Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG THYPUS

ABDOMINALIS

DISUSUN OLEH :
ENJELINA MANALU 18.038

DOSEN PENGAMPU :Hj.Eriyani,S.kep,Ners,M.kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES BINALITA SUDAMA MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana kita masih
diberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul tentang asuhan keperperawatan “ASKEP THYPUS


ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih, dengan ini saya susun
semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan berbagai pihak. Sehingga dapat
memperlancar pembuatan malakah ini.

Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya
mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya

mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum. 

Medan, November 2020

  Penulis

Enjelina Manalu
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….……….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………...…………….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………….…………………..…….…..……………1
1.1 Latar belakang…………………….…….…….…………………...…………….1
1.2 Rumusan masalah …………………………………………………...…………..1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………...…………….1

BAB I IPEMBAHASAN…………………………………….………………………..2
2.1 Definisi typus abdominalis ……………………………….………………………2
2.2 Etiologi ……………………………………………………….…………………..2
2.3 Patologi ……………………………………………………….…………………..2
2.4 Patofisiologi ……………………………………………………………………...2
2.5 Manifestasi klinik …………………………………………….…………………..2
2.6 Penatalaksanaan ………………………………………………………………….2
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ………………………...…………………….3
BAB IV PENUTUP …………………………………………...……………………...4
4.1 Kesimpulan ……………………………………………………...……………….4

DAFTAR PUSTAKA

 BAB I

PENDAHULUAN
1.  Latar Belakang

a. Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran.

b. Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau


masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang
dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam
hati dan empedu.
c. Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat
hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di
perut.Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun.
Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi
khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri
dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan pada tahun 2009 ,
sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar  Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit
demam enterik.
d. Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan
C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis
(keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada
makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam
masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya
kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan,
serta bisa pula terjadi kebocoran usus.Di Indonesia, diperkirakan insiden demam
enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil
SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan
sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih
dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Pada
perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan
pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri
dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman
Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber
pencemaran. Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah
berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk
ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi
pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh
darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.Dalam masyarakat
penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena
berhubungan dengan usus pada perut.

1. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan
dan pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui apa- apa saja yang
menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.
 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
A. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng
Soegijanto, 2002).
B. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.
C. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan
terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Mansoer Orief. M, 2009).

2.2 Etiologi
1. Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
2. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida), Antigen
H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
3. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
4. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)

2.3 Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial
yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus, limpa, hati, dan sum-sum
tulang. Di usus, jaringan limf terletak antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai
plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain
ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh
dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di
mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini
lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada
disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan
pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial
penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel
polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi,
dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap
mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal
mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada
minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh
penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya.
Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan
bronchitis hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus. Otot jantung membengkak dan
menjadi melunak serta memberikan gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah
turun dengan nadi lambat (bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena
sering mengalami thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot
lurik dapat mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals
disertai pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai pendarahan
local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat
berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum,
iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik
disertai adanya basil tifus yang hidup darah. Ifeksi disumsum tulang dapat
ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai dihilangnya sel polimorfonuklear
dan eosinofil, dan bertambahnya sel mononuclear. Infeksi terjadi pada saluran
pencernaan. Basil diserap usus halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di
organ-organ terutamahati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di
dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan
perabaan. Kamudian bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan
melanjutkan ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak tersebut
dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala demam disebabkan
oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus.

 2.4 Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat
terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada hati
dan limpa, sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel retikuloendoteal
melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya ke dalam beberapa
organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid usus halus dan menimbulkan tukak
yang berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan dan perforasi usus.

2.5 Manifestasi Klinik


Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia. Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo
endothelial, umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan
penyakitnya. Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya
berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang,
letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas, kadang mirip dengan demam pada
influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin tinggi dan
hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak
jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri
diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering ditemukan. Kelainan
maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian
atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya
tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama. Pada minggu kedua demam umumnya
menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak
distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai
perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu
ketiga. Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia
relatif dengan limpa membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir
minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan umum tampak baik. Tifus
abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kambuhan
ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau tiga kali.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan
suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari
dan malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus berada dalam keadaan
demam,pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normalkembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi
juga dapat diare atau normal.

3. Gangguan kesadaran umum


Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kondisi
apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecualipenyakit
berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang
dapat ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula
bradikardi dan epistaksis (mimisan) pada anak besar.
4. Komplikasi
Dapat terjadi pada :
A. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
1. Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak terjadi melena,
dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertaiperitonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum. Yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto abdomen
yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang dan nyeri tekan.
4. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu : bronkopneumonia.

B. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
d. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
e. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
f. Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

C. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

2.6 Penatalaksanaan
1. Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
2. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari kemudian.
Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan), penggunaan
klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti
obat-obat terbaru dari jenis kuinolon yaitu:
Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.
Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80
mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu pula.
Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam dengan baik.
Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
Regimen yang dipakai adalah:

a) Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.


b) Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
c) Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
d) Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
e) Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
f) Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.

1. Istirahat dan perawatan professional


Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene perseorangan,
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk
mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil
perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup
untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan
optimal. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik.
Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas. Namun berbeda
dengan pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil.
Tidak semua antibiotik dapat diberikan. Kloramfenikol tidak boleh diberikan
pada trimister ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur,
kematian fetus intrauterin, dan sindrom Gray pada neonatus.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan:

1. Pengkajian:
 Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan,
tanggal MR.
 Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu
makan menurun, panas, dan demam.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam, anoreksia,
mual, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing,
nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai
koma.
 Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat dengan yang
sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita yang sama atau
sakit yang lainnya.
 Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
 Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah selama sakit,
lidah kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi
status nutrisi berubah karena terjadi gangguan pada usus halus.

 Pola istirahat dan tidur


Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan
sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan
terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa
gelisah pada waktu tidur.
 Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam kesehatannya.
 Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
 Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
 Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
 Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
 Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
 Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
 Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

B. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis –
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
 Tanda – tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga penimbangan BB untuk
mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi
yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual,
perut tidak enak, anorexia.
 Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,
lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
 Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat
cuping hidung.
 Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
 Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
 Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
 Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
 Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan
tonsil.
 Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita
penyakit thypoid.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
g. Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
h. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang
informasi.
 
D. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
 Observasi suhu tubuh klien
R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.
 Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila
terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
 Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap
keringat seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan
membantu mengurangi penguapan tubuh
 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu
mengurangi kecemasan yang timbul.
 Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
 Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter / 24
jam).
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
R/ menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
– Nafsu makan meningkat
– Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi :
 Kaji pola nutrisi klien
R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
 Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian
makan yang tidak disukai.
 Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut R/ penghematan
tenaga, mengurangi kerja tubuh.
 Timbang berat badan tiap hari R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan
berat badan.
 Anjurkan klien makan sedikit tapi sering. R/ mengurangi kerja usus,
menghindari kebosanan makan.
 Hindari pemberian laksatif. R/ penggunaannya berakibat buruk karena
digunakan sebagai pembersih makanan/kalori tubuh oleh pasien.
 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi. R/ untuk
meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat.
 Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih
hangat. R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan
terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet R/ mengetahui makanan apa
saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik.
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Intervensi :
 Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas
kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri). R/ pasien dan keluarga
mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
 Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum). R/ untuk
mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
 Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya R/ untuk mempermudah
pasien dalam melakukan aktivitas.
 Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang. R/ untuk
menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari


kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
 Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga. R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan. R/ untuk mengetahui
keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.
 Anjurkan pasien untuk banyak minum. R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
 Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik. R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat
muntah dan/atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan
lanjut.
 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral). R/ untuk
pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi  
pencernaan.
Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda
nyeri diberikan.
Intervensi :
 Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10). R/
membantu diagnosa keluhan nyeri.
 Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. R/ membantu
menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
 Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik) R/
menghilangkan nyeri.
 

Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan


respon imun.
Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan dengan
infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
 Kaji adanya faktor prediktif. R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang
sudah teridentifikasi mampu meningkatkan resiko infeksi dan menurunkan
pertahanan hospes.
 Kaji adanya faktor penyulit. R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko
infeksi.
 Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh. R/ mengurangi kontaminasi resiko
infeksi silang.
 
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan  
program terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
 Kaji faktor penyebab. R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.
 Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri. R/
Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.
 Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit. R/ Melindungi klien dari
resiko integritas kulit.
 Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan
aktivitas. R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan
lama pada jaringan.
 
Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat
Intervensi :
 Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
R/Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
 Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien R/ pasien
tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
 Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan
keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
 Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat R/ Memberikan
rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan

Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus

adalah penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa.

Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami

anak lebih ringan daripada orang dewasa

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau

masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang

seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit

infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan sepanjang tahun.

Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.

DAFTAR PUSTAKA
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html

Anda mungkin juga menyukai