Anda di halaman 1dari 27

RESUME APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

KEHILANGAN DAN BERDUKA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. RATUNURIZA (202011011)

2.HERI PRANATA (202011010)

DOSEN PEMBIMBING

Muhammad hidayat. S.kep.M.Biomed

PRODI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang
enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari
bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila
menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap (Suseno, 2004).Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan
dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,
ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita.
Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan masalah
1)    Apa pengertian kehilangan dan berduka?
2)    Apa tanda dan gejala kehilangan?
3)    Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan?
4)    Apa saja tipe kehilangan?
5)    Apa saja jenis-jenis kehilangan?
6)    Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan berduka?
C. Tujuan
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang :
1)    Apa pengertian kehilangan dan berduka
2)    Apa tanda dan gejala kehilangan
3)    Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
4)    Apa saja tipe kehilangan
5)    Apa saja jenis-jenis kehilangan
6)    Bagaimana konsep ASKEP dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan berduka
BAB II
PEMBAHASAN

A.KONSEP TEORI
1.    Pengertian Kehilangan dan berduka
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa
kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan
mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Kehilangan merupakan suatu
kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya
pernah ada atau pernah dimiliki.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
2. Tanda dan gejala kehilangan
a.     Ungkapan kehilangan
b.     Menangis
c.      Gangguan tidur
d.     Kehilangan nafsu makan
e.      Sulit berkonsentrasi
f.       Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
 Mengingkari kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
 Sedih berkepanjangan
 Adanya gejala fisik yang berat
 Keinginan untuk bunuh diri
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:
a.     Arti dari kehilangan
b.     Sosial dan budaya
c.      Kepercayaan spritual
d.     Peran seks
e.      Status sosial ekonomi
f.       Kondisi fisik dan psikologi individu

4. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1.     Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi kematian orang
yang sangat berarti/di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.

5. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1.  Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah
satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)


Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental,
peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

3. Kehilangan objek eksternal


Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal


Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.

5. Kehilangan kehidupan/ meninggal


Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian.
6. Fase-fase kehilangan dan berduka
    Fase berduka menurut kubler  rose :
1.  Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau individu tidak
percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan yang sering diucapkan
adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak percaya” .seseorang yang mengalami kehilangan
karena kematian orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia
mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat yang
biasa digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare ,gangguan
pernafasan , lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .

2. Fase marah (anger)


          Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan
individu menunjukkan perasaan marah pada diri sendiri atau kepada orang yang berada
dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi cepat,susah tidur,tangan
mengepal,mau memukul,agresif. Fase tawar menawar (bergaining)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka orang
tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha TUHAN,individu ingin
menunda kehilangan dengan berkata”seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini bisa
ditunda. Maka saya akan sering berdoa”. 

3.Fase depresi
        Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan keadaan yang
nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa dan
mungkin sering menangis.

4. Fase penerimaan (acceptance)


  Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya : ya,akhirnya saya harus
di operasi, apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung jawab mulai timbul
dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara bertahap perhatiannya beralih pada objek
yang baru,dan pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk pada fase penerimaan atau damai, maka ia dapat
mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.

Fase kehilangan menurut Engel:


1.Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak
bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat
berlebih.
2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami
keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3.Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah
mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran

Fase berduka menurut Rando


1. Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan

2. Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan
kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.

3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan
mereka.

4.Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang
tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

Rentang Respon Kehilangan


Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).

Fase Marah Fase Depresi


 
Fase
Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase Menerima
Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak,
saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga
yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan
Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain
atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering
terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase
tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan
kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses
ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak
saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan
bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada
obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima
kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “
atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan
mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila
tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya.

B.     Konsep Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka
1.      Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang
dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka
pikir dan rasakan adalah :
         Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
         Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
         Perilaku koping yang adekuat selama proses

a.   Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1)      Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2)      Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik
3)      Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa
depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4)      Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang
berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5)      Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.

b.         Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang
secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi;
1)      Kehilangan kesehatan
2)      Kehilangan fungsi seksualitas
3)      Kehilangan peran dalam keluarga
4)      Kehilangan posisi di masyarakat
5)      Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6)      Kehilangan kewarganegaraan
c.       Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi,
Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat.

d.      Respon Spiritual
1)      Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2)      Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3)      Tidak memilki harapan; kehilangan makna

e.       Respon Fisiologis
1)      Sakit kepala, insomnia
2)      Gangguan nafsu makan
3)      Berat badan turun
4)      Tidak bertenaga
5)      Palpitasi, gangguan pencernaan
6)      Perubahan sistem imune dan endokrin

f.       Respon Emosional
1)      Merasa sedih, cemas
2)      Kebencian
3)      Merasa bersalah
4)      Perasaan mati rasa
5)      Emosi yang berubah-ubah
6)      Penderitaan dan kesepian yang berat
7)      Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang
8)      Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9)      Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g.      Respon Kognitif
1)      Gangguan asumsi dan keyakinan
2)      Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3)      Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4)      Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.

h.      Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1)      Menangis tidak terkontrol
2)      Sangat gelisah; perilaku mencari
3)      Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4)      Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah
meninggal.
5)      Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya
6)      Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7)      Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8)      Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

2.      Analisa data
1)      Merasa putus asa dan kesepian
2)      Kesulitan mengekspresikan perasaan
3)      Konsentrasi menurun
      Data objektif:
1)      Menangis
2)      Mengingkari kehilangan
3)      Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
4)      Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5)      Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3.      Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang
berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a)    Duka cita
b)    Duka cita terganggu
c)    Risiko duka cita terganggu

4.      Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
a)    Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b)    Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c)    Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d)    Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e)    Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f)     Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g)    Gunakan komunikasi yang efektif.

1)      Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka


2)      Dorong penjelasan
3)      Ungkapkan hasil observasi
4)      Gunakan refleksi
5)      Cari validasi persepsi
6)      Berikan informasi
7)      Nyatakan keraguan
8)      Gunakan teknik menfokuskan
9)      Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat
h.         Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1)      Kehadiran yang penuh perhatian
2)      Menghormati proses berduka klien yang unik
3)      Menghormati keyakinan personal klien
4)      Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5)      Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan
kehilangan
  i.          Prinsip Intervensi  Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1)      Bina dan jalin hubungan saling percaya
2)      Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3)      Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4)      Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5)      Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6)      Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7)      Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8)      Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a)    Fase Pengingkaran
 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
 Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan
jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.

b)    Fase marah


 Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawan dengan kemarahan.
c)    Fase tawar menawar
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d)    Fase depresi
 Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
 Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e)    Fase penerimaan
 Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.
j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1)    Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa
berduka.
2)    Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3)    Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan
oleh orang lain.
4)    Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan  (Kematian Anak)


1)    Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)    Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)    Menyiapkan perangkat kenangan.
4)    Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5)    Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologisserta
Tempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.
5. Evaluasi
a.       Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b.      Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c.       Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d.      Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
e.       Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Tinjauan kasus
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan menikah, sang suami
bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu sama lain sangat mencintai. Apabila
Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit, begitu pula sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru
saja di ketahui positif hamil. Arza dan Ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal
mungkin melindungi dan menjaga calon anak mereka itu.pada suatu hari arzamengalami
kecelakaan yang mengakibatkan arza meninggal. Ibu ningrum mengatakan Hal ini membuat
ningrum merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar dia
mengurung diri dan memandang foto arza dia menjadi jarang berbicara dan terkadang sering
teriak memanggil nama arza. Dia sering berkata bahwa tidak percaya arza telah pergi selain itu
dia sering terbangun dan menangis keras memanggil arza. Saat pengkajian ningrum tampak
lemas,wajah tampak kusut. Klien tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika
perawat bertanya.tampak kantung mata tanda-tanda vital N: 75x/mnt , S: 370C , TD: 120/80
mmHg RR: 24x/mnt

Data Fokus
Data subyektif Data obyektif
         Ibu klien mengatakan klien merasa          Klien tampak lemas
sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau          wajah tampak kusut,
makan dan keluar kamar          Klien tampak putus asa dan sedih,
         Ibu klien mengatakan klien sering          klien susah berkosentrasi ketika
mengurung diri dan memandang foto arza perawat bertanya.
         Ibu klien mengatakan klien menjadi          tampak kantung mata
jarang berbicara dan terkadang sering teriak tanda-tanda vital
memanggil nama arza.          N: 75x/mnt
         Klien mengatakan bahwa tidak percaya          S: 370C
arza telah pergi.          TD: 120/80 mmHg
         Klien mengatakan sering terbangun          RR: 24x/mnt
dan menangis keras memanggil arza

Analisa data
Data Masalah keperawatan
Data subyektif: Duka cita terganggu
         Ibu klien mengatakan klien merasa
sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
         Ibu klien mengatakan klien sering
mengurung diri dan memandang foto arza
         Ibu klien mengatakan klien menjadi
jarang berbicara dan terkadang sering teriak
memanggil nama arza.
         Klien mengatakan bahwa tidak percaya
arza telah pergi.
         Klien mengatakan sering terbangun
dan menangis keras memanggil arza

Data obyektif
         wajah tampak kusut,
         Klien tampak putus asa dan sedih,
         klien susah berkosentrasi ketika
perawat bertanya.
tanda-tanda vital
         N: 75x/mnt
         S: 370C
         TD: 120/80 mmHg
         RR: 24x/mnt

Data Masalah keperawatan


Data subyektif Ketidakefektiankoping
         Ibu klien mengatakan klien merasa
sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
         Ibu klien mengatakan klien sering
mengurung diri dan memandang foto arza
         Ibu klien mengatakan klien menjadi
jarang berbicara dan terkadang sering teriak
memanggil nama arza.
         Klien mengatakan bahwa tidak percaya
arza telah pergi.
         Klien mengatakan sering terbangun
dan menangis keras memanggil arza

Data obyektif
         Klien tampak lemas
         wajah tampak kusut,.
         Klien tampak putus asa dan sedih,
         klien susah berkosentrasi ketika
perawat bertanya.
         tampak kantung mata
tanda-tanda vital
         N: 75x/mnt
         S: 370C
         TD: 120/80 mmHg
         RR: 24x/mnt

Data Masalah keperawatan


Data subyektif: Isolasi sosial
         Ibu klien mengatakan klien merasa
sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau
makan dan keluar kamar
         Ibu klien mengatakan klien sering

Data obyektif
         wajah tampak kusut,
         Klien tampak putus asa dan sedih,
         klien susah berkosentrasi ketika
perawat bertanya.
tanda-tanda vital
         N: 75x/mnt
         S: 370C
         TD: 120/80 mmHg
         RR: 24x/mnt

Pohon masalah

isolasi sosial
Duka cita terganggu
 

Ketidakefektifankoping individu
 

Kehilangan: orang yang di cintai

Intervensi
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1.     Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2.     Menjelaskan makna kehilangan
3.     Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4.     Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5.     Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6.     Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7.     Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8.     Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9.     Klien dapat menerima kehilangan
10.    Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain

TAHAP  TINDAKAN KEPERAWATAN
a.    Mengingkari   
•        Jelaskan proses berduka
•        Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
•        Mendengarkan dengan penuh perhatian
•        Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
•        Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
•        Teknik komunikasi diam dan sentuhan
•        Perhatikan kebutuhan dasar pasien
b.    Marah   
 Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal
tanpa melawan dengan kemarahan
 Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal
karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan 
 Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
 Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
 Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya. 

c.    Tawar-menawar 
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
 Berikan dukungan spiritual

d.    Depresi   
 Identifikasi tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
 Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
 Beri  dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang tangan
pasien
 Hargai perasaan pasien
 Bersama pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
 Latih pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki

e.    Penerimaan  
 Sediakan waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
 Bantu klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap yang
sama pada saat yang bersamaan.
 Bantu pasien dalam mengidentifikasi rencana  kegiatan yang akan dilakukan setelah masa
berkabung telah dilalui.
 Jika keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah
(menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman

STRATEGI PELAKSANAAN

Masalah utama    : kehilangan dan berduka


Pertemuan ke    : 1
(respon mengingkari terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien tampak menangis terus dan tampak lemah
2.Diagnosa        :  Duka cita  terganggu
3.TUK         :
1.     Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.     Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka

4.Tindakan keperawatan :
a.     Bina hubungan saling percaya
b.     Jelaskan proses berduka
c.      Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d.     Mendengarkan dengan penuh perhatian
e.      Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f.       Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g.     Perhatikan kebutuhan dasar pasien
c.      Strategi pelaksanaan
1.     Fase pra interaksi
Perawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan , pendidikan ,
agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat telah siap melakukan tugas
nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2.     Fase orientasi
”selamat pagi, bu ningrum. bagaimana perasaan ibu sekarang? Perkenalkan buk Saya perawat A .
jadi buk hari ini saya akan membantu ibu untuk melewati masalah ibu. Bagaimana ibu apa ibu
punya waktu sekitar 10-15 menit. Saya akan menemani ibu sampai kemakam sampai prosesi
pemakaman nya selesai ya bu.”
3.     Fase kerja
“apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan perasaan ibu saat
ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu sudah kehendak dari yang kuasa,
kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan menerima semua ini, ibu mau minum? Saya
ambilkan... ya. Bagaimana dengan makan?coba sedikit ya bu,agar ibu tidak lemas,”apakah ibu
mau kemakam? Baiklah akan saya temani ya bu...
4.     Fase terminasi
“setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak sedih .saya
akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat ya.nanti,dua hari lagi saya
akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang sama.kita.baiklah bu,sampai jumpa.”

Masalah utama    : kehilangan dan berduka


Pertemuan ke    :  2
(respon marah terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi        :  klien masih tampak sedih dan menyendiri
2.Diagnosa        :  Duka cita terganggu
3.TUK         :
3.     Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4.     Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan keperawatan
 Dorong dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal
tanpa melawan dengan kemarahan
 Bantu pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal
karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
 Fasilitasi ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
 Hindari menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
 Tangani kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.

b.strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-
bawa.
2.     Fase orientasi
“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini bu,tampak
nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan menemani ibu
selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau
begitu.”
3.     Fase kerja
“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu lakukan
untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara untuk meredakan
kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan bercakap- cakap dengan
anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa melakukan hobi
ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”
4.     Fase terminasi
“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu? mau coba
cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya mohon
pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography Creek.(2003). Occupational Terapy. London : COT. Dkk, B.A.(2007)
Manajement Keperawatan psikososial & kader kesehatan jiwa.jakarta : EGC. Prabowo ,E (2014). Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika . 25

Anda mungkin juga menyukai