Anda di halaman 1dari 25

KASUS 4: KEHILANGAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Jiwa 1

Dosen Pengampu : Ns. Duma Lumban Tobing, M.kep, Sp.Kep. J

Disusun oleh :
Ester Novitasari 1710711115
Husna Maharani 1710711078
Sonya Lapitacara S 1710711129
Tri Andhika Dessy W 1710711138
Mugia Saida Daruini 1710711145

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.


NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

B. Kebutuhan keluarga yang kehilangan membutuhkan hal-hal sebagai berikut.

1. Harapan

Perawatan yang terbaik sudah diberikan. Keyakinan bahwa mati


adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
2. Partisipasi

Memberi perawatan. Sharing dengan staf perawatan.


3. Dukungan

Dengan dukungan seseorang bisa melewati kemarahan, kesedihan,


dan penyangkalan. Dukungan bisa digunakan sebagai koping dengan
perubahan yang terjadi.
4. Kebutuhan Spiritual

Berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Mendapatkan


kekuatan dari Tuhan.

C. Jenis-jenis Berduka
Ada 5 jenis konsep berduka, yaitu :
1. Berduka Normal

Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap


kehilangan. Misal : kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik
diri dari aktivitas untuk sementara.
2. Berduka Antisipatif

Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau


kematian yang sesungguhnya terjadi. Misal : ketika menerima diagnosis
terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan diri
dengan berbagai urusan dunia sebelum ajalnya tiba.

3. Berduka yang Rumit

Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,


yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung
berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan
orang lain.
4. Berduka Tertutup

Kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.


Misal : kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang
tua, ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
5. Berduka Disfungsional

Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya


dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/
kekacauan.

D. Teori dari Proses Berduka

Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan
untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga
rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase


yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.

 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,


duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia
dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin


mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang


hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap


almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah


berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

 Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat


menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan
seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada
saya!” umum dilontarkan klien.

 Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”


pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan.
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung
dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa
dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

 Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus


atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali
mencari pendapat orang lain.

 Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari


makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

 Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus
asa.

3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang


mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya
reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

 Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

 Konfrontasi

Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

 Akomodasi

Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut


dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-
hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan
mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak Menyangkal Shock and Penghindaran
percaya disbelief
Berkembangnya Marah Yearning and
kesadaran protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization
and despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the Penerimaan Reorganization akomodasi
out come and restitution

E. Pengertian Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami setiap individu
selama rentan kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir kehilangan
sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya ( Potter
&Perry, 1997). Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan
berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Individu mengalami kehilangan ketika individu lain, pengontrolan, bagian
tubuh, lingkungan yang dikenal atau perasan diri sudah berubah atau tidak ada lagi.
Perubahan kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat positif. Selama menjalani
kehidupan bersifat alami dan biasanya bersifat positif. Kehilangan dapat memiliki
beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang di pengaruhi oleh lingkungan
seseorang yang meliputi keluarga, teman, masyarakat dan budaya.
Selama menjalani kehidupan, kita mempelajari bahwa perubahan selalu
melibatkan kehilangan yang penting (necessary losses), yang merupakan bagian
dari hidup. Kita belajar bahwa sebagian besar dari rasa kehilangan yang dipelukan
pada akhirnya digantikan oleh sesuatu yang berbeda atau yang lebih baik. Namun,
beberapa rasa kehilanagn menyebabkan kita mengalami perubahan permanen dalam
hidup kita mengancam perasan kita tentang kepemilikan dan keamanan. Kematian
seseorang yang kita cintai, perceraian, atau kehilangan kebebasan akan mengubah
hidup kita selamanya dan secara signifikan mengganggu kesehatan fisik, psikologis,
dan spiritual.
Kehilangan maturasional (maturational losses) adalah suatu bentuk dari
kehilangan yang penting dan melibatkan semua harapan hidup yang secara normal
berubah disepanjang kehidupan. Beberapa rasa kehilangan terlihat tidak diperlukan
dan bukan merupakan bagian dari pengalaman pendewasaan yang diharapkan.
Secara tiba-tiba, kejadian eksternal yang tidak dapat diperkirakan menyebabkan rasa
kehilangan situasional.
Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasa. Rasa kehilangan actual (actual
loss) terjadi ketika seseorang tidak dapat lagi merasakan, mendengar, atau
mengenali seseorang atau objek. Ada juga kehilangan objek yang beharga antara
lain semua yang dipakai atau salah tempat, dicuri, atau rusak oleh bencana. Rasa
kehilangan yang dirasa (perceived losses) didefinisikan secara untuk oleh seseorang
mengalami rasa kehilangan dan bersifat tidak begitu jelas bagi individu lain,
misalnya kehilanagn kepercayaan diri atau harga diri.

F.Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi dua tipe yaitu :
1. Actual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti atau di cinta.
2. Persepsi
Hanya di alami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.

G. Jenis-jenis Kehilanagn
Menurut Aziz Alimul (2014), kehilangan digolongkan menjadi beberapa jenis
yakni sebagai berikut:
1. Kehilanagn objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana)
2. Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat di
rumah sakit, atau berpindah pekerjaan)
3. Kehilanagn seseorang yang di cinta ( misalnya pekerjaan, kepergian angota
keluarga atau teman dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang
peliharaan)
4. Kehilanagn yang ada pada diri sendiri( misalnya anggota tubuhdan fungsi
psiologis atau fisik)
5. Kehilangan kehidupan/meninggal ( misalnya kematian anggota keluarga,
teman dekat atau diri sendri)

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan

1. Faktor Perkembangan Anak-anak

 Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.

 Belum menghambat perkembangan.

 Bisa mengalami regresi.

 Orang dewasa

 Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan


hidup.

 Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.

2. Faktor Keluarga

Keluarga mempengaruhi respond an ekspresi kesedihan. Anak


terbesar biasanya menunjukkan sikap kuat, tidak menunjukkan sikap sedih
secara terbuka.
3. Faktor Sosial Ekonomi

Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi


keluarga, berarti kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara
ekonomi. Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
4. Faktor Kultural
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur barat
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya
diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukkan pada orang lain.
Kultur lain menganggap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan
berteriak dan menangis keras-keras.
5. Faktor Agama

Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman.


Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada
juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
6. Faktor Penyebab Kematian

Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan


menyebabkan goncangan jiwa yang berat dan tahapan kehilangan yang lebih
lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
diasosiasikan dengan kesialan.

I. Dampak dari Kehilangan


1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan atau
berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk
ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada masa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan
disintegrasi dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan kususnya kematian pasangan hidup, dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hiduporang
yang ditinggalkan.

J. Rentang respon
1. Deniel ( pengingkaran )
Reaksi pertama individu yang mengalamikehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti atau mengingkari kenyataan bahwa kehilanga benar-benar
terjadi.
2. Anger ( marah)
Individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering di proyeksikan
kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami khilangan
juga tidak jarang menunjukan prilaku agresif berbicara kasar menyerang
orang lain menolak pengobatan bahkan menuduh dokter atau perawat tidak
kompeten. Respon fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, denyut
nadi cepat, gelisah, susah tidur tangan mengepal dll
3. Bargaining ( tawar menawar)
Terjadi penundaan kesadaranatas kenyataan terjadi kehilangan dan dapat
mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang terangan
seolah olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya
untuk melakukan tawar menawar dengan memohon kemurahan tuhan
4. Tahap depresi
Klien sering menunjukan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga,
bahkan bia muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukan antara
lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan libido dll
5. Acceptance ( penerimaan)
Berkaitan dengan eorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran berpusat pada
objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilanga yang dialaminya dan mulai memandang
kedepan. Gambaran tntang objek atau orang yang hilang akan mulai
dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru.
Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan
perrasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk
ketahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut
dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya
Psikologis: Sosial budaya :
- Perasaan kehilangan - accident
(kehilangan anak) (kecelakaan)

Psikopatologi/ Psikodinamika (Pengkajian Stres Adaptasi Stuart)

Biologi :
- Trauma
- Penyakit
kronis

FAKTOR PRESDISPOSISI

- Biologi seperti - Psikologi seperti - Sosial kultur seperti


kelelahan fisik peristiwa kematian. peran dalam keluarga

FAKTOR PRESIPITASI

Kognitif: Afektif: Fisiologis: Simpatik dan


- Sering - Distress somatik - Banyak parasimpatik:
- Halusinasi
menangis - Menyalahkan diri
melamun - Gangguan tidur
sendiri - Gangguan aktivitas
TANDA DAN GEJALA

Personal Social Support: Material Positive beliefs:


Abillity: - Support keluarga Assets: - Mempertahankan
- Interpretasi dan kerabat - Status keyakin berspiritual
kehilangan - Rutin keuangan - Mempertahankan
berkomunikasi keluarga diri sesuai
pengalihan klien kenyataan
terganggu

MEKANISME KOPING

Kontruksif: melakukan Destruktif : Ketidamampuan


interprestasi diri menerima peristiwa
kematian

Adaptif Maladaptif

Dukacita Gangguan pola tidur


terganggu

Pohon Faktor Kehilangan


Dukacita terganggu,
(akibat)
Gangguan pola tidur

berduka (masalah utama)

Kehilangan: Kematian
Anak
(penyebab)

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (Nanda, 2017):
1. Dukacita terganggu berhubungan dengan kematian orang terdekat
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan karena
kehilangan

Penatalaksanaan
Diagnosa Keperawatan
1 Dukacita Setelah dilakukan tindakan Fasilitasi Berduka
terganggu keperawatan, klien mampu 1. Identifikasi pada tahap
berhubungan menangani dukacita dengan berduka mana klien
dengan kematian kriteria hasil: terfiksasi
2. Dorong klien untuk
orang terdekat a. Monitor kemampuan
verbalisasi kenangan
konsentrasi (pasien
dari kehilangan, baik
Pengertian: mampu mengingat apa
masa lalu dan saat ini
Suatu gangguan yang perawat katakan

8
yang terjadi sebelumnya/pasien 3. Dukung perkembangan
setelah kematian mampu mengingat apa proses berduka pribadi
orang terdekat, yang dia makan) yang sesuai
b. Monitor intensitas depresi 4. Bantu untuk
ketika
(pasien tidak lagi sering mengidentifikasi strategi
pengalaman
menangis, menangus 2 koping pribadi
distres yang
5. Komunikasikan
kali/hari dari 4 kali/hari)
menyertai
c. Identifikasi tanda depresi penerimaan kehilangan
kehilangan gagal 6. Identifikasi sumber-
(pasien mampu tidur 7-8
memenuhi sumber dukungan
jam/hari)
harapan normatif d. Rencanakan strategi masyarakat
dan untuk mengurangi efek
bermanifestasi tanda gejala (pasien tidak
gangguan lagi sering menangis,
fungsional. menangis 2 kali/hari dari
4 kali/hari
e. Laporkan peningkatan
suasana hati (pasien
mengatakan senang)

2 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Sleep Enchancement


tidur ditandai keperawatan, klien dapat 1. Observasi tanda-tanda
dengan klien tidur dengan kriteria hasil: vital klien
2. Kaji pola tidur klien
mengalami a. Jumlah jam tidur
3. Batasi aktivitas
susah tidur meningkat (7-8 jam setiap
sebelum tidur
setiap malam hari) 4. Identifikasi
b. Kualitas tidur baik
kemungkinan efek obat
(pasien tidak mampu
Pengertian: terhadap pola tidur
menceritakan mimpi yang
5. Diskusikan pada klien
Keterbatasan
di alami saat tidur)
kemungkinan faktor
waktu tidur c. Pola tidur baik
(pasien tidur di jam yang lain yang menyebabkan
(secara alami
sama dan bangun di 7 jam gangguan pola tidur
terus-menerus,
6. Monitor pola tidur dan
berikutnya)
dalam periode
d. Klien merasa segar ketika jam tidur klien
kesadaran 7. Monitor waktu
bangun tidur
normal relatif) (pasien tampak tidak pemberian obat dan
meliputi jumlah lemas) tindakan diluar jam
e. Tidak ada gangguan saat
dan kualitas. tidur
tidur 8. Monitor kenyamanan
f. (pasien mampu tidur
lingkungan, cahaya,
nyenyak tanpa terbangun
dan lain-lain sebelum
di malam hari)
tidur
9. Ajarkan klien teknik
relaksasi
10. Kolaborasi pemberian
obat tidur

NIC keluarga :
Dukacita, terganggu
1. Bantuan kontrol marah
 Bangun rasa percaya dan hubungan yang dekat dan harmonis dengan pasien
 Gunakan pendrkatan yang tenang dan meyakinkan
 Instruksikan penggunaan cara untuk membuat pasien lebih tenang(mis. Waktu
jeda dan nafas dalam)

2. Dukungan emosional
 Rangkul atau sentuh pasien dengan penuh dukungan
 Dengarkan/dorong ekspresi keyakinan dan perasaan
 Berikan dukungan selama fase mengingkari (denial), marah, tawar-menawar,
dan menerima

3. Peningkatan integritas keluarga


 Jadilah pendengar yang baik bagi anggota keluarga
 Pertimbangkan pemahaman keluarga terhadap kondisi yang ada
 Bantu keluarga untuk mengatasi perasaan bersalah dsn tanggung jawab yang
tidak realistis
 Identifikasi tipe mekanisme koping keluarga
 Sediakan informasi bagi anggota keluarga mengenai kondisi pasien secara
teratur
 Fasilitasi komunikasi yang terbuka antar anggota keluarga
 Rujuk keluarga ke dukungan kelompik dengan keluarga lainnya yang memiliki
masslah yang sama

4. Mobilisasi keluarga
 Jadilah pendengar yang baik
 Bangun hubungan saling percaya
 Indentifikasi kekuatan dsn sumber daya keluarga, dalam anggota keluarga dan
dalam sistem dukungan keluarga dan masyarakat
 Berikan informasi pada kekuarga untuk membantu mereka dalam
mengidentifikasi keterbatasan dan kemajuan pasien serta implikasinya untuk
perawatan pasien
 Kolaborasi dengan anggota keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan terapi
pasien dan perubahan gaya hidup
 Arahkan anggota keluarga pada kelompok-kelompok pendukung yang sesuai

5. Dukungan keluarga
 Yakinkan keluarga bahwa pasien sedang diberikan perawatan terbaik
 Terima nilai yang di anut keluarga dengan sikap yang tidak menghakimi
 Indentifikasi sifat dukungan spiritual bagi keluarga
 Kurangi perbedaan harapan antara pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
melakui keterampilan komunikasi
 Bantu keluarga untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan alat yang
diperlukan untuk mendukung keputusan mereka terhadap perawatan pasien

6. Terapi keluarga
 Tentukan pola komunikasi dalam keluarga
 Identifikasi bagaimana keluarga menyelesaikan masalah
 Identifikasi kekuatan/sumber keluarga
 Identifikasi peran yang biasa dalam sistem keluarga
 Fasilitasi strategi untuk menurunkan stress
 Bantu keluarga untuk meningkatkan strategi koping yang ada
 Minta anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam merasakan aktivitas dirumah,
misalnya makan bersama

Gangguan Pola Tidur


1. Dukungan pengasuhan (Caregiver Support)
 Mengkaji tingkat pengetauan care giver
 Mengkaji penerimaan caregiver terkait dengan perannta
 Mengakui tingkat ketergantungan pasien terhafap caregiver, sesuai dengan
kebutuhan
 Monitor interaksi keluarga dalam permasalahan berkaitan dengan pasien
 Mengajarkan caregiver mengenai meningkatkan rasa aman, teknik
manajemen stress, proses berduka

2. Manajemen lingkungan : kenyamanan


 Tentukan tujuan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan pasien
 Mudahkab transisi keluarga dengan adanya sambutan hangan untuk pasien
 Beritahu keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang, bersih dan
mendukung
 Ajarkan keluarga untuk mengetahui sumber ketidaknyamanan pasien seperti
seprai kusut, balutan lembab, dan sebagainya

3. Peningkatan koping
 Ajarkan keluarga untuk menggunakan pendekatam yang tenang
 Ajarkan keluarga untuk mendukung kesabaran dalam mengembangkan suatu
hubungan
 Ajak keluarga untuk terlibat dalam memperbaiki koping pasien

RENCANA INTERVENSI
Prinsip Intervensi
1. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial) adalah
memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara
berikut.

a. Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan.

b. Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan


kehilangan pasien secara emosional.
c. Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan menghukum dan
menghakimi.

d. Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada individu yang
mengalami kehilangan.

e. Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan, menepuk


bahu, dan merangkul.

f. Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana, jelas, dan


singkat.

g. Amati dengan cermat respons pasien selama bicara.

2. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah dengan


memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
marahnya secara verbal tanpa melawan kemarahannya. Perawat harus menyadari
bahwa perasaan marah adalah ekspresi frustasi dan ketidakberdayaan.

a. Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah, menangis).

b. Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.

c. Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.

3. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap tawar-menawar (bargaining) adalah


membantu pasien mengidentifikasi perasaan bersalah dan perasaan takutnya.

a. Amati perilaku pasien.

b. Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien.

c. Tingkatkan harga diri pasien.

d. Cegah tindakan merusak diri.


4. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap depresi adalah mengidentifikasi
tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu pasien mengurangi rasa
bersalah.

a. Observasi perilaku pasien.

b. Diskusikan perasaan pasien.

c. Cegah tindakan merusak diri.

d. Hargai perasaan pasien.

e. Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif.

f. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaan.

g. Bahas pikiran yang timbul bersama pasien.

5. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penerimaan (acceptance) adalah


membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat dihindari dengan cara
berikut.

a. Menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi pasien.

b. Bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa.

HASIL PENELITIAN
PENGALAMAN KEHILANGAN DAN BERDUKA PADA IBU YANG
MENGALAMI KEMATIAN BAYI DI DEPOK

METODE
Penelitian ini akan menggunakan desain penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui fenomena sosial dan perspektif individu terhadap fenomena
sosial yang dijalaninya dalam hidup. Etika penelitian yang digunakan adalah adalah
beneficience, anonymity, confidentiality, dan autonomy.
PARTISIPAN
Partisipan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang pernah mengalami kehilangan
bayi. Dengan menggunakan sampel purposive diharapkan partisipan dapat
mengungkapkan pengalamannya secara gamblang, jelas dan alamiah (apa adanya),
sesuai dengan desain penelitian yang dipilih yaitu kualitatif. Pada penelitian jumlah
partisipan sebanyak 10 orang sesuai dengan saturasi data yang didapat.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Partisipan
Jumlah 10 orang dengan usia 20-40 tahun. Semua partisipan dalam penelitian ini
merupakan ibu-ibu yang pernah mempunyai pengalaman kehilangan berupa kematian
bayi. Kematian bayi yang dialami oleh para partisipan berada dalam kurun waktu 2005-
2015. Usia kematian bayi berada antara 0-18 bulan. Jumlah anak para partisipan antara
1-4 orang anak. Pekerjaan partisipan beragam, partisipan 8 diantaranya adalahibu rumah
tangga, selebihnya guru TK dan wiraswasta. Seluruh partisipan beragama Islam. 6 dari
partisipan yang ada merupakan keluarga inti (nuclear family) sementara sisanya tinggal
bersama-sama keluarga besarnya (extended family).
Hasil Analisis Tema
Beberapa tema yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu: penyebab kematian
bayi, tahapan berduka, respon kehilangan, dukungan sistem sosial, hikmah kehilangan,
harapan pasca kehilangan, dan strategi koping. Berikut penjabaran tema-tema tersebut:
1. Partisipan mengalami kematian bayi dengan penyebab yang berbeda-beda
Partisipan menyatakan penyebab kematian bayinya adalah demam yang
menyebabkan dehidrasi berat yang akhirnya menimbulkan kematian bayi. Dua
partisipan lainnya mengatakan penyebab kematian bayinya adalah diare. Penyebab
kematian bayi selanjutnya adalah posisi bayi yang kurang menguntungkan dan bayi
prematur yang dialami masingmasing oleh dua orang partisipan.
Kondisi berikutnya yang menjadi penyebab kematian bayi adalah adanya
masalah air ketuban yang dialami oleh dua orang partisipan. Penyebab kematian bayi
terakhir yang ditemukan adalah perkembangan bayi kurang optimal yang dialami
oleh tiga partisipan.

2. Partisipan mengalami tahapan berduka setelah kematian bayinya


Semua partisipan mengalami tahapan berduka berupa tahapan penolakan,
tahapan marah, tahapan tawarmenawar, tahapan depresi dan terakhir yaitu tahapan
penerimaan. Lima partisipan menunjukkan sikap penolakan pada saat kematian
bayinya. Pada tahapan ini muncul sikap pengingkaran terhadap kematian anaknya,
perasaan sedih, tidak percaya dan tidak menentu.
Tahapan berikutnya yang dilalui oleh partisipan adalah tahapan marah. Pada
tahapan ini muncul perasaan iri pada teman yang melahirkan selamat dan
mempunyai anak, selain itu juga ada perasaan kecewadengan kondisi yang dialami.
Tahapan berikutnya adalah tahapan tawar-menawar. Pada tahapan ini partisipan suka
melakukan pengandaian jika saja kondisi yang dialami tidak terjadi selain itu
partisipan juga merasakan penyesalan.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan depresi. Pada tahapan ini muncul
perasaan ketidakmampuan mengurus anak, partisipan menjadi sensirtif, merasakan
trauma yang mendalam, merasa kesendirian, dan sulit untuk melupakan peristiwa
kehilangan yang dialami. Tahapan terakhir yaitu tahapan penerimaan. Pada tahapan
ini partisipan mulai bisa bersabar atas kehilangannya dan berserah diri pada Tuhan.
Partisipan yang mengalami kematian bayi menjalani tahapan berduka berdasarkan
tahapan yang berbeda – beda.

3. Respon partisipan setelah menghadapi peristiwa kematian bayi


Beberapa partisipan menyatakan respon yang muncul setelah kematian bayi
mereka adalah bangkit dari kesedihan. Sementara beberapa partisipan lainnya
menyatakan respon mereka adalah adanya suatu sikap/keyakinan terhadap kesehatan
yang mereka jadikan acuan untuk mengantisipasi gangguan yang mengancam
kesehatan bayi pada saat dikandung maupun dilahirkan.
Respon partisipan didasarkan pada penglaman yang dialami oleh masing-
masing. Beberapa partisipan merasakan penting bagi mereka untuk dapat bertahan
atas kondisi kehilangan yang dihadapi. Partisipan ingin bangkit dari kesedihannya
dan memulai hidup kembali.

4. Partisipan memperoleh berbagai sumber bentuk dukungan dari berbagai pihak


setelah kematian bayinya
Hampir keseluruhan dari partisipan menyatakan memperoleh dukungan.
Sumber dukungan yang diperoleh datang dari orang-orang terdekat seperti suami,
keluarga, teman ataupun tetangga. Bentuk dukungan yang diterima bermacam-
macam dengan tujuan untuk selalu menyemangati. Dukungan bagi partisipan dalam
melalui peristiwa kematian bayi menjadi sangat signifikan agar bisa terus bertahan
dalam kondisi yang teramat sulit.

5. Berbagai hikmah setelah kematian bayi yang diperoleh partisipan


Sebagian partisipan dengan sebagian yang lainnya memperoleh hikmah yang
berbeda-beda atas kematian bayinya. Beberapa partisipan mengaku dirinya menjadi
lebih dekat dengan Tuhan, sementara dua partisian lain mengaku lebih dekat dengan
keluarga setelah peristiwa kematian bayinya. Hikmah lain yang didapat oleh
partisipan berupa pembelajaran untuk kehamilan berikutnya dan juga pelajaran untuk
memperbaiki diri kedepannya.
Berbagai hal yang dilalui oleh partisipan selama melalui kehilangan dan
berduka menjadikan pengalaman bagi mereka untuk mendapatkan pelajaran dalam
hidupnya. Kematian bayi yang dialami oleh partisipan menjadikan partisipan lebih
dekat dan percaya dengan ketetntuan yang sudah digariskan Tuhan.

6. Setiap partisipan mempunyai harapan pasca kematian bayinya


Setengah dari keseluruhan jumlah partisipan berharap peristiwa kehilangan
bayinya tidak terulang lagi. Selain harapan tadi tiga partisipan lainnya mempunyai
harapan mempunyai keturunan kembali yang sehat dan panjang umur. Harapan yang
dimiliki partisipan merupakan representasi dari keinginan partisipan pasca kematian
bayinya.
Tentu saja sebagian besar dari partisipan menginginkan agar peristiwa
kematian bayi yang dialaminya tidak terjadi kembali. Besar keinginan dari para
partisipan untuk dapat memiliki keturunan kembali. Keturunan ini menjadi obat dari
rasa sedih yang muncul karena kematian bayinya.

7. Beragam strategi koping yang dilakukan partisipan untuk menghadapi kematian


bayinya
Separuh dari jumlah partisipan yang ada mencoba untuk mencari dukungan
spiritual dengan cara mencari kisah-kisah inspirartif dan meningkatkan ibadah. Hal
lain yang diungkapkan partisipan adalah dengan berupaya mengalihkan kedukaan
dengan bekerja, berbagi dengan orang lain, mencari hiburan ataupun menerima
secara pasif.
Beberapa partisipan mencoba untuk menggunakan strategi koping dengan
mencari dukungan spiritual. kondisi spiritualitas partisipan yang baik diharapkan bisa
membantu partisipan dalam melalui peristiwa kematian bayi dan tahapan berduka.
KESIMPULAN
Penelitian mengenai pengalaman kehilangan dan berdukapada ibu yang
mengalami kematian bayi menghasilkan tujuh tema. Tema-tema tersebut yaitu:
penyebab kematian bayi, tahapan berduka, respon setelah kehilangan, dukungan sistem
sosial, harapan pasca kehilangan, hikmah kehilangan, dan strategi koping. Penyebab
kematian bayi yang ditemukan sangat beragam dari demam, air ketuban hingga
perkembangan bayi yang tidak optimal. Adapaun tahapan berduka masingmasing
partisipan sesuai dengan tahapan yang sedang dilaluinya adalah tahapan penolakan,
marah, tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Pengalaman kehilangan bayi yang
dirasakan oleh partisipan memunculkan respon berupa bangkit dari kesedihan dan
sikap/keyakinan terhadap kesehatan. Partisipan dalam melalui kehilangan dan berduka
membutuhkan dukungan sistem sosial yang datang dari pasangan (suami), orang
tua/mertua, anggota keluarga lainnya, tetangga maupun teman. Dukungan dari orang
terdekat sangat diperlukan untuk mengembalikan semangat dan memotivasi partisipan
yang mengalami kehilangan dan berduka karena kematian bayi. Ada berbagai hikmah
yang didapat partisipan dari peristiwa kehilangan bayi diantaranya lebih mendekatkan
diri pada Tuhan, lebih dekat dengan keluarga, pembelajaran untuk memperbaiki diri dan
pembelajaran untuk kehamilan berikutnya. Selain hikmah ada juga harapan yang
diinginkan oleh partisipan dari kejadian yang dialami yaitu tidak ingin terulang lagi dan
cukup menjadi pembelajaran hidup kedepan juga serta harapan untuk dikaruniai buah
hati kembali. Strategi koping diperlukan untuk mengatasi rasa duka yang dialami oleh
partisipan. Penerapan strategi koping dalam menghadapi kehilangan berupa dukungan
spiritual dan upaya pengalihan rasa berduka.

DAFTAR PUSTAKA JURNAL:


Mujahidah Zakiyah, Hamid Achir Yani S. dan Susanti Yossie E.P. 2015. Pengalaman
Kehilangan dan Berduka pada Ibu yang Mengalami Kematian Bayi di Depok. Jurnal
Keperawatan Jiwa. 3 (2): 124 – 136.
Daftar Pustaka
Kubler-Ross, E. 1969. On Death and Dying. United Kingdom: Tavistock Publications
Mujahidah Zakiyah, Hamid Achir Yani S. dan Susanti Yossie E.P. 2015. Pengalaman
Kehilangan dan Berduka pada Ibu yang Mengalami Kematian Bayi di Depok. Jurnal
Keperawatan Jiwa. 3 (2): 124 – 136.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-


2014. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W. 2013. Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart Buku 1.
Jakarta : Elsevier

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan jiwa (Cetakan 1). Bandung : PT Refika Aditama

Yusuf, Ahmad, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai