksi secret, tidak ada
4. Telinga
5. Mulut
Inspeksi : Muka tampak pucat, kulit tampak kemerahan, kulit tampak kering,
Palpasi : Turgor kulit kembali <2 detik dan Capillary Refill Time (CRT)
7. Leher
8. Thorax (dada)
- Paru-paru
Perkusi : Sonor
- Jantung
17
Inspeksi : BJ I & II normal
Perkusi : Reguler
9. Abdomen
Perkusi : Timpani
11.Ektremitas
Palpasi : Akral teraba hangat, tidak ada edema pada ekstremitas atas dan
bawah
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit, hematokrit, Hb).
2. Pemeriksaan urin dan feses
3. Pemeriksaan widal
4. Pemeriksaan uji tubex
18
4. Rencana Asuhan Keperawatan
19
3. Stroke.
4. Dehidrasi.
5. Trauma.
6. Prematuritas.
2 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ............. Observasi
Definisi : diharapkan Tingkat Nyeri Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau Menurun dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan hasil :
kualitas, intensitas nyeri.
dengan kerusakan jaringan Kemampuan menuntas-
aktual atau fungsional, dengan Identifikasi skala nyeri.
kan aktivitas meningkat.
onset mendadak atau lambat Identifikasi respons nyeri non
Keluhan nyeri menurun.
dean berintesitas ringan hingga verbal.
berat yang berlangsung kurang Meringis menurun.
Identifikais faktor yang mem-
dari 3 bulan. Sikap protektif menurun.
perberat dan memperingan
Gelisah menurun.
Penyebab nyeri.
Kesulitan tidur menurun
1. Agen pencedera fisiologis Identifikasi pengetahuan dan
Menarik diri menurun keyakinan tentang nyeri.
(misal infalmasi, iskemia,
Berfokur pada diri sendiri Identifiksi pengaruh budaya
neoplasma)
menurun. terhadap respon nyeri.
2. Agen pencedera kimiawi
Dioforesia menurun. Identifikasi pengaruh nyeri
(misalnya Terbakar, bahan
kimia iritan) Perineum terasa menurun pada kualitas hidup.
3. Agen pencedera fisik (abses, Perasaan takut meng- Monitor keberhasilan terapi
amputasi, terbakar, alami cidera berulang komplementer yang sudah
menurun.
terpotong, mengangkat diberikan.
Anoreksia menurun.
berat, prosedur operasi, Monitor efek samping
Perineum tersa tertekan
trauma, latihan fisik). penggunaan analgetik.
menurun.
Gejala dan Tanda Mayor Terapeutik
Subjektif Uterus teraba membulat. Berikan teknik
1. Mengeluh nyeri Ketegangan otot menurun nonfarmakologis untuk
Pupil dilatasi menurun. mengurangi rasa nyeri (mis.
Objektif Mual menurun. TENS, hipnosis, akupresur,
1. Tampak meringis.
Muntah menurun. terapi musik, biofeedback,
2. Bersikap protektif
terapi pijat, aromaterapi, teknik
(misalnya waspada, posisi
imajinasi terbimbing, kompres
menghindari nyeri)
hangat / dingin, terapi
3. Gelisah.
bermain).
4. Frekuensi nadi meningkat.
Kontrol lingkungan yang
5. Sulit tidur.
memperberat rasa nyeri (suhu
Gejala dan Tanda Minor ruangan,pencahayaan,
Subjektif kebisingan)
1. Tidak tersedia. Fasilitasi istirahat dan tidur.
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
20
Objektif strategi meredahkan nyeri.
1. Tekanan darah meningkat. Edukasi
2. Pola napas berubah. Jelaskan penyebab, periode dan
3. Nafsu makan berubah. pemicu nyeri.
4. Proses berpikir terganggu. Jelaskan strategi meredahkan
5. Menarik diri. nyeri.
6. Berfokus pada diri sendiri. Anjurkan memonitor nyeri
7. Diaforesis. secara mandiri.
Anjurkan menggunakan
Kondisi Klinis Terkait analgetik secara tepat.
1. Kondisi pembedahan.
Ajarkan teknik
2. Cedera traumatis.
nonfarmakologis untuk
3. Infeksi.
mengurangi rasa nyeri.
4. Sindrom koroner akut.
Kolaborasi
5. Glaukoma.
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
21
5. Cleft lip. Bising usus membaik. pengobatan untuk perawatan
6. Cleft palate. Tebal lipatan kulit trisep dirimah (medis, konseling)
7. Amyotropic Lateral Sclerosis membaik. Edukasi
8. Kerusakan neuromuscular. Membran mukosa Anjurkan membuat catatan
9. Luka bakar. membaik harian tentang perasaan dan
10. Kanker. situasi pemicu pengeluaran
11. Infeksi. makanan (Pengeluaran yang
12. AIDS. disengaja, muntah, aktivitas
13. Penyakit Crohn’s. berlebihan).
14. Enterokolitis. Ajarkan pengaturan diet yang
15. Fibrosis kistik. tepat.
Ajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah
perilaku makan.
Kolaborasi.
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan.
5. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, pemberian asuhan
keperawatan dalam pengumpulan data, serta melaksanakan advis dokter dan
ketentuan rumah sakit.
6. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu keperawatan yang merupa kan perbandingan
yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di
tetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan.
(Wijaya & Putri, 2013).
22