Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN

TYPHUS ABDOMINALLIS

Dosen Pengampu : Joni Siswanto, Skp., Mkes

Disusun Oleh :
1. Yulianingsih (P1337420418014)/07
2. Zumrotun Nursaida (P1337420418016)/08
3. Devi Febriani (P1337420418018)/09
4. Salma Dhiya Sasmita (P1337420418020)/10
5. Tata Yulia Deasa .S. (P1337420418026)/11
6. Rahmadila

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN BLORA

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah
dan Inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas
keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan semangatnya
yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.

Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang


berjudul “ASKEP THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak
lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang semoga kita selalu dalam
lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.

Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Blora, 19 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai


saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem


atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang
dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam
hati dan empedu.

Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh


meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri
tekan di perut.

Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun.


Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi
khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri
dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan pada tahun 2009 ,
sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit
demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).

Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan
untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia,
dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh
lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam
dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus


per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 %
dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik.
Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum
dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi
carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama
ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat
mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah
yang merupakan sumber pencemaran.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang


biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di
sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut.
B. Tujuan

Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana


pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui
apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.

C. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab
timbulnya penyakit Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui
pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
BAB II

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


TYPHOID ABDOMINALIS

1. Pengertian
a. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal
ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
b. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.
c. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C
penularan terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009). (http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida),
Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
c. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus,
limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang
bagian lain ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan
plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya
dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya
ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar
limf mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati
menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu
terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan
kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian
menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan
gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat
(bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami
thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot
bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu
dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah
tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering
didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah.
Ifeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia
disertai dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel
mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk
ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe.
Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati dan limfe sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke
seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak
tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan
dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai
retikuloendoteal pada hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut
membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid
usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di
atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan
perforasi usus.

5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial,
umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus
dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu.
Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin
tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk
kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa
tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering
ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu)
dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran
cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain
alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa
bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam
hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin
terjadi dua atau tiga kali.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:


a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
remiten dan suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasienterus berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normalkembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran umum
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kondisi apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epistaksis (mimisan) pada anak besar.
6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a) Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
1) Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak
disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b) Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu : bronkopneumonia.

7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
 Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.

d. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan),
penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu
4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.

c) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg


sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
- Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
- Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
- Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
- Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang
dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan
menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan
septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid
yaitu untuk wanita hamil. Tidak semua antibiotik dapat diberikan.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin,
dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang
mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih
lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil
(ampisin, amoksisilin), dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien
yang hipersensitif terhadap obat tersebut.

9. Konsep Asuhan Keperawatan:


1) Pengkajian:
a. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan, tanggal MR.
b. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas, dan demam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam,
anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia),
nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat
dengan yang sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
yang sama atau sakit yang lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah
selama sakit, lidah kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga
dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.
 Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
 Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
 Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
 Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan
kebutuhan.
 Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
 Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
 Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
 Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
 Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.

h. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
 Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien
typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
 Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
 Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
 Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
 Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
 Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½
-1 cc/kg BB/jam.
 Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
 Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid
dan tonsil.

 Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
2) Diagnosa Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi
Salmonella Typhii
2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik.
4) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
5) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
7) Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi
bedrest total.
8) Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan
dengan kurang informasi.

3) Intervensi

Hari/ No Rencana Perawatan TTD


Tgl Dx
Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil

1 1. Observasi 1. mengetahu
suhu tubuh i perubahan
Tujuan : Suhu klien suhu tubuh.
tubuh normal 2. Beri kompres 2. melancarka
dengan air n aliran
hangat pada darah dalam
daerah axila, pembuluh
lipat paha, darah.
temporal bila 3. menjaga
terjadi panas kebersihan
3. Anjurkan badan, agar
keluarga klien
untuk
merasa
memakaikan
pakaian yang nyaman,
tipis dan pakaian
dapat
tipis akan
menyerap
keringat membantu
seperti katun mengurangi
4. Berikan
penguapan
penjelasan
kepada klien tubuh
dan keluarga 4. klien dan
tentang keluarga
peningkatan
suhu tubuh mengetahui
5. Observasi sebab dari
TTV tiap 4 peningkatan
jam sekali.
suhu dan
6. Anjurkan
pasien untuk membantu
banyak mengurangi
minum,
kecemasan
minum.
7. Kolaborasi yang
dengan timbul.
dokter dalam
5. tanda-tanda
pemberian
obat vital
antipiuretik merupakan
acuan untuk
mengetahui
keadaan
umum
pasien.
6. peningkatan
suhu tubuh
mengakibat
kan
penguapan
tubuh
meningkat
sehingga
perlu
diimbangi
dengan
asupan
cairan yang
banyak
( 2,5 liter /
24 jam).
7. menurunka
n panas
dengan
obat.

2 Tujuan : Nutrisi 1. Kaji pola 1. mengeta


nutrisi klien hui pola
kebutuhan tubuh
2. Kaji makan,
terpenuhi makan kebiasaa
yang di n makan,
Kriteria hasil : keteratu
sukai dan
tidak ran
- Nafsu makan waktu
disukai
meningkat 3. Anjurkan makan.
tirah 2. mening
- Pasien mampu baring / katkan
menghabiskan pembatasa status
n aktivitas makana
makanan sesuai
selama n yang
dengan porsi fase akut disukai
yang diberikan 4. Timbang dan
berat menghi
badan tiap ndari
hari pemberi
5. Anjurkan an
klien makan
makan yang
sedikit tidak
tapi disukai.
sering. 3. penghe
6. Hindari matan
pemberian tenaga,
laksatif. mengur
7. Jelaskan angi
pada klien kerja
dan tubuh
keluarga 4. mengeta
tentang hui
manfaat adanya
makanan/ penurun
nutrisi. an atau
8. Jelaskan kenaika
pada klien n berat
dan badan
keluarga 5. mengur
tentang angi
manfaat kerja
makanan/ usus,
nutrisi. menghi
9. Beri ndari
nutrisi kebosan
dengan an
diet makan.
lembek, 6. penggun
tidak aannya
mengandu berakiba
ng banyak t buruk
serat, karena
tidak digunak
merangsan an
g, maupun sebagai
menimbul pembers
kan ih
banyak makana
gas dan n/kalori
dihidangk tubuh
an saat oleh
masih pasien
hangat 7. untuk
10. Kolaboras mening
i dengan katkan
dokter pengeta
untuk huan
pemberian klien
antasida tentang
dan nutrisi nutrisi
parenteral sehingg
11. Kolaboras a
i dengan motivasi
ahli gizi untuk
untuk makan
pemberian mening
diet kat
8. untuk
mening
katkan
pengeta
huan
klien
tentang
nutrisi
sehingg
a
motivasi
untuk
makan
mening
kat.
9. untuk
mening
katkan
asupan
makana
n karena
mudah
ditelan
10. antasida
mengur
angi
rasa
mual
dan
muntah.
Nutrisi
parenter
al
dibutuh
kan
terutam
a jika
kebutuh
an
nutrisi
per oral
sangat
kurang.
11. mengeta
hui
makana
n apa
saja
yang
dianjurk
an dan
makana
n yang
tidak
boleh
dikonsu
msi.
3. Tujuan : 1. Beri 1. pasien dan
Pasien motivasi keluarga
mengetahui
bisa pada
pentingnya
melakuk pasien dan mobilisasi
an keluarga bagi pasien
yang
aktivitas untuk
bedrest.
kehidupa melakuka 2. untuk
n sehari- n mengetahui
sejauh
hari mobilisasi
mana
(AKS) sebatas kelemahan
optimal. kemampu yang
an (mis : terjadi.
3. untuk
Miring mempermu
kanan, dah pasien
miring dalam
melakukan
kiri).
aktivitas.
2. Kaji 4. untuk
kemampu menghindar
i kekakuan
an pasien
sendi dan
dalam mencegah
beraktivita adanya
dekubitus.
s (makan,
minum).
3. Dekatkan
keperluan
pasien
dalam
jangkauan
nya.
4. Berikan
latihan
mobilisasi
secara
bertahap
sesudah
demam
hilang.

4. Tujuan : 1. Berikan 1. untuk


Kebutuhan penjelasan mempermu
cairan dan tentang dah
elektrolit pentingny pemberian
terpenuhi. a cairan
Kriteria kebutuhan (minum)
hasil : cairan pada pasien.
Turgor kulit pada 2. untuk
meningkat, pasien dan mengetahui
Wajah tidak keluarga keseimbang
nampak 2. Observasi an cairan,
pucat pemasuka 2,5 liter / 24
n dan jam.
pengeluar 3. untuk
an cairan. pemenuhan
3. Anjurkan kebutuhan
pasien cairan.
untuk 4. membantu
banyak pasien
minum. menerima
4. Diskusika perasaan
n strategi bahwa
untuk akibat
menghenti muntah
kan dan/atau
muntah penggunaan
dan laksatif/diur
penggunaa etik
n mencegah
laksatif/di kehilangan
uretik. cairan
5. Kolaboras lanjut.
i dengan 5. untuk
dokter pemenuhan
untuk kebutuhan
terapi cairan yang
cairan tidak
(oral / terpenuhi
parenteral) (secara
. parenteral).

5. Tujuan : 1. Catat 1. membantu


Nyeri tidak keluhan diagnosa
dirasakan. nyeri, keluhan
Kriteria termasuk nyeri.
hasil : lokasi, 2. membantu
Individu lamanya, menegakka
akan intensitas n diagnosa
menyampaik (skala 0 – dan
an kepuasan 10). kebutuhan
setelah 2. Kaji faktor terapi.
tindakan yang 3. menghilang
pereda nyeri meningkat kan nyeri.
diberikan kan atau
menurunk
an nyeri.
3. Kolaboras
i dalam
pemberian
obat yang
diresepkan
(analgesik
)

6. Tujuan : 1. Kaji 1. Faktor


Mencegah adanya prediktif
infeksi faktor adalah
dialami oleh prediktif factor
klien. 2. Kaji terkontrol
Kriteria adanya yang sudah
hasil : faktor teridentifika
Individu penyulit. si mampu
dapat 3. Kurangi meningkatk
menyebu masuknya an resiko
tkan kuman ke infeksi dan
faktor dalam menurunka
resiko tubuh. n
yang pertahanan
berkaitan hospes.
dengan 2. faktor
infeksi penyulit
dan dapat
kewaspa memperbes
daan ar resiko
yang infeksi.
dibutuhk mengurangi
an. kontaminasi
resiko infeksi
silang.
3.

7. Tujuan : 1. Kaji faktor 1. menetapkan


Mencegah penyebab terapi yang
terjadinya 2. Beri dapat
gangguan kesempata dilakukan
integritas n klien 2. Meningkatk
kulit. beradaptas an
Kriteria i dalam kemampuan
hasil : aktivitas klien dalam
Individu perawatan aktivitas
dapat diri. perawatan
mempert 3. Observasi diri.
ahankan tanda- 3. Melindungi
kebersih tanda klien dari
an kulit ( gangguan resiko
personal integritas integritas
hygiene) kulit. kulit.
4. Diskusika 4. Meningkatk
n an sirkulasi
pentingny dan perfusi
a kulit dan
perubahan mencegah
posisi tekanan
sering, lama pada
perlu jaringan.
untuk
memperta
hankan
aktivitas.

8. Tujuan : 1. Kaji 1. Menget


Pengetahuan sejauh ahui apa
klien dan mana yang
keluarga tingkat diketahu
meningkat pengetahu i pasien
an pasien tentang
tentang penyakit
penyakitn nya.
ya 2. pasien
2. Beri tahu tata
pendidika laksana
n penyakit
kesehatan perawat
tentang an dan
penyakit pencega
dan han
perawatan penyakit
pasien typhoid.
3. Beri 3. Menget
kesempata ahui
n pasien sejauh
dan mana
keluaga pengeta
pasien huan
untuk pasien
bertanya dan
bila ada keluarga
yang pasien
belum setelah
dimengerti di beri
4. Beri penjelas
reinforce an
ment tantang
positif jika penyakit
klien nya.
menjawab 4. Member
dengan ikan
tepat rasa
percaya
diri
pasien
dalam
kesemb
uhan
sakitnya
.
IMPLEMETASI

No Hari/tanggal Dx Implementasi Paraf


1. 1 1. Mengobservasi suhu tubuh klien
2. Memberi kompres dengan air hangat
pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas
3. Menganjurkan keluarga untuk
memakaikan pakaian yang tipis dan
dapat menyerap keringat seperti katun
4. Memberikan penjelasan kepada klien
dan keluarga tentang peningkatan suhu
tubuh
5. Mengobservasi TTV tiap 4 jam sekali.
6. Menganjurkan pasien untuk banyak
minum, minum.
7. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat antipiuretik

2 2 1. Memberikan motivasi pada pasien dan


keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (mis : Miring
kanan, miring kiri).
2. Mengkaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas (makan, minum).
3. Mendekatkan keperluan pasien dalam
jangkauannya.
4. Memberikan latihan mobilisasi secara
bertahap sesudah demam hilang.

3 3 1. Memberi motivasi pada pasien dan


keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (mis : Miring
kanan, miring kiri).
2. Mengkaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas (makan, minum).
3. Mendekatkan keperluan pasien dalam
jangkauannya.
4. Memberikan latihan mobilisasi secara
bertahap sesudah demam hilang.

4 4 1. Memberikan penjelasan tentang


pentingnya kebutuhan cairan pada
pasien dan keluarga
2. Mengobservasi pemasukan dan
pengeluaran cairan.
3. Menganjurkan pasien untuk banyak
minum.
4. Mendiskusikan strategi untuk
menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk
terapi cairan (oral / parenteral).

5 5 1. Mencatat keluhan nyeri, termasuk


lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 –
10).
2. Mengkaji faktor yang meningkatkan
atau menurunkan nyeri.
3. Mengkolaborasi dalam pemberian obat
yang diresepkan (analgesik)

6 6 1. Mengkaji adanya faktor prediktif


2. Mengkaji adanya faktor penyulit.
3. Mengurangi masuknya kuman ke dalam
tubuh.

7 7 1. Mengkaji faktor penyebab


2. Memberi kesempatan klien beradaptasi
dalam aktivitas perawatan diri.
3. Mengobservasi tanda-tanda gangguan
integritas kulit.
4. mendiskusikan pentingnya perubahan
posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktivitas.
8 8 1. Mengkaji sejauh mana tingkat
pengetahuan pasien tentang
penyakitnya
2. Memberi pendidikan kesehatan tentang
penyakit dan perawatan pasien
3. Memberi kesempatan pasien dan
keluaga pasien untuk bertanya bila ada
yang belum dimengerti
4. Memberi reinforcement positif jika
klien menjawab dengan tepat

Anda mungkin juga menyukai