Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENYAKIT TIFUS

DOSEN PEMBIMBING :Drs. Nur Ariful Hakim,MPS.Sp

NAMA : SEVIRA AGUSTIN


NIM : A0019041
PROGRAM STUDI: 1A/DIII KEPERAWATAN
MATA KULIAH : ANTROPOLOGI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2020

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah
dan Inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas
keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan semangatnya
yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.

Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang


berjudul “ASKEP THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih
kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak
lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang semoga kita selalu
dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.

Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1

DAFTAR ISI..............................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang...............................................................................3
B. Tujuan penulisan...........................................................................5
C. Manfaat Pemulisan........................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................6

BAB III RENCANA PRAKTEK KEPERAWATAN ......................................25

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................68
B. Saran.............................................................................................68
BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai


saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem


atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang
dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam
hati dan empedu.

Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh


meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri
tekan di perut.

Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun.


Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi
khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%,
terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan pada tahun
2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam
kategori 10 jenis penyakit terbesar  Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga
penyakit demam enterik.

Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi


A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan
untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia,
dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh
lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam
dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus


per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 %
dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik.
Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum
dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk
menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan
utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka
dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja
inilah yang merupakan sumber pencemaran.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang


biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di
sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut.

B.  Tujuan

Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana


pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui
apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.
C.  Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab
timbulnya penyakit Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui
pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
a. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal
ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
b. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam,
sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang
pembesaran hati/limpa/atau keduanya.
c. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C
penularan terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009). (http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek
liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane
hialin.
b. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus
Salmonella yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan
laboratorium.
c. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)

(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus,
limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang
bagian lain ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan
plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak
seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu
pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum
daripada di kolon sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana.
Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai
menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus
serosa. Setelah penderita sembuh biasanya ulkus membaik tanpa
menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar
limf mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati
menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu
terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan
kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian
menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan
gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat
(bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami
thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot
bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis
itu dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena
adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid
sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup
darah. Ifeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran
leokopenia disertai dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan
bertambahnya sel mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus
masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutamahati dan
limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati dan limfe
sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan.
Kamudian bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan
melanjutkan ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak
tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan
dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang
biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai
retikuloendoteal pada hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut
membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid
usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di
atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan
perforasi usus.

5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo
endothelial, umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri
diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi
di usus dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu.
Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin
tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat
batuk kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu
ada rasa tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga
sering ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang
berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada
minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu)
dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat
gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan
saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga.
Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa
bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah
demam hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan
mungkin terjadi dua atau tiga kali.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:


a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
remiten dan suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu
kedua pasienterus berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga
suhu berangsur turun dan normalkembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran umum
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kondisi apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epistaksis (mimisan) pada anak besar.

6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
1) Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
2) Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak
disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
di antara hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu : bronkopneumonia.

7. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
 Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.

d. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan),
penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu
4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.

c) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg


sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
- Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
- Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
- Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
- Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan
yang dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar)
dapat diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan
mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien.
Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem
imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan
septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid
yaitu untuk wanita hamil. Tidak semua antibiotik dapat diberikan.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin,
dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol
yang mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan
lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil
(ampisin, amoksisilin), dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien
yang hipersensitif terhadap obat tersebut.

9. Konsep Asuhan Keperawatan:


1) Pengkajian:
a. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan, tanggal MR.
b. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas, dan demam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam,
anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia),
nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat
dengan yang sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
yang sama atau sakit yang lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah
selama sakit, lidah kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga
dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.
 Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur.
 Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
 Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
 Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai
dengan kebutuhan.
 Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
 Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
 Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
 Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
 Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan
ibadahnya akan terganggu.

h. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
 Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien
typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
 Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah
abdomen ditemukan nyeri tekan.
 Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
 Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan
darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat
pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
 Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
 Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N
½ -1 cc/kg BB/jam.
 Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
 Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar
tiroid dan tonsil.

 Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma,
dalam penderita penyakit thypoid.

2) Diagnosa Keperawatan
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhii
 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
 Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
 Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.
 Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan
dengan kurang informasi.
3) Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
• Observasi suhu tubuh klien
R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.
• Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
• Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh
• Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan
suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
• Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter /
24 jam).
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
R/ menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan
Intervensi :
• Kaji pola nutrisi klien
R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
• Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari
pemberian makan yang tidak disukai.
• Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
• Timbang berat badan tiap hari
R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
• Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
• Hindari pemberian laksatif.
R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih
makanan/kalori tubuh oleh pasien.
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
• Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi
parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral
dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang
tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
optimal.
Intervensi :
• Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien
yang bedrest.
• Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
• Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
• Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari


kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
• Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien
dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
• Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
• Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
• Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral).
Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
pencernaan.
Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan
pereda nyeri diberikan.
Intervensi :
• Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).
R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.
• Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
• Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)
R/ menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan


penurunan respon imun.
Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
• Kaji adanya faktor prediktif.
R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi
mampu meningkatkan resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.
• Kaji adanya faktor penyulit.
R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.
• Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.
R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.

Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan


program terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
• Kaji faktor penyebab.
R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.
• Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.
R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.
• Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.
R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.
• Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktivitas.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama
pada jaringan.

Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit


berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat
Intervensi :
• Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
• Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan
penyakit typhoid.
• Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada
yang belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien
setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
• Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.
BAB III

RENCANA PRAKTEK MELAKUKAN PENDEKATAN SOSIAL

Rencana praktek perawat harus melakukan pendekatan social contohnya kita


melakukan penyuluhan terhadap warga terutama dengan penyakit tifus kita
menjelaskan betapa pentingnya bahaya tifus dan kita menjelaskan Pencegahan
tifus dapat kita lakukan mulai dari hal yang sederhana, seperti memperhatikan
makanan dan minuman kita sehari-hari ,hindari jajan atau membeli makanan dan
minuman yangbenar-benar sudah di masak .air minum yang kita konsusmsi
harus di masak terlebih dahulu hingga mendidih .lindungi makanan kita dari
lalat ,kecoa dan tikus karena hewan-hewan tersebut dapat membawa bakteri
salmonella thyposa yang merupakan penyebab tifus.

Selanjutnya kita senantiasa memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan kita


.cucilah tangan dengan sabun setelah ke WC .Pembuangan kotoran manusia
juga harus pada tempatnya .Jangan pernah membuangnya sehingga
mengundang lalat karena lalat dapat membawa bakteri samlonella dari feses me
makanan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit


Typhus adalah penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun
orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih sering menyerang anak. Walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem


atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.

B. Saran
Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar
pembaca senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan
dan sekitarnya agar terhindar dari penyakit menular khususnya penyakit
Typhus dengan melakukan pencegahan sejak dini sehinnga penyakit ini tidak
menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).

Anda mungkin juga menyukai