Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH

KEHILANGAN DAN BERDUKA

OLEH

ARDIANSYAH 1904061

FATMAWATI 1904039

FIRDAYANTI 1904040

HASLINDA 1904041

JUMARIA 1904042

KHAERUL RAMADHAN 1904043

MARIANI 1904044

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN AJARAN
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
KEHILANGAN DAN BERDUKA
1. Kehilangan

A. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.


Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu
tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara
bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau
tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu


yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:

1. Arti dari kehilangan

2. Sosial budaya

3. kepercayaan / spiritual

4. Peran seks

5. Status social ekonomi


6. kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

1. Aktual atau nyata

Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian
orang yang sangat berarti / di cintai.

2. Persepsi

Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.

C. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

• Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti
adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe
kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional
yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

• Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

• Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama,


perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

• Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat


dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan
memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.

• Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon
pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.

D. Rentang Respon Kehilangan


Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah


a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan
saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “

Berduka

A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.


NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
B. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan
untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga
rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin


mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,


karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.

 Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga


pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.

1. Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi


pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a) Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan
klien.

b) Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap


orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c) Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.
d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

e) Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross


mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

1. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup


yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

1. Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

1. Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

2. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam
dan dirasakan paling akut.

3. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCHIO RANDO (1991)
ROSS (1969) (1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and Penghindaran
disbelief
Berkembangnya kesadaran Marah Yearning and
protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization
and despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the out Penerimaan Reorganization akomodasi
come and restitution
Rentang Respon Kehilanagn

Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan
mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin
terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal,
akan terus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh
dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka
pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak
berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain
: menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek
atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan
beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya
betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya
BAB III

ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL

Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:


a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

A. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping
individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi
dengan orang lain.
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung
dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi
tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan
aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan
harga diri klien.
Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat
– klien.
2. Menyelidiki diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang
lain melalui keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada
pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan
terhadap dirinya sendiri.
3. Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara
konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya
dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.
5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon
maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian
masalah klien.
6. Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya
disusun dengan tepat.
7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap
kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya
terhadap orang yang hilang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.


Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.


R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan
dapat melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.


R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.


R/ Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien yang
lain

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses


berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap
tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka
dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga
konsep kehilangan secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-
perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.


NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku


berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi.
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang
dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal,
kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu


: pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.


2. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
3. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

MASALAH PSIKOSOSIAL

I. INFORMASI UMUM
Inisial klien : Ny.”M”

Usia : 32 (tahun)

Jenis kelamin : Perempuan

Suku : Makassar

Bahasa dominan : Indonesia

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Jl. Rappocini

Tanggal masuk : 2 Mei 2020

Tanggal pengkajian : 5 Mei 2020

Ruang rawat : Ruang bersalin

Nomor rekam medik : 980997

Diagnosa medis : Partus

Riwayat alergi : Tidak riwayat alergi

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengatakan merasa sedih karena kehilangan bayinya
III. PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTOR
Fisik
Berat badan : 54 kg

Tinggi badan : 157 cm

Tanda-tanda vital :

TD: 110/70 mmHg

P: 22x/mnt

N: 90x/mnt

S: 36,7 °C

Riwayat pengobatan fisik

Tidak ada pengobatan fisik yang dilakukan

Hasil pemeriksaan laboratorium/ visum/ dll

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

Tingkat Ansietas
Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan chek list perilaku yang
ditampilkan)

Ringan  Sedang  Berat 

Panik 
PERILAKU  PERILAKU 

Tenang - Menarik diri 

Ramah - Bingung

Pasif - Disorientasi

Waspada - Ketakutan

Merasa membenarkan lingkungan - Hiperventilasi

Kooperatif - Halusinasi/ delusi

Gangguan perhatian - Depersonalisasi

Gelisah  Obsesi

Sulit berkonsentrasi  Kompulsi

Waspada berlebihan - Keluhan somatik

Tremor  Hiperaktivitas

Bicara cepat - Lainnya:

Masalah Keperawatan: Ansietas


KELUARGA
Genogram

 ? ?
?  ? ?  ? ?

? ? ?
59 49
55
50
56 53

29 25

30 35

7 5
Keterangan :
= Laki-laki X = Meninggal = Serumah
= Perempuan = Garis keturunan
= Pasien ? = Umur tidak di ketahui

GI : Kakek dari ayah pasien telah meninggal dan tidak di ketahui penyebabnya,
dan kakek dan nenek dari ibu pasien masih hidup dan pernah mengalami hal
serupa dengan pasien
G2 : Ayah dan Ibu pasien masih hidup dan tidak pernah mengalami kehilangan
bayinya
G3 : Pasien anak ke 1 dari 3 berasaudara dari kedua saudara pasien tidak ada yang
pernah mengalami hal serupa dengan pasien dan pasien Ny. “M” sedang di
rawat di RS. Bhayangkara Makassar.

Tipe keluarga
 nuclear family  diad family

 extended family  single parent


family

Pengambilan keputusan
 kepala keluarga  istri

 orang tua  bersama-sama

Hubungan klien dengan kepala keluarga


 kepala keluarga  istri

 orang tua  anak

 lain-lain, sebutkan:

Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga


Jelaskan: kumpul bersama keluarga sambil menonton TV
Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat
Jelaskan: Mengadakan arisan bersama tetangga rumah

Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

RIWAYAT SOSIAL
A. Pola social
1. Teman/orang terdekat
Pasien dekat dengan tetangga sekitar walaupun klien sudah mulai
mengurangi intensitasnya karena pasien Nampak selalu murung dan
sedih
2. Peran serta dalam kelompok
Pasien aktif dalam kegiatan masyarakat
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengurangi aktivitas yang berhubungan dengan orang lain
dikarenakan kondisi pasien terganggu .

B. Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini


1. Adakah obat herbal/obat lain yang dikonsumsi diluar resep.
Pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat herbal dan obat
medis tanpa resep dokter
2. Apakah klien menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk mengatasi
masalahnya?
pasien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan obat-
obatan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

IV. STATUS MENTAL DAN EMOSI


A. Penampilan
1. Cacat fisik
Tidak ada, Jelaskan : Semua anggota tubuh klien dalam keadaan
utuh
2. Kontak mata
Kurang jelaskan: kontak mata kurang pada saat pasien diajak
bicara dengan perawat
3. Pakaian
Rapi, Jelaskan : Penggunaan pakaian pasien rapi, bersih rambut
sedikit kurang rapi, baju bersih, kulit bersih.
4. Perawatan diri
Jelaskan : pasien mengatakan selama dirawat di RS belum pernah
mandi hanya membersihkan badan menggunakan tissue.
Masalah Keperawatan : tidak ada
B. Tingkah Laku
Tingkah laku  Jelaskan

Resah

Agitasi

Letargi

Sikap

Ekspresi wajah  Murung dan sedih

Lain – lain

Masalah Keperawatan : ekspresi wajah Nampak murung dan sedih


C. Pola Komunikasi
POLA KOMUNIKASI √ POLA KOMUNIKASI √

Jelas  Aphasia -

Koheren - Perseverasi -

Bicara kotor - Rumination -

Inkoheren - Tangensial -

Neologisme - Banyak bicara/dominan -

Asosiasi longgar - Bicara lambat -

Flight of ideas - Sukar berbicara : -

Lainnya :

Masalah Keperawatan : Tidak ada

D. Mood dan Afek


Tingkah laku √ Jelaskan

Senang

Sedih  Pasien Nampak sedih

Patah hati

Putus asa

Gembira

Euporia

Curiga
Lemas  Pasien nampak lemas

Marah/bermusuhan

Lain – lain

Masalah Keperawatan : pasien nampak sedih

E. Proses pikir
PERILAKU √

Jelas

Logis

Mudah diikuti

Relevan

Bingung

Bloking

Delusi

Arus cepat

Asosiasi lambat

Curiga

Memori jangka pendek Hilang Utuh √

Memori jangka panjang Hilang Utuh √

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah


F. Persepsi
PERILAKU √ JELASKAN

Halusinasi Tidak ada kelainan

Ilusi Tidak ada kelainan

Depersonalisasi Tidak ada kelainan

Derealisasi Tidak ada kelainan

HALUSINASI √ JELASKAN

Pendengaran Tidak ada kelainan

Penglihatan Tidak ada kelainan

Perabaan Tidak ada kelainan

Pengecapan Tidak ada kelainan

Penghidungan Tidak ada kelainan

Lain – lain Tidak ada kelainan

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

G. Kognitif
1. Orientasi realita
Waktu : Pasien sulit diajak berkomunikasi
Tempat : Pasien sulit diajak berkomunikasi
Orang : Pasien sulit diajak berkomunikasi.
Situasi : Pasien sulit diajak berkomunikasi
2. Memori
GANGGUAN √ JELASKAN

Ganguan daya ingat Tidak ada kelainan


jangka panjang

Ganguan daya ingat Tidak ada kelainan


jangka pendek

Gangguan daya ingat Tidak ada kelainan


saat ini

Paramnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

Hipermnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

Amnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

3. Tingkat konsentrasi dan berhitung


TINGKATAN √ JELASKAN

Mudah beralih Tidak ada kelainan.

Tidak mampu berkonsentrasi  Pada saat pasien diajak bicara


menjawab lain

Tidak mampu berhitung Tidak ada kelainan


sederhana

Paramnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

Hipermnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

Amnesia, sebutkan Tidak ada kelainan

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah


V. IDE-IDE BUNUH DIRI
Ide-ide merusak diri sendiri / orang lain
Ya  Tidak
Jelaskan :
Pasien mengatakan tidak pernah ada niat untuk bunuh diri maupun
orang lain.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VI. KULTURAL DAN SPIRITUAL


A. Agama yang dianut
1. Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaannya ?
pasien mengatakan selama dirawat pasien tidak menjalankan ibadah
2. Apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan
spiritualnya setelah mengalami kekerasan atau penganiayaan ?
Tidak ada
3. Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu
Tidak ada
B. Budaya yang diikuti
Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah?
pasien mengatakan hubungan keluarga dan tetangga baik-baik saja
C. Tingkat perkembangan saat ini
Pasien masih kelihatan murung dan masih sulit untuk menerima kenyataan
bahwa bayinya sudah tidak ada
Masalah Keperawatan : Koping tidak efektif
ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
KEPERAWATAN

1 Data subjektif :
1. Klien berkata bahwa ia susah Duka Cita
tidur karena sering memikirkan
bayinya.
2. Klien mengatakan mengurangi
aktivitas yang berhubungan
dengan orang lain dikarenakan
kondisi pasien terganggu .
3. Klien berkata bahwa ia susah
untuk tidur karena sering
memikirkan bayinya.

Data objektif :
1. Klien tidak mau makan dan terus
menangis.
2. Pasien nampak selalu murung dan
sedih
3. Pasien sulit diajak berkomunikasi

2. Data subjektif :
1. Keluarga klien mengatakan
bahwa klien sering melamun.

Data objektif :
Duka Cita Terganggu
2. Keadaan umum lemas
3. Klien belum siap kehilangan
bayinya
4. Klien tidak mau makan terus
menangis
POHON MASALAH

Menarik Diri ( Isolasi Sosial )

Akibat

Kehilangan Dan Berduka

Core Problem

Berduka

Kematian Bayi

Penyebab
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Klien : Ny.M

Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi

Duka cita berhubungan dengan 05 Mei 2020


kematian orang terdekat

Duka cita terganggu berhubungan 05 Mei 2020


kematian orang terdekat
PERENCANAAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN

Duka cita berhubungan Setelah tindakan keperawatan 1x - Fasilitas duka


dengan kematian orang 24 jam klien diharapkan dapat 1. Identifikasi jenis
terdekat menuntaskan duka cita dengan mekanisme koping
kriteria hasil : keluarga.
Data subjektif : - Ketahanan keluarga 2. Mendengar aktif
1) Klien berkata bahwa ia 1. Keberhasilan koping. 3. Dukung keterlibatan
susah tidur karena sering 2. Koping keluarga keluarga dengan cara
memikirkan bayinya. 3. Daya tahan keluarga yang tepat.
2) Klien mengatakan 4. Dukungan spiritual.
mengurangi aktivitas yang
berhubungan dengan orang
lain dikarenakan kondisi
pasien terganggu .
3) Klien berkata bahwa ia
susah untuk tidur karena
sering memikirkan bayinya.

Data objektif :

1) Klien tidak mau makan dan


terus menangis.
2) Pasien nampak selalu
murung dan sedih
3) Pasien sulit diajak
berkomunikasi

Duka cita terganggu Setelah dilkakukan tindakan - Konseling


berhubungan kematian orang keperawatan selama 1x24 jam 1. Bangun hubungan
terdekat klien diharapkan memahami terapiutik yang
hubungan antara kehilangan yang didasarkan pada
Data subjektif : dialamidengan keadaan dirinya rasa saling percaya
1) Klien berkata bahwa ia dengn kreteria hasil: dan saling
susah tidur karena sering - Tingkat defresi menghormati
memikirkan bayinya. 1. Klien tidak mengalami 2. Tunjukan
2) Klien mengatakan defresi lagi empati,kehangatan
mengurangi aktivitas yang dan ketulusan
berhubungan dengan orang 2. Klien mengatakan tidak lagi 3. Sediakan informasi
lain dikarenakan kondisi merasa bersalah yang faktual yang tepat
pasien terganggu . berlebihan sesuai dengan
3) Klien berkata bahwa ia 3. klien tidak nampak bersedih kebutuhan.
susah untuk tidur karena lagi 4. Bantu pasien untuk
sering memikirkan bayinya. mengidentifikasi
kekuatan dan
Data objektif : menguatkan.
1) Klien tidak mau makan dan
terus menangis.
2) Pasien nampak selalu
murung dan sedih
3) Pasien sulit diajak
berkomunikasi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan

Duka cita Mendengarkan Aktif tentang perasaan S : Keluarga Pasien


berhubungan yang dialami pasien mengatakan bahwa klien
dengan kematian
sering melamun
orang terdekat Mengidentifikasi jenis mekanisme koping
keluarga O Pasien masih terlihat sering
menarik diri
Mendukung keterlibatan keluarga dengan
cara yang tepat A : Masalah Belum teratasi

Memberi dukungan spiritual ( membantu P : lanjutkan Intervensi 1-4


pasien dalam beribadah )

Membantu pasien untuk mengidentifikasi


kekuatandan menguatkan

Duka cita Menyediakan Informasi Faktual yang tepat S : Keluarga pasien


terganggu dengan kebutuhan mengatakan pasien tidak
berhubungan
mau makan
kematian orang Membangun hubungan teraupetik yang
terdekat
didasarkan pada rasa saling ingin percaya O : Pasien nampak masih
melamun dan masih sering
Menunjukkan empati, kehangatan dan
menangis
ketulusan
A : masalah belum teratasi

P: Lanjutkan Intervensi 4 - 8

Anda mungkin juga menyukai